You are on page 1of 7

GEJALA SERUMEN OBTURANS DAN PERILAKU PENDERITA TERHADAP

MEMBERSIHKAN TELINGA DI POLIKLINIK THT RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

Vivien Rosy, Ismelia Fadlan, Nindya Aryanty


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi

Abstrak
Latar Belakang : Serumen obturans adalah serumen yang tidak berhasil dikeluarkan dan

menyebabkan sumbatan pada kanalis akustikus eksternus. Serumen obturans merupakan


masalah yang cukup tinggi di dunia. Pada bulan November 2011 April 2012 di RSUD Raden
Mattaher Jambi terdapat 337 penderita serumen obturans. Sumbatan serumen dapat
mengakibatkan timbulnya gejala seperti nyeri, berdenging, rasa penuh, gatal, penurunan
pendengaran dan vertigo. Serumen obturans disebabkan oleh kebiasaan yang tidak benar.
Kebiasaan membersihkan telinga dengan menggunakan cotton bud dapat menyebabkan
serumen terdorong ke arah membran timpani sehingga pengeluarannya semakin sulit dan
menyebabkan sumbatan pada telinga. Selain itu penggunaan cotton bud juga dapat melukai
liang telinga dan dapat menyebabkan hematoma dan otitis eksterna.
Tujuan : untuk mengetahui gejala serumen obturans dan perilaku penderita terhadap
membersihkan telinga.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di Bagian
Poliklinik THT RSUD Raden Mattaher pada bulan Februari Maret tahun 2013. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan accidental sampling sebanyak 97 sampel yang
memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan
wawancara.
Hasil : Dari total sampel yang berjumlah 97 penderita, didapatkan gejala serumen obturans
seperti rasa penuh 74,2%, nyeri 47,4%, berdenging 44,3%, gatal 24,7%, vertigo 7,2%. Pada
masing masing telinga yang ditemukan serumen obturans menunjukkan hasil tuli konduktif,
dimana jumlah penderita yang mengalami tuli konduktif pada telinga kiri sebanyak 50,5% (49
penderita), jumlah penderita tuli konduktif pada telinga kanan sebanyak 45,4% (44 penderita),
dan 4,1% (4 penderita) diantaranya menderita tuli konduktif pada kedua telinga. Untuk
frekuensi membersihkan telinga sebagian besar 58,8% penderita membersihkan telinga sekali
seminggu dan alat yang digunakan untuk membersihkan telinga sebagian besar 96,9%
penderita menggunakan cotton bud.

Kesimpulan : Pada penelitian ini gejala serumen obturans yang paling sering ditemukan
adalah rasa penuh, nyeri dan berdenging. Sedangkan keluhan gatal dan vertigo lebih jarang
ditemukan. Pada masing masing telinga yang ditemukan serumen obturans menunjukan hasil
gangguan pendengaran (tuli konduktif). Serumen obturans disebabkan oleh kebiasaan
penderita yang tidak benar dalam membersihkan telinga. Penelitian menemukan 96,9%
penderita membersihkan telinga dengan menggunakan cotton bud. Dokter dan tenaga
kesehatan lainnya perlu mengedukasi penderita tentang perilaku membersihkan telinga yang
benar sehingga kejadian serumen obturans menurun.
Kata Kunci : Gejala serumen obturans, perilaku membersihkan telinga

Pendahuluan
Serumen secara umum dapat
ditemukan di kanalis akustikus eksternus.1
Serumen adalah campuran sekresi (sekret
kelenjar sebasea dan kelenjar serumen)
yang ada di kulit sepertiga liang telinga.2
Bila serumen tidak berhasil dikeluarkan
maka akan menimbulkan sumbatan pada
kanalis akustikus eksternus atau sumbatan
yang terdapat dikulit sepertiga luar liang
telinga. Hal ini disebut dengan serumen
prop (serumen obturans).3
Penumpukan
serumen
sering
disebabkan oleh produksi kotoran telinga
yang
berlebihan
sehingga
akan
menimbulkan gejala seperti: rasa nyeri
karena terjadi penekanan pada kulit liang
telinga, berdenging, rasa penuh, gatal dan
penurunan pendengaran. Serumen dapat
menghambat penghantaran suara dari
liang telinga luar ke liang telinga dalam
sehingga
menyebabkan
gangguan
4,5
pendengaran yaitu tuli konduktif.
Sumbatan serumen ini memiliki
prevalensi yang cukup tinggi di dunia.
Berdasarkan laporan Karlsmose B dalam
penelitian ACTA Otorhinolaryngologica
Italica tahun 2009 mengatakan bahwa dari
1.507 pasien yang diskrining mengalami

gangguan pendengaran memperlihatkan


hubungan dengan serumen sekitar 2,1%.2,6
Pada
penelitian
ACTA
Otolaryngologi
Italica
tahun
2009
mengatakan
pasien
yang
sering
menggunakan cotton bud (kapas pembersih
telinga) untuk membersihkan telinganya,
akan menekan serumen ke arah membran
timpani,sehingga membuat pengeluarannya
semakin sulit,2 akibatnya serumen akan
terjebak dan terakumulasi hingga akhirnya
menyebabkan sumbatan pada telinga.
Selain itu masih banyak yang memiliki
kebiasaan membersihkan telinga dengan
menggunakan jari berkuku tajam.7 Tanpa
disadari akibat gesekan kuku jari dan
cotton bud (kapas pembersih telinga) dapat
melukai kulit liang telinga dan dapat
menyebabkan hematoma dan otitis
eksterna.2
Berdasarkan data rekam medis
Bagian Poliklinik THT RSUD Raden
Mattaher kejadian serumen obturans
tersebut
didapatkan
sebanyak
337
penderita terhitung mulai dari November
2011 April 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gejala serumen obturans dan
perilaku penderita terhadap membersihkan

telinga di bagian Poliklinik THT RSUD


Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Metode Penelitian
Jenis
penelitian
ini
merupakan penelitian deskriptif.
Penelitian ini dilakukan di Bagian
Poliklinik THT RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi. Populasi
penelitian ini adalah seluruh pasien
yang di diagnosis serumen obturans
yang berobat di Bagian Poliklinik
THT RSUD Raden Mattaher
Provinsi
Jambi
pada
bulan
Februari - Maret tahun 2013 yang
memenuhi
kriteria
inklusi.
Pengambilan
data
penelitian
dilaksanakan pada bulan Februari
Maret tahun 2013. Besar sampel
dalam penelitian ini ditentukan
dengan rumus minimal sampling
dengan
menggunakan
rumus
perhitungan sebagai berikut:

(accidental)
ini
dilakukan
dengan
mengambil kasus atau responden yang
kebetulan ada atau tersedia.
Instrument
pengumpulan
data
dilakukan dengan menggunakan alat ukur
berupa kuesioner. Kuesioner ini disebarkan
kepada seluruh sampel dimana terdiri dari
97 penderita serumen obturans yang
datang ke poliklinik THT RSUD Raden
Mattaher
Jambi.
Kuesioner
yang
digunakan dalam penelitian ini sebelumnya
telah disetujui oleh pembimbing substansi
(Sp.THT) yang disebut dengan content
validity.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilakukan
pada seluruh penderita yang
mengalami serumen obturans di
Bagian Poliklinik THT RSUD
Raden Mattaher Jambi pada bulan
Februari Maret 2013 sebanyak 97
orang. Dimana 97 orang penderita
ini sebelumnya sudah didiagnosis
mengalami serumen obturans oleh
dokter yang memeriksa di Bagian
Poliklinik THT RSUD Raden
Mattaher Jambi.

Z2 x P (1-P)
n=
d2
Berdasarkan rumus diatas dapat dihitung
jumlah sampel yakni:

Tabel 4.1 Distribusi Responden Serumen


Obturans Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Z2 x P (1-P)
n=
d2
2

(1,96) x 0,5 x (1-0,5)


=
(0,1)2
=

97

Sampel
diambil
dengan
menggunakan teknik accidental sampling.
Pengambilan sampel secara aksidental

Umur.
No
.
1.

Keterangan

Frekuensi

Persen
tase %

Jenis kelamin
a) Laki laki
b) Perempuan

53
44

54,6
45,4

2.

Umur ( tahun )
a) 11 - 20
b) 21 - 30
c) 31 - 40
d) 41 - 50
e) 51 - 60
f) 61 70

33
26
16
5
9
8

34,0
26,8
16,5
5,2
9,3
8,2

Angka ini hampir sama


dengan hasil penelitian J.A.E. Eziyi8
et al di Afrika pada tahun 2011
dimana
didapatkan
jumlah
penderita
serumen
obturans
berjenis kelamin laki-laki sebanyak
52,2% dan jumlah penderita
serumen obturans berjenis kelamin
perempuan sebanyak 47,8%. Dari
hasil penelitian Subha9 et al di
Malaysia didapatkan hasil laki-laki
61 orang, sedangkan perempuan
ada 48 orang dari 109 telinga.
Berdasarkan
penelitian
Maharddhika yang dilakukan pada
siswa kelas V SD di Kota Semarang
dari 487 siswa didapatkan 109
(22,4%) yang mengalami serumen
obturans dengan distribusi serumen
obturans sebanyak 63 (12,9%) lakilaki dan 46 (9,4%) perempuan.
Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara jenis
kelamin dengan serumen obturans.
Hal ini disebabkan karena tidak
terdapat perbedaan dalam proses
kimia
pembentukan
serumen
obturans pada laki laki dan
perempuan.10
Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan di bagian Poliklinik
THT RSUD Raden Mattaher
Provinsi Jambi didapatkan gejala
serumen obturans yang bervariasi
seperti berikut:

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan


Gejala Serumen Obturans
No
1.
2.
3.
4.
5.

Keteranga
n
Rasa penuh
Nyeri
Berdenging
Gatal
Vertigo

Frekuens
i
72
46
43
24
7

Persentas
e
74,2
47,4
44,3
24,7
7,2

Dari hasil penelitian yang


berbeda, hasil penelitian Burkhart
CN dan Grosan M6 di Inggris
mengatakan bahwa gejala gejala
dari serumen obturans adalah
nyeri, berdenging, gatal, penurunan
pendengaran dan vertigo. Hasil
penelitian ini sama dengan hasil
yang dilakukan Peter Rolland11 di
Amerika mengatakan bahwa gejala
serumen obturans diantaranya
adalah nyeri, terasa penuh/pengap,
berdenging,
gatal,
penurunan
pendengaran, vertigo.
Berdasarkan
gejala
tersebut, dari 97 penderita yang di
diagnosis
serumen
obturans
dilakukan
tes
pendengaran
(garputala) seperti tes rinne, weber
dan schwabach pada penderita
untuk melihat apakah ada terjadi
gangguan
pendengaran
(tuli
konduktif) yang disebabkan oleh
serumen. Pada masing masing
telinga yang ditemukan serumen
obturans menunjukkan hasil tuli
konduktif, dimana jumlah penderita
yang mengalami tuli konduktif pada
telinga kiri sebanyak 50,5% (49
penderita), jumlah penderita tuli
konduktif pada telinga kanan
sebanyak 45,4% (44 penderita), dan
4,1% (4 penderita) diantaranya

menderita tuli konduktif pada kedua


telinga.

jarang membersihkan telinganya.


Hasil
penelitian
Maharddhika
menunjukan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara
perilaku membersihkan telinga
dengan
cotton
bud
(kapas
pembersih telinga) dengan serumen
obturans. Hal ini disebabkan
karena selain penggunaan cotton
bud (kapas pembersih telinga)
sebagai suatu kebiasaan yang dapat
memperepat timbulnya serumen
obturans, diameter liang telinga
memiliki peranan yang penting.
Diameter normal liang telinga
sekitar 9,4 0,9 cm. Semakin kecil
diameter liang telinga maka
semakin besar resiko terjadinya
serumen obturans.12

Untuk
mengetahui
persentase membersihkan telinga,
pada
penelitian
ini
peneliti
menanyakan kepada penderita
frekuensi membersihkan telinga
dengan menggunakan panduan
kuesioner. Pada hasil frekuensi
membersihkan telinga didapatkan
hasil:
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan
Frekuensi Membersihkan Telinga.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Keterangan
Sekali seminggu
Jarang dibersihkan
Duakali seminggu
Sekali dua minggu
Tidak teratur
Dibersihkan kalau gatal

Frekuensi
57
12
10
8
6
4

Hal ini hampir sama dengan


penelitian Abd. Elrahem dan Abd.
Elhamed9
mengatakan
bahwa
ribuan
orang
di
Inggris
membersihkan
telinga
setiap
minggunya dan akumulasi serumen
meningkat pada orang yang
menggunakan alat bantu dengar
dan pada orang yang menggunakan
cotton bud (kapas pembersih
telinga).
Pada
penelitian
Maharddhika di Kota Semarang
perilaku membersihkan telinga
pada penderita serumen obturans
didapatkan sebanyak 52 (10,7%)
penderita yang mengatakan sering
membersihkan telinga, 52 (10,7%)
penderita yang mengatakan jarang
membersihkan telinga, 5 (1%)
penderita yang mengatakan sangat

Pada pertanyaan alat yang


digunakan untuk membersihkan
telinga di dapatkan hasil sebagai
berikut:
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan
Alat yang Digunakan untuk Membersihkan
Telinga.
No.
1.
2.
3.

Keterangan
Cotton bud
Benda kecil dari logam
Lainnya :
Terapi lilin

Frekuensi
94
2
1

Hal ini sama dengan hasil


penelitian Guest, J.F 6 et al mengatakan
bahwa orang yang menggunakan cotton
bud (kapas pembersih telinga) untuk
membersihkan telinga 75% mengalami
sumbatan serumen pada telinga. Dimana
sebagian besar upaya pembersihan telinga
akan mendorong kotoran lebih jauh masuk
ke dalam saluran telinga. Ditambah lagi
kebiasaan membersihkan telinga dengan
menggunakan cotton bud (lidi kapas)

seharusnya dihentikan karena dapat


menyebabkan robeknya gendang telinga
dan liang telinga dapat terluka.13

seminggu dan penderita serumen


obturans yang menggunakan cotton
bud (kapas pembersih telinga)
untuk
membersihkan
telinga
didapatkan hasil sebanyak 96,9%.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan yang telah
diuraikan sesuai dengan analisa
pada penelitian ini tentang Gejala
Serumen Obturans dan Perilaku
Penderita Terhadap Membersihkan
Telinga di Bagian Poliklinik THT
RSUD Raden Mattaher Provinsi
Jambi pada bulan Februari Maret
tahun 2013 didapatkan hasil
sebagai berikut :
Gejala Serumen Obturans
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui bahwa sebagian besar 74,2%
penderita yang mengalami gejala terasa
penuh/pengap, 47,4% penderita yang
mengalami gejala nyeri, 44,3% penderita
yang mengalami berdenging, 24,7%
penderita yang mengalami gatal dan 7,2%
penderita yang mengalami vertigo.
Berdasarkan
gejala
tersebut,
penderita
yang
di
diagnosis
serumen
obturans
menunjukkan hasil tuli konduktif,
dimana di dapatkan tuli konduktif
pada telinga kiri sebanyak 50,5%
(49 penderita), tuli konduktif pada
telinga kanan sebanyak 45,4% (44
penderita), dan 4,1% (4 penderita)
menderita tuli konduktif pada kedua
telinga.
Perilaku
Penderita
Membersihkan Telinga

Terhadap

Berdasarkan hasil penelitian


frekuensi membersihkan telinga
paling tinggi 58,8% penderita yang
membersihkan
telinga
sekali

Saran
Dari hasil pembahasan penelitian,
penderita serumen obturans memiliki
perilaku yang buruk dalam membersihkan
telinga. Untuk itu diharapkan bagi institusi
RSUD Raden Mattaher khususnya tenaga
kesehatan
bagian
Poliklinik
THT
memberikan informasi atau edukasi yang
efektif kepada penderita baik melalui
penyuluhan
maupun
memberikan
pendidikan
kesehatan
langsung
ke
penderita serta dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan pada penderita
serumen obturans.
Daftar Pustaka
1. George.L, Adams. Lawrence.R, Boies.
Peter A, Higher. Boies buku ajar
penyakit THT (boies fundamentals of
otolaryngology).
Edisi
keenam.
Jakarta: EGC. 1997. hal 76-77
2. Beatrice, F. S. Bucolo, R. Cavallo.
Earwax, clinical practice. Acta
Otorhinolaryngology Italica. 2009.
1-20
3. Nagel, Patrick; Gurkov, Robert.
Serumen obsturan. Dalam dasardasar ilmu THT. Edisi Kedua.
Jakarta: EGC. 2012. Hal 8
4. Aziz, Sriana. dkk. Kembali sehat
dengan obat. Edisi kesatu. Jakarta:
Pustaka popular obor. 2004. hal
151
5. Swart, Mark H. Buku ajar
diagnostik fisik. Edisi Kesatu.
Jakarta: EGC. 1995. hal 123-124
6. J. F., Guest M. J. Greener, Robinson
A.
C.,
Impacted
Cerumen:
compotition,
production,

epidemiology and management.


Available at Retrieved from
http://qjmed.oxfordjournals.org/cgi/
content/full/97/8/477
7. Reamchai Sitthi, Narumon Sinsupan,
Amornrat
Ratanasiri.
Earwax
Symptoms Causes Risk factors
Complications. Srinagarind medical
journal. Thailand: 2006. Vol 21
8.
J.A.E Eziyi et al. Wax impaction
in Nigerian school children. East
and central African journal of
surgery. 2011
9.
Subha, Sethu. T. Role of impacted
cerumen in hearing loss. Faculty of
medicine
and
healt
science
University Putra Malaya. Kuala
Lumpur. October 2006
10. Roland, Peter S MD, Smith,
Timothy L MD et all. Clinical

practice
guideline:
Cerumen
Impaction. Otolaryngology-Head
and Neck Surgery. 2008
11.
Elrahem. A, Abd et al. study of
ear wax. Faculty of medicine elminia university. 2004
12. Maharddhika, Manggala. Faktorfaktor
yang
mempengaruhi
pembentukan serumen obturans.
Studi kasus pada siswa SD Kelas V
di Kota Semarang. Karya tulis
ilmiah. Fk UNDIP. 2010
13. Soepardi EA, Iskandar dkk. Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorokan kepala dan leher. Edisi
Keenam. Cetakan keempat. Jakarta:
balai pustaka FKUI. 2010

You might also like