You are on page 1of 22

LAPORAN KASUS

MISSED ABORTION

Pembimbing :
dr. Wahyu Jatmika,Sp.OG
Disusun Oleh :
Giovanni Reynaldo
(11-2014-266)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 29 JUNI 2015 5 SEPTEMBER 2015
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
2015

LAPORAN KASUS
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus


________________________________________________________________________
Nama

: Giovanni Reynaldo

NIM

: 11.2014.266

Dr pembimbing / penguji

: dr. Wahyu Jatmika, Sp.OG

Tanda tangan :

A. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. IY
Umur : 27 tahun
Status perkawinan : Kawin (GIIPIA0)
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bango RT 006 RW 004 Demak

Jenis kelamin : Perempuan


Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Masuk Rumah Sakit : 21 Juli 2015, pukul
14.30

Nama suami

: Tn. S

Umur

: 33 tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Bango RT 006 RW 004 Demak

B. ANAMNESIS :
Diambil dari : Autoanamnesis tanggal : 22 Juli 2015 ; Jam : 11.20
Keluhan utama :
Perut terasa mulas dan tidak merasakan gerakan janin sejak 2 minggu lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien GIIPIA0, hamil 24 minggu datang dengan keluhan perut terasa mulas dan terasa

penuh sejak kemarin malam. Sejak 2 minggu yang lalu pasien tidak merasakan adanya gerakan
pada janin yang dikandungnya. Pasien mengatakan ini adalah kehamilan yang kedua.
Sebelum datang ke ruang VK RS Mardi Rahayu, pasien telah dirawat terlebih dahulu di
ruang Kana RSMR sejak tanggal 21 Juli 2015. Pasien datang ke poliklinik obgyn pada hari yang
sama untuk mengkonsultasikan keadaannya dan dilakukan pemeriksaan menggunakan USG.
Pasien tidak mengalami mual muntah, tidak ada demam, tidak ada nyeri kepala. Riwayat
BAB dan BAK lancar. Pasien rutin memeriksakan kehamilannya di bidan. OS mengatakan
bahwa ini adalah kehamilan kedua. Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi sebelum
1

dan selama pemeriksaan kehamilan. Pasien tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat menstruasi teratur. OS mengatakan HPHT 2 febuari 2015, dengan HPL 9
November 2015.
Riwayat Menstruasi

Menarche

: 13 tahun

Menopause

:(-)

Dismenorrhea

:(+)

Siklus haid

: 28 hari

Leukorrhea

:(-)

Lama haid

: 7 hari

Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali pada usia 23 tahun, selama 4 tahun

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


no L/

Umur
anak kehamilan

Jenis

P
persalian
P
2 thn 38 minggu Normal
Hamil sekarang 28 minggu

1
2

BBL
gram
2800

Penolong

Tempat

Bidan

lahir
RB

Kondisi umum
ibu
bayi
Baik

Baik

Riwayat kehamilan ini:

HPHT
HPL

: 2 Febuari 2015
: 9 November 2015

Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)

( - ) Pil KB
( - ) Suntikan 3 bulan
( - ) Susuk KB

( - ) IUD
( - ) Lain-lain

Riwayat Antenatal Care :


Pasien memeriksakan kehamilannya 1 kali setiap bulan ke bidan.
Riwayat Penyakit Dahulu
2

() Alergi

() Diabetes

() Hepatitis

() Asma
() Tuberkulosis

() Gastritis
() HIV

() Hipertensi
() Penyakit Jantung

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Diabetes
Gastritis
HIV
Hepatitis
Hipertensi
Penyakit jantung

Ya
-

Tidak

Hubungan

Riwayat Operasi
Tidak ada
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 82x/ menit (kuat angkat, teratur)

Suhu

: 36,5 o C

Pernafasaan

: 20x/ menit. Abdomino-torakal

Tinggi Badan

: 155 cm

Berat Badan

: 60 kg

Kepala
Mata
Kulit
Jantung
Pulmo
Abdomen

: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata


: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
: Warna Sawo matang, turgor kulit baik, ikterus (-)
: BJ I-II regular murni, gallop (-), murmur (-)
: SN vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
: Membuncit, Tidak tampak linea nigra dan striae gravidarum. Bising usus
(+), nyeri tekan (+), kontraksi (+)
3

Genitalia
Ekstremitas

: PPV (-)
: Tangan Edema -/-, kaki edema -/-, reflex fisiologis (+/+),
reflex patologis (-/-), Akral hangat tangan dan kaki (+/+), clubbing
finger (-/-), sianosis (-/-)

Kelenjar Getah Bening


Submandibula

: tidak ditemukan pembesaran

Supraklavikula

: tidak ditemukan pembesaran

Lipat paha

: tidak ditemukan pembesaran

Leher

: tidak ditemukan pembesaran

Ketiak

: tidak ditemukan pembesaran

Aspek kejiwaan
Tingkah laku

: tenang

Alam perasaan

: biasa

Proses pikir

: wajar

D. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah
Payudara
Abdomen
Genital

: chloasma gravidarum (-)


: pembesaran (+), puting susu menonjol, cairan dari puting(-)
: membuncit memanjang linea nigra (+), striae gravidarum (+)
bekas operasi (-)
: PPV (-)

Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher
-

Fluxus (-), fluor (-)

V/U/V : tak ada kelainan

Portio : sebesar jempol tangan

OUE tertutup

Corpus uteri sebesar telur angsa


4

Adnexa : tak ada kelainan

Cavum Douglas : tak ada kelainan

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium - 21 Juli 2015 (pukul 12:48)
Darah rutin
Eritrosit

4.300.000

Hemoglobin

13,3 g/dL

(N: 11,7 15,5)

Leukosit

6,39

(N: 3.600 11.000)

Hematokrit

38.50 %

(N: 30-43)

Trombosit

174.000

(N: 150.000-440.000)

Golongan darah/Rh

A/+

Diff. Count
Eosinofil

0,8

(1-3)

Basofil

0,2

(0-1)

Neutrofil

73

(50-70)

Limfosit

22,7

(25-40)

3,3

(1-4)

MCV

91

(80-100)

MCH

31

(26-34)

MCHC

35

(32-36)

RDW

12 %

(N: 11,5 - 14,5)

APTT/Tromboplastin Time

35,9 detik

(27-40 detik)

APTT Control

33,7 detik

Monosit

Hemostasis

Imunoserologi
Anti-HBsAG stick

Negatif

Anti-HIV stick

Negatif

USG abdomen
5

Menunjukkan tidak terdapat gerakan janin dan tidak tampak gerakan jantung.
F. RINGKASAN (RESUME)
Pasien GIIPIA0 , hamil 24 minggu datang dengan keluhan perut terasa mulas dan terasa

penuh sejak kemarin malam. OS mengatakan ini adalah kehamilan yang kedua. Sejak 1 minggu
yang lalu pasien tidak merasakan adanya gerakan pada janin yang dikandungnya. OS
mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan. OS mengatakan HPHT 2 febuari 2015,
dengan HPL 9 November 2015.
Pada pemeriksaan fisik ginekologi didapatkan inspeksi: perut membuncit memanjang,
striae gravidarum (+), linea nigra (+) dan PPV (-). Pada pemeriksaan dalam (pukul 12.40)
didapatkan: Fluxus (-), fluor (-), V/U/V tak ada kelainan, portio sebesar jempol tangan, OUE
tertutup, corpus uteri sebesar telur angsa, adneksa dan cavum douglas tidak tampak adanya
kelainan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan jumlah Hemoglobin: 13,3 g/dL, Neutrofil :
73 %, Limfosit 22.7%.
G. DIAGNOSIS KERJA
GIIPI A0 27 tahun hamil 24 minggu dengan missed abortion
H. RENCANA PENGELOLAAN
Pengelolaan

Amoxan 3 x 1

Gastrul supp tablet

IVFD RL + induxin (oksitosin) 20 tpm

Puasa

Pro curetage

I. LAPORAN KURET
21 Juli 2015, pukul 14.30 WIB
S : Pasien sedikit pusing
O : Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 85 x/menit
RR
: 20 x/menit
6

Suhu
: 36,5C
Mata
: sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Jantung
: BJ I-II regular murni, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
: membuncit, nyeri tekan (-), bekas operasi (-), bising usus (+), normal
Thorax
: SN (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
PPV
: (-)
A : GII PI A0 27 tahun hamil 24 minggu dengan missed abortion
P :
o Amoxan 3 x 1
o IVFD D5 + induksin 1 ampul 20 tetes per menit
o Gastrul supp tab
o Rencana kuret
22 Juli 2015, pukul 11.30 WIB
S : Pasien mengatakan keluar gumpalan-gumpalan darah semakin banyak dari jalan lahir.
Perut mules mules
O : Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
TD
: 100/70 mmHg
Nadi
: 90 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8C
Mata
: sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Jantung
: BJ I-II regular murni, gallop (-), murmur (-)
Thorax
: SN (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
: membuncit, nyeri tekan (-), bekas operasi (-), bising usus (+), normal
PPV
: (+) Gumpalan darah
A : GII PI A0 27 tahun hamil 24 minggu dengan missed abortion
P :
o IVFD D5 + induksi 1 ampul 20 tetes per menit
o Puasa
o Rencana kuret
Dilakukan curetage tanggal 22 Juli 2015 pukul 13.30
Anestesi pre-kuret
-

SA 1 amp
Dormicum (midazolam 1 mg/ml) 1 ampul
Ketamin 50 mg
7

Pemeriksaan Fisik Post kuret :

Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Frekuensi Nadi

: 85 x/menit

Frekuensi Nafas

: 20 x/menit

Suhu

: 37 0C

Diagnosis Post Kuret :

Kuret 9 cm antefleksi, pendarahan 20 cc

PIAI, umur 27 tahun

Post kuret a/i missed abortion

Pengobatan post kuret :

IVFD RL + induksin 1 ampul 20 tpm

Bactecym (Ampicillin + Sulbactam) 2 x 1

Pospargin (metyl ergometrin 0,125 mg) 2 x 1

Ketoprofen (ketoprofen 100 mg) 2x1

23 Juli 2015, pukul 07.20 WIB


S : pasien mengatakan masih lemas
O : Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
TD
: 100/70 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8C
Mata
: sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Jantung
: BJ I-II regular murni, gallop (-), murmur (-)
Thorax
: SN (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
: membuncit, nyeri tekan (-), bekas operasi (-), bising usus (+), normal
PPV
: (+) flek darah
A : PIAI, umur 27 tahun Post kuret a/i missed abortion
P :IVFD RL 20 tpm,
Bactecym (Ampicillin + Sulbactam) 2 x 1,
8

Pospargin (metyl ergometrin 0,125 mg) 2 x 1,


Ketoprofen (ketoprofen 100 mg) 2x1
Edukasi : kontrol poliklinik setelah 7 hari, tidak boleh hamil dulu selama 3 bulan, diet seimbang.

TINJAUAN PUSTAKA
ABORTUS
Abortus merupakan suatu proses berakhirnya suatu kehamilan dimana janin belum
mampu hidup di luar rahim (belum viable); dengan kriteria usia kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Klasifikasi abortus
1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis.
2. Abortus buatan, (Abortus provocatus (disengaja, digugurkan) yaitu:
a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau abortus
therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya adalah penyakit jantung,
hipertensi esensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang
terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri atau psikolog.
b. Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah pengguguran kehamilan
tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh
hukum, atau dilakukan oleh yang tidak berwenang.
Secara klinis abortus dibedakan menjadi : 1) abortus immens (keguguran mengancam), 2)
abortus insipiens (keguguran berlangsung), abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap),
abortus kompletus (keguguran lengkap), abortus tertunda (missed abortion), abortus habitualis
(keguguran berulang). 1
Abortus Iminens
Threatened abortion, ancaman keguguran
Didiagnosis bila seseorang wanita hamil < 20 minggu mengeluarkan darah sedikit per
vaginam. Pendarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai
sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Setengah dari
9

abortus iminens akan menjadi abortus komplet atau inkomplet, sedangkan pada sisanya
kehamilan akan terus berlangsung. Beberapa kepustakaan menyebutkan adanya risiko untuk
terjadinya prematuritas atau gangguan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth
retardation) pada kasus seperti ini.
Pendarahan sedikit pada hamil muda mungkin disebabkan oleh hal-hal lain, misalnya placental
sign ialah perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah sekitar plasenta.
Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dari beberapa jam sampai
beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan
jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan
tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.
Pencitraan dengan USG berguna untuk menentukan kesejahteraan janin. 2
Terapi dengan bed rest total, obat hormonal, antispasmodika. Observasi kehamilan.1
Abortus Insipien
Abortus insipien (abortus sedang berlangsung) didiagnosis apabila wanita hamil sebelum
20 minggu ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai
nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa
dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian
bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebakan infeksi sehingga evakuasi harus segera
dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini
merupakan indikasi kontra.
Terapinya berprinsip pada dilakukan evakuasi atau pembersihan kavum uteri (DK atau
suction curretage ) sesegera mungkin. 2
Abortus Inkomplet
Abortus inkomplet proses abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui
jalan lahir tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Abortus inkompletus ditangani
hampir sama dengan abortus insipien, kecuali jika pasien dalam keadaan syok karena perdarahan
banyak. Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks
tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing. Oleh
karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu
10

merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipien. Pada beberapa kasus perdarahan
tidak banyak dan bila dibiarkan serviks akan menutup kembali. 2
Pengelolaan dengan memperbaiki keadaan umum, bila syok atasi syok dengan dilakukan
resusitasi cairan (bahkan mungkin perlu tranfusi); bila Hb < 8 gr% dilakukan tranfusi. Evakuasi,
uretonik dan antibiotik selama tiga hari. DK (dilatasi dan kuretase dapat dilakukan setelah syok
teratasi. 2
Abortus Kompletus
Abortus kompletus adalah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi telah keluar
melalui jalan lahir. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pengamatan (minimal 1 jam)
adanya perdarahan lebih lanjut mungkin sudah memadai. Jika terdapat hasil konsepsi, harus
diperiksa kelengkapannya dan dapat diserahkan untuk keperluan analisis genetik atau
pemeriksaan patologis lainnya. Pada kasus-kasus yang meragukan, pencitraan uterus dengan
USG akan merinci hasil konsepsi tersisa. Setelah pengamatan selesai, pasien yang mengalami
abortus komplit dapat pulang ke rumah dengan intruksi untuk mempertahankan adanya tandatanda infeksi (demam, mengigil, nyeri), mengamati adanya perdarahan per vaginam dan jangan
melakukan hubungan seksual atau pencucian vagina sampai pemeriksaan ulang dalam waktu
sekitar 2 minggu untuk menentukan ada tidaknya kekurangan penutupan serviks atau kelainan
lainnya.2
Terapi tidak memerlukan tindakan DK, mungkin perlu tranfusi dan pengobatan suportif
lainya untuk anemianya.
Abortus Tertunda (Missed Abortion)
Abortus tertunda (Missed abortion) adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20
minggu, namun keseluruhan hasil konsepsi ini tertahan dalam uterus selama 8 minggu atau lebih.
Dengan pemeriksaan USG tampak janin tidak utuh, dan membentuk gambaran kompleks,
diagnosis USG tidak selalu harus tertahan 8 minggu.
Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan pervaginam sedikit sehingga
menimbulkan gambaran abortus iminen. Selanjutnya rahim tidak membesar bahkan mengecil
karena absorpsi air ketuban dan maserasi janin. Buah dada mengecil kembali. Gejala-gejala lain

11

yang penting tidak ada, hanya amenore berlangsung terus. Abortus spontan biasanya berakhir
selambat-lambatnya 6 minggu setelah janin mati.
Penatalaksanaan terbaru missed abortion adalah induksi persalinan dengan suposutoria
prostaglandin E2, jika perlu diperkuat dengan oksitosin encer. 3
Risiko utama missed abortion adalah kemungkinan hipofibrinogenemia. Karena jika hasil
konsepsi tertahan lebih dari 4 minggu setelah kematian janin, pemantauan ketat fibrinogen serum
merupakan keharusan. 3
Abortus Habitualis
Bila abortus spontan terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih. Kejadiannya jauh lebih
sedikit daripada abortus spontan (kurang dari 1%), lebih sering terjadi pada primi tua. Penyebab
abortus habitualis yang paling mungkin adalah kelainan genetik, kelainan anatomis saluran
reproduksi, kelainan hormonal, infeksi, kelainan faktor imunologis atau penyakit sistemik.
Namun pada sepertiga kasus abortus habitualis penyebabnya tetap tidak diketahui.
Inkompetensia servik bertanggung jawab untuk abortus yang terjadi pada trimester II. Tindakan
cervical cerclage Shirodkar atau McDonald pada beberapa kasus memperlihatkan hasil yang
positif. Pengelolaan abortus habitualis bergantung pada etiologinya. 1
Blighted Ovum
Blighted Ovum atau yang dikenal sebagai kehamilan tanpa embrio atau kehamilan
kosong. Pada saat terjadi pembuahan, sel-sel tetap membentuk kantung ketuban, plasenta, namun
telur yang telah dibuahi (konsepsi) tidak berkembang menjadi sebuah embrio. Pada kondisi
blighted ovum kantung kehamilan akan terus berkembang, layaknya kehamilan biasa, namun sel
telur yang telah dibuahi gagal untuk berkembang secara sempurna, maka pada ibu hamil yang
mengalami blighted ovum, akan merasakan bahwa kehamilan yang dijalaninya biasa-biasa saja,
seperti tidak terjadi sesuatu karena memang kantung kehamilan berkembang seperti biasa. Pada
saat awal kehamilan, produksi hormon HCG tetap meningkat, ibu hamil ketika dites positif, juga
mengalami gejala seperti kehamilan normal lainnya, mual muntah, pusing-pusing, sembelit dan
tanda-tanda awal kehamilan lainnya. Namun ketika menginjak usia kehamilan 6-8 minggu,
ketika ibu hamil penderita blighted ovum memeriksakan kehamilan ke dokter dan melakukan
pemeriksaan USG maka akan terdeteksi bahwa terdapat kondisi kantung kehamilan berisi embrio
12

yang tidak berkembang. jadi gejala blighted ovum dapat terdeteksi melalui pemeriksaan USG
atau hingga adanya perdarahan layaknya mengalami gejala keguguran mengancam (abortus
iminens) karena tubuh berusaha mengeluarkan konsepsi yang tidak normal.
Untuk penanganan kehamilan blighted ovum tidak ada jalan lain kecuali mengeluarkan
hasil konsepsi dari dalam rahim. Caranya bisa dilakukan dengan kuretase atau dengan
menggunakan obat. Namun kuretase dianggap memiliki kelebihan karena dapat mencegah
terjadinya infeksi dan juga pemeriksaan kromosom.
Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik
Abortus infeksiosus adalah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi,
baik yang diperoleh dari luar RS maupun yang terjadi setelah tindakan di RS. Tandanya
amenore, perdarahan, keluar jaringan.
Abortus septik adalah keguguran yang disertai dengan infeksi berat, penyebaran kuman
sampai peredaran darah/ peritonium. Tandanya sakit berat, panas tinggi, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah turun, syok. Pada pemeriksaan kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan,
perdarahan, tanda infeksi genital.
Pengobatan meliputi rawat inap, terapi antibiotik IV dosis tinggi (sesuai dengan
organisme yang dicurigai), pemberian cairan dan elektrolit dan pemantauan ketat tanda-tanda
vital serta pengeluaran urin. Uterus harus dikosognkan dan ini harus dikerjakan dengan DK
segera setelah pasien stabil. Semua hasil konsepsi harus dikeluarkan meskipun kuretase
menyeluruh uterus yang terinfeksi akan sangat memperbesar risiko sinekia uteri (sindrom
Asherman).3
Tabel 1. Perbedaan abortus

13

MISSED ABORTION
Definisi
Abortus tertunda (missed abortion) yaitu keadaan dimana janin telah mati sebelum
minggu ke-20, tetapi tertanam di dalam rahim selama beberapa minggu (8 minggu atau lebih)
setelah janin mati. Saat terjadi kematian janin kadang-kadang ada perdarahan per vaginam
sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus iminens. Selanjutnya rahim tidak membesar
bahkan mengecil karena absorpsi air ketuban dan maserasi janin.
Perdarahan dengan kehamilan muda disertai dengan hasil konsepsi telah mati hingga 8
minggu lebih, dengan gejala dijumpai amenore, perdarahan sedikit yang berulang pada
permulaanya serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi malahan tambah rendah,
kalau tadinya ada gejala kehamilan belakang menghilang diiringi dengan reaksi yang menjadi
negatif pada 2 3 minggu sesudah fetus mati, servik masih tertutup dan ada darah sedikit, sekalikali pasien merasa perutnya kosong.4,5
Etiologi
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, menyebabkan kematian janin atau cacat, penyebab
antara lain:
a. Kelainan kromosom, misalnya trisomi, poliploidi dan kelainan kromosom seks.
Abnormalitas dari kromosom adalah etiologi paling sering menyebabkan abortus, 50%
angka kejadian pada trimester pertama, lalu insiden menurun pada trimester kedua sekitar
20-30% dan 5-10% pada trimester ketiga.2
14

b. Endometrium kurang sempurna, biasanya terjadi pada ibu hamil saat usia tua, dimana
kondisi abnormal uterus dan endokrin atau sindroma ovarium polikistik
c. Pengaruh eksternal, misalnya radiasi, virus, obat-obatan dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus, disebut
teratogen.
2. Kelainan plasenta, misalnya endoartritis terjadi dalam vili korialis menyebabkan oksigenasi
plasenta terganggu, sehingga mengganggu pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini
dapat terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
3. Penyakit ibu, baik yang akut seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria dan
lain-lain, maupun kronik seperti, anemia berat, keracunan laparotomi, peritonitis umum, dan
penyakit menahun seperti brusellosis, mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis.
4. Kelainan traktus genitalia, misalnya kelainan traktus genitalia seperti inkompetensi serviks
(untuk abortus pada trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan
uterus. Terutama retroversio uteri gravidi inkarserata atau mioma submukosa yang memegang
peranan penting. Sebab lain keguguran dalam trimester dua ialah serviks inkompeten yang
dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau
robekan serviks yang luas yang tidak dijahit.
Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio
akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat
perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses
abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus
dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun
sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan
pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun
plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis
servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan
perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 22. Janin biasanya sudah
15

dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan
terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun
rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya
perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya
kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted
ovum), mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion), yaitu retensi hasil konsepsi 4-8
minggu setelah kematian janin. Pertumbuhan uterus berhenti kemudian regresi. Denyut jantung
janin tidak berdenyut pada auskultasi ketika diperkirakan berdasarkan tanggal. Tidak terasa ada
gerakan janin lagi.
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola krueta. Bentuk ini menjadi mola
karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion
tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah mati dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi yaitu
janin mengering dan karena cairan amnion menjadi berkurang akibat diserap, ia menjadi agak
gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen
(fetus papiaesus).
Kemungkinan lain janin mati yang tidak segera dikeluarkan ialah terjadinya maserasi,
yaitu kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan dan
seluruh janin berwarna kemerah-merahan.3,5
Gejala
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan
pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu
sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda tanda
kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang (payudara mengecil kembali). Kadangkala
missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi
pertumbuhan janin terhenti.
16

Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah. Pada pemeriksaan tes urin
kehamilan biasanya negative setelah 2-3 minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada
pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan
bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda tanda kehidupan. Bila
missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya
gangguan pembekuan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi
sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
Diagnosis
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang
perdarahan pervaginam setelah mengalami terlambat haid. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan
ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara
biologis (Galli Mainini) atau imunologik (Pregnosticon, Gravindex). Sebagai kemungkinan
diagnosis yang lain harus dipikirkan kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, atau
kehamilan dengan kelainan pada serviks. Kehamilan ektopik terganggu dengan hematokel
retrouterina kadang sulit dibedakan dengan abortus dimana uterus posisi retroversi. Pada
keduanya ditemukan amenorea disertai perdarahan pervaginam, rasa nyeri di perut bagian
bawah, dan tumor dibelakang uterus. Tetapi keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada kehamilan
ektopik. Apabila gejala-gejala menunjukan kehamilan ektopik terganggu, dapat dilakukan
kuldosintesis untuk memastikan diagnosanya. Pada mola hidatidosa uterus biasanya lebih besar
daripada lamanya amenorea dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap mola
hidatidosa, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi karsinoma serviks uteri, polypus serviks
dan sebagainya dapat menyertai kehamilan. Perdarahan kelainan ini dapat menyerupai abortus.
Pemeriksaan dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat menentukan diagnosis
dengan pasti.
Dahulu diagnosis biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan,
melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya atau
bahkan mengecilnya uterus yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.
Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar
lagi bahkan mengecil, tes kehamilan menjadi negatif, serta denyut jantung janin menghilang.
Dengan ultrasonografi (USG) dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya
17

sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang
disertai gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan kearah
ini perlu dilakukan.5
Penanganan
1. Penilaian awal
Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari :

Keadaan umum umum pasien

Tanda-tanda syok seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik < 90 mmHg,
nadi > 112x/menit

Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, cairan bebas dalam
cavum pelvis, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik yang tergganggu.

Tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti demam, tinggi, sekret berbau pervaginam, nyeri
perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang portio, dehidrasi, gelisah atau pingsan

Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada fasilitas
kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi)

2. Penanganan spesifik
Missed abortion seharusnya ditangani di rumah sakit atas pertimbangan :

Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase)
akan lebih sulit dan risiko perforasi lebih tinggi.

Pada umumya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi
dengan batang laminaria selama 12 jam

Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan gangguan


pembekuan darah.
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik

karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi pendarahan
atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu
diperhatikan, karena penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak
tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat
dilakukan secara langsung dengan melalukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus
18

memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan
keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu
untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat
dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10
unit dalam 500 cc dekstrose 5% tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total
oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan
tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi
biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi
ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau
sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak
disebutkan adalah dengan pemberian misoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang
dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil
konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase
dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan
missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding
uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan
transfusi darah segar atau fibrinogen. Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infuse
intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika. 4,5
Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah pendarahan, perforasi, infeksi dan syok.
Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu
diberikan tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak
diberikan pada waktunya.
Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiper retrofleksi.
Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan terliti. Jika ada tanda bahaya, perlu
segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka
perforasi atau perlu histerektomi.
19

Infeksi
Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat
(syok endoseptik). 1

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Sastrawinata S. Ilmu kesehatan reproduksi obstetri patologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2004.h.1-9
2. Achadiat CM. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC; 2004.h.29.
3. Benson RC, Martin L, Pernoll. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta:
EGC; 2008. H.300-5.
4. Hadijanto B. Dalam ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo: Pendarahan pada kehamilan
muda. Edisi ke-4. Cetakan ke-4. Jakarta: Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2014.h.461-74.
5. Cunningham, dkk. Alih bahasa Joko Suyono dan Andry Hartono. 2010. Obstetri William.

Jakarta: EGC.

21

You might also like