You are on page 1of 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HEMOROID

Definisi
Kata Hemoroid berasal dari bahasa Yunani yaitu haem : darah, rhoos : mengalir. Jadi
semua pendarahan yang ada di anus disebut hemoroid.
Hemoroid adalah pelebaran rasa di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan
keadaan patologik. Hanya apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau penyulit,
diperlukan tindakan. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal dan
dapat dibagi menjadi 2, yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan
varises vena hemoroidalis superior dan media dan hemoroid eksterna merupakan varises vena
hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid eksterna timbul di
sebelah luar otot sfingter ani, dan hemoroid interna timbul di sebelah dalam sfingter.
Etiologi
Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis di bagi menjadi dua :
1. Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelaian organik.
Kelainan organik yang menyebabkan gangguan adalah :
Hepar sirosis hepatis
Fibrosis jaringan hepar akan meningkatkan resistensi aliran vena ke hepar sehingga
terjadi hepartensi portal. Maka akan terbentuk kolateral antara lain ke esopagus dan
pleksus hemoroidalis .
Bendungan vena porta, misalnya karena thrombosis.
Tomur intra abdomen, terutama didaerah velvis, yang menekan vena sehingga aliranya
terganggu. Misalnya uterus grapida , uterus tomur ovarium, tumor rektal dan lain lain.
2. Idiopatik,tidak jelas adanya kelaianan organik, hanya ada faktor - faktor penyebab
timbulnya
hemoroid.Faktor faktor yang mungkin berperan :
Keturunan atau heriditer
Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding pembuluh darah, dan bukan
hemoroidnya.
Anatomi
Vena di daerah masentrorium tudak mempunyai katup. Sehingga darah mudah kembali
menyebabkan bertambahnya tekanan di pleksus hemoroidalis.
Hal - hal yang memungkinkan tekanan intra abdomen meningkat antara lain :
- Orang yang pekerjaan nya banyak berdiri atau duduk dimana gaya grapitasi akan
mempengaruhi timbulnya hemoroid.Misalnya seorang ahli bedah.
- Gangguan devekasi miksi.
- Pekerjaan yang mengangkat benda - benda berat.
- Tonus spingter ani yang kaku atau lemah.
Pada seseorang wanita hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya hemoroid yaitu
:
- Adanya tomur intra abdpomen.
- Kelemahan pembuluh darah sewaktu hamil akibat pengaruh perubahan hormonal.
- Mengedan sewaktu partus.
Factor predisposisi terjadinya Hemoroid :
a. Terlalu banyak mengedan saat buang air besar
b. Kebiasaan berjongkok atau duduk terlalu lama
c. Mengangkat beban terlalu berat

d. Wanita hamil yang mengedan saat melahirkan


e. Diare kronik
f. Usia lanjut
g. Hubungan seks peranal
h. Hereditas/ keturunan
i. Sembelit
j. Genetik predisposisi
k. Kurang berolahraga atau imobilisasi
l. Kurang makan-makanan berseerat
Patofisiologi:
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan
rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat
trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari
vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan
oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan
mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis.
a. Hemorrhoid interna:
Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk
kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius. Selain itu Sistem vena portal tidak
mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.
b. Hemorrid eksterna:
Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna
kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri. Bentuk ini sering nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor nyeri.
Gejala Klinik:
Gejala utama berupa :
a. Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa nyeri.
Perdarahan merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh feses yang
keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses.
b. Prolaps yang berasal dari tonjolan hemaroid sesuai gradasinya.
Hemoroid yag membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar
menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan
disusul reduksi spontan saat defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini
perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus.
Gejala lain yang mengikuti :
c. Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus.
Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan edema yang meradang.
d. Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah.
Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini
disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus.
e. Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi
Jenis-jenis Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1. Hemoroid eksterna, yaitu hemoroid yang muncul di luar sfingter anal.
2. Hemoroid interna, yaitu hemoroid yang terjadi di atas sfingter anal.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1138)

Hemoroid Eksterna diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :


Akut : pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus (hematoma)nyeri dan
gatal
Kronik : satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan
penyambung dan sedikit
pembuluh darah
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis, yaitu:
1. Derajat I: perdarahan merah segar tanpa nyeri saat defekasi, bila terjadi
pembesaran
hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan
anorektoskop,
2. Derajat II: menonjol melalui kanalis analis pada saat mengejan ringan, tetapi
dapat
masuk kembali secara spontan, pembesaran hemoroid yang prolaps dan
menghilang atau
masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
3. Derajat III: pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam
anus dengan
bantuan dorongan jari. Hemoroid menonjol saat mengejan dan harus didorong
kembali
sesudah defekasi
4. Derajat IV: prolaps hemoroid yang permanen, rentan, dan cenderung untuk
mengalami trombosis atau infark. Hemoroid menonjol keluar dan tidak dapat
didorong masuk.
Deraja

Berdarah

Menonjol

Reposisi

t
I

(+)

(-)

(-)

II

(+)

(+)

Spontan

III

(+)

(+)

Manual

IV

(+)

tetap

Tidak dapat

Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior vena


porta sedangkan Pleksus hemoroid eksterna mengalirkan darah ke peredaran
sistemik melalui daerah

perineum dan lipat paha ke vena iliaka.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba
sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.
Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput
lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar
yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum.

2. Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar. Anoskop
dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi.
Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat
diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan
sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih
nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus
seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.
3. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan
oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid
merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faeces harus diperiksa
terhadap adanya darah samar.
Terapi Konservativ
Terapi Konservatif diberikan pada hemoroid derajat I dan II dimana bukan ditujuan untuk
menghilangkan pleksus hemoroidalis tapi untuk menghilangkan keluhan. Terapi
konservatif ini diberikan untuk pasien dengan gejala yang minor dan memiliki kebiasaan
diet atau higiene yang tidak normal.
a. Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan memperbaiki cara defekasi.
Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum,
perbaikan pola atau cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management
Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan
perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting). Makanan
berserat akan menyebabkan gumpalan isi usus besar namun lunak sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan.
Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air
selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari dengan larutan kalium permanganat (PK)
1:10.000 (1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter air). Dengan perendaman ini,

eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat
menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.
b. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan
gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
1. Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja
(stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain
psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang
berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk.
Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan
peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah
laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).
2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau
kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan
Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi
radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC,
Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena
hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari
jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh
darah.
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 32 tablet selama 4 hari, lalu 22 tablet
selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala
inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
c. Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan
tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif. Dilakukan jika pengobatan
farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil.

Prinsip dari tindakan invasif ada 2 yaitu fiksasi dan eksisi. Fiksasi dilakukan pada
derajat I dan II. Dan selebihnya adalah eksisi (Felix, 2006).
Fiksasi terdiri dari:
Skleroterapi. Dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Metode ini menggunakan
zat sklerosan yang disuntikan para vasal. Setelah itu, sklerosan merangsang
pembentukan jaringan parut sehingga menghambat aliran darah ke vena-vena
hemoroidalis. Akibatnya, perdarahan berhenti. Sklerosan yang dipakai adalah 5%
phenol in almond oil dan 1% polidocanol. Metode ini mudah dilaksanakan, aman
dan memberikan hasil baik.
Rubber band ligation. Kerja dari metode ini adalah akan mengabliterasi lokal vena
hemoroidalis sampai terjadi ulserasi (7-10 hari) yang diikuti terjadinya jaringan parut
(3-4 minggu). Prosedur ini dilakukan pada hemoroid derajat 1-3.
Infrared thermocoagulation. Prinsipnya adalah mendenaturasi protein melalui efek
panas dari infrared, yang selanjutnya mengakibatkan jaringan terkoagulasi. Untuk
mencegah efek samping dari infrared berupa kerusakan jaringan sekitar yang sehat,
maka jangka waktu paparan dan kedalamannya perlu diukur akurat. Metode ini
diperuntukkan pada derajat 1-2.
Laser haemorrhoidectomy. Metode ini mirip dengan infrared. Hanya saja
mempunyai kelebihan dalam kemampuan memotong. Namun, biayanya mahal.
Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Metode ini menjadi pilihan
utama saat terjadi perdarahan karena dapat mengetahui secara tepat lokasi arteri
hemoroidalis yang hendak dijahit.
Cryotherapy. Metode ini kurang direkomendasikan karena seringkali kurang akurat
dalam menentukan area freezing.
Sedangkan eksisi dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu St. Marks Milligan
Morgan Technique, Submucosal Haemorrhoidectomy (Parks method), dan yang terbaru
adalah Circular Stapler Anopexy (teknik Longo). Teknik Circular Stapler Anopexy atau
dikenal dengan Procedure for Prolapse and Haemorrhoids (PPH) baru dikembangkan
sekitar tahun 1993. Teknik ini bekerja dengan mendorong jaringan hemoroid yang

merosot ke arah atas dan dijahitkan ke selaput lendir dinding anus. Kemudian sebuah
gelang dari bahan titanium diselipkan di jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran
anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut.
Tindakan Operatif
Indikasi tindakan operatif pada pasien hemoroid adalah penderita dengan keluhan
menahun dan hemoroid derajat III dan IV, Perdarahan berulang dan anemia yang tidak
sembuh dengan terapi lain yang lebih sederhana, Hemoroid derajat IV dengan thrombus
dan nyeri hebat. Penderita hemoroid eksterna juga diberikan terapi bedah karena
hemoroid eksterna sudah tidak bisa ditangani dengan tindakan konservatif. Prinsip yang
harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada
jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm
dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus
digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis
analis akibat prolapsus mukosa. Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu
bedah konvensional ( menggunakan pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai
alat pemotong) dan bedah stapler ( menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
a. Bedah konvensional
1. Teknik Milligan Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini
dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis massa
hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari
rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus
hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter
internus. Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu
incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus
hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang
mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan
transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah
mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal
dengan jahitan jelujur sederhana. Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid
yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari

eksisi tunika mukosa rectum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil
terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan
mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan
mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan
kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan
jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi
jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem
diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak
mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan
stenosis.
b. Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat
pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri
sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang
minimal. Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut
terpatri. Di anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi
akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut syaraf terbuka
akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut. Sedangkan
pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel jadi satu, seperti
terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk hemoroidektomi, dibutuhkan
daya laser 12 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi direndam cairan
antiseptik. Dalam waktu 4 6 minggu, luka akan mengering. Prosedur ini bisa
dilakukan hanya dengan rawat jalan.
c. Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH) atau
Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993 oleh
dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga teknik ini juga sering
disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999.
Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter,
terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya. Pada dasarnya hemoroid

merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai
bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk
melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur.
Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas
garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya
semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB,
sehingga tidak perlu dibuang semua. Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps
didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika
mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler
dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di
bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut.
Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar
sekrup yang terdapat pada ujung alat , maka alat akan memotong jaringan yang
berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah
ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan
sendirinya. Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak
mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan
dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 45 menit,
pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat.
Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :
Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan kerusakan
dinding rektum.
Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam jangka
waktu pendek maupun jangka panjang.
Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah dilaporkan.
PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk
memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan
mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.
HEMOROIDEKTOMI
Suatu tindakan pembedahan dan cara pengangkata pleksus hemoroidalis dan mukosa atau
tanpa mukosa yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebih.

Buang air besar dengan perdarahan berupa darah segar dan tidak bercampur dengan
feses,prolaps hemoroid disertai dengan anal discharge, pruritus ani dan dermatitis
disekitar anus (proktitis).
Indikasi operasi
Penderita dengan keluhan menahun dan hemoroid derajat III dan IV.
Perdarahan berulang dan anemia yang tidaksembuh dengan terapi lain yang lebih
sederhana.
Hemoroid derajat IV dengan thrombus dan nyeri hebat.
Kontra indikasi operasi
Hemoroid derajat I dan II
Penyakit Chrons
Karsinoma rectum yang inoperable
Wanita hamil
Hipertensi portal
Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 3 metode:
a. Metode Langen-beck(eksisi atau jahitan primer radier)
Dimana semua sayatan ditempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu
memanjang
dari rectum.
b. Metode White head (eksis atau jahitan primer longitudinal)
Sayatan dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol
c. Metode Morgan-Milligan
Semua primary piles diangkat
Teknik operasi (Morgan Milligan):
1. Posisi pasien littotomi atau knee-chest (menungging)
2. Anestesia dapat dilakukan dengan general, regional atau lokal anestesia
3. Dilakukan praktoskopi untuk identofikasi hemorrhoid

4. Dibuat insisi triangular mulai dari kulit anal ke arah prosimal hingga pedikel
hemorrhoid
5. Jaringan hemorrhoid di eksisi dengan gunting atau pisau, pedikel hemorrhoid diligasi
dengan chromic catgut 3-0
6. Defek kulit dan mukosa dapat dirawat secara terbuka atau dijahit sebagian
7. Tindakan diulang pada bagian yang lain
8. Lubang anus dibiarkan terbuka atau ditampon dengan spongostan
A. PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN
I. PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
a) Persiapan di unit perawatan
b) Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara
lain:
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa
lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat
yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki
riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan
memicu terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi

pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah
sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi
(terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar
elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium
serum (normal : 135 145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l)
dan kadar kreatinin serum (0,70 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit
terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme
asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik
maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi
harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya
puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00
WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari
aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi
feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera),
seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi
pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat
menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi
tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien

luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan
hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali
pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran
jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur
femur, hemoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada
daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk
mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya
jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri
maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk
mengobservasi balance cairan.
8) Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti :
nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu
beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik
ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi
umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka
pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pasien.

Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :


Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut
ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
Letakkan tangan diatas perut
Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi
muluttertutup rapat.
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar
pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak
lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan
letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya
batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka
pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap
incisi.
Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan
daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat
batuk.
Latihan Gerak Sendi

Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang
pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh.
Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera
bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga
pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan
penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan
terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi
ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan
perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun
kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta
melakukan secara mandiri.
Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan
mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat
mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat
mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena
itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan
pembedahan/operasi.
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
1. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai
resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah
sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena
belum matur-nya semua fungsi organ.
2. Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase
penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi
nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi

tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks,
vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak,
terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan
permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka,
umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan berat badan;
pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring dan karenanya mudah
mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu,
distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit
biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
3. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk
penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang
mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat
tinggi.
4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus
yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan
pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama
pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak
adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang
mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi
kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Penggunaan oabat-obatan
kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
5. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler,
terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan
darah sistemiknya.
6. Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholik kronik seringkali menderita malnutrisi dan
masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan
meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang
seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat perlu

dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan


NGT.
II. PERSIAPAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang antara lain :
a) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan), MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio
Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
b) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT,
ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang
jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan
tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya
dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa
infeksi kronis saja.
d) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10
jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
III. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan
mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah
tabel pemeriksaan ASA.
1) Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri
2) Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh
penyakit yang akan dibedah
3) Penyakit sistemik berat
4) Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu
dapat diperbaiki dengan pembedahan

5) Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan dilakukan


sebagai pilihan terakhir.
IV. INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal
lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan
tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan
surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan
anastesi).
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek
etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib
untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun
tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga
mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien
maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan
mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk
menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga
setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran
keluarga.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan
berbagai cara:
1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien
sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, halhal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat
kamar operasi, dll.
2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi
sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang
segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga
untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.

4. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain
karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan
dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih
tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan
untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.
OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
permedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
V. PERSIAPAN PASIEN DI KAMAR OPERASI
Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke ruang
perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan bedah
dilakukan. Persiapan di ruang serah terima diantaranya adalah prosedur
administrasi, persiapan anastesi dan kemudian prosedur drapping.
Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan terhdap pasien yaitu
berupa tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan peralatan
alat tenun (disebut : duk) steril dan hanya bagian yang akan di incisi saja yang
dibiarkan terbuka dengan memberikan zat desinfektan seperti povide iodine 10%
dan alkohol 70%.
Prinsip tindakan drapping adalah:
Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur
drapping.

Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui dengan baik


dan benar prosedur dan prinsip-prinsip drapping.
Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang
digunakan steril dan tidak bocor.
Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat bertindak sebagai omloop
harus berdiri di belakang instrumentator untuk mencegah kontaminasi.
Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat tenun mudah bergeser.
Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi selesai dan
harus di jaga kesterilannya.
Jumlah lapisan penutup yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan kertas
water prof atau plastik steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat tenun
steril.
Teknik Drapping :
- Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus kering
- Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan memepertahankan
prinsip steril
Pertahankan jarak antara daerah steril dengan daerah non steril
Pegang drape sedikit mungkin
Jangan melintasi daerah meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun steril
tanpa perlindungan gaun operasi.
Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi daerah yang
tidak
steril.
Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang drape (hati-hati menyentuh
lampu operasi)
Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi. Maka perawat omloop
bertugas menyingkirkan alat tenun tersebut.
Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum
tertutup.
Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian kepala meja
operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu.
Jika ragu-ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut
dianggap terkontaminasi.

B. Perawatan Pasca Bedah


Bila terjadi rasa nyeri yang hebat, bisa diberikan analgetika yang berat seperti
petidin
Obat pencahar ringan diberikan selama 2-3 hari pertama pasca operasi, untuk
melunakkan faeses
Rendam duduk hangat dapat dilakukan setelah hari ke-2 (2 kali sehari), pemeriksaan
colok dubur dilakukan pada hari ke-5 atau 6 pasca operasi. Diulang setiap minggu
hingga minggu ke 3-4, untuk memastikan penyembuhan luka dan adanya spasme
sfingter ani interna
Lakukan sitbath setiap kali setelah BAB (1-2 minggu setelah operasi)
Makan diet berserat dan yang adekuat, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan
berolahraga ringan.
Komplikasi hemoroidektomi:
1. Komplikasi awal:
a. Rasa nyeri pasca operasi, berlangsung s/d 2-3 minggu. Hal ini terutama karena
insisi dan ligasi pedikel hemoroid.
b. Infeksi luka jarang terjadi; dapat timbul abses (1%), Infeksi nekrotikans berat
jarang ditemukan
c. Perdarahan pasca operasi.
d. Pembengkakan jembatan-jembatan kulit.
e. Inkontinesia berat jangka pendek
2. Komplikasi lanjut terdiri dari:
a. Stenosis ani
b. Terbentuknya skin tag
c. Kekambuhan
d. Fisura Ani. (retakan pada dinding anus yang disebabkan oleh peregangan
akibat lewatnya feses yang keras ataupun trauma) *fisiologi Sylvia 2006
e. Inkontinensia ringan

f. Infark feses, akibat penggunaan narkotika pasca operasi sebagai anti nyeri.
g. Perdarahan akibat pernanahan / infeksi daerah pedikel. Biasanya sehingga
ikatan/ jahitan terlepas. Hal in dapat terjadi pada pada hari ke 7-16 pasca
operasi.Tidak ada tindakan sepesifik yang dapat dilakukan untuk mencegah
komplikasi ini. Biasanya penderita harus menjalani operasi ulangan untuk
beberapa ligasi / jahitan hemostasis dengan di ruang operasi.
Komplikasi Teknik Milligan Morgan : Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari
eksisi tunika mukosa rectum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu
sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan ( Buku ajar Bedah, David C. Sabiston).

Komplikasi teknik stapler atau Procedur for Prolapse Hemorroids (PPH) atau
Hemorroid circular stapler. Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :
1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan kerusakan
dinding rektum.
2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam
jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah dilaporkan.
4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk
memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan
mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.
5. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri permanen (akibat teknik yang
kurang adekuat,inkontinensia alvi sampai dengan fistula rekto vaginal atau
rektouretral bila jaringan yang dieksisi terlalu dalam.mengenai sfingter.
Pencegahan
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain:
1. Jalankan pola hidup sehat.
2. Olah raga secara teratur (ex.: berjalan).
3. Makan makanan berserat (buah, sayuran, sereal, suplemen serat, dll) sekitar 20-25
gram sehari.

4. Hindari terlalu banyak duduk.


5. Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll.
6. Hindari hubunga seks yang tidak wajar (seks anal).
7. Minum air yang cukup.
8. Jangan menahan kencing dan berak.
9. Jangan menggaruk dubur secara berlebihan.
10. Jangan mengejan berlebihan.
11. Duduk berendam pada air hangat.
12. Minum obat sesuai anjuran dokter.
13. Lakukan defekasi yang sehat.
Pendidikan kesehatan dan dischard planning .

1. Menjaga Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan


berlebihan selama defekasi.
2. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu
dengan menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat
melewati usus.
3. Beritahukan klien Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara:
rendam duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anestesi,
astringen (witch hazel) dan tirah baring.
4. Lakukan sitbath setiap kali setelah BAB paling kurang 1-2 minggu setelah
operasi (untuk pasien pasca operasi)
5. Makan diet berserat yang adekuat, minum paling sedikit 2000 ml cairan
dan berolah raga ringan.
6. Pelembek feses mungkin dibutuhkan setiap hari atau setiap beberapa hari
hingga penyembuhan sempurna.
7. Laporkan gejala-gejala : perdarahan rektal, nyeri terus menerus waktu
defikasi, drainasse yang supuratif.
8. Dietetik dan kebiasaan defekasi yang sehat.
a. Mengingat bahwa hemorroid terjadi karena kebanyakan mengedan secara
kronik, maka upaya utama adalah mencegah konstipasi & diare. Hal ini dapat
dicapai dengan memakan makanan yang berserat dan bercairan tinggi, kalau

perlu dengan suplemen a.l. psyllium. Psyllium bekerja sama dengan air
mengencerkan feses dan menurunkan konstipasi. Apabila masih diperlukan,
dapat ditambahkan dengan pelunak feses. Bagi banyak orang, psyllium juga
berfungsi mencegah diare.
b. Banyak orang yang biasa berlama-lama defekasi sambil duduk membaca koran,
merupakan kebiasaan yang buruk karena turut menjadi penyebab hemoroid.
Motto: Anda tidak defekasi di perpustakaan karena itu jangan membaca di
toilet

Diagnosa Keperawatan
PRE OPERASI
1) 1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf nyeri oleh hematoma ditandai
dengan klien
mengeluh nyeri, klien tampak meringis, klien tampak gelisah, klien tampak memposisikan diri
untuk
menghindari nyeri.
2. PK: Perdarahan.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai
dengan klien tampak
pucat, turgor kulit klien menurun, kulit klien tampak kering
4. Hipertermi berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai dengan klien
mengeluh panas,
suhu tubuh klien meningkat, klien tampak pucat, klien tampak menggigil.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf gatal oleh
hematoma ditandai
dengan klien mengeluh gatal, klien tampak menggaruk-garuk pantatnya.

POST OPERASI
1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive pembedahan hemoroidektomi ditandai
dengan klien megeluh
nyeri pada luka post op, klien tampak meringis, klien tampak memposisikan diri untuk
menghindari nyeri.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan pajanan patogen.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis pasca pembedahan ditandai dengan klien tampak gelisah,
klien selalu
bertanya-tanya tentang kesembuhannya.
Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC (Pre Operasi) :
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf nyeri oleh hematoma
ditandai dengan klien mengeluh nyeri, klien tampak meringis , klien tampak gelisah,
klien tampak memposisikan diri untuk menghindari nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien dapat berkurang
dengan kriteria hasil :
Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan
Mengenali gejala-gejala nyeri
Mencatat pengalaman tentang nyeri sebelumnya
Secara subjektif, klien menyatakan penurunan rasa nyeri
Wajah klien tampak relaks
Intervensi :
1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama dan penyebarannya
Rasional : Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian.
2. Berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensivitas pada suara
suara bising dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
3. Berikan bantalan flotasi di bawah bokong pada saat duduk
Rasional : Membantu menurunkan nyeri akibat penekanan saat duduk.

4. Berikan kompres hangat pada lokasi nyeri


Rasional : Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri di lokasi yang paling dirasakan.
5. Berikan rendaman duduk tiga atau empat kali sehari
Rasional : Menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme sfingter
6. Berikan posisi yang nyaman pada klien sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
7. Berikan analgetik, seperti asetaminofen
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat serta
meningkatkan kenyamanan dan istirahat
2. PK : Perdarahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, perawat dapat
meminimalkan komplikasi yang terjadi dengan kriteria hasil:
Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal
Klien tidak mengalami episode perdarahan
Tanda-tanda vital berada dalam batas normal
TD: 100 120 mm Hg
Nadi: 60-100x/menit
RR: 14 25 x/mnt
Suhu: 36 - 370C 0,50C
Intervensi :
1. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada klien sehingga
dapat menentukan intervensi selanjutnya
2. Monitor tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan vital pasien saat terjadi perdarahan.
3. Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan
Rasional :
Banyak komponen darah yang menurun pada hasil lab dapat
membantu menentukan intervensi selanjutnya
4. Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain jika
diperlukan
Rasional :

Keadaan fisik dan psikologis yang baik akan mendukung terapi yang

diberikan pada klien sehingga mampu memberikan hasil yang maksimal


5. Awasi jika terjadi anemia
Rasional :
Untuk menentukan intervensi selanjutnya
6. Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan :
pemberian transfusi, medikasi
Rasional :
mencegah terjadinya komplikasi dari perdarahan yang terjadi dan
untuk menghentikan perdarahan
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai
dengan klien tampak pucat, turgor kulit klien menurun, kulit klien tampak kering.
Tujuan:

Setelah diberikan askep selama x 24 jam diharapkan defisit volume cairan dapat
diatasi dengan kriteria hasil :
a. Fluid balance
TD dalam batas normal (90/60 140/80)
Nadi dalam batas normal
Masukkan dan haluaran cairan harian seimbang
BB klien stabil
Turgor kulit elastis
Hematokrit dalam batas normal
Membran mukosa lembab
b. Gastrointestinal function
Warna feses normal
Darah dalam feses tidak ada
Intervensi:
A. Fluid Management
1. Monitoring BB klien
Rasional : kekurangan volume cairan menunjukkan tanda berupa penurunan
berat badan.
2. Catat intake dan output cairan
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti dan
keefektifan dari terapi yang diberikan
3. Monitoring status hidrasi (membrane mukosa, nadi, orthostatic dan penurunan
hematokrit )
Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi
4. Berikan terapi cairan melalui IV sesuai indikasi
Rasional : tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
5. Tingkatkan intake cairan per oral
Rasional : mempertahankan hidrasi / volume sirkulasi
B. Gastrointestinal Function
1. Observasi adanya darah pada feses
Rasional : perdarahan berlebih memicu kekurangan volume cairan semakin berat.
2. Dokumentasikan warna, jumlah, dan karakteristik feses
Rasional : perubahan warna, jumlah dan karakteristik feses menunjukkan status
cairan dalam saluran cerna.
3. Penggunaan koagulan sesuai indikasi
Rasional : penggunaan koagulan yang efektif dapat menghentikan perdarahan.
Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC ( Post Operatif) :

1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive pembedahan hemoroidektomi ditandai


dengan klien megeluh nyeri pada luka post op, klien tampak meringis, klien tampak
memposisikan diri untuk menghindari nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan pasien mengatakan
nyeri berkurang, dan tidak terlihat respon nyeri secara verbal pada klien, dengan kriteria
hasil:
Klien tidak tampak meringis
Pasien tidak terlihat kesakitan yang ditandai pasien dalam posisi yang nyaman
Pasien mengatakan nyerinya berkurang menjadi 2 dengan skala nyeri 1 5
Intervensi:
Manajemen Nyeri
1. Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri klien ( dengan pola P,Q,R,S,T), yaitu dengan
memperhatikan

lokasi,

intensitas, frekuensi, dan waktu.


Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan
komplikasi.
2. Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri dan kepercayaan tentang nyeri.
Rasional: Memudahkan dalam melakukan intervensi, karena kultur atau budaya klien dapat
mempengaruhi

persepsi tentang nyeri.


3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung.
Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.
4. Kontrol dan kurangi kebisingan
Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.
5. Ajarkan pasien teknik distraksi

Rasional: Untuk memanajemen atau mengalihkan rasa nyeri pada klien.


6. Kaji riwayat adanya alergi obat
Rasional: Mengetahui apakah ada alergi terhadap obat analgesik.
7. Pastikan pasien menerima analgesic.
Rasional: Memastikan klien menerima obat pereda rasa nyeri
2. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (post hemoroidektomi) dan
peningkatan pemajanan lingkungan terhadap pathogen.
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil :
Keadaan temperatur normal
tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor,lubor,tumor, dolor,fungsiolaesa)
Intervensi:
1. Pantau suhu dengan teliti dan tanda-tanda infeksi lainnya
Rasional : Mendeteksi kemungkinan infeksi
2. Kaji keadaan luka dan lakukan perawatan luka
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi
3. Tempatkan pasien dalam ruangan khusus
Rasional : Meminimalkan terpaparnya pasien dari sumber infeksi
4. Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik
mencuci tangan dengan baik
Rasional : meminimalkan pajanan pada organisme infektif
5. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
6. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi
3. Ansietas berhubungan dengan krisis pasca pembedahan di tandai dengan pasien tampak
gelisah,

selalu bertanya-tanya tentang kesembuhannya.


Tujuan:

pasien

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam,di harapkan klien tidak


mengalami ansietas
dengan criteria hasil:
Monitor insentitas kecemasan
Menggunakan strategi koping efektif
Melaporkan penurunan durasidari episode cemas
Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
Mempertahankan penampilan peran
Mempertahankan hubungan sosial
Tidak ada manifestasi perilaku kecemasan
Intervensi:
1. Kaji tingkat kecemasan dan diskusikan penyebab bila mungkin.
Rasional: Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan individu
untuk menghadapinya dengan lebih realistis.
2. Dorong pasien untuk mengugkapkan perasaan ,ketakutan ,presepsi dan berikan
umpan balik.
Rasional: membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien mengidentifikasi
masalah yang menyebabkan stress.
3. Memberikan informasi faktual mengenai diagnosis,tindakan prognosis
Rasional: keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa
control dan membantu menurunkan ansietas.
4. Intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Rasional: membantu untuk menurunkan kecemasan pada pasien.
5. Berikan lingkungan tenang dan istirahat
Rasional: membantu menurunkan ansietas
6. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, prilaku perhatian.
Rasional: tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stress berkurang.
7. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional: dapat digunakan untuk menurunkan ansietas.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Hemoroid. http://medlinux.blogspot.com/2009/02/hemoroid.html. (diakses :
7 April 2011).
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://ilmukedokteran.blog.ca/2010/12/07/askep-hemoroid-10134695/
http://www.gocb.co.cc/2011/03/askep-hemoroid.html

Johnson, M., 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), second edition, Mosby,
Philadelphia.
McCloskey,J.C. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC), second edition, Mosby,
Philadelphia.
NANDA, 2009. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2007 2008, NANDA
International, Philadelphia.
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Alamat web : http://beinggoodnurse.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatanpada-klien-dengan.html

You might also like