You are on page 1of 7

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ADDISON DISEASE

A. PENGERTIAN
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada
semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di
karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah
rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka
dan tidak terbuka.
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon hormon korteks adrenal (Soediman,
1996).
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,
biasanya auto imun atau tuberkulosa (Baroon, 1994).
B. PATOFISIOLOGI
Penyakit Addison (Addisons Disease) merupakan gangguan autoimun yang mana
lapisan dari korteks adrenal rusak akibat inflamasi dan akibat dari antibodi IgG justru
menyerang seluruh maupun sebagian kelenjar adrenal. Penyebab lainnya antara lain
tuberculosis (yang dapat menyebabkan tersebarnya bakteri Bacillus tubercele dari paruparu ke organ lainnya melalui media aliran darah) dan tumor kelenjar adrenal yang
destruktif, kanker limfa, kanker payudara, kanker paru-paru, kanker gastrointestinal
(mengakibatkan penyebaran metastase) dan gangguan hati yang menyebabkan perdarahan
bilateral adrenal.
Penyakit Addison terjadi akibat kekurangan hormon steroid yang dihasilkan oleh
korteks kelenjar adrenal (kortikosteroid). Penyakit ini juga sering disebut melasma
suprarenal atau penyakit kulit perunggu (bronze skin disease).
Penyakit Addison dikarakteristikan dengan level glukokortikoid yang rendah
ditemani dengan kadar ACTH dan CRH yang tinggi. Keseluruhan adrenal insufisiensi
juga menyebabkan kekurangan hormon androgen dan aldosteron. Defisiensi aldosteron
memicu peningkatan natrium yang dikeluarkan melalui urin menyebabkan hiponatremia
(kekurangan natrium dalam darah), dehidrasi, dan hipotensi (karena kehilangan air akibat
kehilangan natrium). Penurunan ekskresi kalium melalui urin akan menyebabkan
hiperkalemia (peningkatan kadar kalium dalam darah). Kekurangan hormon steroid ini,
akan merangsang kelenjar hipofisis untuk memproduksi hormon perangsang korteks
adrenal (ACTH), yang berfungsi merangsang kelenjar adrenal. Dalam keadaan normal,

produksinya dihambat oleh hormon steroid adrenal. Oleh karena itu, produksi ACTH
menjadi berlebihan. ACTH yang berlebihan akan menimbulkan bercak-bercak pigmentasi
kehitaman pada kulit muka, leher, dahi, siku, punggung, dan parut bekas luka. Pigmentasi
juga terjadi di selaput lender dubur, mulut, usus besar dan vagina.
Penyakit Addison sekunder dapat terjadi sebagai akibat dari hipopituitarism maupun
disfungsi hipotalamus. Adrenal insufisiensi hormon ACTH tidak dikeluarkan, sehingga
adrenal tidak akan mensekresi glukokortikoid maupun androgen. Pembentukan aldosteron
pun mungkin juga bisa terpengaruh. Keadaan kekurangan ACTH tidak menimbulkan
bercak pigmentasi pada kulit.
Insufisiensi adrenal dapat terjadi karena pemakaian obat-obatan kortikosteroid.
Karena kortikosteroid akan menghambat sekresi ACTH dari pituitary dalam feedback
negatif. Selain itu, terapi glukokortikoid oral dapat menyebabkan kadar ACTH menurun,
dan menyebabkan insufisiensi adrenal sekunder.
C. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit Addison antara lain (Ilmu Penyakit Dalam I edisi 3, 1996 ) :
1. Autoimmune ( Idiopatik )
Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita. Secara
histologik tidak didapatkan 3 lapisan korteks adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis
dan infiltrasi limfosit korteks adrenal . Pada serum penderita didapatkan antibodi
adrenal yang dapat diperiksa dengan cara Coons test, ANA test, serta terdapat
peningkatan imunoglobulin G.
2. Pengangkatan kelenjar adrenal.
3. Infeksi pada kelenjar adrenal.
4. Tuberkulosis.
Kerusakan kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita.
Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel
limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi Seringkali didapatkan
proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru,
tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis vertebrata (Pott s disease), hati, limpa serta
kelenjar limpa.
5. Isufiensi ACTH Hipofise
D. MANIFESTASI KLINIS
- Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi,
-

dan hipoglikemi.
Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih.
Hiperpigmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari,
biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku.

- Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan.


- Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang).
- Abnormalitas fungsi gastrointestinal.
- Pusing
- Keringat dingin
- Gemeter
- Penurunan kesadaran
- Dehidrasi
- Cemas
E. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada pasien Addison disease adalah:
1) Identitas
Berisi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan, pendidikan, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.
3) Riwayat kesehatan
Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan penyakit Addison kemungkinan pernah mengalami tuberkolosis,
hipoglikemia maupun Ca paru.
Riwayat penyakit sekarang
- Keluhan utama : anoreksia, mual dan muntah.
- Keluhan yang menyertai : kelemahan otot, konstipasi.
Riwayat penyakit kesehatan keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang

sama / penyakit autoimun yang lain.


Riwayat psikososial
Klien dengan Addison biasanya bersifat apatis, letargi, bingung atau psikosa,

dan tidak bisa berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.


b. Pemeriksaan fisik
BI (Breathing)
Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu
pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung, Terdapat pergesekan
dada tinggi, resonan, terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi.

B2 (Blood)
Peningkatan denyut nadi dan lemah, hipotensi, termasuk hipotensi postural,
takikardia, disritmia, suara jantung melemah, pengisian kapiler memanjang. Ictus

Cordis tidak tampak, ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra.
B3 (Brain)

Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu,


tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka
rangsangan, cemas, koma (dalam keadaan krisis).
B4 (Bladder)
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan karakteristik urine.
B5 (Bowel)
anorexia, kram abdomen, diare sampai konstipasi, mual/ muntah. Mulut dan

tenggorokan : bibir kering, bising usus meningkat, nyeri tekan karena ada kram
abdomen.
B6 (Bone)
Nyeri ekstremitas atas dan bawah, penurunan tonus otot, lelah, nyeri / kelemahan

pada otot terjadi perburukan setiap hari), tidak mampu beraktivitas / bekerja.
Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium menunjukan:
- Penurunan konsentrasi glukosa darah (hipoglikemia)
- Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
- Kekurangan kortikosteroid (terutama kortisol)
- Kadar natrium yang rendah (hiponatremia)
- Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia).
2) Pemeriksaan radiologi
- CT Scan
Menunjukan adanya pengapuran pada kelenjar adrenal
- EKG
- Tes stimulating ACTH
kortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari
ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat.
Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu
suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan tingkatan cortisol dalam
-

darah dan urin.


Tes stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
Panjang diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan
adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol
darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien
pasien dengan ketidak cukupan adrenal. Respon kekurangan cortisol namun
tidak hadir / penundaan respon respon ACTH. Ketidakhadiran respon respon
ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab; suatu penundaan respon

ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.


2. Analisa data

No
Jenis data
1. DS:
Klien mengatakan mudah
haus
DO:
- Rambut kusut

Etiologi
Aldosteron

Ekskresi air

Volume ekstraseluler

Dehidrasi

Masalah
Defisit volume
cairan

- Mukosa bibir klien


kering, turgor kulit
tidak elastic,
pengeluaran urin
inadekuat
(<1cc/kgBB/jam),
- Intake dan output tidak
seimbang,
- Diuresis yang diikuti
oliguria
- Perubahan frekuensi dan
karakteristik urine.
2.

3.

DS :
Glukokortikoid/ Cortisol
Mukosa bibir klien terasa

kering, dan kram pada


Glukoneogenesis
area perut.

DO :
Hipoglikemia
Diare sampai konstipasi

Mual/ muntah
Mual, muntah, kram abdomen
Bising usus

Nyeri tekan karena ada


Anoreksia
kram abdomen
Penurunan BB
Mata cekung
DS :
Aldosteron
Klien mengeluh nyeri

pada ekstremitas atas dan Ketidakseimbangan elektrolit


bawah.

DO :
Hipotensi
Penurunan tonus otot

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Intoleransi aktivitas

- Mudah lelah
- Nyeri / kelemahan pada
otot terjadi perburukan
setiap hari)
- Tidak mampu
beraktivitas / bekerja
- Penurunan kekuatan dan
rentang gerak sendi

CO

Gangguan perfusi perifer

Otot kekurangan suplai O2

Kelemahan otot
Atau

4.
-

5.

DS :
Pasien mengeluh
jantungnya berdebardebar
Pasien mengeluh mual
dan pusing
DO :
Siang / malam terlihat
gelisah
Bertanya berulang-ulang
atau percakapan
dengan substansi kata
yang tidak memiliki
arti
kehilangan kemampuan
membaca dan menulis
tingkah laku tidak tepat
DS :
- Tingkah laku aneh
dan tidak bisa
diam
DO :
- Ekimosis
- Laserasi dan rasa
bermusuhan /
menyerang orang
lain

Aldosteron

Ggn. Metabolisme
karbohidrat, lemak dan
protein

Kelemahan otot
Glukokortikoid

Defisiensi aldosteron

Ekskresi natrium dalam urine


naik sedangkan Ekskresi
kalium dalam urine turun

Natrium dalam darah turun


sedangkan Kalium dalam
darah naik

Hiponatremia &
Hiperkalemia

Aritmia, syok, hipotensi,


Faktor pencetus
Kekusutan neuro fibrilar yang
difus dan plak sinilis
Atropi otak
Degenerasi neuro irreversible
Hilangnya serat-serat
koligernik di korteks

Resiko tinggi CO

Resiko trauma

Penurunan sel neuron


koligernik
Asetikolin
Perubahan perilaku
Tingkah laku tida bisa diam&
tidaka mampu
mengidentifikasi bahaya
Resiko trauma

You might also like