You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

I. FISIOLOGI CAIRAN TUBUH


I.1 Kompartemen Cairan Tubuh
Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair, dimana distribusi cairan
tubuh pada manusia dewasa terdiri dari zat padat sekitar 40% dari berat badan dan
zat cair 60% dari berat badan. Zat cair tersebut terdiri dari cairan intrasel 40% dari
BB dan cairan ekstrasel 20% dari BB yang terdiri dari cairan intravascular 5%
dari BB dan cairan interstisial 15% dari BB. Dalam cairan tubuh terlarut elektrolit
terpenting yaitu dalam intrasel terdapat K + dan PO4- dan di ekstrasel terdapat Na+
dan Cl-.
Cairan intravaskuler (5% BB) bila ditambah eritrosit (3% BB) merupakan
darah, jadi volume darah berkisar 8% dari BB. Jumlah volume darah berdasarkan
estimated blood volume (EBV) yaitu neonatus 90ml/kgBB, bayi dan anak
80ml/kgBB dan dewasa 70ml/kgBB.

Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada

orang dewasa, sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan

sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.

Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif

cairan ekstraselular berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Pada bayi baru
lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah
usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari
volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat rata-rata 70 kg
Cairan ekstraselular dibagi menjadi:

Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-

12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi
baru lahir dibandingkan orang dewasa.

Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya

volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter, dimana 3
liter merupakan plasma, dan sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih,
serta platelet.3

Cairan Transselular

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti


serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transelular adalah sekitar 1
liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang
transselular.
I.2 Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak

membutuhkan energy sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.


Difusi, filtrasi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan
mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan
ATP. Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung
secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) yang relative mudah dilalui air, dimana
bergeraknya dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih
tinggi hingga kadarnya sama. Tekanan osmotik mencegah perembesan atau
difusi cairan melalui membran semipermeabel ke dalam cairan yang memiliki
konsentrasi lebih tinggi. Primary solute yang mempengaruhi osmotic gradient
adalan Na+, dimana Na+ ini kadarnya lebih tinggi di cairan ekstrasel (140
mEq/L), sedangkan didalam intrasel hanya 10 Meq/L. Tekanan osmotik
plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan isotonik adalah larutan yang
memiliki tekanan osmotik sesuai plasma, yaitu NaCl 0,9 %, Dextrosa 5 %, dan
Ringer laktat.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati poripori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik. Kompartemen cairan tubuh dipengaruhi oleh tekanan osmotik dan
tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik ini yang akan mendorong cairan
intravaskuler keluar melalui kapiler menuju interstisial. Bila konsentrasi
protein intravascular turun, maka tekanan hidrostatik lebih besar, sehingga
cairan dari intravascular akan keluar ke interstisial. Jadi tekanan onkotik (yang
ditentukan oleh konsentrasi albumin/protein) dapat dianggap sebagai barierr
untuk mencegah keluarnya cairan dari intravaskuler ke interstisial.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion

kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.
II. Patofisiologi keseimbangan cairan
Perubahan cairan tubuh yaitu :
Perubahan volume
a. Defisit volume (dehidrasi)
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang
paling umum terjadi pada pasien bedah.
1)

Dehidrasi Isotonis (isonatremik 130-150 mEq/L) terjadi ketika kehilangan


cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan
cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular
maupun kompartemen ekstravaskular.5

2)

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik <130 mEq/L) secara garis besar terjadi


kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena
kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume
intravaskular.5

3)

Dehidrasi hipertonis ( hipernatremik >150 mEq/L) secara garis besar terjadi


kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke
kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume
intravaskular.5

Yang dinilai adalah:


SKOR
Keadaan umum

Mata
Mulut
Pernapasan
Turgor
Nadi
Interpretasi :

1
Baik

Biasa
Biasa
< 30 x/menit
Baik
< 120 x/menit

2
Lesu/haus

Cekung
Kering
30-40 x/menit
Kurang
120-140 x/menit

3
Gelisah,

lemas,

mengantuk

hingga

syok
Sangat cekung
Sangat kering
> 40 x/menit
Jelek
> 140 x/menit

7 12 : dehidrasi ringan-sedang

13

: tanpa dehidrasi

: dehidrasi berat

Derajat Dehidrasi
Ringan
Sedang
Berat
Cara menghitung rehidrasi :

Dewasa
4%
6%
8%

Anak anak
4%-5%
5 % - 10 %
10% 15 %

A. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel di atas), banyak cairan yang diberikan
(D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
B. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan
C. Pemberian cairan :
a. 6 jam I

= D + M atau 8 jam I = D + M

b. 18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M


Kebutuhan Cairan per jam
Berat badan
0 10 kg
10 20 kg
> 20 kg

Kebutuhan cairan per jam


4 ml/kgBB/jam
2 ml/kgBB/jam
1 ml/kgBB/jam

b. Kelebihan volume ( overhidrasi )


Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi
renal (gangguan pada GFR),sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.
Gejala overhidrasi:

Nadi tak teratur

Edema (menetap) di ekstremitas bawah

Tensi meningkat

Edema disekitar periorbital

Meningkatnya BB

Sesak nafas

Penurunan Hb dan Hematokrit

Moist cracles

Ronkhi

Gejala tambahan lainnya yang banyak ditemukan saat pemeriksaan pasien


adalah level kesadaran yang menurun, bingung (karena oksigenasi ke otak
berkurang), kelemahan otot rangka, dan peningkatan bising usus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Terapi Cairan Perioperatif


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena. Tujuan utama terapi cairan perioperatif
adalah untuk menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan
volume intravaskuler yang adekuat agar sistem kardiovaskuler tetap dalam
keadaan optimal. Gangguan dalam keseimbangan cairan oleh kombinasi dari
faktor faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Faktor-faktor pre-operatif :
1) Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk
oleh stress akibat operasi.
2) Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal
karena efek diuresis osmotik.
3) Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan elektrolit.
4) Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.
5) Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
6) Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor intra-operatif:
1) Induksi anestesi

Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia


preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2) Kehilangan darah yang abnormal
3) Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space
4) Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi
Faktor post-operatif:
1) Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2) Peningkatan katabolisme jaringan
3) Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4) Risiko atau adanya ileus postoperative
II.2 Dasar-Dasar Terapi Cairan Perioperatif
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam
pemberian cairan perioperatif, yaitu :
1) Kebutuhan normal cairan harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
secara umum kebutuhan cairan rumatan dapat dilihat table Holliday
Saegar. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang
akibat

pembentukan

urine,

sekresi

gastrointestinal,

keringat

dan

pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.


2) Defisit cairan pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada
pembedahan elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang
seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare,
diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma),
kemungkinan meningkatnya insensible water losses akibat hiperventilasi,
demam dan berkeringat banyak.
3) Kehilangan cairan saat pembedahan
Perdarahan, dapat diukur dari :

a. Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah


(suction pump).
b. Kassa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10 ml darah,
sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah 10100 ml.
4) Jumlah perdarahan bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran dan
keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan
kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang (serial).
Derajat perdarahan:
DERAJAT

II

III

IV

Blood Loss (ml)


Blood Loss (%

<750
< 15%

750 - 1500
15 30 %

1500 - 2000
30 40 %

> 2000
> 40%

EBV)
Nadi (x/mnt)
TD
CRT
Respirasi
Diuresis (ml/hr)
Status mental
Terapi Cairan

< 100
118/72
N
14 - 20
>30
Normal/gelisah
Crystalloid/RL 2,5

> 100
110 / 80
+
20 30
20 - 30
gelisah/ansietas
Crystalloid/RL+

> 120 weak


70- 90/50 -60
+
30 - 40
10 20
somnolen
Crystalloid +

> 140
Sistol < 50/60
+
> 40
0 10
somnolen/coma
Crystalloid +

L or Colloid 1 L

Colloid 1 L

blood/RL 1L +

Blood/RL 1L +

Colloid 0,5 L +

Colloid 1 L + Blood

Blood 1-1,5 L or

2 L or PRC 1

PRC 0,5- 0,75 L

L+Colloid 1 L

Manifestasi klinis syok hipovolemik sebagai berikut:


a) Agitasi
b) Akral dingin
c) Penurunan konsentrasi
d) Penurunan kesadaran
e) Penurunan atau tidak ada keluaran urine
f) Lemah
g) Warna kulit pucat

h) Napas cepat
i) Berkeringat
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih
menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan
translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan
lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan
sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa
(ascites) atau ke lumen usus.
Pada organ ginjal pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:

Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun

Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh


meningkatnya kadar aldosteron

Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya


retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules)
meningkat

Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau menghasilkan urin


hipotonis

II.3 Terapi Cairan


II.3.1 Pengganti defisit Pra bedah
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement)
harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah
sebelum induksi. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan cairan
hipotonis seperti garam fisiologis, ringer laktat dan dextrose. Pedoman koreksinya
adalah :
a) Hitung kebutuhan cairan perhari (per jam)
b) Hitung deficit puasa (lama puasa) atau derajat dehidrasi
Kemudian:
-

Pada jam I berikan 50 % deficit + cairan pemeliharaan/jam

Pada jam II berikan 25 % deficit + cairan pemeliharaan/jam

Pada jam III berikan 25 % deficit + cairan pemeliharaan/jam

II.3.2 Terapi cairan selama pembedahan


Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan
(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan
tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1) Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya
bedah mata (ekstrasi, katarak) diberikan cairan rumatan saja selama
pembedahan.
2) Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat
diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar
ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.
3) Pembedahan dengan trauma sedang berat diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk
pembedahannya
Kebutuhan cairan tambahan berdasarkan derajat trauma :
Perubahan cairan

Contoh operasi

Kecil

Perbaikan Tendon
Timpanoplasti
Sedang
Histerektomi
hernia Inguinal
Besar
Peritonitis
Laparotomi dengan memotong usus
4) Penggantian darah yang hilang

Rata rata
0 2 ml/kg/hr
2 4 ml/kg/hr
4 8 ml/kg/hr

Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood


Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi,
takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan
menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi)
karena depresi komponen vasoaktif. Perkiraan volume darah sebagai
berikut:

Neonatus

USIA
Prematur
Full term

VOLUME DARAH
90 ml/kgBB
85 ml/kgBB

Bayi
Dewasa

Laki-laki
Wanita

80 ml/kgBB
75 ml/kgBB
65 ml/kgBB

Volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan kristaloid


(2 3x jumlah perdarahan), koloid (jumlahnya sama dengan perkiraan jumlah
perdarahan), pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan
berdasarkan:
a) Keadaan umum penderita (kadar Hb dan hematokrit) sebelum
pembedahan
b) Jumlah atau penaksiran perdarahan yang terjadi
c) Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum teratasi
d) Keadaan hemodinamik (tekanan darah dan nadi)
e) Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
f) Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit
g) Usia penderita

II.3.3 Terapi Cairan Pasca Bedah


Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1) Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.
Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal
sekitar 50 ml/kgBB/24jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak
dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari
sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat
stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung
menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca
bedah tidak perlu pemberian natrium. Pasien dengan keadaan umum baik
dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150
mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat

menekan pemecahan protein sampai 50%, kadar albumin harus


dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup
dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis. Terapi
cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2) Mengganti kehilangan cairan pada pasca bedah:
a. Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C
suhu tubuh
b. Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah
c. Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi
3) Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai. Bila kadar Hb <10 gr%, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen
4) Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,
jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

II.4 Jenis Cairan


1) Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =
CEF). Indikasi penggunaan antara lain untuk resusitasi defisit cairan di ruang
interstitiel pada pasien syok hipovolemik, kasus kasus perdarahan
memerlukan cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali
jumlah darah yang hilang ) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan
koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan
kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, mudah di dapat,
tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi, menurunkan
viskositas darah, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Efek
samping pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya

edema perifer dan edema paru. Selain itu, pemberian cairan kristaloid
berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan
intra kranial.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.
2) Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan lebih lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/haemorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein
yang banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal
dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat
menyebabkan gangguan pada cross match. Berdasarkan pembuatannya,
terdapat 2 jenis larutan koloid:
a) Koloid alami
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5 % ).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10
jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein
plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin
dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments)
seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam
albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma
seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
b) Koloid sintesis yaitu:
1. Dextran

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran


70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh
bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media
sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih
baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu
memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat
menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran
mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis
dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20
ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan
memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan
Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (HES)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000,
rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30
mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan
dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam
waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau
jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch)
mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena
potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta
starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita
gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3
macam gelatin, yaitu:

Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

Urea linked gelatin

Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada
penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin. Keuntungan
gelatin tidak terlalu mahal, dapat disimpan 2 3 tahun pada suhu
ruangan, dampak pada system koagulasi tidak terlalu menonjol,
aman bagi fungsi ginjal. Kerugian gelatin cepat diekskresi melalui
urin, meningkatkan viskositas darah dan memudahkan agregasi
eritrosit, terjadi reaksi anafilaksis.

BAB III
KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan
tubuh didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam
metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama
pembedahan ditambah puasa sebelum operasi. Gangguan dalam keseimbangan
cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena
kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Terapi

cairan

parenteral

digunakan

untuk

mempertahankan

atau

mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan
harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan

infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan
kristaloid dan cairan koloid.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tutuko, bambang. Dkk, Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif,
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia, 2009
2. Prof. Dr.Soenarjo, dkk, Anestesiologi, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK
UNDIP. 2013
3. Latief S, Kartini, Dachlan. (editor). Terapi Cairan Pada pembedahan. Dalam :
Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi II. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif FKUI. 2002.
4. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [ serial online ] 2006 Mar [dikutip 6
Okt 2007]. Tersedia dari: URL: http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.
5. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york:
McGraw-Hill; 1999
6. Fatimah

Nur,

D.

syok

hipovolemik

2010.

Tersedia

dari

URL

http://www.gogle.com/syokhipovolemik.htm
7. PT. Otsuka Indonesia. Overhidrasi. 2008. http/www.google.com/overhidrasi
8. Senaphati, tjokorda. dkk, Buku Ajar Anestesi dan Reanimasi , indeks Jakarta.
2010.
9.

You might also like