You are on page 1of 9

Gambaran Mikroskopik Persendian

Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk
melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi
mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi baik,
maka diperlukan matriks rawan yang baik pula.
Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu:

Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung 70-80% air, hal
inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastis

Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan terhadap
tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal
kolagennya akan tahan terhadap tarikan. Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air,
dan zat organik lain seperti enzim.
Patogenesis gout atrithris
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh.
Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung
membentuk kristal. Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal
mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui.
Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara:
1

Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a. Komplemen ini
bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran sinovium).
Fagositosis terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien,
terutama leukotrien B. Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang
destruktif.

Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan
aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL6, IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di samping
itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease
ini akan menyebabkan cedera jaringan.

Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan
seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat
tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa
urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing.
Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan
dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon,
bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan
penyumbatan dan nefropati gout.

MANIFESTASI KLINIK
Gejala asam urat lainnya biasanya ditandai dengan gejala berikut ini :

Badan pegal pegal dan sering merasa kecapaian.

Rasa Kesemutan dan linu yang sangat parah

Nyeri otot, persendian lutut, pinggang, punggung, pinggul, pundak dan bahuSendi yang
terkena asam urat terlihat bengkak, kemerahan, panas dan nyeri luar biasa pada malam dan
pagi.

Sering buang air kecil terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur

Jika Gejala asam urat ini juga menyerang pada daerah ginjal maka akan memicu
terjadinya kencing batu sehingga penderita kesulitan untuk buang air kecil

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan labortorium didapatkan kadar asam urat yag tinggi dalam darah. Kadang
didapatkan leukositosis ringan dan LED meninggi sedikit. Kadar asam urat dalam urin juga
sering tinggi.
Pemeriksaan cairan tofi juga penting untuk menegakan diagnosis. Cairan tofi adalah cairan
berwarna putih seperti susu dan kental sekali sehingga sukar diaspirasi. Diagnosis dapat
dipastikan bila ditemukan gambaran kristal asam urat pada sediaan mikroskopik.
Anamnesis (faktor keturunan dan kelainan atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder
hiperurisemia), Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan darah rutin untuk asam
urat darah dan kreatinin darah, pemeriksaan urin rutin untuk asam urat urin 24 jam/mengetahui
penyebab dari hiperurisemia apakah overproduction atau underexcretion dan kreatinin urin 24
jam), serta Pemeriksaan enzim.
DIAGNOSIS BANDING
Serangan akut sering sukar dibedakan dengan serangan akut pada: demam rematik, artritis
rematoid, artritis karena sepsis, artritis traumatika. Arthritis kronis pada penyakit pirai dapat
menyerupai arthritis rematoid, maka pada penderita pria usia di atas 50 tahun dengan arthritis
rematoid, asam urat serum perlu diperiksa.
PROGNOSIS
Pada artritis gout, periode asimptomatik dapat memendek apabila penyakit menjadi progresif.
Semakin muda usia pasien pada saat mulainya penyakit, maka semakin besar kemungkinan
menjadi progresif. Artritis tofi kronik terjadi setelah serangan akut berulang tanpa terapi yang
adekuat. Pada pasien gout ditemukan peningkatan insidens hipertensi, penyakit ginjal, diabetes
melitus, hipertrigliseridemia, dan aterosklerosis..

NSAID
o Definisi NSAID
Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID
(Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat
analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti radang).
o Klasifikasi
-Klasifikasi berdasarkan selektivitasnya terhadap siklooksigenase (COX). Efek terapi dan efek
sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
AINS COX-nonselektif
Aspirin
Indometasin
Piroksikam
Ibuprofen
Naproksen
Asam mefenamat
a

AINS COX-2-preferential
Nimesulid
Meloksikam
Nabumeton
Diklofenak
Etodolak

AINS COX-2-selektif
- generasi 1: Selekoksib
Rofekoksib
Valdekoksib
Parekoksib
Eterikoksib
- generasi 2: lumirakoksib

Salisilat asam asetil salisilat / asetosal / aspirin adalah analgesic antipiretik dan anti-inflamasi
yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Farmakodinamik: dosis terapi bekerja
cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis toksik obat ini memperlihatkan efek piretik sehingga
dapat keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrosis.
Efek terhadap pernapasan: dosis terapi mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2,
sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli bertambah dan PCO2 dalam plasma turun, terjadi
hiperventilasi dengan pernapasan yang dalam dan cepat, hal ini bisa berlanjut menjadi alkalosis
respiratorik.
Efek terhadap keseimbangan asam basa: dosis terapi tinggi, meningkatan konsumsi oksigen
dan produksi CO2 terutama di otot rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif.
Efek urikosurik: sangat ditentukan oleh besarnya dosis. Dosis kecil (1g atau 2g sehari)
menghambat eksresi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau
3g sehari biasanya tidak mengubah eksresi asam urat. Pada dosis > 5g sehari terjadi peningkatan
eksresi asam urat melalui urin, sehingga kadar asam urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi
karena pada dosis rendah salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi
salisilat juga menghambat reabsorpsinya dengan hasil akhir peningkatan eksresi asam urat. Efek
ini bertambah bila urin bersifat basa. Dengan memberikan NaHCO3 kelarutan asam urat dalam
urin meningkat sehingga tidak terbentuk Kristal asam urat dalam tubuli ginjal.
Efek terhadap darah: pada orang sehat aspirin menyebabkan perpanjangan masa perdarahan.
Aspirin tidak boleh diberikan pada pasien dengan kerusakan hati berat, hipoprotrombinemia,
defisiensi vitamin K dan hemophilia, sebab dapat menimbulkan perdarahan.
Efek terhadap hati dan ginjal: bersifat hepatotoksik dan ini berkaitan dengan dosis, bukan
akibat reaksi imun.
Farmakokinetik: pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorpsi di lambung, tetapi sebagian
besar di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2jam setelah pemberian.
Kecepatan absorpsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan
mukosa dan waktu pengosongan lambung. Asam salisilat diabsorpsi cepat dari kulit sehat,
terutama jika dipakai sebagai salep. Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh

jaringan tubuh dan cairan transelular. Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri.
Kira-kira 80-90% salisilat plasma terikat pada albumin. Aspirin diserap dalam bentuk utuh,
dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya 30menit terdapat dalam
plasma. Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan, tetapi terutama di mikrosom dan
mitokondria hati. Salisilat dieksresi dalam bentuk metabolitnya terutama melalui ginjalm
sebagian kecil melalui keringat dan empedu.
Indikasi: antipiretik, analgesic, demam reumatik akut, arthritis rheumatoid.
b Salisilamid amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgesic dan antipiretik mirip
asetosalm walaupun dalam badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat. Efeknya lebih lemah
dari salisilat, karena salisilamid dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama,
sehingga hanya sebagian salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi sebagai zat aktif. Obat
mudah diabsorpsi usus dan cepat didistribusi. Obat ini menghambat glukuronidasi obat analgesic
lain di hati misalnya Na salisilat dan asetaminofen, sehingga pemberian bersama dapat
meningkatkan efek terapi dan toksisitas obat tersebut.
c Diflunisal derivate difluorofenil dari asam salisilat yang bersifat analgesic dan anti-inflamasi
tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Setelah pemberian oral, kadar puncak dicapai dalam 23jam. 99% diflunisal terikat albumin plasma dan paruh waktu berkisar 8-12 jam. Indikasi hanya
sebagai analgesic ringan sampai sedang. Efek samping lebih ringan daripada asetosal.
d Derivat para amino fenol fenasetin dan asetaminofen (parasetamol). Efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Fenasetin tidak digunakan lagi dalam pengobatan karena
penggunaannya dikaitkan dengan terjadinya analgesic nefropati, anemia hemolitik dan mungkin
kanker kandung kemih. Farmakodinamik: menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai
sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan
efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasi sangat lemah, parasetamol merupakan
penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat
pada kedua obat ini, juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa. Farmakokinetik:
parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam
plasma dicapai dalam waktu jam dan masa paruh plasma antara 1-3jam. Obat ini tersebar ke
seluruh cairan tubuh. Dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Obat ini dieksresi melalui
ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. Efek
samping: reaksi alergi jarang terjadi. Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama
pada pemakaian kronik. Toksisitas akut yang paling serius ialah nekrosis hati.
e Pirazolon dan derivate termasuk dipiron, fenil-butazon, oksifenbutazon, antipirin dan
aminopirin. Indikasi: dipiron hanya sebagai analgesic-antipiretik karena efek anti-inflamasinya
lemah. Sedangkan antipirin dan aminopirin tidak dianjurkan karena lebih toksik daripada
dipiron. Karena keamanan obat ini diragukan, sebaiknya dipiron hanya diberikan bila dibutuhkan
analgesic-antipiretik suntukan atau bila pasien tidak tahan analgesic-antipiretik yang lebih aman.
Efek samping dan intoksikasi: menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan
trombositopenia.
f Analgesik anti-inflamasi non steroid lainnya :
~Asam mefenamat analgesic. Efek samping: dyspepsia, diare sampai diare berdarah dan
gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung, eritema kulit, bronkokonstriksi, anemia hemolitik
(pernah dilaporkan). Tidak dianjurkan untuk bumil dan anak <14tahun, dan pemberian tidak
melebihi 7hari.

~Diklofenak termasuk preferential COX-2 inhibitor. Efek samping yang umum: mual,
gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua obat AINS, pemakaian obat ini harus
berhati-hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan.
~Ibuprofen analgesic dengan efek anti-inflamasinya tidak terlalu kuat. Kira-kira 90% dari
dosis yang diabsorpsi akan dieksresi melalui urin sebagai metabolit atau konjugatnya. Metabolit
utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi. Efek samping terhadap saluran cerna lebih
ringan, efek samping yang jarang ialah eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, ambliopia
toksik yang reversibel. Tidak dianjurkan untuk bumil dan menyusui.
~Ketoprofen efektivitas sama seperti ibuprofen. Efek samping: gangguan saluran cerna dan
reaksi hipersensitivitas.
~Naproksen efek samping: dyspepsia ringan sampai perdarahan lambung. Terhadap SSP
berupa sakit kepala, pusing, rasa lelah dan ototoksisitas.
~Indometasin untuk pengobatan arthritis rheumatoid. Memiliki efek anti-inflamasi dan
analgesic-antipiretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin. Efek samping saluran cerna
berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan lambung dan pancreatitis. Sakit kepala hebat dialami
oleh kira-kira 20-25% pasien dan sering disertai pusing, depresi dan rasa bingung. Juga
dilaporkan menyebabkan agranulositosism anemia aplastik dan trombositopenia.
~Piroksikam dan Meloksikam piroksikam memiliki waktu paruh dalam plasma lebih dari
45jam sehingga hanya dapat diberikan hanya sekali sehari, absorpsi cepat dilambung; terikat
99% pada protein plasma. Obat ini menjalani siklus enterohepatik. Kadar taraf mantap dicapai
sekitar 7-10 hari dan kadar dalam plasma kira-kira sama dengan kadar di cairan sinovia. Efek
samping: gangguan saluran cerna (tersering), yang berat adalah tukak lambung. Efek samping
lain ialah pusing, tinnitus, nyeri kepala dan eritema kulit. Tidak dianjurkan untuk bumil, pasien
tukak lambung dan pasien yang sedang minum antikoagulan. Indikasi: penyakit inflamasi sendi,
mis arthritis rheumatoid, osteoarthritis, spondilitis ankilosa. Meloksisam efek sampingnya
terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam.
~Nabumeton merupakan pro-drug. Efek samping relative lebih sedikit terutama terhadap
saluran cerna.
~Nimesulide pembatasan pemakaian serta dosis karena adanya laporan hepatotoksisitas.
~COX-2 selektif dikembangkan dengan harapan bisa menghindari efek samping saluran
cerna.
o Farmakokinetik NSAID

Meskipun ada perbedaan sifat farmakokinetik antar OAINS, secara umum OAINS diabsorbsi
hampir sempurna, memiliki clearance hati dan metabolism first-pass rendah, ikatan dengan
albumin tinggi dan volume distribusi kecil. Pada OAINS tertentu terdapat hubungan
linier kerja antiinflamasi dengan dosis atau kadar plasma obat, akan tetapi hubungan ini tidak
dapatmenerangkan semua variasi respons terhadap obat. Hal ini menunjukkan bahwa
variasirespons bersifat farmakokinetik. Berdasarkan waktu paruh plasmanya OAINS dapat
dikelompokkan menjadi waktu paruh pendek (kurang dari 6 jam) dan panjang (lebih dari
10jam). Sebenarnya kadar obat dalam cairan sinovial penting karena dekat dengan tempat
kerja obat kecepatan transfer keluar-masuk kompartemen synovial yang relative

lambat menyebabkan perbedaan kadar obat dalam plasma dan cairan sinovial pada OAINS
dengan waktu paruh pendek. K a d a r O A I N S d a l a m c a i r a n s i n o v i a l l e b i h
r e n d a h d a r i p a d a d a l a m p l a s m a k a r e n a k a d a r albumin cairan synoviallebih
rendah dibanding dengan dalam plasma padahal sebagian besar OAINS terikat kuat pada
albumin (lebih dani95%). Meskipun hanya sebagian kecil dan kebanyakan OAINS
dikeluarkan dalam bentuk utuh dalam urine, clearance ketoprofen, fenoprofen, naproksen
dan
karprofen berkurang pada gagal ginjal atau pemakaian probenesid karena metabolitnya
ditahan dan dihidrolisis kembali menjadi senyawa induknya. Siklus ini merupakan salah satu
alasan mengapa pemakaian OAINS pada gangguan ginjal harus dengan hati-hati sekali
o Farmakodinamik NSAID

A. Efek Analgesik
Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dismenorea dan juga efektif terhadap
nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan.
Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS
tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang
merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada
hipotalamus,menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan
mencegahsensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.
B. Efek Antipiretik
Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus. Demam terjadi bila
terdapat gangguan pada sistem thermostat hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS akan
menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan
dengan peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah superfisial.
Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai
infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan
prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen
dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS lainnya menghambat
baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun respon susunan
syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali thermostat di
hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalanvasodilatasi.
C. Efek Anti-inflamasi
Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak.
Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin,
bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa
panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS
lebih dimanfaatkan pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritisrheumatoid, osteoartritis,
dan spondilitis ankilosa. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi
yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan,
memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal.

Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan antiinflamasi,


namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut. Salisilat khususnya aspirin
adalah analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan. Selain
sebagai prototip OAINS, obat ini merupakan standar dalam menilai OAINS l a i n .
OAINS golongan para aminofenol efek analgesik dan antipiretikn ya
s a m a dengan golongan salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga
tidak digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon memiliki
sifat analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-inflamasinya sama
dengan salisilat
o Efek samping NSAID

Lambung/saluran pencernaan :
Indigesti, ulserasi, perdarahan, ulserasi usus halus dan usus besar,stomatitis
Hati :
Kerusakan hepatoseluler , Sindroma Reye
Ginjal :
Gagal ginjal mendadak, Hipertensi, Retensi cairan, Hiperkalemia, Nefritis interstitiatis
Kulit :
Entema multiforme atau variannya, Erupsi bulosa, Fotosensitifitas, Erupsi obat, Urtikaria
Susunan saraf pusat :
Sakit kepala, Dizziness, Confusion, Mual
Darah :
Anemia aplastik, Aplasia eritrosit, Trombositopeni, Neutropeni, Anemia hemolitik
Paru-paru :
Bronkospasme, Oedema paru
Sistemik :
Reaksi anafilaktik
Sistim kardiovaskuler :
Palpitasi, Tekanan darah tinggi
Lain-lain :
Tinitus, Goiter

Urikosurik
Ada 2 kelompok obat, yaitu obat yang menghentikan proses inflamasi akut misalnya kolkisin,
fenilbutazon, oksifentabutazon, dan indometasin; dan obat yang mempengaruhi kadar asam urat
misalnya probenesid, alopurinol dan sulfinpirazon. Untuk keadaan akut digunakan obat AINS.
Kolkisin dalam dosis profilaktik, dianjurkan diberikan pada awal terapi alopurinol, sulfinpirazon
dan probenesid.
Kolkisin anti-inflamasi yang unik terutama diindikasikan pada penyakit pirai. Obat ini
merupakan alkaloid Colchicum autumnale, sejenis bunga leli.
Farmakodinamik: sifat antiradang kolkisin spesifik terhadap penyakit pirai dan beberapa arthritis
lainnya sedang sebagai antiradang umum kolkisin tidak efektif. Kolkisin tidak memiliki efek

analgesic. Kolkisin tidak meningkatkan ekskresi, sintesis atau kadar asam urat dalam darah. Obat
ini berkaitan dengan protein mikrotubular dan menyebabkan depolimerisasi dan menghilangnya
mikrotubul fibrilar granulosit dan sel bergerak lainnya. Hal ini menyebabkan penghambatan
migrasi granulosit ke tempat radang sehingga pelepasan mediator inflamasi juga dihambat dan
respons inflamasi ditekan. Kolkisin mencegah pelepasan glikoprotein dari leukosit yang pada
pasien gout menyebabkan nyeri dan radang sendi.
Farmakokinetik: absorpsi melalui saluran cerna baik. Sebagian besar obat ini dieksresi dalam
bentuk utuh melalui tinja, 10-20% melalui urin.
Indikasi: obat terpilih untuk penyakit pirai,, untuk profilaktik serangan penyakit pirai /
mengurangi beratnya serangan, mencegah serangan yang dicetuskan oleh obat urikosurik dan
alopurinol.
Efek samping: paling sering adalah muntah, mual, dan diare. Bila efek ini terjadi, pengobatan
harus dihentikan walaupun efek terapi belom tercapai. Gejala saluran cerna ini tidak terjadi pada
pemberian IV dengan dosis terapi, tetapi bila terjadi ekstravasasi dapat menimbulkan peradangan
dan nekrosis kulit serta jaringan lemak. Depresi sumsum tulang, purpura, neuritis perifer,
miopati, anuria, alopesia, gangguan hati, reaksi alergi dan colitis hemoragik jarang terjadi.
Reaksi ini umumnya terjadi pada dosis berlebihan dan pada pemberian IV, gangguan eksresi
akibat kerusakan ginjal dan kombinasi keadaan tersebut.
Alopurinol menurunkan kadar asam urat. Pengobatan jangka panjang mengurangi frekuensi
serangan, menghambat pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi.
Mobilisasi asam urat ini dapat ditingkatkan dengan memberikan urikosurik. Obat ini terutama
berguna untuk mengobati penyakit pirai kronik dengan insufisiensi ginjal dan batu urat dalam
ginjal. Berguna untuk pengobatan pirai sekunder akibat polisitemia vera, metaplasia myeloid,
leukemia, limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat obat dan radiasi. Obat ini bekerja dengan
menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya
menjadi asam urat. Melalui mekanisme upan balik alopurinol menghambat sintesis purin yang
merupakan precursor xantin. Alopurinol sendiri mengalami biotransformasi oleh enzim xantin
oksidase menjadi aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang daripada alopurinol, itu sebabkan
alopurinol yang masa paruhnya pendek cukup diberikan satu kali sehari. Efek samping: yang
sering ialah reaksi kulit, reaksi alergi berupa demam, menggigil, leucopenia atau leukositosis,
eosinofilia, artralgia dan pruritus. Gangguan saluran cerna kadang-kadang erjadi.
Probenesid berefek mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan tofi pada
penyakit pirai, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut. Probenesid juga berguna untuk
pengobatan hiperurisemia sekunder. Efek samping: gangguan saluran cerna, nyeri kepala dan
reaksi alergi. Probenesid menghambat eksresi renal dari sulfinpirazon, indometasin, penisilin,
PAS, sulfonamide dan juga berbagai asam organic.
Sulfinpirazon mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit pirai kronik
berdasarkan hambatan reabsorpsi tubular asam urat. Kurang efektif menurunkan kadar asam urat
dibandingkan dengan alopurinol dan tidak berguna mengatasi serangan pirai akut. Anemia,
leucopenia, agranulositosis dapat terjadi. Dapat menimbulkan efek insulin dan obat hipoglikemik
oral sehingga harus diberikan dengan pengawasan ketat.
Ketorolak analgesic poten dengan efek anti-inflamasi sedang. Merupakan satu dari sedikit
AINS yang tersedia untuk pemberian parenteral. Absorpsi oral dan IM berlangsung cepat
mencapai puncak dalam 30-50 menit. Bioavailabilitas oral 80% dan hampir seluruhnya terikat
protein plasma. Efek samping: nyeri ditempat suntikan, gangguan saluran cerna, kantuk, pusing
dan sakit kepala. Karena ketorolak sangat selektif menghambat COX-1, maka obat ini hanya

dianjurkan dipakai tidak lebih dari 5 hari karena kemungkinan tukak lambung dan iritasi
lambung besar sekali.
Etodolak AINS kelompok asam piranokarboksilat. Lebih selektif terhadap COX-2 dibanding
AINS umumnya. Menghambat bradikinin yang diketahui merupakan salah satu mediator
perangsang nyeri.

You might also like