You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

NI WAYAN SUCI DIANATARI


1202105072
PSIK A 2012

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2014

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Hipertensi yang diderita oleh seseorang erat kaitannya dengan tekanan
sistolik dan diastolik, Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan
pada arteri bila jantung berkontraksi, sedangkan tekanan diastolic
berkaitan dengan arteri pada jantung mengalami relaksasi diantara dua
denyut jantung. Dari hasil pengukuran, tekanan sistolik memiliki nilai
yang lebih besar dari tekanan diastolik (Corwin, 2009).
Hipertensi dapat ddidefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg. Hipertensi merupakan
penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Hipertensi juga
sebagai pembuluh diam-diam karena orang dengan hipertensi sering
tidak menampakkan gejala. Institut Nasional Jantung, Paru dan Darah
memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan
kondisinya. Begitu penyakit ini diderita oleh seseorang, tekanan darah
seseorang harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi
merupakan kondisi seumur hidup (Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Selain itu, Hipertensi juga didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya
90 mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi ringan dan sedang
gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit
kardiovaskular. Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita
hipertensi mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa
laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan
organ yang bermakna (Sylvia Anderson Price, 2005).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140
mmHg dan tekanan darah diastolic lebih atau sama dengan 90 mmHg atau
mengonsumsi obat anti hipertensi (Arthur C. Guyton, 2007).
Jadi, dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipertensi
adalah suatu keadaan dimana tekanan sistolik dan tekanan diastoliknya
lebih dari 140/90 mmHg.
B. Epidemiologi

Hipertensi terjadi sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi;


lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer),
diamana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami
kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder),
seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai
obat, disfungsi organ, tumor, dan kehamilan (Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat
ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di
antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita
tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. Di Indonesia
masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk
menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004.
Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999,
menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%,10,11 dan MONICA
Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban
adalah 31,7%. Sementara untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI
menemukan prevalensi sebesar 38,7%.10 Hasil SKRT 1995, 2001 dan
2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor
satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 2035% dari kematian
tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi membuktikan
bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan
mortalitas penyakit kardiovaskular. Beberapa studi menunjukkan bahwa
seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan
hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi.
(Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, 2009).
C. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu hipertensi
esensial dan hipertensi sekunder.
1. Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau lebih dikenal dengan hipertensi primer atau
idiopatik, merupakan hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Kasus
hipertensi esensial merupakan hipertensi yang paling sering terjadi

yaitu sekitar 90%. Hipertensi esensial disebabkan oleh multifactor,


diantaranya faktor genetic dan lingkungan. Faktor keturunan bersifat
poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskular dari
keluarga. Faktor predisposisi dapat berupa sensitivitas pada natrium,
kepekaan terhadap stress, dan resistensi insulin. Faktor lingkungan
yang dapat menyebabkan hipertensi, diantaranya stress, obesitas, dan
mengonsumsi natrium yang berlebihan.
2. Hipertensi sekunder
Disebabkan oleh obat-obatan dan penyakit ginjal yang berupa
hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga menyebabkan
hipoperfusi ginjal. Selain itu, hipertensi sekunder disebabkan oleh
penyakit pada sistem endokrin, misalnya akibat kelainan korteks
adrenal, tumor di medulla adrenal, hipotiroidisme, hipertiroidisme, dan
hiperparatiroidisme. Prevalensi hipertensi ini sekitar 5-8%.
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.

Berbagai

faktor

seperti

kecemasan

dan ketakutan

dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.


Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Suzanne C.
Smeltzer, 2001).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons

vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan


penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Pada pertimbangan gerontologis, terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh ferifer bertanggung jawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Suzanne C.
Smeltzer, 2001).

E. Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi


Faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi, diantaranya :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia
dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur
55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini
sering dikaitkan dengan perubahan hormone estrogen setelah
menopause. Peran hormone estrogen adalah meningkatkan kadar
HDL yang merupakan faktor pelindung dalam pencegahan
terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan hormone
estrogen dianggap sebagai adanya imunitas wanita pada usia
premenopause. Pada premenopause, wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormone estrogen yang selama ini melindungi

pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana


terjadi perubahan kuantitas hormone estrogen sesuai dengan umur
wanita secara alami. Umumnya, proses ini mulai terjadi pada

wanita umur 45-55 tahun.


Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya,
jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah
yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda.. Hal ini
disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun,
karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi
pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut.
Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal
ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.
Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari
keausan arteriosclerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan
akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteriarteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan
daya penyesuaian diri. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan
serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima
puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat
meningkatkan resiko hipertensi. Prevalensi di kalangan usia lanjut
cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %

diatas umur 60 tahun.


Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Jika salah seorang dari orang
tua ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka akan

mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup


anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka
peluang untuk terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.
2. Faktor resiko yang dapat dikontrol
Merokok
Merokok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Kebanyakan
efek ini berkaitan dengan kandungan nikotin. Asap rokok memiliki
kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat dari kemampuan
menarik oksigen, sehingga dapat menurunkan kapasitas sel darah
merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya. Nikotin
pada rokok dapat mengganggu sistem saraf simpatis yang
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain
menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga meningkatkan
frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan kebutuhan oksigen
jantung, merangsang pelepasan adrenalin, serta menyebabkan
gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf,

otak, dan banyak bagian tubuh lainnya.


Status Gizi
Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa
merupakan masalah penting karena selain mempunyai resiko
penyakit-penyakit tertentu juga dapat mempengaruhi produktivitas
kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu
dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan
mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Indeks
Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu cara untuk mengukur status
gizi seseorang. Seseorang dikatakan kegemukan atau obesitas jika
memiliki nilai IMT25. Obesitas merupakan faktor risiko
munculnya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi,

penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus.


Konsumsi Na (Natrium)
Pengaruh asupan garam terhadap terjadinya hipertensi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Faktor lain yang ikut berperan yaitu sistem renin angiotensin yang
berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. Produksi rennin

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf


simpatis. Renin berperan dalam proses konversi angiotensin I
menjadi angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan sekresi
aldosteron yang mengakibatkan menyimpan garam dalam air.

Keadaan ini yang berperan pada timbulnya hipertensi.


Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah
secara intermiten (tidak menentu). Stres yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah yang menetap tinggi dan akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung
sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.

F. Klasifikasi
Klasifikasi takanan darah untuk dewasa 18 tahun atau lebih menurut Sixth
Report of The Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (Sylvia Anderson Price, 2005) dan
klasifikasi menurut WHO.
Tabel 1 Klasifikasi menurut Sixth Report of The Joint National Committee
on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (Sylvia
Anderson Price, 2005).
Kategori
Normal
Normal Tinggi
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan)
Tingkat 2 (sedang)
Tingkat 3 (berat)

Tekanan Darah

Tekanan Darah

Sistolik (mmHg)
<130
130-139

Diastolik (mmHg)
<85
85-89

140-159
160-179
180

90-99
100-109
110

Tabel 2 Klasifikasi menurut WHO


Kategori
Optimal
Normal
Normal Tinggi

Tekanan Darah

Tekanan Darah

Sistolik (mmHg)
<120
<130
130-139

Diastolik (mmHg)
<80
<85
85-89

Tingkat 1 (hipertensi
ringan)
Sub-grup : perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi
sedang)
Tingkat 3 (hipertensi
berat)
Sub grup : perbatasan

140-159

90-99

140-149

90-94

160-179

100-109

140

<90

140-149

<90

G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala paling sering ditemukan pada seseorang yang menderita
hipertensi, diantaranya sakit kepala pada bagian belakang, sulit tidur,
gelisah, cemas, dada berdebar-debar, lemas, sesak napas, dan berkeringat
(Sylvia Anderson Price, 2005). Individu yang menderita hipertensi kadang
tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala timbul jika
adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem
organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan
patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia dan azetoma
(peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh
darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang
bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau
gangguan tajam penglihatan (Suzanne C. Smeltzer, 2001).
H. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan diantaranya, pemeriksaan pada leher,
jantung, ekstremitas dan refleks saraf.
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan untuk menentukan adanya kerusakan organ resiko lain atau
mencari

penyebab

hipertensi

sebagai

tambahan

dapat

dilakukan

pemeriksaan lain, seperti pemeriksaan tekanan darah, kreatinin, protein


pada urine 24 jam, asam urat, kolesterol/LDL, EKG, CT-Scan, Foto
Rontgen, glukosa.
J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologis

Diit rendah lemak


Diit rendah garam dapur, soda, baring powder, natrium benzoat,

monosodium glutamat.
Menghindari makanan daging kambing, buah durian, minuman

beralkohol
Melakukan olahraga secara teratur
menghentikan kebiasan merokok (minum kopi)
Menjaga kestabilan berat badan padapenderita hipertensi yang

disertai kegemukan
Menghindari stress
2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yang diberikan berupa obat-obatan menurut The
Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure (Sylvia Anderson Price, 2005), diantaranya :
Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron

Antagonist
Beta Blocker (BB)
Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)

Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker


(ARB)

K. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan dari hipertensi, diantaranya :
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya
berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah

sehingga

meningkatkan

kemungkinan

terbentuknya

aneurisma (Elizabeth J. Corwin, 2009).


2. Infark Miokard
Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh
darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka

kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan


dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian
juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan
waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan
(Elizabeth J. Corwin, 2009).
3. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya
glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui
urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan
edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Elizabeth J.
Corwin, 2009).
4. Gagal Jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah
yang kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan
terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan
didalam paru paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan
ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema
(Elizabeth J. Corwin, 2009).
5. Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron
disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Elizabeth J.
Corwin, 2009).
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a) Identitas

Pasien
Nama

: ...

Umur

: ...

Jenis kelamin

: ...

Pendidikan

: ...

Pekerjaan

: ...

Status perkawinan

: ...

Agama

: ...

Suku

: ...

Alamat

: ...

Tanggal masuk

: ...

Tanggal pengkajian

: ...

Sumber Informasi

: ...

Diagnosa masuk

: Hipertensi

Penanggung
Nama

: ...

Hubungan dengan pasien : ...


b) Riwayat keluarga : ...
c) Status kesehatan

Status Kesehatan Saat Ini


Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)
Saat masuk rumah sakit, tanyakan pada klien mengenai
keluhan-keluhan terkait dengan hipertensi, seperti pusing dan
lemas.
Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini
Saat datang ke rumah sakit, tanyakan pada klien mengenai
alasan klien masuk rumah sakit dan perjalanan terjadinya
penyakit hipertensi. Misalnya, keluhan adanya sakit kepala dan
lemas.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Menanyakan pada klien mengenai upaya yang dilakukan untuk
mengatasi tanda dan gejala hipertensi, misalnya minum obat
anti hipertensi.

Status Kesehatan Masa Lalu

Menanyakan

tentang

penyakit-penyakit

yang

berhubungan

langsung dengan hipertensi. Tanyakan kepada pasien adanya


riwayat penyakit tersebut sebelumnya, dari keluarga apa ada yang
mengalami hipertensi atau tidak.
d) Riwayat Penyakit Keluarga : mengalami hipertensi
e) Diagnosa Medis dan therapy : Hipertensi
f) Pola Fungsi Kesehatan
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Pengetahuan klien tentang kesehatannya, termasuk riwayat
keluarga dan riwayat kesehatan, hal yang dilakukan saat pasien
sakit, obat yang biasa digunakan, perawat harus menanyakan
adanya faktor risiko utama.
b. Nutrisi/ metabolic
Tipe diet sehari-hari perlu dikaji untuk mengetahui gaya hidup
pasien.
c. Pola eliminasi
Pola BAB dan BAK dapat mengidentifikasi kesehatan urinary.
Kondisi urin dan feses dapat menjadi bahan untuk mengidentifikasi
hipertensi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pasien harus ditanya mengenai kemampuan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari
e. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat sangat diperlukan oleh pasien dengan
gangguan glaukoma karena akan sangat berhubungan dengan
kenyamanan atas rasa nyeri yang dirasakan khususnya terkait
dengan hipertensi.
f. Pola kognitif-perseptual
Perawat menanyakan ke pasien tentang masalah persepsi kognitif.
Nyeri dihubungkan dengan hipertensi yang harus ditanyakan atau
dilaporkan.
g. Pola persepsi diri/konsep diri

Persepsi diri pasien sering terpengaruhi. Diagnostik invasif dan


prosedur paliatif sering berperan penting. Penetapan diagnostik
dapat memengaruhi kepercayaan diri pasien untuk menghadapi
penyakitnya.
h. Pola seksual dan reproduksi
Adanya nyeri tekan pada saluran kemih sangat memengaruhi
kenyamanan saat melakukan aktivitas seksual. Konseling pasien
dan pasangan dapat dianjurkan.
i. Pola peran-hubungan
Jenis kelamin, ras dan usia pasien mempunyai hubungan dengan
upaya pasien untuk melakukan pengobatan. Diskusikan dengan
pasien status perkawinan, peran dalam rumah tangga, jumlah anak
dan usia mereka, lingkungan tempat tinggal dan pengkajian lain
yang penting dalam mengidentifikasi kekuatan dan support sistem
dalam kehidupan pasien. Perawat juga harus mengkaji tingkat
kenyamanan atau ketidaknyamanan dalam menjalankan fungsi
peran yang berpotensi menjadi stress atau konflik.
j. Pola manajemen koping stress
Pasien harus ditanya untuk mengidentifikasi stress atau kecemasan.
Metode koping yang biasa dipakai harus dikaji, perilaku-perilaku
dan kesiapan menerima penyakitnya dapat menurunkan ansietas.
Informasi tentang suport sistem keluarga, teman-teman, psikolog
atau pemuka agama dapat memberikan sumber yang terbaik untuk
mengembangkan rencana perawatan
k. Pola keyakinan-nilai
Nilai-nilai dan kepercayaan individu dipengaruhi oleh kultur dan
kebudayaan yang berperan penting dalam tingkat konflik yang
dihadapi pasien ketika dihadapkan dengan penyakit hipertensi.
g) Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : ...
TTV
a.

TD :

Nadi : ...

Suhu : ...

Kulit, Rambut dan Kuku : ...

RR : ...

b.

Kepala dan Leher : ...

c.

Mata dan Telinga : ...

d.

Sistem Pernafasan :

e.

Sistem Kardiovaskular :

Dada berdebar-debar

Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic lebih dari


140/90 mmHg

f.

Payudara Wanita dan Pria : ...

g.

Sistem Gastrointestinal : ...

h.

Sistem Urinarius : ...

i.

Sistem Reproduksi Wanita/Pria : ...

j.

Sistem Saraf : ...

k.

Sistem Muskuloskeletal : ...

l.

Sistem Imun : ...

m.

Sistem Endokrin : ...

h) Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium yang berhubungan
Pada pasien hipertensi didapatkan hasil laboratorium, diantaranya :

HDL meningkat
tekanan darah sistolik dan diastolic lebih dari 140/90 mmHg

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume
sekuncup ditandai dengan penurunan stroke volume index (SVI).
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak ditandai dengan
hipertensi.
3. Ketidakefektifan

perfusi jaringan

perifer berhubungan

dengan

hipertensi ditandai dengan perubahan karakteristik kulit (warna,


sensasi, suhu).
4. Risiko jatuh ditandai dengan kesulitan melihat.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (misalnya, biologis,
zat kimia, fisik, psikologis) melaporkan nyeri secara verbal.
6. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan ditandai
dengan perubahan kedalaman pernapasan.

7. Keletihan berhubungan dengan status penyakit ditandai dengan kurang


energi.
8. Mual berhubungna dengan peningkatan tekanan intracranial akibat
peningkatan tekanan intraokulus ditandai dengan mual sampai dengan
muntah beberapa kali dialami klien.
9. Risiko kerusakan integritas kulit ditandai dengan gangguan sirkulasi.
10. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan
sumber informasi ditandai dengan ketidakakuratan mengikuti perintah.

D. Evaluasi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume
sekuncup ditandai dengan penurunan stroke volume index (SVI).
S : pasien mengatakan merasa lebih nyaman dan tidak mengalami
keletihan.
O : ekspresi wajah klien tampak lebih baik dan pernapasan klien
tampak normal (16x/menit), Klien tidak tampak kelelahan,
tekanan darah klien 120/80 mmHg.
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi klien
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak ditandai dengan
hipertensi.
S : Klien mengatakan bahwa nyeri akibat pusing dan sesak berkurang
serta tidak muntah selama perawatan.
O : ekspresi wajah klien tampak lebih baik dan pernapasan klien
tampak normal (16x/menit), klien tidak tampak kelelahan.
TTV klien dalam keadaan normal :
TD: 120/80 mmHg
RR: 16x/ menit
T: 37o C
N: 65x/menit
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi klien

3. Ketidakefektifan

perfusi jaringan

perifer berhubungan

dengan

hipertensi ditandai dengan perubahan karakteristik kulit (warna,


sensasi, suhu).
S : Klien mengatakan suhu ektremitasnya hangat
O : Nadi klien normal, CRT < 2 detik, tekanan systolic dan diastolic
normal, tanda kepucatan (-)
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi klien
4. Risiko jatuh ditandai dengan kesulitan melihat.
S : Klien mengatakan bahwa fungsi penglihatannya sudah membaik
O : Klien terlihat mampu berjalan dengan baik
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi klien
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (misalnya, biologis,
zat kimia, fisik, psikologis) melaporkan nyeri secara verbal.
S : Klien mengatakan sudah tidak mengalami nyeri pada kaki yang
bengkak.
O : Klien mampu mengontrol nyeri, seperti menjelaskan faktor
penyebab nyeri, menggunakan teknik non farmakologi untuk
mengurangi

nyeri

dan

menggunakan

analgetik

sesuai

rekomendasi. Selain itu, klien tidak melaporkan nyeri serta TTV


klien dalam batas normal.
A : tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi klien
6. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan ditandai
dengan perubahan kedalaman pernapasan.
S : Klien mengatakan sesaknya sudah berkurang
O : Tidak adanya tanda-tanda pernapasan cuping hidung, pernapasan
klien tampak normal (16x/menit)
A : tujuan tercapai
P
: Pertahankan kondisi klien
7. Mual berhubungan dengan gangguan biokimia ditandai dengan sensasi
muntah
S : Klien mengatakan keluhan mual berkurang
O : Klien tidak muntah dan dapat makan dengan baik
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi klien
8. Keletihan berhubungan dengan status penyakit ditandai dengan kurang
energy
S : Klien mengatakan tubuhnya sudah tidak mengalami kelelahan
Ketika melakukan aktivitas
O : Klien tampak bisa duduk dan berdiri serta tidak adanya
kelemahan otot
A : Tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi klien


9. Risiko kerusakan integritas kulit ditandai dengan gangguan sirkulasi.
S : Klien mengatakan sudah tidak mengalami luka-luka di kulitnya
O : Tidak adanya lesi pada kulit, turgor kulit klien <2 detik
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi klien
10. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan
sumber informasi ditandai dengan ketidakakuratan mengikuti perintah.
S : Klien mengatakan bahwa sudah mulai memahami mengenai
penyakitnya.
O : Klien tampak mampu memahami mengenai penyakitnya\
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi klien

DAFTAR PUSTAKA
Arthur C. Guyton, John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11.
Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Editor: Yudha, E Komara.
Jakarta: EGC
Johnson, M, dkk . 2004. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby:
Philadelphia.
McCloskey, dkk .2004. Nursing intervention Classification (NIC). Mosby:
Philadelphia.
NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC
Rahajeng, Ekowati, dkk. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Jakarta. Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC.

You might also like