Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK II
Asuhan Keperawatan Anak dengan Asma
Anggota Kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Arde Sandri N.
Dola Ulti Sari
Enggi Inglian Dani
Esti Lestari
Afrila Bella sari
Ferina Oetami M.
Lia Racmita Sari
: 12031006
: 12031009
: 12031014
: 12031015
: 12031001
: 12031018
: 12031025
8. Wulan Khairini
9. Wella herliyanti
10. Yulia Nelfiza
11. Uci Verdina
12. Ibnu Agus S.
13. M. Dzulfikar
14. Trisna
: 12031053
: 12031050
: 12031055
: 12031046
: 12031020
: 12031032
: 10031045
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Laporan Makalah
yang berjudul
(Kelompok II)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Tujuan .....................................................................................................................4
1.3 Manfaat....................................................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Asma......................................................................................................5
2.2 Etiologi Asma..........................................................................................................5
2.3 Klasifikasi Asma......................................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis Asma..........................................................................................7
2.5 Komplikasi Asma....................................................................................................7
2.6 Patofisiologi Asma...................................................................................................7
2.7 Evaluasi Diagnostik Asma.......................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan Asma.............................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma ialah suatu proses obstruksi pernapasan yang reversible, yang ditandai oleh periode
eksaserbasi dan remisi, terjadi spasme bronchial yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
Kondisi ini umumnya muncul sebelum usia 5 tahun, dan sebelum usia remaja, lebih sering pada
anak laki-laki disbanding perempuan.
Asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey
asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta< Bandung,
Semarang< Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (612 tahun) berkisar 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP si Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun
1995 dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gembaran tersebut di atas,
terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
secara serius.Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang silaksanakan oleh subdit Penyakit Kronik dan
Degeneratif Lain pada bulan April tahun 2007, menunjukkan bahwa pada umumnya upaya
pengendalian asma belum terlaksana dengan baik dan masih sangat minimnya ketersediaan
peralatan dan pengetahuan tentang penyakit asma juga sangat kurang.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami konsep Asma
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan Asma
1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini. Diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni:
1. Untuk penulis dan pembaca
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan dan
informasi atau wawasan mengenai asuhan keperawatan Asma.
2. Untuk pihak lain
Sebagai sumber data dan acuan dalam melaksanakan penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan napas tempat banyak sel (sel mast, eosinofil,
dan limfosit T) memegang peranan. Pada anak yang rentan, inflamasi menyebabkan episode
mengi kambuhan, sesak napas, dadak sesak, dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari.
(Wong, 2008)
Asma ialah suatu proses obstruksi pernapasan yang reversible, yang ditandai oleh periode
eksaserbasi dan remisi, terjadi spasme bronchial yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
(Kathleen, 2007)
2.2 Etiologi Asma
Penelitian tentang anak yang menderita asma menunjukkan bahwa alergi memengaruhi
persistensi dan keparahan penyakit. Akan tetapi pada bayi, terdapat hubungan yang kuat antara
infeksi virus dan asma. Allergen tidak begitu berperan menyebabkan asma karena terjadinya
sensitivitas alergi memerlukan waktu. Terdapat juga factor predisposisi genetic utnuk terjadinya
respons alergi terhadap allergen yang banyak terdapat di udara (National Asthma Education and
Prevention Program, 1997). Selain allergen, zat dan kondisi lain juga dapat mencetus episode
asma (Kotak 23-14). Meskipun alergen berperan penting untuk terjadinya asma, pada beberapa
kasus tidak ada proses alergi yang dapat dideteksi. Teori-teori lain seperti (1) defek dasar pada
reseptor adrenergic terhadap leukosit dan (2) peningkatan aktivitas kolinergik telah
dimunculkan. Akan tetapi, sebagian besar ahli menyetujui bahwa asma melibatkan factor-faktor
biokimia, imunologik, infeksius, endokrin, dan psikologik.
Pemicu yang Mencetuskan dan/atau Memperburuk Eksaserbasi Asma.
Alergen
Diluar rumah pohon, semak-semak, rumput-rumputan, jamur, serbuk sari, polusi udara, spora.
Didalam rmah : debu dan/atau tungau debu, jamur, antigen kecoa.
Iritan : asap tembakau, asap kayu, bau, semprotan
Pajanan pada zat kimia
Latihan fisik
Udara dingin
Perubahan cuaca dan suhu
Perubahan lingkungan : pindah ke rumah baru, ememulai sekolah baru, dll
Flu dan infeksi
Hewan : kucing, anjing, pengerat, kuda
Obat : aspirin, obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), antibiotic, penyekat data.
dan bronkus lobules. Gas yang terjebak ini mendorong individu untuk bernapas pada volume
paru yang semakin tiongg. Akibatnya, orang yang menderita asma harusberjuang untuk
menginspirasi jumlah udara yang cukup. Upaya keras untuk bernapas ini akan menyebabkan
keletihan, penurunan efektivitas pernapasan, dan peningkatan konsumsi oksigen. Inspirasi yang
terjadi ketika volume paru lebih tinggi akan menginflasi alveoli secara berl;ebihan dan
menurunkan efektivitas batuk. Jika obstruksi semakin parah, terjadi penurunan ventilasi alveolus
disertai retensi karbon diokside, hipoksemia, asidosis pernapasan, dan akhirnya, gagal napas.
(Wong, 2008)
2.7 Evaluasi Diagnostik Asma
Anak yang menderita asma dapat mengalami gejala-gejala yang berawal dari episode akut napas
pendek, mengi, dan batuk dilanjutkan dengan periode tenang sampai ke pola gejala kronis yang
relative kontinu dengan tingkat keparahan yang berfluktuasi. Serangan asma dapat terjadi
bertahap atau tiba-tiba dan dapat didahului dengan ISPA. Usia anak sering menjadi factor
signifikan, karena serangan pertama pada kebanyakkan kasus terjadi pada usia antara 3 dan 8
tahun. Pada masa bayi serangan biasanya terjadi setelah infeksi pernapasan. Sebagian anak
dapat mengalami gatal prodromal di bagian depan leher atau di punggung bagian atas tepat
sebelum serangan.
Diagnosis ditentukan terutama berdasarkan manifestasi klinis, riwayat, pemeriksaan fisik,
dan uji laboratorium. Pemeriksaan radiografik biasanya digunakan untuk mengesampingkan
adanya penyakit lain dan untuk mengevaluasi adanya penyakit lain yang menyertai. Umumnya,
batuk kronis pada keadaan tanpa infeksi atau mengi yang menyebar selama fase ekspirasi
pernapasan sudah cukup menetapkan diagnosis.
1. Uji fungsi paru
Uji fungsi paru merupakan metode diagnostic yang objektif dan dapat diulang untuk
mengevaluasi keberadaan dan derajat penyakit paru, serta respons terhadap terapi.
Spirometri umumnya dapat dilakukan secara reliable pada anak berusia 5 atau 6 tahun dan
mencakup penggunaan spirometer mekanis tradisional dan sederhana yang sering dilakukan
di klinik, tempat praktik dokter, dan rumah atau versi yang sudah terkomputerisasi.
Pengukuran penting lainnya adalah laju aliran ekspirasi pernapasan puncak (peak ekpiratory
flow rate, PEFR), yang mengukur aliran udara maksimal yang dapat diekshalasi sekuatnya
dalam 1 detik. PEFR diukur dalam satuan liter per menit menggunakan peak expiratory flow
meter (PEFM). Tiga zona pengukuran biasanya digunakan untuk membaca hasil PEFR.
Sistem zona dengan lampu lalu lintas sehingga mudah digunakan dan dilihat. Setiap anak
perlu membuat nilai terbaik individu. Nilai terbaik individu dapat dibentuk selama periode 2
sampai 3 minggu yairu pada saat anak melakukan PEFR selama sedikitnya dua kali sehari.
Setelah nilai terbaik individu diperoleh, PEFR anak dapat dibandingkan dengan nilai terbaik
tersebut.
2. Uji kulit
Berguna untuk mengidentifikasi allergen spesifik, dan hasil yang diperoleh dengan teknik
fungsi akan lebih baik daripada yang diambil dengan uji intrakutan dengan gejala dan
pengukuran yang sesuai antibody immunoglobulin E (IgE).
3. Uji provokatif
Pajanan langsung membrane mukosa dengan antigen yang dicurigai dalam peningkatan
konsentrasi, membantu identifikasi allergen yang terinhalasi.
4. Uji radioalergosorben (RAST)
Membantu mengidentifikasi antigen terhadap berbagai makanan dan sering digunakan untuk
menentukan terapi yang tepat.
(Wong, 2008)
2.8 Penatalaksanaan Asma
Tujuan umum dari penatalaksanaan asma adalah mencegah disabilitas dan meminimalkan
morbiditas fisik dan psikologis-untuk membantu anak hidup senormal dan sebahagia mungkin.
Hal ini mencangkup memfasilitasi penyesuaian sosial anak dalam keluarga, sekolah, dan
komunitas, serta partisipasi normal dalam aktivitas rekreasi dan olah raga. Untuk mencapai
tujuan ini, berbagai upayah diarahkan pada pengenalan episode akut secara dini, mengunjungi
pemberi layanan kesehatan secara teratur dan menginplementasikan iiritas dan factor alergi dari
lingkungan anak, mengajarkan pada orang tua tentang sifat jangka panjang dari penyakit dan
bagaimana penatalaksanaan eksaserbasi penyakit, serta membantu anakmenghadapi penyakit
tersebut secara konstruktif. Kepatuhan terhadap program pengobatan merupakan hal yang
penting untuk keberhasilan pengobatan.
1. Pengendalian allergen
Tujuan utama terapi nonfakrmakologik adalah pencegahan dan pengurangan pajanan anak
terhadap allergen dan iritan yang ada di udara. Tungau debu rumah dan komponenkomponen lain debu dalam rumah merupakan agens yang paling diidentifikasi pada anak
yang alergik inhalan. Metode yang paling penting untuk menghilangkan tungau debu adalah
menjaga kelembaban di dalam rumah tetap dibawah 50%, kadar kelembapan yang
menyebabkan tungau debu tidak dapat hidup. Kecoa, binatang rumah tangga lainnya, juga
diidentifikasi sebagai allergen penting diberbagai tempat. Membasmi kecoa, membersihkan
lantai dan lemari dapur dapat cermat, menyingkirkan makanan setelah dimakan, dan
membuang sampah ke luar rumah dimalam hari merupakan tindakan-tindakan penting untuk
mengusir kecoa. Allergen spesifik diidentifikasi dengan uji kulit, dan beberapa tindakan
dilakukan untuk menghilangkan atau menghindari allergen tersebut. Sering kali,
menghilangkan factor lingkungan (mis; menjahui anjing atau kucing dari rumah anak yang
sensitive terhadap bulu binatang) akan menurunkan frekuensi episode asma. Factor-faktor
nonspesifik yang dapat mencetus episode asma tersebut, seperti suhu ekstrim, terkadang
dapat dikendalikan dengan pelembab atau AC.
2. Terapi obat
Tujuan utama terapi farmakologik adalah mencegah dan mengndalikan gejala asma,
mengurangi frekuensi dan keparahan eksaserbasi asma, dan menghilangkan obstruksi aliran
udara. Pendekatan yang bijaksana dianjurkan berdasarkan keparahan asma yang dialami
anak. Karena inflamasi dianggap sebagai gambaran dini dan persisten dari asma, terapi
diarahkan sebagai gambaran dini dan persisten dari asma, terapi diarahkan pada supresi
inflamasi jangka panjang. Pengobatan digolongkan menjadi dua kategori umum: pengobatan
pengendalian jangka panjang (obat pencegah) utnuk mencapai dan mempertahankan
pengendalian inflamasi dan pengobatan asma segera (penyelamatan medis) utnuk mengatasi
gejala dan eksaserbasi.
3. Modifler leukotrien
Leukotrien adalah mediator inflamasi yang menyebabkan peningkatan hiperesponsivitas
jalan nafas. Modifier leukotrien (seperti zafirlukast, zileuton, dan natrium montelukast)
menyekat efek inflamasi dan bronkospasme. Obat-obat ini diberikan secara oral dalam
kombinasi dengan agonis- dan steroid untuk memberikan pengendalian jangka panjang dan
pencegahan gejala pada asma persisten ringan. (Fost dan Spahn, 1998).
4. Latihan fisik
Bronkospasme akibat latihan fisik (exercise-induced bronchospasm [EIB]) adalah obnstruksi
jalan nafas akut reversible, yang biasanya sembuh sendiri, terjadi selama atau setelah
aktivitas berat, mencapai puncaknya 5 sampai 10 menit setelah aktivitas berhenti, dan
biasanya berhenti 20 sampai 30 menit kemudian. Pasien yang menderita EIB mengalami
batuk, sesak napas, nyeri dada atau dada sesak, mengi, dan masalah ketahanan selama
latihan fisik, namun untuk memastikan diagnosis ini diperlukan pengujian latihan fisik di
laboratorium. Gangguan ini jarang terjadi pada aktivitas yang memerlukan ledakan energy
singkat (mis; baseball, lari cepat, sebnam, ski) dan lebih banyak terjadi pada aktivitas yang
memerlukan ketahanan fisik (mis; sepak bola, basket, lari jarak jauh). Berenag dapat
ditoleransi dengan baik oleh anak yang menderita EIB, karena mereka menghirup udara
bersaturasi penuh dengan kelmbapan dan karena jenis pernapasan yang diperlukan dalam
berenang. Ekshalasi di dalam air bermanfaat karena memperpanjang setiap eksiprasi dan
mingkatkan tekanan akhir ekpsirasi dalam cabang-cabang saluran pernapasan (biasanya
pernapasan mulut).
Anak penderita asma sering tidak dilibatkan dalam latihan fisik oleh orang tua, guru,
dan praktisi, bahkan mereka sendiri pun tidak mau terlibat, karena enggan untuk memicu
serangan. Hal ini dapat menghambat interaksi dengan teman sebaya dan kesehatan fisik
yang serius. Latihan fisik bermanfaat bagi anak-anak penderita asma, dan sebagian besar
anak dapat berpartisifasi dalam aktivitas disekolah dan olahraga dengan kesulitan minimal,
agar asma tetap dapat dikendalikan. Partisipasi bharus dievaluasi berdasarkan toleransi
terhadap durasi dan intensitas upaya masing-masing anak. Pengobatan profilakstik yang
tepat dengan agens adrenergic- atau natrium kromolin sebelum latihan fisik biasanya
memungkinkan anak berpartisifasi penuh dalam latihan fisik yang berat.
5. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada mencakup latihan bernapas dan latihan fisik. Terapi ini membantu relaksasi
fisik dan mental, memperbaiki postur, memperkuat otot-otot pernapasan, dan membentuk
pola napas yang lebih efisien. Untuk anak yang termotivasi, latihan bernapas cegah inflasi
berlebihan dan meningkatkan keefektifan batuk. Akan tetapi, fisioterapi dada tidak
dianjurkan selama eksaserbasi asma akut tanpa konplikasi (National Astthma Education and
Prevention Program, 1997).
6. Hiposensitisasi
Peran hiposensitisasi pada asma masa kanak-kanak masih menjadi kontroversi. Sebelumnya,
imunoterapi telah digunakan untuk alergi musiman dan jika hanya satu zat yang
menyebabkan alergi. Hiposensitisasi tidak dianjurkan utnuk allergen yang dapat dihilangkan,
seperti makanan, obat, dan bulu binatang. Terapi injeksi biasanya dibatasi untuk allergen
yang signifikan secara klinis. Dosis awal allergen berdasarkan ukuran reaksi kulit,
diinjeksikan secara subkutan. Jumlahnya ditingkatkan setiap minggu sampai toleransi
maksimal diperoleh, yaitu setelah dosis rumatan diberikan dengan interval 4 minggu.
Pemberian dapat memanjang sampai interval 5 atau 6 minggu selama berakhirnya alergi
musiman. Pengobatan yang berhasil dilanjutkan selama minimal 3 tahun, kemudian
dihentikan. Jika tidak ada gejala, imunitas yang didapat dikatakan kembali pulih; jika gejala
kambuh, pengobatan dilakukan kembali. (Wong, 2008)
BAB III
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Respirasi
- Napas pendek
- Mengi ekspirasi yang memanjang
- Retraksi dada
- Takipnea
- Batuk kering dan kering (tanda paling umum)
- Ronki
- Pernapasan cuping hidung
b. Kardiovaskular
- Takikardia
c. Neurologis
- Gelisah
- Cemas
- Sulit tidur
d. Muskuloskeletal
- Tidak mampu beraktivitas
e. Integument
- Sianosis
- Pucat
f. Psikososial
- Tidak patuh dengan pengobatan
2. Diagnosa
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan konstriksi bronkus.
2) Kelelahan yang berhubungan dengan hipoksia.
3) Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan gangguan gastrointestinal.
4) Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan melalui saluran pernapasan.
5) Ketidakmampuan yang berhubungan dengan kendali diri.
6) Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan dirumah.
3. Intervensi
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan engan konstriksi bronkus.
Criteria hasil: anak akan mempertahankan hidrasi yang adekuat yangditandai dengan turgor kulit yang baik dan haluaran urin 1
sampai 2 ml/kg/jam.
TINDAKAN/INTERVENSI
Dorong anak untuk batuk dan latihan napas dalam, setiap 2 jam.
RASIONAL
Batuk membantu membersihkan mucus dari paru, dan napas dalam
duduk.
memudahkan batuk.
jalan napas.
Jika anak mengalami kongesti paru yang berat atau pneumonia, lakukan
mengurangi peradangan.
RASIONAL
.deteksi dini pengobatan yang tepat terhadap hipoksia dan hiperkapnia,
pernapasan.
Posiskan anak telentang dengan kepala tempat tidur ditingikan 45 0
posisi
tersebut
akan meningkatkan
3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan gangguan gastrointestinal.
Criteria hasil : gangguan pada sistem gastrointestinal anak akan berkurang, yang ditandai dengan berkurangnya mual dan
muntah, serta asupan nutrisi meningkat (menghabiskan porsi makanan sedikit 80% pada setiap kali makan).
TINDAKAN/INTERVENSI
Beri anak makan dengan porsi sedikit, tetapi sering (5 atau 6 porsi per
RASIONAL
Makan sedikit, tetapi sering akan mengurangi energy untuk mengunyah
4) Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan melalui saluran pernapasan.
Criteria hasil : anak akan mempertahankan hidrasi yang adekuat yang ditandai dengan turgor kulit yang baik dan haluaran urin
1 sampai 2 ml/kg/jam.
TINDAKAN/INTERVENSI
Kaji turgor kulit anak dan pantau haluaran urine setiap 4 jam.
RASIONAL
Pengkajian dan pemantauan terhadap hal tersebut membantu untuk
menentukan tingkat hidrasi dan kebutuhan penambahan cairan.
Anjurkan anak minum 90-240 ml gelas cairan per hari, bergantung pada
usia anak.
RASIONAL
Dengan mengajarkan pada anak bagaimana memantau tindakan
dan makan.
diri,
dan
meningkatkan
kepatuhan
terhadap
seluruh
tindakan
kendali.
RASIONAL
Pemahaman tentang penyakit memabantu anak dan orang tua mematuhi
program pengobatan.
datang.
Alat ini meningkatkan pemberian obat dosisi penuh; anak usia sekolah
serangan.
Ajarkan orang tua, dan jika perlu, bagaimana memantau peak flow rate,
4. Evaluasi
Selama perawatan di rumah sakit, catatan berikut telah dibuat:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Keadaan anak dan temuan pengkajian yang dilakukan saat masuk rumah sakit,
Perubahan status anak
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang relevan
Asupan dan haluaran cairan
Status pertumbuhan dan perkembangan
Asupan nutrisi
Respons anak terhadap terapi
Reaksi anak dan orang tua terhadap penyakit dan hospitalisasi
Pedoman penyuluhan pasien dan keluarga
Pedoman perencanaan pemulangan.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma ialah suatu proses obstruksi pernapasan yang reversible, yang ditandai oleh periode
eksaserbasi dan remisi, terjadi spasme bronchial yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
Salah satu penyebab utama terjadinya penyakit kronis pada anak, kondisi ini umumnya muncul
sebelum usia 5 tahun, dan sebelum usia remaja, lebih sering pada anak laki-laki disbanding
perempuan. Walaupun serangan asma umumnya disebabkan oleh factor instrinsik (seperti
aktivitas atau alergi bulu binatang, serbuk, asap rokok, atau debu), factor-faktor intrinsic, seperti
penyakit, stes, atau kelelahan juga merupakan factor pemicu serangan. Inflamasi dan edema
menyertai spasme bronchial. Sel mukosa memproduksi secret kental yang sulit dikeluarkan.
Pengobatan biasanya berupa pemberian obat steroid dan bronkodilator, peningkatan
asupan cairan, penanganan pernapasan (seperti latihan batuk dan nafas dalam, dan perlunya
dilakukan fisioterapi dada untuk mengatasi kongesti paru yang berat atau jika terjadi
pneumonia), dan pengobatan nebulizer. Jika terjadi infeksi, pengobatannya berupa antibiotika.
Komplikasi potensial yang terjadi termasuk pneumotoraks, gagal jantung, infeksi pernapasan,
gangguan emosional, dan bahkan kematian. Pada kasus yang sama, kondisi anak dapat membaik
pada usia remaja, atau berkembang menjadi emfisema pada masa dewasa.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan pembaca terutama perawat dan
orang tua untuk lebih mengerti cara merawat anak dengan Asma.
DAFTAR PUSTAKA
Meadow, Roy & Simon Newell. 2005. Pedriatika. Jakarta: Erlangga.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical
Pathway. Jakarta: EGC.
Suriadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Wong, Donna. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.