Professional Documents
Culture Documents
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
REFERAT
JULI 2016
OLEH :
RESKIYANI ASHAR, S.KED
10542 0189 10
PEMBIMBING :
DR. HISBULLA, SP.AN
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama
NIM
: 10542 0189 10
Kasus
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Dengue Fever/DF dan Dengue haemorrhagic fever/DHF adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue atau yang sering dikenal dengan
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD). Sampai saat ini,
infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia
dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DHF oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan
rumah sakit dan kematian akibat DHF, khususnya pada anak.1
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006
(dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan
kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01%
(2007).4-5 Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan
penyebaran kasus DHF, antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,
3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
4. Peningkatan sarana transportasi.2
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama
kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi
yang optimal pada penderita DHF, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan
3
kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik
untuk DHF, prinsip utama dalam terapi DHF adalah terapi suportif, yakni
pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian.1
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.2
2.2 Epidemiologi
Epidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kali
dilaporkan dalam literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 di
Batavia (sekarang disebut Jakarta). Dan pada tahun 1780 di Philadelphia. Sejak
saat itu epidemik telah dilaporkan di Calcutta (1824, 1853, 1871, 1905), India
Adapun 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-4, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. DEN-3 yang terbanyak
ditemukan di Indonesia dan merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.(4,6) Terdapat reaksi silang
antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese
encephalitis dan West Nile virus. Pada Artropoda menunjukkan virus dengue
dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.1
Cara penularannya infeksi virus dengue ini ada tiga factor yang
memegang peranan, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue
ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes
tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation priod) sebelum
dapat menularkan kembali kepada manusia saat gigitan berikutnya. Virus dalam
tubuh
nyamuk
betina
dapat
ditularkan
kepada
telurnya
(transovarian
2.4 Patogenesis
Patogenesis
terjadinya
demam
berdarah
hingga
saat
ini
masih
diperdebatkan. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah Hipotesis
immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary hetelogous
dengue infection).1,3
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
Imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.1
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DHF adalah:
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target virus ini adalah sel
monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat replikasi.
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4,
IL-5,IL-6,dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berferan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody.
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 yang akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.(1,3)
mediator
vasoaktif
yang
kemudian
menyebabkan
peningkatan
dengan suhu tubuh 39-40 oC, bersifat bifasik (menyurupai Pelana kuda), fase
demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-3 selama 2-3
hari.Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.(1,3)
Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3-15 hari orang yang tertular dapat
mengalami / menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini,
yaitu :
Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4-7 hari, nyerinyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercakbercak perdarahan dibawah kulit.
11
2.6 Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. 7
Kriteria klinis :
Demam tinggi mendadak,tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam akut,
berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik (plana kuda).
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
-
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratoris :
Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
12
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
13
14
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan ( pasien tidur pada sisi badan
sebelah kanan ).(1)
2.8 Diagnosis Banding
15
2.
Dengan renjatan
a. Demam tipoid
b. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
3.
Dengan perdarahan
a. Leukemia
b. ITP
c. Anemia Aplastik
4.
Dengan kejang
a. Ensefalitis
b. meningitis
2.9 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.
Dalam pemberian terapicairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
16
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.3
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini
terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut: 3,8,11
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF dewasa tanpa syok.
Seorang
yang
tersangka
menderita
DHF
dilakukan
pemeriksaan
17
18
19
20
21
22
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan
khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis
cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan.
Karena tujuan terapi cairan adalah mengganti kehilangan cairan di ruang
intravascular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan
salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid
sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,
kristaloid lebih Airway Breathing : O2 1-2 L/menit dengan kateter nasal. Bila
lebih, dipakai sungkup muka Circulation : Cairan kristaloid &/ koloid 10-20
mL/kgBB secepatnya (bila mungkin < 10 mnt) Perhatikan : tanda-tanda
hipovolemia, hipervolemia/overload dan respon pemberian cairan setelah 15 30
menit Perbaikan* Perburukan Tetap syok Perbaikan Kristaloid 7 mL/kg/jam
dalam 1 jam Kristaloid 5 mL/kg/jam dalam 1 jam Perhitungan nutrisi setelah 12
jam (dextrose 5% bila tidak ada kontraindikasi 24-48 jam setelah syok teratasi,
tanda vital/Ht stabil, diuresis cukup Kristaloid 20-30 mL/kgBB loading dalam 2030 menit Tetap syok Ht meningkat Ht menurun Koloid 10-20 mL/kg BW loading
selama 10-15 menit Transfusi darah 10 mL/kg BB dapat diulang sesuai kebutuhan
Perbaikan* Tetap syok Koloid hingga maksimal 30 mL/kgBB Perbaikan * Tetap
syok CVP Stop infus Perbaikan Kristaloid 3 mL/kg/jam dalam 1 jam Perbaikan
Koloid bila dosis maks belum dicapai atau kristaloid/gelatin (bila koloid
sebelumnya telah mencapai dosis maks) 10mL/kg dalam 10 menit, dapat diulang
sampai 30 mL/kg; Sasaran CVP 15-18 cmH2O Hipovolemia Normovolemia
Kristaloid dipantau 10-15 menit Tetap syok Koreksi gangguan asam-basa,
23
hemodinamik dan
24
yaitupada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma
(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan lebih lama. Dengan keunggulan ini,
diharapkan oksigenasi jaringan dapat terjaga lebih baik dan hemodinamik terjaga
lebih stabil. Beberapa kerugian yang mungkin didapatkan dengan penggunaan
koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya perawatan yang lebih besar,
walaupun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati dan
alergi
yang
rendah
(contoh:
hetasrach).21,22
Penelitian
cairan
koloid
dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue pada pasien anak dengan
parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan
hasil sebanding pada kedua jenis cairan.23,24 Sebuah penelitian lain yang menilai
efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD
derajat 1 dan 2 di Indonesia menunjukkan bahwa koloid adalah pilihan cairan
yang aman dan dapat digunakan sebagai cairan rumatan pada penderita dewasa
dengan DBD derajat 1 dan 2.25
25
3.
2.11 Prognosis
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya
lebih ringan dari pada anak-anak.2
26
BAB 3
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku ajar
Ilmu penyakit dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam
FK-UI, jakarta, 2006, ed.4, (III) 1709-1713
2. Sumarno S, Soedarmo P,Garna H,Rezeki S,Satari H. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri tropis, IDAI, jakarta 2008,ed.2, 155-179
3. Rejeki S, Adinegoro S (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana
Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta.2004
4. Mansjoer A,Triyanti K, Savitri R,Wardhani W,Setiowulan W, Kapita
selekta FKUI, Jakarta,(I),428-433
5. Berliandelima, Info terbaru Pemeriksaan Laboratorium terhadap Dengue,
availableat:http://www.mailarchive.com/dokter_umum@yahoogroups.com
/msg06092.html
6. Caribbean Epidemiologi Center (CAREC) Dengue dalam:
http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.htm
7. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdf
8. Hagop Isnar,MD, Dengue dalam : http://www.emedicine.com
9. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/1-11.pdf
10. WHO, Dengue and Dengue Haemorragic Fever dalam:
http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htm
11. BHJ, Dengue, Dengue Haemorragic Fever, Dengue Shock Syndrome
dalam: http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.html
28