Professional Documents
Culture Documents
I.
PENDAHULUAN
Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu minggu pertama setelah
kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara
4 sampai 6 minggu. Walaupun merupakan masa yang relatif tidak kompleks
dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyak perubahan fisiologis.
Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit mengganggu ibu baru,
walaupun komplikasi serius juga dapat terjadi.1,2
Dalam masa nifas alat alat genitalia interna maupun eksterna akan
berangsur angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan
perubahan alat alat genitalia ini dalam keseluruhannya disebut involusi.3,4
Sesudah partus berakhir uterus yang beratnya 1000 gram mengecil sampai
menjadi 40 60 gram dalam 6 minggu. Proses ini yang dinamakan involusi
uterus, didahului oleh kontraksi kontraksi uterus yang kuat, yang menyebabkan
berkurangnya peredaran darah dalam alat tersebut. Kontraksi itu dalam masa nifas
berlangsung terus, biarpun tidak sekuat seperti permulaan. Hal tersebut, serta
hilangnya pengaruh estrogen dan progesteron, menyebabkan autolisis dengan
akibat bahwa sel sel otot pada dinding uterus menjadi lebih kecil dan pendek.3,5
Ada kalanya masa nifas tidak berjalan dengan normal dikarenakan sebab
yang abnormal seperti terjadinya sub involusi terkhususnya rahim ibu, yang
menyebabkan kondisi ibu memburuk. Subinvolusi uterus adalah terganggunya
proses involusi uterus pada ibu karena keabnormalan pasca nifas.3
II.
terletak sedikit dibawah umbilikus. Bagian tersebut sebagian besar terdiri dari
miometrium yang ditutupi oleh serosa dan dilapisi oleh desidua basalis. Dinding
posterior dan anterior dalam jarak yang terdekat, masing-masing tebalnya 4
sampai 5 cm. Pada saat post partum, berat uterus kira-kira menjadi 1.000 g.1,6
Selama nifas, terjadi destruksi dan dekonstruksi yang luar biasa pada uterus.
Dua hari setelah persalinan, uterus mulai berinvolusi, dan pada minggu pertama
beratnya sekitar 500 g. Pada minggu kedua beratnya sekitar 300 g. Sekitar 4
minggu setelah melahirkan, uterus kembali ke ukuran sebelum hamil yaitu 100 g
atau kurang. Uterus biasanya kembali ke ukuran semula setelah sekitar 4 bulan.
Jumlah sel otot mungkin tidak berkurang cukup besar. Akan tetapi ukuran masingmasing sel menurun secara bermakna dari 500-800m kali 5-10 m saat aterm
menjadi 50-90 m kali 2,5-5 m pascapartum.1
Dalam 2 atau 3 hari setelah persalinan, desidual yang tersisa di dalam uterus
berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Lapisan superficial menjadi nekrotik dan
terlepas dalam bentuk lokia. Lapisan basal yang berdekatan dengan miometrium
yang berisi fundus kelenjar endometrium tetap utuh dan merupakan sumber
endometrium baru.6
Involusi
Bayi Lahir
Plasenta lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu
Berat Uterus
1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
Tabel 1 tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi 3
Gambar 2 Tinggi
(lokal iskhemia). Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan
retraksi yang cukup lama seperti tersebut di atas tetapi disebabkan oleh
pengurangan aliran darah ke uterus, karena pada masa hamil uterus harus
membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi
kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus mengadakan hipertropi dan
hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi. Maka pengaliran darah
berkurang, kembali seperti biasa.
c. Efek oksitosin
Oksitosin merupakan zat yang dapat merangsang miometrium uterus
sehingga dapat berkontraksi. Kontraksi uterus merupakan suatu proses yang
kompleks dan terjadi karena adanya pertemuan aktin dan myosin. Dengan
demikian aktin dan myosin merupakan komponen kontraksi. Pertemuan aktin
dan myosin disebabkan kaena adanya myocin light chine kinase (MLCK) dan
dependent myosin ATP ase, prose ini dapat dipercepat oleh banyaknya ion
kalsium yang masuk dalam sel, sedangkan oksitosin merupakan suatu yang
memperbanyak masuknya ion kalsium ke dalam intra sel. Sehingga dengan
adanya oksitosi akan memperkuat kontraksi uterus.
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin
yang sangat besar. Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah
dan membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan
menurangi pedarahan. Selama 1 sampai 2 jam pertama masa nifas intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tertatur, karena itu penting sekali
menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa itu.
III.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi terjadinya subinvolusi uteri sebagai berikut:7
1. Status gizi ibu nifas buruk ( kurang gizi)
Pada masa nifas dibutuhkan tambahan energi sebesar 500 kkal per hari,
kebutuhan tambahan energi adalah untuk menunjang proses kontraksi
uterus pada proses involusi menuju normal. Kekurangan energi pada ibu
nifas dapat menyebabkan proses kontraksi tidak maksimal, sehingga
involusi uterus terus berjalan lambat.
2. Ibu tidak menyusui bayinya
Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI, laktasi ini dapat dipercepat
dengan memberiksan rangsangan puting susu (isapan bayi). Pada puting susu
terdapat saraf saraf sensorik yang jika mendapat rangsangan (isapan bayi)
maka timbul impuls menuju hipotalamus kemudian disampaikan pda kelenjar
hipofisi bagian depan dan belakang. Pada kelenjar hipofisis bagian depan
akan mempengaruhi pengeluran hormon prolaktin yang berperan dalam
peningkatan produksi ASI, sedangkan kelenjar hipofisis bagian belakang akan
mempengaruhi pengeluaran hormon oksitosin yang berfungsi memacu
kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran,
sehingga ASI dipompa keluar serta memacu kontraksi otot rahim sehingga
involusi uterus berlangsung lebih cepat.
3. Kurang mobilisasi
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas dalam, dan
mestimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal. Dengan mobilisasi dini
kotraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan
yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi menyempitkan pembuluh
darah yang terbuka.
4. Usia
Proses involusi uterus sangat dipangaruhi oleh usia ibu yang melahirkan.
Usai 20 30 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses
involusi yang baik. Hal ini disebakan karena faktor elastisitas dari otot uterus
mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun lebih elastisitas ototnya berkurang.
Pada usia kurang dari 20 tahu elastisitasnya belum maksimal karena organ
reproduksi yang belum matang. Sedangkan usia diatas 35 tahun sering terjadi
komplikasi saat sebelum dan setelah kelahiran dikarenakan elastisitas otot
rahimnya sudah menurun, menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal.
Pada ibu yang usianya lebih tua proses involusi banyak dipengaruhi oleh
proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan lemak.
Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, dan
karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada
proses penuaan, maka hal ini akan mengahambat proses involusi uteri.
5. Parietas
Parietas mempengaruhi proses involusi uterus. Parietas pada ibu multipara
cenderung menurun kecepatannya dibandingkan ibu primipara karena pada
primipara kekuatan kontraksi uterus lebih tinggi dan uterus terasa lebih keras,
sedangkan pada multipara kontraksi uterus dan retraksi uterus berlangsung
lebih lama begitu juga ukuran uterus pada primiparaataupun multipara
memiliki perbedaan sehingga memberikan pengaruh terhadap proses involusi.
Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot
otot rahim selama 9 bulan kemudian. Semakin sering ibu hamil dan
melahirkan, semakin dekat jarak kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus
semakin terganggu akibatnya uterus tidak akan berkontraksi secara sempurna
dan mengakibatkan lamanya proses pemulihan organ reproduksi (involusi)
pascasalin.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa parietas ibu mempengaruhi
lamanya pengeluaran lokia, semakin tinggi paritas semakin cepat proses
pengeluaran lokia. Akan tetapi karena kondisi otot rahim pada ibu bersalin
multipara cenderung sudah tidak terlalu kuat maka proses involusi berjalan
lebih lambat.
6. Terdapat bekuan darah yang tidak keluar
7. Terdapat sisa plasenta dan selaputnya dalam uterus sehingga proses involusi
uterus tidak berjalan dengan normal atau terlambat
8. Terjadi infeksi pada endometrium
PATOFISIOLOGI
Kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah bukan hanya karena
kontraksi dan retraksi yang cukup lama, tetapi disebabkan oleh pengurangan
aliran darah yang menuju ke uterus di dalam perut ibu hamil, karena uterus harus
membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi
kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus dapat mengadakan hipertropi dan
hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah
berkurang, kembali seperti biasa. Demikian dengan adanya hal-hal tersebut uterus
akan mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot otot uterus mengalami
atrofi kembali ke ukuran semula.5
Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun mengakibatkan
pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi
terus menerus, menyebabkan permasalahan lainnya baik itu infeksi maupun
inflamasi pada bagian rahim terkhususnya endromatrium. Sehingga proses
involusi yang mestinya terjadi setelah nifas terganggu karena akibat dari
permasalahan di atas.3
VI.
MANIFESTASI KLINIS
Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4-6
DIAGNOSIS3,5
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Data pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record, dll.
b. Keluhan yang dirasakan ibu saat ini : pengeluaran lochia yang tetap
berwarna merah (dalam bentuk rubra dalam beberapa hari postpartum
atau lebih dari 2 minggu postpartum adanya leukore an lochia berbau
menyengat)
c. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
mioma uteri, riwayat preeklamsia,
(missal:
retensio
plasenta,
perdarahan
yang
3.
nifas.
f. Lochia
Meliputi: warna, banyaknya dan baunya
g. Perineum
Diobservasi untuk melihat apakah ada tanda infeksi dan luka jahitan
h. Vulva
Dilihat apakah ada edema atau tidak
i. Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun / berkurang
Pemeriksaan penunjang
USG
Radiologi
Laboratorium ( Hb, golongan darah,eritrosit, leukosit, trombosit,
hematokrit, CT, Bleeding time )
Pemeriksaan patologi jaringan endometrium
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian antibiotik
Hampir sepertiga kasus infeksi uterus pascapartum disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis, jadi terapi azythromycin atau doxycycline
merupakan terapi empiris yang sesuai.1
2. Pemberian uterotonika1,3
a. Oksitosin
b. Metilergonovine 0,2 mg setiap 3 sampai 4 jam selama 24 sampai 48
jam
3. Pemberian transfusi
4. Dilakukan kuretase bila disebabkan karena tertinggalnya sisa-sisa
plasenta3,11
IX.
KOMPLIKASI
Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga
pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi
terus menerus. Perdarahan postpartum (PPH) merupakan perdarahan vagina yang lebih
dari 24 jam setelah melahirkan. Penyebab utama adalah subinvolusi uterus. Yakni kondisi
dimana uterus tidak dapat berkontraksi dan kembali kebentuk awal. Ketika miometrium
PROGONSIS
Prognosis baik apabila tindakan segera dilakukan serta perdarahan akibat
KESIMPULAN
Sub involusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal