You are on page 1of 7

Penyakit Mukosa Mulut : Lichen Planus

Posted on September 5, 2009 by yumizone


Penyakit Mukosa Mulut : Lichen Planus
Crispian Scully, Marco Carrozzo
Pendahuluan
Oral Lichen Planus (OLP) adalah penyakit yang umum dijumpai dan hanya mempengaruhi
lapisan epithelium skuamosa berlapis. Penyakit ini terdapat diseluruh belahan dunia,
mayoritas terjadi pada dekade usia kelima dan keenam, dan resikonya dua kali lipat pada
wanita dibandingkan pria.
Penyebab dan Patogenesis
OLP adalah penyakit autoimun mediasi sel T namun penyebabnya tidak diketahui secara pasti
pada kebanyakan kasus. Peningkatan produksi sitokin TH1 merupakan kunci dan penanda
awal terjadinya LP, yang diinduksi secara genetik, dan adanya polimorfisme genetik dari
sitokin yang terlihat mendominasi, baik pada lesi yang berkembang hanya pada
mulut(diasosiasikan dengan interferon-gamma (IFN-)) atau pada mulut dan
kulit(diasosiasikan dengan tumor nekrosis faktor-alpha(TNF-)). Sel T yang teraktivasi
kemudian akan tertarik dan bermigrasi melalui epitelium mulut, lebih jauh akan tertarik oleh
adhesi molekul interseluler (ICAM-1 dan VCAM), regulasi ke atas dari protein matriks
ekstraseluler membran dasar epitelial, termasuk kolagen tipe IV dan VII, laminin dan
integrin, dan kemungkinan oleh jalur sinyal CXCR3 dan CCR5. Sitokin disekresi oleh
keratinosit misalnya TNF- dan interleukin (IL)-1, IL-8, IL-10, dan IL-12 yang juga
kemotaktik untuk limfosit. Sel T kemudian akan berikatan pada keratinosit dan IFN-, dan
regulasi berkelanjutan dari p53, matriks metalloproteinase 1 (MMP1) dan MMP3 memicu
proses kematian sel (apoptosis), yang akan menghancurkan sel basal epitelial.
Perjalanan kronis dari OLP merupakan hasil dari aktivasi faktor nuklear mediator inflamasi
kappa B (NF-B), dan inhibisi dari jalur pengontrol faktor pertumbuhan transformasi (TGFbeta/smad) yang menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yang memicu timbulnya lesi putih.
Asosiasi dengan Penyakit Sistemik
LP dapat diasosiasikan dengan banyak penyakit sistemik, beberapa telah dikonfirmasi, namun
infeksi virus Hepatitis C (HCV) dapat memproduksi tanda ekstrahepatik yang termasuk satu
diantaranya adalah LP. Sel T spesifik-HCV mungkin memiliki peranan dalam patogenesis
pada beberapa kasus OLP. Dalam review sistematis terkini yang menyertakan studi
terkontrol, proporsi manusia yang terinfeksi HCV lebih tinggi pada kelompok LP dibanding
kelompok kontrol yaitu 20 dari 25 studi, dan pasien dengan LP memiliki resiko lima kali
lipat lebih besar terinfeksi HCV dibanding kelompok kontrol. Namun, hal ini tidak terlihat
pada kasus yang terjadi di Inggris maupun Eropa Utara.
OLP yang terkait HCV diasosiasikan dengan HLA kelas II alel HLA-DR6 pada pasien Italia
tetapi tidak pada pasien Inggris, hal ini dapat menjelaskan sebagian alasan bahwa
heterogenitas geografis juga berpengaruh.

Lesi Mulut
OLP dapat muncul sebagai lesi kecil, putih, panjang seperti tali dan bertambah banyak
(Gambar 1 dan 2), papula (Gambar 3) ataupun plak, dan dapat memicu penyakit keratotik
seperti leukoplakia. Lesi atrofik (Gambar 4) dan erosi (Gambar 5) adalah bentuk yang paling
sering menimbulkan rasa sakit.
Bagian yang paling umum muncul lesi adalah mukosa bukal, lidah (terutama pada dorsum),
gingiva, mukosa labial, dan tepi vermilion dari bibir bawah. Sekitar 10% dari pasien dengan
OLP memiliki lesi yang hanya terbatas pada gingiva (Gambar 6). Lesi eritrematous pada
gingiva menyebabkan gingivitis deskuamasi, tipe LP gingival yang paling umum, yang
muncul dapat berupa plak ataupun papula kecil, putih, panjang seperti tali dan bertambah
banyak, dan dapat menyerupai friksional keratosis maupun leukoplakia.
Lesi pada palatum, dasar mulut, dan bibir atas jarang terjadi. LP yang terisolasi pada satu
tempat dalam rongga mulut selain di gingiva juga jarang terjadi, namun pada beberapa pasien
pernah terlihat adanya lesi yang terisolasi pada bibir atau lidah saja. Lesi likenoid juga dapat
terisolasi (lihat bawah).
OLP dapat secara klinis terlihat berbeda, namun pada banyak kasus tidak. Bentuk seperti plak
dari LP dapat menyerupai leukoplakia, terutama leukoplakia verukosa proliferatif. Lesi putih
berstriata, dengan atau tanpa erosi dapat menyerupai lupus eritrematosa. Pada kasus yang
jarang dimana lesi putih tidak dapat terlihat dalam bentuk erosif atau terulserasi, maka lesi ini
dapat sulit untuk dibedakan secara klinis dari penyakit vesikuloerosif lainnya misal
pemphigus dan pemphigoid. Lesi terkadang dapat menyerupai karsinoma.
Potensi Malignansi dari OLP
Setidaknya terdapat tiga studi yang menggunakan kriteria diagnostik ketat yang menunjukkan
bahwa terdapat resiko signifikan terjadinya transformasi malignansi dari OLP menjadi
karsinoma sel skuamosa (SCC). Akumulasi dari sintase oksida nitrit terinduksi (iNOS)
dengan 8-nitroguanine dan 8-okso-7, 8-dihdro-2-deoksiguanosine (8-oxodG) pada epitelium
oral OLP kemungkinan menunjukkan kerusakan oksidatif dan nitratif DNA yang dapat
menjadi dasar dari malignansi.
Resiko transformasi malignansi bervariasi antara 0.4 hingga 5% dalam periode waktu
observasi dari 0.5 hingga 20 tahun, dan tidak dibatasi tipe klinis dari OLP atau perawatan
yang diberikan. Namun, terdapat kemungkinan bahwa perawatan dengan agen imunosupresif
secara teoritis dapat mengurangi kekebalan tubuh (lihat bagian dibawah Manajemen)
Lesi Ekstraoral
Pasien OLP dapat mengalami lesi yang mengenai kulit, tambahan kulit (appendage) dan
mukosa lainnya.
Kulit
Sekitar 15% dari pasien OLP memiliki lesi kutaneus. Lesi ini khususnya terlihat pada
permukaan fleksor dari siku dan berupa eritrematous, bagian atas rata, pruritik, papula

poligonal yang memiliki jalinan garis nyata (Wickhams striae) pada permukaannya, dan
berkembang dalam jangka waktu beberapa bulan hingga terlihat sebagai OLP. (Gambar 7)
Tambahan Kulit (Appendage)
LP pada kulit kepala dapat menyebabkan alopecia dengan luka parut, lichen planopilaris. LP
juga dapat terjadi pada kuku, sehingga menghasilkan kuku yang lebih tipis dan kasar dan
belahan pada ujung distal dari kuku.
Mukosa ekstraoral
Lesi genital yang disebut sebagai sindrom vulvovaginal-gingival berkembang pada 20% dari
wanita dengan OLP dan ditandai dengan rasa terbakar, sakit, tidak nyaman dan dispareunia.
Lesi ini dapat menjadi ganas.
LP esofageal telah banyak didokumentasikan dengan baik dan relatif umum dijumpai pada
pasien LP oral, namun LP pada ocular, urinary, nasal, laringeal, otic, gastric dan mukosa anal
jarang terjadi.
Reaksi Likenoid Oral
Reaksi likenoid merupakan lesi yang secara klinis dan histologis terlihat sebagai OLP, namun
memiliki etiologi yang dapat diidentifikasi. Faktor presipitasinya antara lain penyakit Graftversus-Host kronis (cGVHD), beberapa material dental, dan berbagai macam obat.
Reaksi likenoid memiliki tendensi untuk muncul unilateral dan erosif, dan dalam
pemeriksaan histologis dapat menunjukkan infiltrat limfositik yang lebih difus disertai sel
plasma dan eosinofil dan dengan lebih banyak colloid bodies dibanding LP klasik.
Penyakit Graft-versus-Host kronis (cGVHD)
Transplantasi sel stem hematopoetic telah digunakan secara luas dalam perawatan penyakit
hematological baik malignan maupun non-malignan, namun hal ini diasosiasikan dengan
berbagai macam komplikasi, termasuk penyakit Graft-versus-Host. Reaksi likenoid oral
sering terlihat pada penyakit Graft-versus-Host kronis (cGVHD).
Pasien yang memiliki transplantasi allogenik dan memiliki resiko tinggi berkembangnya
malignan sekunder, secara khusus yaitu leukimia dan limfoma, juga memiliki resiko
terjadinya karsinoma sel skuamosa dan beberapa karsinoma oral telah dilaporkan.
Material restorasi dental
Material dental dapat menjadi penyebab dari reaksi likenoid oral termasuk didalamnya adalah
amalgam, resin komposit, kobalt dan emas. Reaksi ini dapat diduga sebagai lesi OLP apabila
hanya terbatas pada mukosa yang berkontak rapat dengan, atau pada jarak dekat dengan
restorasi tersebut. Terkadang dapat muncul unilateral. Beberapa penulis menduga bahwa
sensitisasi merkuri merupakan salah satu penyebab penting lesi ini, namun yang lainnya
menemukan bahwa pada beberapa orang yang sensitif terhadap merkuri, tidak menunjukkan
efek menguntungkan setelah pembuangan restorasi amalgam, yang mana dapat diduga bahwa
ada faktor lain yang terlibat.

Sayangnya, tes sensitivitas kulit dan spesimen biopsi ternyata tidak dapat memprediksi
respon dari pembuangan amalgam, namun reaksi terhadap tes kulit dengan penggunaan lebih
dari satu jenis alergen merkuri dapat meningkatkan akurasi dari diagnosis.
Selain itu juga dilaporkan adanya transformasi menjadi malignan pada lesi likenoid yang
terkait dengan restorasi.
Obat-Obatan
Reaksi likenoid yang diinduksi oleh obat paling sering dikarenakan NSAID (Non Steroida
Anti Inflammatory Drugs) dan obat inhibisi enzim pengubah angiotensin. Beberapa obat lain
juga dapat terkait dengan reaksi likenoid, namun hanya terdapat pada kasus tertentu saja.
Metode yang paling memungkinkan untuk mendiagnosis reaksi likenoid adalah dengan
melihat apakah reaksi hilang segera setelah pemberian obat-obatan tersebut dihentikan dan
apakah kembali ada apabila obat itu dikonsumsi lagi. Namun, hal ini terkadang tidak praktis
dan memiliki potensi bahaya; mungkin membutuhkan beberapa bulan sebelum reaksi
likenoid sembuh sehingga penghentian obat perlu dipertanyakan dan akan lebih terjamin
dengan penggunaan substitusi obat.
Diagnosis OLP
OLP yang berupa lesi putih yang umum mungkin akan mudah didiagnosis dengan benar
apabila terdapat lesi kulit ataupun lesi ekstraoral lainnya. Namun, biopsi oral disertai
pemeriksaan histopatologis, keduanya direkomendasikan untuk mengonfirmasi diagnosa
klinis dan khususnya untuk mengesklusi displasia dan malignansi.
Perlu diketahui, hasil pemeriksaan histopatologis OLP dapat bersifat subyektif dan, pada
setengah dari beberapa kasus, terdapat korelasi buruk klinikopatologis. Pada kondisi ini,
mungkin akan membantu dengan melakukan pemeriksaan imunofluorescence secara
langsung, yang akan menunjukkan bentuk linear dari fibrin dan fibrinogen yang terdeposit
pada membran dasar epitelial atau badan sitoid (Russel bodies), atau keduanya apabila tidak
adanya deposisi fibrinogen.
Manajemen OLP
Perawatan LP bergantung pada gejala, perluasan dari keterlibatan oral dan ekstraoral secara
klinis, riwayat medis, dan faktor lainnya. Pada kasus pasien dengan reaksi likenoid, faktor
presipitasinya harus dieliminasi.
Pasien dengan OLP retikular dan asimptomatik lainnya umumnya tidak membutuhkan
perawatan aktif. Luka mekanis atau iritan seperti tepi restorasi atau gigi tiruan yang tidak
nyaman harus diberi perhatian serius dan perlu dibuat program untuk mengoptimalkan
higienitas oral, terutama pada pasien LP gingival.
Pasien dengan lesi simptomatik juga membutuhkan perawatan ,biasanya dengan obat,
terkadang dibutuhkan terapi bedah.
Perawatan Obat

Perawatan dengan agen topikal lebih diutamakan untuk mencegah efek samping. Namun,
agen sistemik mungkin dibutuhkan apabila lesi telah meluas, atau terjadi penyakit yang
bersifat recalcitrant. Obat untuk OLP umumnya bersifat imunosupresif dan beberapa
dikembangkan khusus untuk penyakit oral, konsekuensinya, kurang adanya studi yang
mencukupi mengenai penggunaannya. Pasien harus diberi peringatan mengenai pentingnya
mengikuti instruksi yang ada, terutama pada instruksi obat yang terdapat tulisan, hanya
untuk pemakaian luar
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal dengan potensial sedang seperti triamcinolone, steroid poten yang
terfluorinasi seperti fluocinolone acetonide dan fluocinonide, dan steroid superpoten
terhalogenasi seperti clobetasol, terbukti efektif pada kebanyakan pasien. Eliksir seperti
dexamethasone, triamcinolone dan clobetasol dapat digunakan sebagai obat kumur untuk
pasien dengan keterlibatan oral yang difus/ menyebar atau pada kondisi dimana sulit untuk
mengaplikasikan medikasi pada bagian tertentu di dalam mulut. Tidak terdapat data yang
definitif untuk membuktikan steroid topikal dengan bahan adesif lebih efektif dibanding
bentuk preparasi lainnya, walaupun telah digunakan secara luas.
Pasien harus dinstruksikan untuk mengaplikasikan steroid (ointment, spray, obat kumur atau
bentuk lain) beberapa kali dalam sehari, untuk menjaga agar obat tetap berkontak dengan
mukosa selama beberapa menit, dan pasien harus menunda makan atau minum selama satu
jam setelahnya.
Mayoritas studi menunjukkan bahwa kortikosteroid topikal lebih aman apabila diaplikasikan
pada membran mukosa dalam interval waktu yang pendek, selama 6 bulan, namun terdapat
potensi terjadinya supresi adrenal pada pemakaian dengan jangka waktu lama, terutama pada
penyakit yang sudah kronis, sehingga membutuhkan follow up berkala dan penanganan yang
lebih hati-hati. Supresi adrenal lebih sering terjadi pada pemakaian steroid sebagai obat
kumur. Beberapa efek samping yang serius dapat muncul dari penggunaan kortikosteroid
topikal, namun pada pasien OLP yang mengalami candidiasis sekunder, beberapa klinisi
memberikan obat antifungal.
Agen Topikal Lainnya
Agen imunosupresan dan imunomodulator yang lebih poten seperti inhibitor calcineurin
(ciclosporin, tacrolimus atau pimecrolimus) atau retinoid (tretinoin) dapat membantu.
Ciclosporin dapat digunakan sebagai obat kumur namun mahal, kurang efektif dibanding
clobetasol topikal dalam menginduksi perbaikan klinis OLP, walaupun dua jenis obat ini
memiliki efek yang hampir sama dalam mengatasi gejala.
Tacrolimus, 100 kali lebih poten dibanding ciclosporin, menunjukkan efektifitas tanpa efek
samping secara klinis pada beberapa studi klinis tanpa kelompok kontrol, namun
mengakselerasi karsinogenesis kulit pada kulit sehingga Food and Drug Administration
(FDA) membatasi penggunaannya. Saat ini, terdapat laporan yang menunjukkan kanker oral
pada OLP yang diobati dengan tacrolimus.
Retinoid topikal seperti tretinoin atau isotretinoin telah cukup banyak digunakan pada pasien
OLP, terutama bentuk atrofik-erosif, dengan perbaikan yang memuaskan namun retinoid
memiliki efek samping dan kurang efektif jika dibanding kortikosteroid topikal.

Obat Sistemik
Beberapa kortikosteroid sistemik yang dianggap paling efektif untuk mengobati OLP, pada
penelitian terkini menunjukkan tidak adanya perbedaan respon yang signifikan antara
prednisone sistemik (1 mg/kg/hari) dengan clobetasol topikal pada bahan adesif dibandingkan
dengan clobetasol saja. Kortikosteroid sistemik biasanya digunakan pada kasus dimana
aplikasi topikal tidak berhasil, terdapat OLP recalcitrant, erosif atau eritrematous, atau pada
OLP yang menyebar hingga kulit, genital, esofagus, dan kulit kepala. Prednisolone 40-80 mg
tiap hari biasanya cukup untuk mendapat respon perbaikan; toksisitas yang mungkin timbul
membuatnya hanya diresepkan apabila benar-benar dibutuhkan, pada dosis terendah, dan
untuk jangka waktu terpendek yang paling memungkinkan. Harus diberikan pada jangka
waktu yang mencukupi (5-7 hari) kemudian dihentikan, atau dosisnya dapat dikurangi 5-10
mg/ hari secara gradual selama 2-4 minggu. Efek samping dapat diminimalkan apabila pasien
dapat menoleransi total dosis yang sama pada hari lainnya.
Bedah
Reseksi direkomendasikan pada plak yang terisolasi ataupun erosi yang tidak menyembuh,
karena dengan prosedur ini dapat diambil spesimen jaringan untuk konfirmasi diagnosis
secara histopatologis, dan dapat menyembuhkan lesi yang terlokalisir, namun hanya beberapa
data yang mendukung hal tersebut. Graft jaringan lunak dapat diberikan pada OLP erosif, dan
OLP simptomatik akan hilang secara menyeluruh dengan perawatan graft gingival setelah
follow up 3.5 tahun. Namun, bedah periodontal juga dilaporkan dapat memicu OLP.
Cryosurgery telah digunakan secara khusus pada OLP erosif yang resisten terhadap obat,
tetapi lesi ini dapat berkembang pada bekas lesi yang telah sembuh ataupun sembuh dalam
bentuk jaringan parut.
Laser juga telah digunakan untuk merawat OLP; laser karbon dioksida digunakan pada lesi
multisentrik atau area yang sulit dijangkau, dan laser eksimer 308 nm dengan dosis rendah
terbukti cukup menjanjikan pada tiga kali percobaan, namun perlu bukti lebih lanjut untuk
membukti efektifitasnya pada OLP, sebagaimana pada kasus terapi fotodinamik.
Surveillance Kanker
Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa pentingnya untuk memonitoring pasien dengan OLP
pada jangka waktu lama.

di translate dari: klik lichen planus

You might also like