You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Gastritis atau yang lebih dikenal dengan sebutan maag, merupakan
salah satu penyakit yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Gastritis bukanlah
penyakit tunggal, tetapi beberapa kondisi yang mengacu pada peradangan
lambung.1
Keluhan Gastritis merupakan suatu keadaan yang sering dan banyak dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang kita jumpai penderita Gastritis kronis
selama bertahun-tahun pindah dari satu dokter ke dokter yang lain untuk
mengobati keluhan Gastritis tersebut. Berbagai obat-obatan penekan asam
lambung sudah pernah diminum seperti antasida maupun yang lain, namun
keluhan selalu datang silih berganti. Keluhan yang bekepanjangan dalam
menyembuhkan Gastritis ini dapat menimbulkan gangguan psikologi seseorang
yaitu berupa stress. Stress ini bukan tidak mungkin justru menambah berat
Gastritis penderita yang sudah ada.2
Gastritis ini terbesar di seluruh dunia dan bahkan di perkirakan diderita lebih
dari 1,7 milyar. Pada negara yang sedang berkembang infeksi diperoleh pada usia
dini dan pada negara maju sebagian besar dijumpai pada usia tua.2 Angka kejadian
infeksi Gastritis Helicobacter Pylory pada beberapa daerah di Indonesia
menunjukan data yang cukup tinggi. di Kota Surabaya angka kejadian Gastritis
sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup
tinggi sebesar 96,1 %. Sedangkan menurut Herlan (2001), bahwa adanya
penemuan infeksi Helicobacter Pylory ini mungkin berdampak pada tingginya
kejadian Gastritis.1
Faktor etiologi Gastritis lainnya adalah asupan alkohol berlebihan (20%),
merokok (5%), makanan berbumbu (15%), obat-obatan (18%) dan terapi radiasi
(2%). Berdasarkan data statistik yang ada di Puskesmas Kecamatan Kemayoran
pada tahun 2009 sebanyak (40,9%), dan pada tahun 2010 sebanyak (32,7%). Hal

ini menunjukan bahwa terjadi penurunan pada penderita penyakit gastritis pada
setiap tahunnya, meskipun terjadi penurunan tetapi masih perlu adanya
penanganan dan perhatian khusus dalam perawatan maupun pencegahan untuk
mengatasi masalah keperawatan yang muncul pada penderita gastritis.1
Dampak dari gastritis bisa mengalami komplikasi seperti perdarahan saluran
cerna bagian atas, hematemesis dan melena (anemia), ulkus peptikum, perforasi.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung yang diakibatkan oleh diet
yang tidak benar, atau makanan atau yang mengandung mikroorganisme penyebab
penyakit. Sedangkan menurut Mansjoer tahun 2001, gastritis akut adalah lesi
mukosa akut berupa erosi atau perdarahan akibat faktor- faktor agresif atau akibat
gangguan sirkulasi akut mukosa lambung.3
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung,
secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada
daerah tersebut. Gastritis adalah episode berulang nyeri epigastrium, gejala
sementara atau cepat hilang, dapat berhubungan dengan diet, memiliki respon
yang baik dengan antasid atau supresi asam.4
Dari beberapa pengertian tentang gastritis menurut para ahli, penulis dapat
menyimpulkan bahwa gastritis adalah inflamasi yang terjadi pada mukosa
lambung ditandai dengan adanya radang pada daerah tersebut yang disebabkan
karena mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan asam lambung (seperti
makanan yang asam atau pedas) atau bisa disebabkan oleh kebiasaan merokok dan
minum alkohol.5
Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Gastritis
akut adalah kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala
yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil. Sedangkan
gastritis kronik merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung
yang menahun, yang disebabkan oleh ulkus dan berhubungan dengan
Helicobacter pylori.6

B. Etiologi 6
Menurut Mansjoer, 2001 penyebab gastritis adalah :
1. Gastritis Akut
1. Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan obat anti inflamasi
nonsteroid dalam dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi
mukosa lambung.
2. Alkohol
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding
lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap
asam lambung walaupun pada kondisi normal.
3. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar
4. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau
infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan perdarahan pada
lambung.
2. Gastritis Kronik
Pada gastritis kronik penyebab tidak jelas, tetapi berhubungan dengan
Helicobacter

pylori,

apalagi

ditemukan

ulkus

pada

pemeriksaan

penunjang.7
Sedangkan menurut Brunner & Suddarth, 2001 penyebab gastritis adalah :3
1. Gastritis Akut
Gastritis akut sering disebabkan akibat diet yang tidak benar. Penyebab
lain dari gastritis akut mencakup alcohol, aspirin, refluks empedu atau
terapi radiasi.

2. Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau
maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylori.
C. FAKTOR RISIKO
1. Pola Makan7
Terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan
tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga
lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
a. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik
kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh
melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama
makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika ratarata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini
pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung.5
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang
penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong,
atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan
mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri. 8 Secara alami lambung
akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah
yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa
dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan
merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi.
Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang
diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi
mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium. 7
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk
beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung
akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada
lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat

menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke


kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar.9 Produksi asam
lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu
pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan
merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan
memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung.10
b. Jenis Makanan.
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan,
dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu
sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada
orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan,
seperti halnya makanan pedas. Mengkonsumsi makanan pedas secara
berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan
usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan
nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut
membuat penderita makin berkurang nafsu makannya.5
Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali
dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat
menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis. 5
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok.
Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti
buah yang masih mentah, daging mentah, kari, dan makanan yang
banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini
tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu
yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat
meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan
asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama
sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan
menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat mengiritasi.11
c. Porsi Makan

Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran


makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang harus
makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua
kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya
akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan).
Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi
lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung
menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka
pada lambung.7
2. Kopi12
Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan
senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati
yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang
lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan
lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur
yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein
dan asam chlorogenic. Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology
menemukan bahwa berbagai faktor seperti keasaman, kafein atau
kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung.
Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab.
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat
(otak), sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh
sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir),
tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah
atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat
sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin
pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung
mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian
fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi
dan inflamasi pada mukosa lambung.5 Jadi, gangguan pencernaan yang
rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah gastritis

(peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki


gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya
disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar
kondisinya tidak bertambah parah.12
3. Teh13
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku The Miracle of
Enzyme menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya
antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit
yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak
antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis
polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang
merusak. Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu
zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah
dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi. Tannin
merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap
protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi
lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan
mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut
menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan
zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih
sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus. Selain
itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah
menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein
mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahanlahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang
menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti
gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung.
4. Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam
sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan

seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat
kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia,
benzene,

methanol,

bensaldehid,

arsen,

perylene,

hidrogen

benzopyrene,

sianida,

urethane,

akrolein,

coumarine,

asetilen,
ortocresol,

nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan


hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung
jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan.14
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup
esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam
lambung,

menghambat

sekresi

bikarbonat

pankreas,

mempercepat

pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam


lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin.
Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat
penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan
asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan
penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung.
Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan
sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan,
dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori.
Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan
risiko kekambuhan tukak peptik.15 Kebiasaan merokok menambah sekresi
asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit
lambung (gastritis) sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit
di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti
merokok.
5. Obat-Obatan
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah
aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (AINS). 4 Asam
asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil
salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam
karboksilat derivat asam salisilat yang dapat dipakai secara sistemik. Obat

AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen
menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis
prostaglandin

dan

prekursor

tromboksan

dari

asam

arakhidonat.

Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan


prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan
salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain
menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi
nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal
terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga
dapat merusak sel-sel epitel mukosa.4
Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat
menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga
kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut
hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil.
Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan
dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari
selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis.4
6. Stress2
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap
situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan
dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stress
merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental,
fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat
mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut.
7. Alkohol16
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama
dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan
lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke
dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu
alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman
seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil

alkohol atau etanol.


Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah
lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi
alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau
sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol
merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan
mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa
lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak
mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu
penyembuhan

tukak

peptik.

Alkohol

mengakibatkan

menurunnya

kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan


enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa
gastrointestinal.
8. Infeksi Helicobacter pylori2
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk
kurva dan batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang
menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada
manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri
Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang
melapisi dinding lambung.
Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut
dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui
jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi
oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanakkanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama
terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis.
9. Usia4
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis
dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring

dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga


lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan
autoimun daripada orang yang lebih muda.
Sebaliknya, jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan
dengan pola hidup yang tidak sehat. Kejadian gastritis kronik, terutama
gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di
negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80%
menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai
dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga
berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan
penereatotilien, empedu dan lisolesitin.
D. PATOFISIOLOGI17
1. Proses Perjalanan Penyakit
Proses terjadinya gastritis yaitu awalanya karena obat- obatan, alkohol,
empedu atau enzim-enzim pankreas dapat merusak mukosa lambung (gastritis
erosif), mengganggu pertahanan mukosa lambung dan memungkinkan difusi
kembali asam dan pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan
peradangan. Respon mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi
tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan- gangguan
tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya.
Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat
terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat
korosif dapat mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung
(gastritis korosif). Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung
dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.
2. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer, 2001 tanda dan gejala pada gastritis adalah : 6

1. Gastritis akut
1) Nyeri epigastrium, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada
mukosa lambung.
2) Mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yang sering
muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung
sehinggs terjadi peningkatan asam lambung yang mengakibatkan
mual hingga muntah.
3) Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca
perdarahan.
2. Gastritis kronis
Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai keluhan. Hanya
sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Helicobacter pylori
merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya deskuamasi sel dan
muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu: destruksi kelenjar
dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan
tubuh terhadap iritasi, metapalasia ini juga menyebabkan hilangnya sel
mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan
pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan
menimbulkan perdarahan.
3. Komplikasi
Menurut Mansjoer, 2001 komplikasi yang terjadi dari gastritis adalah : 6
a. Gastritis Akut

1) Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berupa hematemesis dan


melena. Kadang-kadang perdarahannya cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan syok hemoragik yang bisa mengakibatkan kematian.
2) Terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat. Ulkus ini diperlihatkan hamper
sama dengan perdarahan saluran cerna bagian atas. Namun pada tukak
peptic penyebab utamanya adalah infeksi Helicobacter pylori, sebesar
100% pada tukak duodenum dan 60-90% pada tukak lambung. Hal ini
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi.
b. Gastritis Kronis
1. Atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terhadap
vitamin.
2. Anemia Pernisiosa yang mempunyai antibody terhadap faktor intrinsik
dalam serum atau cairan gasternya akibat gangguan penyerapan
terhadap vitamin B12.
3. Gangguan penyerapan zat besi.
E. DIAGNOSIS6
Jika seseorang merasakan nyeri pada perut sebelah atas disertai mual dan
gejalanya menetap maka dokter akan menduganya Gastritis. Dan bila
seseorang

didiagnosa

terkena

gastritis,

biasanya

dilanjutkan

dengan

pemeriksaan tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabanya.


Pemeriksaan tersebut meliputi :
1. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibakteri H.pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak
dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga

dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan


lambung akibat gastritis.
2. Pemeriksaan pernapasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi H.pylori atau tidak.
3. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylori dalam feces atau tidak. Hasil
yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga
dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya
perdarahan pada lambung.
4. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna
bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. tes ini dilakukan
dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop)
melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas
usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi)
sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman
menjalani tes ini.
Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter
akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu
kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan
waktu lebih kurang 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung
disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek
dari anestesi menghilang, lebih kurang satu atau dua jam. Hampir tidak ada
resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak
nyaman pada tenggorokan akibat menelan ondoskop.
5. Rontgen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit
pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih
dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna
dan akan terlihat lebih jelas ketika dirontgen. Pemeriksaan radiologi yang

dapat dilakukan untuk pemeriksaan gastritis adalah dengan teknik radiografi


OMD ( Oesophagus Maag Duodenum ).

E. PENATALAKSANAAN
1. Gastritis Akut 3
Penatalaksanaan medis pada pasien gastritis akut diatasi dengan
menginstruksikan pasien untuk menghindari alcohol dan makanan sampai
gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet
mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan
secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah
serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran
gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan
yang sangat asam, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian
agen penyebab. Untuk menetralisir asam digunakan antacid umum. Dan
bila korosi luas atau berat dihindari karena bahaya perforasi.
2. Gastritis Kronik3
Penatalaksanaan medis pada pasien gastritis kronik diatasi dengan
memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stress dan
memuli farmakoterapi. Helicobacter pylori dapat diatasi dengan antibiotic
dan bismuth.
Penatalaksanaan yang dilakukan pertama kali adalah jika tidak dapat
dilakukan endoskopi caranya yaitu dengan mengatasi dan menghindari
penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan empiris
berupa antacid. Tetapi jika endoskopi dapat dilakukan berikan terapi
eradikasi.6
TEKNIK RADIOGRAFI OMD ( OESOPHAGUS MAAG DUODENUM )

1. Definisi
Adalah pemeriksaan secara radiografi dengan menggunakan media kontras
(positif dan negative) untuk menampakkan kelainan pada lambung.
Biasanya merupakan pemeriksaan satu paket dengan Oesophagus dan
Duodenum ( OMD = Oesophagus Maag Duodenum )
2. Anatomi Stomach ( Maag = Gaster = Lambung )
Stomach, terletak diantara esophagus dan usus halus. Merupakan bagian
yang mengalami pelebaran / dilatasi pada alimentary canal.
Stomach terdiri dari 4 bagian besar yaitu : cariac, fundus, body atau corpus
dan pylorus.
- Body habitus
Tipe dari body habitus memberikan efek yang sangat besar terhadap lokasi
organ pencernaan pada rongga abdomen. Untuk keakuratan dan konsistensi
posisi dari organ pencernaan perlu diketahui karakteristik dan klasifikasi
dari body habitus. Terdapat 4 kelompok dari body habitus yaitu :
hypersthenic, sthenic, hyposthenic dan asthenic

3. Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi Pemeriksaan
a. Gastritis : radang gaster ( baik akut maupun kronik )
b. Divertikula : penonjolan keluar darimaag yang membentuk kantung
( banyak terjadi pada fundus )
c. Hematemesis : perdarahan)
d. Neoplasma ( tumor atau kanker )
e. Hernia hiatal : hingga sebagian lambung tertarik keatas diafragma karena
esophagus yang pendek.
f. Stenosis pylorus:penutupan atau penyempitan dari lumen pylorus
g. Bezoat / Undigested material (biasanya berupa rambut, serat sayuran atau
bahan kayu )
h. Ulcers : erosi dari mukosa dinding lambung (karena cairan gaster, diet,
rokok, bakteri )
i. Ulcer/ulkus/tukak : luka terbuka pada permukaan selaput lendir lambung
j. Perforasi regurgitasi

Kontraindikasi
Persangkaan perforasi tidak boleh menggunakan BaSO4 tetapi
menggunakan water soluble kontras (urografin, iopamiro ) dan Obstruksi
usus besar.
4. Persiapan Pemeriksaan
1. Persiapan Pasien
1. Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan
(kooperatif)
2. 2 hari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat untuk mencegah
pembentukan gas akibat fermentasi
3. Lambung harus dalam kondisi kosong dari makanan dan air, pasien
puasa 8-9 jam sebelum pemeriksaan
4. Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat obatan yang
mengandung substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi,dll.
5. Sebaiknya colon bebas dari fecal material dan udara bila perlu
diberikan zat laxative.
6. Tidak boleh merokok ( nicotine merangsang sekresi saliva )
7. Pasien diminta mengisi informed concent.
2. Persiapan Alat dan Bahan
1. Pesawat X-Ray + Fluoroscopy
2. Baju Pasien
3. Gonad Shield
4. Sarung tangan Pb
5. Kaset + film ukuran 30 x 40 cm, 30x40 cm.
6. Bengkok
7. Grid
8. X-Ray marker
9. Tissue / Kertas pembersih
10. Bahan kontras barium sulfat

11. Barium encer dengan air hangat ( BaSO4 : air = 1 :4 )


12. Kontras negative ( tablet efferfecent, natrium sulfas, sprite,dll)
13. Obat emergency : dexametason, delladryl,dll)
14. Air Masak Sendok / Straw ( pipet ) dan gelas
5. Prosedur Pemeriksaan
1. Single Kontras
1. Penjelasan pada pasien tentang prosedur Foto Polos Abdomen
2. Dilakukan persiapan pemeriksaan
3. Dibuat foto polos abdomen / dilakukan fluoroskopi hepar, dada dan
abdomen.
4. Pasien diberi media kontras 1 gelas
5. Jika memungkinkan pasien dalam posisi berdiri, jika pasien recumbent
pasien minum dengan sedotan
6. Pasien diinstruksikan minum 2 3 teguk media contrast, dilakukan
manipulasi agar seluruh mukosa terlapisi diikuti fluoroskopi atau
dibuat foto yang diperlukan
7. Setelah melihat rugae pasien minum sisa barium untuk melihat
pengisian penuh dari duodenum.
8. Dengan teknik fluoroskopi pasien dirotasi dan meja dapat disudutkan
sehingga seluruh aspek oesophagus, lambung dan duodenum terlihat
2. Double Kontras
1. Setelah minum media kontras positif, pasien diberi pil, bubuk carbonat
dsb untuk menghasilkan efek gas ( teknik lama, sisi sedotan dilubangi
sehingga pada saat minum media kontras sekaligus udara masuk ke
lambung.
2. Pasien diposisikan recumbent dan diinstruksikan untuk berguling
guling 4 5 putaran sehingga seluruh mukosa terlapisi.
3. Dapat diberikan glucagon atau obat lain untuk mengurangi kontraksi
lambung ( lambung tidak relax )

4. Dilakukan pengambilan foto dengan proyeksi sesuai yang diinginkan


sama pada teknik single kontras.
5. Bila menggunakan fluoroskopi diambil spot foto pada daerah daerah
yang diinginkan.
6. Proyeksi Pemotretan
1. PA erect ( film 30 x 40 ) untuk melihat type dan posisi lambung
2. Lateral erect untuk melihat space retrogastric kiri
3. PA recumbent untuk melihat gastroduodenal surface
4. PA Obliq ( RAO ) untuk melihat pyloric canal dan duodenal bulb
5. Right Lateral Decubitus utk melihat duodenal loop, duodenojujunal
junction dan retrogastric space
6. AP Recumbent utk melihat bagian fundus terutama pada teknik double
kontras, rotasi lateral untuk melihat lesi pada dinding anterior dan
posterior, retrogastric portion dari jejunum dan illium
7. Variasi supine dengan mengatur kepala lebih rendah 250 300 untuk
melihat hernia hiatal dan 10 15 derajat dan rotasi pasien ke depan
( sisi kanan dekat meja ) untuk melihat gastroesophageal junction juga
untuk melihat regurgitasi.
A. Proyeksi PA (film 30 x40)

Fungsi

pada badan dari pylorus lambung


Posisi Pasien
: berdiri, prone menghadap kaset
Posisi Objek
: MSP pada pertengahan meja / kaset. Batas Atas :

: untuk memperlihatkan polip, divertikul, gastritis,

Xyphoid ( Th 9-10 ), Batas Bawah: SIAS, diyakinkan tidak ada rotasi

abdomen.
CR
CP
Stenik

dan 1 inchi kekiri dari C. Vertebrae


Astenic
: 2 inchi dibawah L2
Hiperstenic
: 2 Inchi diatas level duodenum
Expose
: ekspirasi dan tahan nafas.

: Tegak Lurus
: Pada pylorus dan bulbus duodeni.
: 1-2 inchi dibawah L2 menuju lateral batas costae

Kriteria Radiograf : Struktur yang tampak daerah lambung dan


duodenum Body dan pylorus tercover. Struktur gambar dapat
menampakkan jaringan dari lambung dan duodenum. Tampak struktur
anatomis sesuai dengan kelainan dan patologi yang ada

B. Proyeksi Lateral Erect (Lateral kanan)

Fungsi

: memperlihatkan proses pada daerah retrogastric

seperti divertikel, tumor, ulkus gastric, trauma pada perut dan batas

belakang lambung.
Posisi Pasien
: pasien miring arah kanan, atur kaki dan dan tangan

mengikuti kemiringan pasien


Posisi Objek
: bahu dan daerah costae dalam posisi lateral, batas

atas xyphoid, batas bawah crista iliaka


Central Ray
: Tegak Lurus

Central Point
: bulbus duodenum pada L1
Stenik
: 1-1,5 ke depan dari mid coronal plane
Astenic
: 2 inchi dibawah L1
Hiperstenic
: 2 Inchi diatas L1
FFD
: 100 cm
Expose
: ekspirasi dan tahan nafas.
Kriteria Radiograf : Struktur yang tampak daerah lambung dan
duodenum tercover celah retrogastric, pylorus dan lengkung
duodenum akan terlihat jelas khususnya pada tipe hiperstenic.
Lengkung duodenum terletak pada sekitar L1. Dapat memperlihatkan
anatomi dan kelainanya.

C. Proyeksi LPO (left posterior oblique)

Fungsi

: bila digunakan double kontras akan dapat

memperlihatkan dengan jelas batas antara udara dengan dinding

pylorus dan bulbus sehingga jelas untuk GASTRITIS dan ULKUS


Posisi Pasien : pasien recumbent, punggung menempel kaset.
Posisi Objek
: dari posisi supine dirotasikan 30 60 derajat
dengan bagian kiri menempel meja, tungkai difleksikan untuk

menopang, Batas atas :proc.xyphoideus, Batas bawah : SIAS


CR
: Tegak Lurus
CP
: pertengahan crista iliaca
Stenik
: L1
Astenic
: 2 inchi dibawah L1 mendekat mid line
Hiperstenic
: 2 Inchi diatas L1
FFD
: 100 cm
Expose
: ekspirasi dan tahan nafas.
Kriteria Radiograf : Struktur yang tampak daerah lambung dan
duodenum, bulbus duodenum tanpa superposisi dengan pylorus.
Fundus tampak tertempeli BaSO4. Pada double kontras tampak batas
body dan pylorus dengan batas udara. Tidak ada pergerakan dan
kekaburan gambaran lambung dan duodenum

D. Proyeksi PA Oblique (RAO)

Posisi Pasien
Posisi Objek

: recumbent, prone
: Abdomen diatur sehingga abdomen membentuk

sudut 40 70 derajat dengan tepi depan MSP, lengan tangan sebelah


kiri flexi ke depan, knee joint flexi.

Central Ray
: vertical tegak lurus
Central Point
: daerah bulbus duodeni
Stenik
: 1-2 inch dari L2
Asthenic
: 2-5 inchi di bawah L2
Hiperstenic
: 2-5 inchi di atas L2
FFD
: 100 cm
Eksposi
: ekspirasi dan tahan nafas
Kriteri radiograf : Struktur ditampakkan daerah lambung dan
lengkung duodenum membentuk huruf C. Tampak bagian bagian
dari lambung bebas superposisi. Dapat menampakkan daerah yang
mempunyai indikasi / kelainan . Tidak tampak kekaburan dan
pergerakan.

E. Proyeksi AP

Posisi Pasien
Posisi Objek
rotasi

: Supine
: MSP pada mid line meja, pastikan tubuh tidak ada

CR
: tegak lurus dengan kaset
CP
: pada L1 (diantara xypoid dan batas bawah costae )
Stenik
: L1
Asthenic : 2 inchi di bawah L1
Hiperstenic
: 1 inchi di atas L1
FFD
: 100 cm
Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
Kriteria radiograf : Struktur ditampakkan lambung dan duodenum,
diafragma dan paru-paru bagian bawah. Tampak bagian bagian dari
lambung bebas superposisi. Dapat menampakkan daerah yang
mempunyai indikasi / kelainan. Tidak tampak kekaburan dan

pergerakan.
Catatan : Variasi supine dengan mengatur kepala lebih rendah 25
30 derajat untuk melihat hernia hiatal. 10 15 derajat dengan rotasi
pasien ke depan ( sisi kanan dekat meja ) untuk melihat
gastroesophageal junction juga untuk melihat regurgitasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Jimmy. Jejaring Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.
Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia [On
Line] 2007. Dari : http://www.pppl.depkes.go.id/ [20 Januari 2011].
2.

Budiana.

2006.

Gambaran

Pengetahuan

Klien

Tentang

Gastritis.

http://www.scribd.com/doc/41520350/Gambaran-Pengetahuan-KlienTentang-Gastritis/. Diakses tanggal 9 Juli 2016, 16:25 WIB.


3. Brunner dan Suddart. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
4. Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI
5. Okviani, Wati. 2011. Pola Makan Gastritis. http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312047/.pdf
6. Mansjoer, Arif. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga jilid pertama.
Jakarta: Media Aesculapeus
7. Baliwati, Yayak F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya
Beyer. 2004
8. Ester, Monica. 2001. Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
9.Nadesul.

2005.

Sakit

Lambung,

Bagaimana

http://www.kompas.com/Sakit-Lambung-Bagaimana/Terjadinya.

Terjadinya.
Diakses

tanggal 09 Juli 2016, 17:07 WIB.


10. Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
11. Iskandar, H. Yul. 2009. Saluran Cerna. Jakarta: Gramedia
12. Warianto, Chaidar. 2011. Minum Kopi Bisa Berakibat Gangguan Pencernaan.
http://www.griyawisata.com/pdf. php ? url pdf = 28640 Diakses tanggal 9 Juli
2016, 22:04 WIB.
13. Shinya, Hiromi. 2008. The Miracle of Enzyme : Self-Healing Program.
Bandung: Qanita

14.

Budiyanto,

Carko.

2010.

Merokok

Memang

Ternyata

Nikmat.

http://nina9yuli.student.umm.ac.id/2010/02/11/Merokok-Memang-TernyataNikmat/. Diakses tanggal 10 Juli 2016, 20:47 WIB.


15. Beyer. 2004. Medical Nutrition Therapy for Upper Gastrointestinal Tract
Disorders. Philadelphia: Saunders
16. Almatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
17. Price, Sylvia A, dkk.( 2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6 Vol I. Jakarta: EGC

You might also like