You are on page 1of 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep ICU
1.1 Definisi ICU
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang
dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien
dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas
defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga
merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis
erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan
medis yang berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau
perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ
tubuh lainnya (Rab,2007).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU
di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang
khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit,cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan


Berdasarkan kelengkapan penyelenggaraan maka ICU dapat dibagi atas
tiga tingkatan. Yang pertama ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit kecil
yang dilengkapi dengan perawat, ruangan observasi, monitor, resusitasi dan
ventilator jangka pendek yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat bergantung
kepada ICU yang lebih besar. Kedua, ICU tingkat II yang terdapat pada rumah
sakit umum yang lebih besar di mana dapat dilakukan ventilator yang lebih lama
yang dilengkapi dengan dokter tetap, alat diagnosa yang lebih lengkap,
laboratorium patologi dan fisioterapi. Yang ketiga, ICU tingkat III yang
merupakan ICU yang terdapat di rumah sakit rujukan dimana terdapat alat yang
lebih lengkap antara lain hemofiltrasi, monitor invasif termasuk kateterisasi dan
monitor intrakranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter spesialis dan perawat yang
lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar belakang keahlian ( Rab, 2007).
Terdapat tiga kategori pasien yang termasuk pasien kritis yaitu : kategori
pertama, pasien yang di rawat oleh karena penyakit kritis meliputi penyakit
jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non traumatik dan
kegagalan multi organ. Kategori kedua, pasien yang di rawat yang memerlukan
propilaksi monitoring oleh karena perubahan patofisiologi yang cepat seperti
koma. Kategori ketiga, pasien post operasi mayor.
Apapun kategori dan penyakit yang mendasarinya, tanda-tanda klinis
penyakit kritis biasanya serupa karena tanda-tanda ini mencerminkan gangguan
pada fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan neurologi (Nolan et al. 2005). Tandatanda klinis ini umumnya adalah takipnea, takikardia, hipotensi, gangguan

Universitas Sumatera Utara

kesadaran (misalnya letargi, konfusi / bingung, agitasi atau penurunan tingkat


kesadaran) (Jevons dan Ewens, 2009).
1.3 Sistem pelayanan ruang ICU
Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman pada
Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU


di rumah sakit. Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi beberapa hal, yang
pertama etika kedokteran dimana etika
Pelayanan di ruang ICU harus berdasarkan falsafah dasar "saya akan
senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dan berorientasi untuk dapat secara
optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien. Kedua, indikasi yang benar
dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien yang memerlukan intervensi
medis segera oleh tim intensive care, pasien yangmemerlukan pengelolaan fungsi
sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat
dilakukan pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi, dan pasien sakit
kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk
mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis. Ketiga, kerjasama multidisipliner
dalam masalah medis kompleks dimana dasar pengelolaan pasien ICU adalah
pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan dari beberapa disiplin ilmu terkait yang
memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerja sama di
dalam tim yang di pimpin oleh seorang dokter intensivis sebagai ketua tim.
Keempat, kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dimana kebutuhan pasien ICU
adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital

Universitas Sumatera Utara

seperti Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation


(fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan
diagnosis dan terapi definitif. Kelima, peran koordinasi dan integrasi dalam kerja
sama tim dimana setiap tim multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi
pasien misalnya sebelum masuk ICU, dokter yang merawat pasien melakukan
evaluasi pasien sesuai bidangnya dan memberi pandangan atau usulan terapi
kemudian kepala ICU melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan,
memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan
usulan anggota tim lainnya serta berkonsultasi dengan konsultan lain dan
mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim. Keenam, asas prioritas yang
mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke ruang ICU harus dengan
indikasi masuk ke ruang ICU yang benar. Karena keterbatasan jumlah tempat
tidur ICU, maka berlaku asas prioritas dan indikasi masuk. Ketujuh, sistem
manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya koordinasi dan
peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang memerlukan tim kendali mutu
yang anggotanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan tugas utamanya
memberi masukan dan bekerja sama dengan staf struktural ICU untuk selalu
meningkatkan mutu pelayanan ICU. Kedelapan, kemitraan profesi dimana
kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU di samping multi disiplin juga antar
profesi seperti profesi medik, profesi perawat dan profesi lain. Agar dicapai hasil
optimal maka perlu peningkatan mutu SDM (Sumber Daya Manusia) secara
berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup semua profesi. Kesembilan, efektifitas,
keselamatan dan ekonomis dimana unit pelayanan di ruang ICU mempunyai biaya

Universitas Sumatera Utara

dan teknologi yang tinggi, multi disiplin dan multi profesi, jadi harus berdasarkan
asas efektifitas, keselamatan dan ekonomis. Kesepuluh, kontuinitas pelayanan
yang ditujukan untuk efektifitas, keselamatan dan ekonomisnya pelayanan ICU.
Untuk itu perlu di kembangkan unit pelayanan tingkat tinggi (High Care Unit
=HCU). Fungsi utama. HCU adalah menjadi unit perawatan antara dari bangsal
rawat dan ruang ICU. Di HCU, tidak diperlukan peralatan canggih seperti ICU
tetapi yang diperlukan adalah kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.
Unit perawatan kritis atau unit perawatan intensif (ICU) merupakan unit
rumah sakit di mana klien menerima perawatan medis intensif dan mendapat
monitoring yang ketat. ICU memilki teknologi yang canggih seperti monitor
jantung terkomputerisasi dan ventilator mekanis. Walaupun peralatan tersebut
juga tersedia pada unit perawatan biasa, klien pada ICU dimonitor dan
dipertahankan dengan menggunakan peralatan lebih dari satu. Staf keperawatan
dan medis pada ICU memiliki pengetahuan khusus tentang prinsip dan teknik
perawatan kritis. ICU merupakan tempat pelayanan medis yang paling mahal
karena setiap perawat hanya melayani satu atau dua orang klien dalam satu waktu
dan dikarenakan banyaknya terapi dan prosedur yang dibutuhkan seorang klien
dalam ICU ( Potter & Perry, 2009).
Pada permulaannya perawatan di ICU diperuntukkan untuk pasien post
operatif. Akan tetapi setelah ditemukannya berbagai alat perekam (monitor) dan
penggunaan ventilator untuk mengatasi pernafasan maka ICU dilengkap pula
dengan monitor dan ventilator. Disamping itu dengan metoda dialisa pemisahan

Universitas Sumatera Utara

racun pada serum termasuk kadar ureum yang tinggi maka ICU dilengkapi pula
dengan hemodialisa.
Pada prinsipnya alat dalam perawatan intensif dapat di bagi atas dua yaitu
alat-alat pemantau dan alat-alat pembantu termasuk alat ventilator, hemodialisa
dan berbagai alat lainnya termasuk defebrilator. Alat-alat monitor meliputi
bedside dan monitor sentral, ECG, monitor tekanan intravaskuler dan intrakranial,
komputer cardiac output, oksimeter nadi, monitor faal paru, analiser
karbondioksida, fungsi serebral/monitor EEG, monitor temperatur, analisa kimia
darah, analisa gas dan elektrolit, radiologi (X-ray viewers, portable X-ray
machine, Image intensifier), alat-alat respirasi (ventilator, humidifiers, terapi
oksigen, alat intubasi (airway control equipment), resusitator otomatik, fiberoptik
bronkoskop, dan mesin anastesi (Rab, 2007).
Peralatan unit kerja di ICU/ICCU yang begitu beragam dan kompleks serta
ketergantungan pasien yang tinggi terhadap perawat dan dokter karena setiap
perubahan yang terjadi pada pasien harus di analisa secara cermat untuk mendapat
tindakan yang cepat dan tepat membuat adanya keterbatasan ruang gerak
pelayanan dan kunjungan keluarga. Kunjungan keluarga biasanya dibatasi dalam
hal waktu kunjungan (biasanya dua kali sehari), lama kunjungan (berbeda-beda
pada setiap rumah sakit) dan jumlah pengunjung (biasanya dua orang secara
bergantian).
Selain itu ICU juga merupakan tempat yang sering memberikan respon
kekhawatiran dan kecemasan pasien dan keluarga mereka karena kritisasi kondisi
yang belum stabil. Diharapkan bahwa dengan memperhatikan kebutuhan baik

Universitas Sumatera Utara

pasien maupun keluarga, rumah sakit dapat menciptakan lingkungan yang saling
percaya dan mendukung dimana keluarga sebagai bagian integral dari perawatan
pasien dan pemulihan pasien secara utuh. (Kvale, 2011).
1.4 Perawat ICU
Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga tugas utama
yaitu, life support, memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat
pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu
diperlukan satu perawat untuk setiap pasien dengan pipa endotrakeal baik dengan
menggunakan ventilator maupun yang tidak. Di Australia diklasifikasikan empat
kriteria perawat ICU yaitu, perawat ICU yang telah mendapat pelatihan lebih dari
duabelas bulan ditambah dengan pengalaman, perawat yang telah mendapat
latihan sampai duabelas bulan, perawat yang telah mendapat sertifikat pengobatan
kritis (critical care certificate), dan perawat sebagai pelatih (trainer) (Rab, 2007).
Di Indonesia, ketenagaan perawat di ruang ICU di atur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah Sakit yaitu, untuk
ICU level I maka perawatnya adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan
hidup dasar dan bantuan lanjut, untuk ICU level II diperlukan minimal 50% dari
jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU,
dan untuk ICU level III diperlukan minimal 75% dari jumlah seluruh perawat di
ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU.

Universitas Sumatera Utara

2. Konsep keluarga
2.1 Definisi keluarga
Istilah keluarga akan menghadirkan gambaran adanya individu dewasa dan
anak yang hidup bersama secara harmonis dan memuaskan. Bagi lainnya, istilah
ini memiliki arti yang berlawanan. Keluarga bukan sekedar gabungan dari
beberapa individu (Astedt Kurki, et al.,2001). Keluarga memiliki keragaman
seperti anggota individunya dan seorang pasien memiliki nilai-nilai tersendiri
mengenai keluarganya (Potter & Perry, 2009)
Banyak

ahli

mendefenisikan

tentang

keluarga

sesuai

dengan

perkembangan sosial di masyarakat. Hal ini bergantung pada orientasi yang


digunakan dan orang yang mendefenisikannya. Friedman (1998) mendefenisikan
bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masingmasing yang merupakan bagian dari keluarga. Pakar konseling keluarga dari
Yogyakarta,

Sayekti

(1994)

menulis

bahwa

keluarga

adalah

suatu

ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang


berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan
yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau anak
adopsi, dan tingggal dalam sebuah rumah tangga. Menurut UU No. 10 tahun 1992
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera,
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami- istri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Ketiga pengertian tersebut
mempunyai persamaan bahwa dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan

Universitas Sumatera Utara

hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran
masing-masing serta keterikatan emosional (suprajitno, 2004).
2.2 Peran keluarga
Peran adalah sesuatu yang di harapkan secara normatif dari seorang dalam
situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga
adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks
keluarga.

Jadi

peranan

keluarga

menggambarkan

seperangkat

perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan
situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga di dasari oleh harapan dan pola
perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Dalam UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan " Setiap
orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan perorangan, keluarga, dan lingkungan". Dari pasal di atas jelas bahwa
keluarga berkewajiban meningkatkan dan memelihara kesehatan dalam upaya
meningkatkan tingkat derajat kesehatan yang optimal.
Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, antara lain
ayah, dimana ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung / penganyom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota
keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.
Kemudian ada ibu yang berperan sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan
pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah
tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Lalu ada anak yang berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan
perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual (Setiadi, 2008).
2.3 Dukungan sosial keluarga
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu
yang di peroleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan
tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya
(Cohen & Syme, 1996).
Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara
keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman, 1998).
Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga
mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan
meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.
Studi-studi

tentang

dukungan

keluarga

telah

mengkonseptualisasi

dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat


eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan keluarga
eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar,
kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan
sosial keluarga internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara
kandung, atau dukungan dari anak (Friedman, 1998).
Jenis dukungan keluarga ada terdiri dari empat dukungan yaitu, dukungan
instrumental, dukungan informasional, dukungan apprasial, dan dukungan
emosional.

Dukungan

instrumental,

yaitu

keluarga

merupakan

sumber

pertolongan praktis dan konkrit. Dukungan informasional, yaitu keluarga

Universitas Sumatera Utara

berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar informasi).


Dukungan penilaian (apprasial), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan
balik membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan
validator identitas keluarga. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah
tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu
penguasaan terhadap emosi. (Friedman, 1998)
Menurut House (Smet, 1994) setiap bentuk dukungan sosial keluarga
mempunyai ciri-ciri antara lain, informatif, perhatian emosional, bantuan
instrumental, dan bantuan penilaian. Informatif, yaitu bantuan informasi yang
disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalanpersoalan yang di hadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide, atau
informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini disampaikan kepada orang
lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama. Perhatian
emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain,
dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan
penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa
dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang
memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati
terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan
masalah yang dihadapinya. Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan
untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan
persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan
yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai

Universitas Sumatera Utara

bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain. Bantuan


penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak
lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan
negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan
dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian
yang positif.
Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi
bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan yang adekuat terbukti
berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit,
fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari
dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam
kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).
2.4 Dukungan keluarga pada pasien dengan perawatan ICU
Keberhasilan pelayanan keperawatan bagi pasien tidak dapat dilepaskan
dari peran keluarga. Pengaruh keluarga dalam keikutsertaannya menentukan
kebijakan dan keputusan dalam penggunaan layanan keperawatan membuat
hubungan dengan keluarga menjadi penting. Namun dalam pelaksanaannya
hubungan ini sering mengalami hambatan, antara lain kesempatan kontak relatif
terbatas (Mundakir, 2006).
Adanya kebijakan jam kunjungan di ICU menjadikan pasien merasa
terpisah dengan keluarga yang mereka cintai. Pasien sering merasa kesepian dan
kurang mendapat perhatian dari keluarganya. Kurangnya perhatian dapat secara
aktual menyebabkan efek yang merusak pada kesehatan dan penyembuhan pasien.

Universitas Sumatera Utara

Maka keluarga merupakan orang-orang yang paling mungkin dan mampu


memberikan aspek perhatian ini. Memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian
dan komunikasi adalah hal yang bermakna dan penting dalam memenuhi
kebutuhan psikososial pasien. Bahkan pada pasien tuli, tidak mampu berbicara,
atau tidak mampu memahami bahasa, atau tidak mungkin berkomunikasi verbal
karena intubasi atau sakit fisik lainnya juga memerlukan dukungan keluarga untuk
memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian dan komunikasi yang mungkin
dilakukan dengan menggunakan sentuhan (Hudak & Gallo, 1997).

3.

Konsep kebutuhan keluarga pasien


3.1 Defenisi kebutuhan keluarga
Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk

hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) untuk berusaha.


Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada
dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena terdapat perbedaan
budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi
kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika
gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak
untuk berusaha mendapatkannya.
Kebutuhan keluarga merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
keluarga dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis
individu-individu dalam keluarga tersebut, yang tentunya bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Alimul, 2009).

Universitas Sumatera Utara

3.2 Faktor yang mempengaruhi kebutuhan keluarga


Keluarga terdiri dari satu atau lebih individu dimana individu-individu ini
adalah manusia yang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama. Kebutuhan
dasar manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain penyakit, hubungan
keluarga, konsep diri dan tahap perkembangan. Adanya penyakit dalam tubuh
dapat menyebabkan perubahan pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis
maupun psikologis, karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan
kebutuhan lebih besar dari biasanya. Selain penyakit, hubungan keluarga yang
baik juga dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling
percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain. Faktor
lain yang juga berpengaruh adalah konsep diri dimana konsep diri yang positif
dapat memberikan makna dan keutuhan (wholeness) bagi seseorang. Konsep diri
yang sehat menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa positif
tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan
mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan
dasarnya. Terakhir, faktor tahap perkembangan dimana sejalan dengan
meningkatnya

usia,

manusia

mengalami

perkembangan.

Setiap

tahap

perkembangan tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan


biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ
tubuh juga mengalami proses kematangan dengan aktifitas yang berbeda (Alimul,
2009).

Universitas Sumatera Utara

3.3 Kebutuhan keluarga pasien di ruang ICU


Manusia sebagai makhluk holistik merupakan makhluk yang utuh atau
paduan dari unsur biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Sebagai makhluk
biologis, manusia tersusun atas sistem organ tubuh yang digunakan untuk
mempertahankan hidupnya, mulai dari lahir, tumbuh kembang, hingga meninggal.
Sebagai makhluk psikologis, manusia mempunyai struktur kepribadian, tingkah
laku sebagai manifestasi kejiwaan, dan kemampuan berpikir serta kecerdasan.
Sebagai makhluk sosial, manusia perlu hidup bersama orang lain, saling
bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup, mudah dipengaruhi
kebudayaan, serta dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan dan
norma yang ada. Sebagai makhluk spiritual, manusia memiliki keyakinan,
pandangan hidup, dan dorongan hidup yang sejalan dengan keyakinan yang
dianutnya. Perawat sebagai pelaksana dalam memberi pelayanan keperawatan
haruslah memandang keluarga pasien sebagai makhluk yang utuh dengan
kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Alimul, 2009).
Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Abraham Maslow (1984)
tentang kebutuhan kebutuhan secara holistik. Ada beberapa hal penting yang
menjadi kebutuhan keluarga pasien saat menunggu pasien di rumah sakit, yaitu
sebagai berikut :
1. Kebutuhan dasar satu (Kebutuhan Fisiologis)
Kebutuhan fisiologis bersifat neostatik (usaha untuk menjaga
keseimbangan unsur-unsur fisik) seperti makan, minum, kebutuhan
istirahat dan personal hygiene.

Universitas Sumatera Utara

2. Kebutuhan dasar dua (Kebutuhan Keamanan/Safety)


Kebutuhan fisiologis sifatnya adalah untuk mempertahankan hidup
jangka pendek, sedangkan keamanan adalah pemahaman hidup jangka
panjang. Kebutuhan keamanan keluarga saat dirumah sakit misalnya :
adanya jaminan pelayanan kebutuhan informasi, adanya dukungan mental.
3. Kebutuhan dasar tiga kebutuhan dimiliki dan dicintai
Setelah

kebutuhan

fisiologis

keamanan

dipenuhi,

kebutuhan

selanjutnya yang menjadi tujuan dominan adalah kebutuhan dimiliki atau


menjadi bagian dari kelompok sosial. Kebutuhan keluarga saat dirumah
sakit contohnya adanya kedekatan keluarga dengan pasien, tersedianya
kesempatan untuk memberi perhatian pada klien/pasien.
4. Kebutuhan dasar empat kebutuhan harga diri
Ketika kebutuhan dimiliki dan dicintai sudah terpenuhi, selanjutnya
yang menjadi tujuan dominan adalah kebutuhan harga diri sendiri/orang
lain misalnya untuk kebutuhan keluarga adalah ikut berperan serta dalam
pengambilan keputusan dalam setiap pengobatan untuk pasien.
The American College of Medicine Critical Care (ACCM) dan The Society
of Medicine Critical Care (SMCC) merekomendasikan kebutuhan keluarga yang
menunggu keluarganya dengan perawatan ICU meliputi kebutuhan untuk
mengambil keputusan bersama, bukan keputusan sepihak oleh dokter, kebutuhan
meningkatkan komunikasi dan menggunakan istilah-istilah yang keluarga bisa
mengerti pada saat berkomunikasi, kebutuhan dukungan spiritual, mendorong dan
menghargai do'a dan kepatuhan terhadap tradisi budaya yang membantu banyak

Universitas Sumatera Utara

pasien dan keluarga untuk mengatasi penyakit dan kematian, kebutuhan akan
hadirnya keluarga pada saat resusitasi yang mungkin membantu keluarga untuk
mengatasi stress akibat kematian orang yang di cintai, kebutuhan akan waktu
kunjungan yang fleksibel, kebutuhan tersedianya ruangan menunggu untuk
keluarga yang dekat dengan ruangan pasien, dan kebutuhan keluarga agar
dilibatkan dalam proses perawatan paliatif (Barclay & Lie, 2007).
Menurut Henneman and Cardin kebutuhan anggota keluarga pasien kritis
adalah kebutuhan akan informasi, kebutuhan untuk kepastian dan dukungan serta
kebutuhan untuk berada di dekat pasien. Jenis informasi yang keluarga butuhkan
dari perawat berhubungan dengan keadaan pasien secara umum. Keluarga ingin
mendapat informasi tentang tanda-tanda vital (stabil vs tidak stabil), tingkat
kenyamanan pasien, dan pola tidur. Keluarga tidak mengharapkan perawat untuk
memberikan informasi tentang prognosis, diagnosis, atau rencana pengobatan
(informasi ini mereka butuhkan dari dokter yang merawat pasien). Pernyataan ini
juga berarti bahwa perawat tidak dapat dan tidak boleh memberikan jenis
informasi ini. Kebutuhan untuk kepastian dan dukungan dimana keluarga perlu
tahu bahwa salah satu orang yang mereka cintai sedang di rawat dengan cara
terbaik dan bahwa segala sesuatu yang dapat dilakukan sedang dilakukan.
Kebutuhan untuk meyakinkan dan memberi dukungan tidak berarti bahwa
keluarga butuh harapan palsu untuk pemulihan yang tidak akan terjadi. Cara yang
paling efektif untuk memberikan jaminan dan dukungan sering tak ada
hubungannya dengan kata-kata yang diucapkan, melainkan ditunjukkan kepada
keluarga dengan pelayanan lembut dan kepedulian setiap staf di ruang ICU.

Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan untuk berada di dekat pasien yaitu berada di dekat orang yang mereka
cintai yang sedang sakit. Mereka tidak hanya ingin memberikan dukungan dengan
berada dekat dengan pasien, tetapi juga kehadiran fisik memungkinkan mereka
untuk menyaksikan bagaimana anggota keluarga mereka sedang di rawat. Dengan
memberikan waktu kunjungan yang fleksibel tidak hanya memungkinkan pasien
dan keluarganya bersama namun juga memfasilitasi keluarga untuk memberikan
dukungan pada pasien. Henneman et al mengatakan kebutuhan keluarga pasien
yang keluarganya dalam perawatan kritis adalah kebutuhan akan informasi dan
waktu kunjungan yang fleksibel. Informasi yang spesifik dan penting untuk
keluarga pasien di identifikasi oleh Mirackle and Hovenkamp berupa kebutuhan
untuk mendapat jawaban yang jujur atas pertanyaan-pertanyaan keluarga,
kebutuhan untuk mengetahui fakta tentang prognosa pasien, kebutuhan untuk
mengetahui hasil suatu prosedur yang telah dilakukan sesegera mungkin,
kebutuhan untuk mendapat informasi dari staf mengenai status pasien, kebutuhan
untuk mengetahui mengapa sesuatu dapat terjadi, kebutuhan untuk mengetahui
komplikasi yang mungkin terjadi, kebutuhan untuk mendapat penjelasan atau
keterangan yang bisa di mengerti, kebutuhan untuk mengetahui dengan jelas apa
yang sedang terjadi, kebutuhan untuk mengetahui tentang staf yang memberikan
perawatan, kebutuhan untuk mendapatkan bimbingan atau petunjuk tentang
bagaimana suatu prosedur dilakukan ( Urden & Stacy, 2000 ).
Dalam sebuah studi tentang kebutuhan keluarga pasien yang menunggu
keluarganya dengan perawatan ICU ada beberapa hal penting yang dibutuhkan
yaitu kebutuhan untuk dihubungi ke rumah bila terjadi perubahan pada kondisi

Universitas Sumatera Utara

pasien, kebutuhan untuk mengetahui prognosa penyakit, kebutuhan untuk


mendapat jawaban yang jujur atas pertanyaan keluarga, kebutuhan untuk
menerima informasi tentang pasien sekali sehari, kebutuhan untuk mendapat
penjelasan terhadap sesuatu yang tidak dimengerti, dan kebutuhan untuk
mendapat jaminan bahwa pasien mendapatkan kenyamanan. (Campbell, 2009).
Meskipun kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya dengan
perawatan ICU tampak mudah, namun adalah kesalahan bila menganggap bahwa
semua staf yang bekerja di unit ICU mengetahui dan mencoba memenuhi apa
yang menjadi kebutuhan mereka (Henneman and Cardin, 2002).

Universitas Sumatera Utara

You might also like