You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peptic ulcer atau biasa disebut dengan borok perut merupakan lubang dalam lapisa
n dari lambung berupa duodenum (usus dua belas jari) atau esophagus (kerongkonga
n). Borok-borok terjadi ketika lapisan organ-organ ini dikorosikan oleh getah la
mbung yang asam yang disekresikan oleh sel-sel lambung. Dalam perkembangannya ba
kteri bisa berubah menjadi kanker perut. Saat ini dipercaya bahwa penyebab utama
borok adalah infeksi dari lambung oleh bakteri yang disebut Helicobacter pylori
. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan l
ambung yang kronis pada manusia. Bakteri ini bertahan hidup di tubuh manusia den
gan memanipulasi sistem sel imun yang penting.
Temuan ini diungkapkan oleh seorang ahli biologi dari akademi Sahlgrenska, Bert
Kindlund, dalam sebuah tesisnya, sebagaimana dilaporkan oleh medicalnews today p
ada 01 Juli 2009.Menurut Kindlund, sekitar separuh populasi manusia di dunia men
gidap Helicobacter pylori, terutama di dalam perutnya. Umumnya Individu yang ter
infeksi tidak merasakan gejala-gejala apapun. Kenyataannya sekitar 10 persen pop
ulasi tersebut mengidap peptic ulcers dan sekitar 1 persennya berkembang menjadi
kanker perut.
â Bakteri bawaan tersebut sering menginfeksi anak-anak dan jika tidak diobati denga
n antibiotok, maka akan menetap dan hidup di dalam tubuh. System imun sendiri ti
dak mampu melenyapkan bakteri tersebut. Dan kini kita memahami secara lebih baik
alasannya,â ujar Kindlund.Dalam penelitiannya, Kindlund, kemudian menemukan sebua
h strategi treatment terbaru melawan Helicobacter pylori. Menurutnya sebuah tipe
sel di dalam system imun membawa turun regulasi sel-sel T. Sel-sel inilah yang
mengatur pertahanan tubuh melawan Helicobacter pylori sehingga bakteri tidak bis
a berkembang menjadi infeksi yang kronik. â Jika kita mampu mengontrol regulasi sel
-sel T, kita dapat memperkuat sistem imun dan membantu tubuh menyingkirkan bakte
ri,â tambah Kindlund.
Sebagai tambahan, bakteri membuat sistem imum mampu meningkatkan jumlah regulasi
sel-sel T di dalam lapisan perut. Pertanyaannya adalah dari mana peningkatan ju
mlah regulasi sel-sel T dalam lapisan perut timbul. â Mengetahui jawaban pertanyaan
ini bisa membantu kita mengambangkan sebuah treatmen untuk kanker perut,â ujar Ki
ndlund. Dia kemudian menemukan bahwa regulasi sel-sel T secara aktif direkrut da
ri aliran darah menuju tumour, dan sekali waktu mereka mulai mengalikan lebih ce
pat. Penemuan pada akhirnya mengarahkan pada pengobatan terbaru melawan peptic u
lcer bacterium umum.
B. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui peptic ulcer yang mencakup:
1. Penyebab
2. Akibat yang ditimbulkan
3. Pencegahan dan penanganan
C. Manfaat
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi para pembaca agar mengetahui segala dampa
k yang dapat ditimbulkan dari peptic ulcer tersebut
D. Permasalahan
Untuk mengetahui Penemuan yang pada akhirnya mengarahkan pada pengobatan terbaru
melawan peptic ulcer bacterium umum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Ulkus Peptik


Adalah suatu kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, submukosa sampai
lapisan otot di saluran cerna yang terpajan cairan lambung (asam dan pepsin). Ul
kus Peptik meliputi ulkus lambung dan ulkus duodenum.
B. Gejala Ulkus Peptik
Gejala umum yang dirasakan adalah nyeri di ulu hati, disebabkan rangsang
an asam lambung yang menimbulkan erosi dan peradangan kimiawi. Rasa nyeri ini se
ring dikatakan sebagai nyeri yang tajam, perih ataupun seperti terbakar. Lama ny
eri ini bervariasi dan tergantung dari beratnya penyakit. Selain itu meningkatny
a peristaltik dan spasme otot-otot dapat menambah rasa nyeri. Tempat rasa nyeri
dirasakan di ulu hati dan biasnya dapat ditunjuk dengan satu jari secara cermat.
Tetapi tidak semua penderita ulkus peptik bergejala nyeri. Adakalanya penderita
ulkus peptikum, bahkan yang berat sekalipun tidak mengeluh nyeri. Gejala yang t
imbul seperti munth darah yang berwrna coklat (hemamtenensis) ataupun BAB darah
yang menghitam (melena). Warna darah gelap yang pada hemeteensis dan melena ini
tejadi karena darah yang keluar tercampur dengan asam lambung sehingga terjadi p
erubahan hemoglobin menjadi hematinyang berwarna coklat kehitaman dan lengket se
perti aspal.
Gejala khas dari ulkus duodenum ialah pola hilangnya nyeri setelah makan
(pain food relief), nyeri timbul bila lambung kosong dan menghilang setelah mak
an atau pemberian antasid. Gejala lain yang khas adalah nyeri di malam hari (nig
ht pain) sehingga penderita terbangun dari tidurrnya biasanya diantara jam 24.00
â 03.00.
C. Patogenesis Ulkus Peptik
Asam lambung terbukti berperan dalam timbulnya ulkus. Pada ulkus duodenu
m sering ditemukan hiperasiditas, namun pada ulkus lambung jumlah asam lambung n
ormal ataubahkan sedikitjumlah asam lambung. Ini disebabkan oleh keseimbangan an
tara faktor agresif dan defensif. Faktor agresif meliputi:
1. Faktor internal: asam lambung dan enzim pepsin.
2. Faktor eksternal: bahan iritan dari luar, infeksi bakteri H. Pylori.
Faktor defensif, meliputi:
1. Lapisan mukosa yang utuh
2. regenerasi mukosa yang baik
3. lapisan mukus yang melapisi lambung.
4. sekresi bikarbonat oleh sel-sel lambung
5. aliran darah mukosa yang adekuat
6. prostaglandin
Terjadinya suatu peradangan diduga disebabkan oleh:
1. meningkatnya faktor agresif
2. menurunnya faktor defensif
3. gabungan kedua faktor diatas yang terjadi bersamaan
1. Faktor agresif
Asam lambung sudah sejak dahulu dikenal sebagai faktor agresif yang utama karena
sifat asamnya. Asam lambung selain bersifat anti bakteri, sifat yang sebenarnya
kita butuhkan untujk mensteerilkan suasan makanan yang kita makan, juga bersifa
t merusak (destruktif). Selain itu peranan enzim pepsin juga penting. Sesui deng
an fungsinya yakni mencerna protein, maka mukosa saluan cerna yang mengandung pr
otein juga dicerna. Oleh karena itu, enzim ini bisa mencerna tidak hanya protein
dari makanan yang kita makan, tetapi juga mulosa saluran cerna itu sendiri, seh
ingga terjadi kerusakan mukos yang verfungsi melindumgi sel di bawahnya. Proses
ini disebut autodigestion.
Faktor lain yang dapat meningkatkan faktor agresif adalah faktor eksternal misal
nya zat korosif atau infeksi kuman Helicobacter pylori. Zat korosif yang sering
masuk adalah makanan yang asam pedas, obat-obatan tertentu (NSAID, anti inf;amas
i non steroid).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi asam lambung:
a. zat-zat kimiawi (gastrin, histamin)
b. sistem neuro-hormonal (nervus vagus)
Gastrin
Gastrin mrupakan hormon polipeptida yang merupakan salah satu pengtur se
kresi sam lambung.gasterin yang dihasilkan oleh sel G di mukosa lambung dibawa m
elalui aliran darah ke sel parietal. Kemudian gastrin merangsang sekresi asam la
mbung. Produksi dan pelepasan gastrin dirangsang melalui sistem saraf otonom yak
ni nervus vagus, jadi sekresi asam lambung juga dirangsang oleh sistem saraf oto
nom melalui nervus vagus, yang bersifat kolinergik..
Histamin
Histamin banyak terdapat di lapisan mukosa lambung di sel mast. Pasa man
usia terdapat beberpa tipe reseptor histamin yang masing-masing berbeda lokasi d
an reaksinya terhadap histamin, yaitu:
a. Reseptor H-1
Banyak terdapat di pembuluh darah dan otot polos. Perangsangan reseptor ii menin
gkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan dilatasi (pelebaran). Efek inisering d
isertai rasa sakit, panas, dan gatal.
Obat-obatan yang meghambat reseptor H-1 dikenal sebagai antihistamin yang umum,
antara lain: chlorfeniramin maleat, difenhidramin, siproheptadin, mebhidrolin na
fadisilat dan lain-lain yang menyebabkan sedasi. Kelompok yang tidak menyebabkan
kantuk misalanya: terfenadin, astemizol, fexofenadin, dan cetrizine dosis renda
h.
b. reseptor H-2
Histamin pad reseptor H-2 lambung erangsang produksi asam lambung. Obat yang men
ghambat reepto H-2 ini disebut antagonis H-2 seperti, simetidin, ranitidin, dan
famotidin.
Pada ulkus duodenum, faktor agresif lebih berperan dalam proses patogenesisnya.
Penderita ulkus duodenum biasanya mensekresi asam lambung lebih banyak daripada
orang normal.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa derajat keasaman isi lambung dipengar
uhi oleh beberapa faktor:
a. jumlah sekresi asam lambung. Makin banyak, makin asam.
b. jumlah makanan yang masuk dan sifatnya. Makanan yang tidak bersifat asam
mengurangi suasana asam di lambung.
c. motilitas lambung. Makin cepat pengosongan, makin kurang asam lambung.
2. Faktor defensif
a. kontinuitas lapisan mukosa/regenerasi mukosa
kontinuitas jaringan ini dipengaruhi berbagai hal yaitu: regenerasi sel
mukosa, nutrisi umum, dll. Regenerasi normal sel-sel mukosa lambung terjdi dalam
1-2 hari. Jika regenerasi sel ini terganggu, pertahanan lambung juga terganggu.
b. Lapisan Mukus Lambung
Lapisan mukus merupakan suatu faktor yang penting dalam prosesmelindungi
mukosa karena:
- mukus terdiri atas glikoprotein, merupakan suatu jel yang kental dan len
gket
- bekerja sebagai pelumas sehingga dapat melindungi terhadap bahan yang ke
ras dan tajam yang lewat diatasnya.
- Mencegah difusi balik ion H+, mencegah difusi balik pepsin karena ion H+
dicegah masuk kembali. Aktivasi pepsinogen yang ada di mukosa dicegah, sehingga
pembentukan pepsin dicegah dan tidak terjadi perusakan mukosa.
c. Bikarbonat
Sekresi bikarbonat dipengaruhi oleh sel-sel epitel sangat sedikit. Akan
tetapi, bikarbonat yang sedikit tersebut ditahan oleh membran sel epitel dan muk
us. Dengan demikian, bikarbonat tersebut dapat menetralisasi ion H+ yang mungkin
masuk menembus mukus.
d. Aliran Darah Lambung
Sirkulasi darah dalam mukosa harus mencukupi untuk menjamin nutrisi (O2
dan glukosa). Aliran darah juga menyingkirkan asam yang terlalu banyak di dalam
sel.
e. Prostaglandin
Zat ini banyak terdapat di mukosa lambung. Prostaglandin, terutama prost
aglandin E, mempunyai beberapa peranan dalam menjaga faktor defensif, yaitu mera
ngsang terbentuknya mukus, ion bikarbonat, menjaga aliran darah yang cukup, dan
regenerasi sel-sel mukosa. Efek prostaglandin ini juga didapat dengan pemberian
analog prostaglandin. Pembentukan prostaglandin dihambat oleh obat analgesik dan
anti-inflamasi.
Pada ulkus lambung, penurunan faktor defensif lebih banyak berperan dala
m patogenesis, berbeda dengan ulkus duodenum, dimana faktor agresif yang berlebi
han.

BAB III
PEMBAHASAN

PENGOBATAN ULKUS PEPTIK


1. Tujuan pengobatan adalah:
a. Menyembuhkan ulkus
b. Menghilangkan/meringankan rasa nyeri
c. Mencegah kekambuhan
2. Prinsip pengobatan ulkus peptikum adalah:
a. Menghilangkan/mengurangi faktor agresif
b. Meningkatkan faktor defensif
c. Kombinasi keduanya
3. Pengobatan non medika mentosa (bukan obat-obatan)
Perubahan gaya hidup, seperti mengatur frekuensi makan, jumlah makanan,
jenis makanan, belajar mengatasi stress, dll.
4. Pengobatan medika mentosa (obat-obatan)
a. Penetralisir asam lambung: antasida
b. Penghambat sekresi asam lambung: antihistamin-2, antikolinergik, pengha
mbat pompa proton.
c. Obat protektor mukosa: obat sitoprotektif, obat site-protective.
d. Antisecretory-cytoprotective agent: analog prostaglandin E, Ebrotidine.
e. Digestive enzyme
f. Obat prokinetik
g. Obat antiemetik
h. Antibiotik
i. Lain-lain: Antiansietas
a. Antasida
Antasida adalah obat yang bekerja lokal pada lambung untuk menetralkan a
sam lambung. Karena antasida menetralkan asam lambung, maka pemberian antasida a
kan eningkatkan pH lambung sehingga kemampuan proteolitik (penguraian protein) e
nzim pesin (yang aktif pada pH 2) serta sifat korosf asam dapat dimnimalkan. Pen
ingkatan pH lebih dari 5 dapat menmbulkan efek acid rebound. Acid rebound adalah
hipersekresi dari asam lambung untuk mempertahankan pH lambung yang normal (3 -
4). Dilihat dari sudut efek yang merusak dari asam dan pepsin maka pencapaian p
H yang ideal adalah pH 5 dimana kapasitas proteolitik pepsin dapat dihilangkan d
an efek korosif dari asam dapat diminimalkan.
Ada bermacam-macam antasida yang beredar di pasaran, baik jenis dan merk
dagang. Antasid merupakan senyawa basa yang dapat menetralkan asam secara kimia
wi misalnya kalsium karbonat, alumunium hidroksida, magnesium hidroksida dalam k
ombinasi.
Indikasi Antasida adalah pengobatan simptomatik nyeri epigastrum, nyeri
lambung dan rasa kembung yang menyertai hipersiditas lambung, gastritis, ulkus l
ambung dan ulkus duodenum.\
Antasida diberikan bersama simetidin atau tetrasiklin oral dapat mempeng
aruhi penyerapan obat-obat tersebut. Karena itu diberikan dengan interval 2 jam.
Antasida sampai sekarang masih tetap digunakan secara luas dalam kombina
si dengan obat-obat antiulkus karena memberikan pengurangan rasa nyeri di ulu ha
ti dengan cepat dan efektif walaupun bersifat sementara. Nyeri dapat diatasi den
gan meningkatkan pH isi lambung diatas 2 dan keadaan ini mudah dapat dicapai den
gan pemberian antasida, tetapi untuk menyembuhkan ulkus diperlukan pemberian ant
asida yang sering dengan dosis yang mencukupi.
Pemberian dosis tinggi yang menyebabkan peningkatan pH yang tinggi diser
tai acid rebound yang akan menurunkan pH kembali, sehingga diperlukan pemberian
antasida dengan interval yang makin pendek (makin sering) agar pH tetap tinggi s
ecara kontinyu. Dikenal 2 regimen dosis yaitu:
a. Pengobatan antasida yang intensif
pengobatan ini bertujuan menyembuhkan ulkus, antasida diberikan 1 dan 3 jam sete
lah makan dan sebelum tidur (dibagi dalam 7 kali pemberian).
b. Pengobatan antasida yang tidak intensif
Termasuk disini pengobatan untuk menghilangkan ras nyeri. Untuk keperluan ini an
tasida cukup diminum sesuai kebutuhan.
Makanan dan minuman juga mempunyai kemmpuan untuk menetralkan asam lambu
ng, sehingga dikenal istilah â pain food reliefâ , tetapi netralusasi ini hanya bersif
at sementara, oleh karena 1 jam kemudian sekresi asam mencapai puncaknya. Karena
itu rasa nyeri akan timbul kembali, biasanya mulai kurang lebih 90 menit setela
h makan. Adanya makanan akan memperlambat pengosongan lambung sehing daya kerja
antasida lebih panjang, yaitu sekitar 2 jam.
Pada lambung yang kosong, daya kerja antasida hanya 20 â 40 menit, karena
antasida dengan cepat masuk ke duodenum. Satu jam sesudah makan sekresi asam lam
bung mencapai maksimal, karena itu pemberian antasida yang tepat adalah 1 jam se
sudah makan dan daya kerja antasida akan bertahan lebih lama karena makanan akan
memperlambat pengosongan lambung. Antasida diberikan lagi 3 jam sesudah makan d
engan maksud untuk memperpanjang daya kerja antasida kira-kira 1 jam lagi.
Pada keadaan yang lebih parah misalnya pada ulkus berat atau terjadi per
darahan, dianjurkan pemberian antasida tiap jam. Antsida adakalanya diberikan se
belum tidur maksudnya untuk menetralkan asam lambung yang disekresi pada malam h
ari. Tetapi daya kerja ini terbatas karena lambung dalam keadaaan kosong sehingg
a untuk menghilangkan nyeti pada malam hari sebaiknya digunakan obat antisekres
i asam.
b. Penyekat Reseptor H-2
Sering disebut juga sebagai antagonis reseptor H-2. kerjanya sangat spes
ifik, hanya menghambat reseptor H-2 saja yang terdapat dalam jumlah banyak di mu
kosa lambung. Penyekat reseptor H-2 bekerja dengan menurunkan sekresi asam lambu
ng dalam waktu yang lebih lama daripada efek antasida, sehingga lebih efektif. C
ontohnya simetidin, ranitidin, famotodin, dan nizatidin.
Penyekat reseptor H-2 bekerja dengan menghambat reseptor H-2 secara bers
aing dengan histamin. Penyekat reseptor H-2 akan berikatan dengan reseptor terse
but karena mempunyai rumus bangun yang mirip dengan histamin. Histamin, gastrin,
dan asetilkolin terdapat di sel parietal lambung.
Apabila histamin berikatan dengan reseptornya, akan terbentuk siklik AMP
(adenosin monofosfat) dan akan menjadi aktif. Sedangkan jika gastrin dan asetil
kolin yang berikatan dengan reseptornya masing-masing akan menyebabkan peningkat
an kadar kalsium intrasel, yang selanjutnya diperantarakan histamin dan reseptor
H-2. peningkatan siklik AMP maupun kadar kalsium akan mengaktifkan pompa proton
dari sel parietal. Pompa proton merupakan suatu enzim
H-K-ATPase yang memecahkan zat kimia pembawa energi yakni ATP sehingga mem
berikan energi yang diperlukan untuk mengaktifkan pemompaan ion keluar masuk sel
parietal. Pompa proton akan secara aktif mengeluarkan ion H+ dari dalam sel ke
kanalikuli dan menukarnya dengan ion K+ dari kanalikuli. Ion K+ akan keluar lagi
dri sel parietal bersama-sama ion Cl-. Ion Cl- yang dikeluarkan ini kemudian ak
an berikatan dengan ion H+ di kanlikuli membentuk asam lambung. Bila reseptor hi
stamin H-2 telah diikat oleh penyekat reseptor H-2, maka proses seperti diatas t
idak terjadi dn asam lambung tidak akan terbentuk.
c. Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sel parietal sehi
ngga menghambat sekresi asam lambung. Contohnya pirenzepine. Pirenzepin pada dos
is yang cukup tinggi juga mempengaruhi reseptor asetilkolin tipe lain sehingga d
apat menyebabkan efek samping antikolinergik klasik seperti mulut kering, pengli
hatan kabur, jantung berdebar-debar, konstipasi, dan kesulitan miksi.
Indikasi utama adalah untuk ulkus lambung dan ulkus duodenum. Juga diind
ikasikan pada dispepsia karena efek antispasmodik pada motilitas lambung (menuru
nkan motilitas lambung). Dosisi pirenzepin yang direkomendasikan adalah 1 tablet
50mg, 2 kali sehari sebelum makan. Obat antikolinergik lain misalnya atropin da
n skopolamin butil bromida tidak efektif menekan sekresi asam lambung.
d. Proton Pump Inhibitor
Proton Pump Inhibitor juga disebut H-K-ATPase Inhibitor, karena memang m
enghambat kerja enzim H-K-ATPase. Obat ini baru ditemukan tahun 80-an dan terbuk
ti jauh lebih kuat hambatannya terhadap sekresi asam lambung dibanding bloker H-
2. waktu kerjanya juga lebih lam sehingga dapat diberikan 1 kali sehari. Contohn
ya omeprazole, esomeprazole, dan lansoprazole.
Golongan obat ini yang pertama kali dipasarkan ialah omeprazole. Omepraz
ole merupakan suatu pro-drug yang tidak aktif di tubuh sampai diaktifkan di sel
parietal. Omeprazole merupakan basa lemah sehingga akan terkonsemtrasi pada bagi
an-bagian yang asam. Selain rongga lambung, pada tubuh satu-satunya tempat diman
a terdapat keasaman adalah kanalikuli sekretori sel parietal. PPI menghambat sek
resi asam pada tahap akhir yaitu di pompa proton.
Pada kanalikuli sekretori di sekitar pompa proton, omeprazole akan menar
ik proton (ion H+) dan dengan cepat berubah menjadi sulfonamid tiofilik atau asa
m sulfenat, yang merupakan penghambat pompa proton aktif. Sulfonamid akan bereak
si cepat dengan pompa proton dan menghambatnya secara efektif yaitu menghambat s
ekresi asam sebanyak 95 % selama 24 jam.
Untuk menghindari pemecahan omeprazole dalam rongga lambung yang asam, a
dalah formulasi oralnya mengandung granul selaput enterik yang tahan asam. Jadi
omeprazole menghambat sekresi asam pada tahap akhir mekanisme sekresi asam yaitu
di pompa proton. Sifat omeprazole yang lipofilik sehingga mudah menembus membra
n sel parietal tempat sel dihasilkan. Omeprazole hanya aktif dalam lingkungan as
am dan tidak aktif pada pH fisiologis,sehingga tidak menghambat pompa proton di
tempat lain. Hal ini membuat omeprazole aman karen hanya menghambat pompa proton
di sel parietal lambung. Dengan menghambat produksi asam pada tahap ini, berart
i omeprazole mengontrol sekresi asam tanpa terpengaruh rangsangan lain (histamin
, asetilkolin).
e. Mucosal protecting agent
Prinsip dari obat-obatan ini adalah melindungi mukosa lambung, baik seca
ra langsung maupun tidak. Obat yang melindungi secara langsung itu terjadi karen
a obat tersebut membentuk suatu gel yang melekat erat pada mukosa lambung. Berbe
da dengan antasida, obat ini melindumgi mukosa dan dapat melekat erat di mukosa
lambung, maka obat ini harus diberikan dalam keadaan perut kosong. Contohnya suk
ralfat dan bismuth. Sedangkan obat yang bekerja tidak langsung melindungi mukosa
adalah analog prostaglandin yaitu misoprostol.
f. Cytoprotective Agent (Setraksat)
Cytoprotective Agent merupakan golongan sitoprotektif karena meningkatka
n mekanisme pertahanan lambung dan duodenum. Peningkatan ketahanan mukosa ini di
sebabkan oleh peningkatan mikrosirkulasi. Peningkatan aliran darah mukosa lambu
ng menyebabkan peningkatan produksi mukus, produksi PgE, dan perbaikan sawar muk
osa. Dengan meningkatnya mikrosirkulasi, berarti suplai glukosa, oksigen dan zat
-zat makanan semakin meningkat sehingga aktivitas dan regenerasi sel-sel epitel
mukosa semakin baik.
Efek utamanya adalah meningkatkan aliran darah mukosa lambung dan duoden
um sehingga meningkatkan regenerasi epitel mukosa dan produksi mukus dan mengham
bat difusi balik ion hidrogen serta konversi pepsinogen menjadi pepsin di membra
n mukosa. Jadi dengan meningkatkan resistensi mukosa, straksat mempercepat penye
mbuhan ulkus peptikum dan memperpendek lama pengobatan.
g. Site Protective Agent (Sukralfat)
Sukralfat adalah kompleks alumunium dan sukrosa. Sukralfat menjadi kenta
l dan lengket dalam lingkungan asam serta melekat erat ke protein di kawah ulkus
. Sukralfat melindungi ulkus dari erosi lebih lanjut dan menghambat kerja agresi
f pepsin dan empedu di tempat ulkus.
h. Tripotasium Dicitrato Bimustat (Colloidal Bismuth Subcitrate)
Pada pH asam, CBS akan membentuk endapan bismut oksiklorida dan bismut s
itrat yang melekat terutama pada tempat ulkus. Obat ini mempunyai efek demulsen
yang membentuk barrier terhadap asam dan pepsin namun tidak mempunyai efek menet
ralkan asam. In-vitro obat ini juga dilaporkan mempunyai efek bakteriostatik ter
hadap kuman Helicobacter pylori. Biasanya dikombinasi dengan metronidazol dan am
oksisilin atau tetrasiklin (triple therapy).
i. Analog Prostaglandin E
Substansi ini terdapat secara alamiah dalam tubuh dan diketahui berperan
di lambung. Derivat pertama yang dipasarkan adalah Misoprostol. Misoprostol per
tama kali dipasarkan di meksiko tahun 1985. obat ini telah memsuki pasar dunia t
etapi gagal baik klinis maupun komersial, karena itu diposisikan kembali untuk p
engobatan ulkus yang disebabkan oleh penggunaan obat AINS (Anti Inflamasi Non St
eroid), kemudian untuk pencegahan ulkus pada penderita yang menggunakan AINS. Ob
at ini dikembangkan untuk memperkuat pertahanan mukosa.
j. Antibiotika
Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa ada kaitan antara kuman Hel
icobacter pylori dengan gastritis kronik, ulkus duodenum dan kanker lambung. Ada
banyak antibiotika yang secara in vitro sensitif terhadap kuman ini. Tapi banya
k yang kurang berhasil karena banyak antibiotika yang tidak aktif dalam suasana
asam. Sedangkan kuman Helicobacter pylori ini hidup dalam suasana asam. Oleh kar
ena itu, antibiotika seperti amoksisilin harus dikombinasikan dengan obat peneka
n sekresi asam lambung yang kuat. Pengobatan ideal untuk membasmi kuman ini belu
m ditetapkan.
Hasil konsensus asia pasifik tahun 1997 mengeluarkan pedoman eradikasi H
elicobacter pylori dengan triple therapy yang terdiri dari:
1. PPI dosis standar 2 kali sehari
Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari
Amoksisilin 1000 mg 2 kali sehari
2. PPI dosis standar 2 kali sehari
Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari
Metronidazol 400 mg 2 kali sehari
Semua obat diatas diberikan selama 7 hari. Regimen ini memberikan efektifitas s
ekitar 90%. Namun lebih dari 30% penderita mengalami efek samping dengan pengoba
tan ini, sebagian besar berupa efek samping ringan.
Suatu alternatif lain yan diberikan selama 2 minggu (efektifitas 80%) ialah:
1. Omeprazole 40 mg 2 kali sehari
Amoksisilin 500 mg 4 kali sehari
k. Obat-obat Lain
Ada beberapa obat yang juga bisa dipakai untuk ulkus peptikum seperti ob
at antiansietas seperti Diazepam dan Cholordiazepoxide. Dasarnya adalah untuk me
ngurangi stres, sehingga mengurangi juga pembentukan asam lambung.
l. Obat prokinetik (Metoklopropamid dan Domperidone)
1. Metoklopropamid
Metoklopropamid adalah obat yang bekerja melalui susunan saraf pusat unt
uk merangsang motilitas lambung. Metoklopropamid mempercepat pengosongan lambung
dan meningkatkan tekanan sfingter esofagus bawah. Kedua sifat ini membantu meng
urangi refluks (pengaliran kembali) asam lambung ke esofagus.
Indikasi utama adalah heartburn (rasa panas menusuk di ulu hati dan dada
), dispepsia dan mual/muntah selama pengobatan dengan kemoterapi. Efek samping d
ihubungkan dengan efeknya terhadap susunan saraf pusat yaitu gelisah, kelelahan,
pusing dan lesu. Diare juga merupakan masalah pada beberapa penderita dan merup
akan akibat dari peningkatan motilitas lambung.
2. Domperidone
Digunakan untuk meningkatkan motilitas saluran cerna bagian atas. Penggu
naan utama adalah mengontrol rasa mual dan muntah tanpa melihat penyebabnya. Dom
peridone meningkatkan motilitas lambung dengan menghambat reseptor dopamin di di
nding lambung.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah ; buku saku untuk Brunner d
an Suddarth, EGC, Jakarta.
Long, Barbara C. (1989). Essential Of Medical-Surgical Nursing; A Nursing Proces
s Approach, C.V. Mosby Company St. Louis, USA.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Ed. 2,
EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J. (2000). Buku saku Patofisiologi, EGC, Jakarta
Mansjoer, Arief. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Media Aesculapius, Ja
karta
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Sudda
rth, Ed.8, EGC, Jakarta.

You might also like