You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Coronary Artery Disease (CAD) atau dikenal juga dengan Coronary
Heart Disease (CHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kondisi
dimana terjadi penyempitan arteri koroner. Penyempitan tersebut dapat
disebabkan antara lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli
koronaria, dan spasme sehingga menyebabkan terbatasnya aliran darah yang
mengalir dalam arteri koroner. Akibat dari terbatasnya suplai darah pada
jantung adalah iskemia, sehingga CAD juga terkadang disebut Ischemic Heart
Disease (IHD)(1,2).Gejala dari CAD pertama kali digambarkan oleh William
Heberden, seorang dokter Inggris. Beliau menggunakan istilah angina
pectoris yang berasal dari bahasa Latin yaitu angere yang berarti tercekik
atau tertekan dan pectoris yang berarti dada. Deskripsi klasik ini masih
berlaku hingga saat ini(3).Di Indonesia, penyakit jantung cenderung
meningkat sebagai penyebab kematian. Data survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) tahun 1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari
tahun ke tahun sebagai penyebab kematian. Tahun 1975 kematian akibat
penyakit jantung hanya 5,9%, tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1%,
tahun 1986 melonjak menjadi 16% dan tahun 1995 meningkat menjadi 19%.
Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit
kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4 %, dan
sampai dengan saat ini PJK juga merupakan penyebab utama kematian dini
pada sekitar 40% dari sebab kematian laki-laki usia menengah(4). Literatur
lain menyebutkan, juga berdasarkan survei kesehatan rumah tangga, angka
kematian karena penyakit kardiovaskular semakin meningkat di Indonesia.
Pada tahun 1980 menduduki urutan ketiga (9,9%), tahun 1986 urutan kedua
(9,7%) dan tahun 1992 telah menduduki urutan pertama sebagai penyebab
kematian bagi penduduk usia lebih dari 45 tahun yaitu sebanyak 16,4%. Pada
SKRT tahun 1995, proporsi penyakit sistem sirkulasi ini meningkat cukup
pesat dan pada tahun 2009 tetap menduduki urutan pertama sebagai sebab
kematian di Indonesia(5).Berdasarkan data di atas, menjadi suatu keharusan
bagi para calon dokter umum yang nantinya juga akan terjun ke masyarakat

untuk memahami CAD sehingga mampu melakukan tindakan tepat berupa


tindakan pendahuluan dalam kasus gawat darurat sebelum merujuk mengingat
CAD merupakan salah satu kompetensi dokter umum dengan level 3B(6).
Buku-buku yang membahas masalah CAD begitu banyak dan sangat rinci
sehingga terkadang justru dianggap menjadi suatu hal yang rumit, karena itu
penulis berupaya menyusun tinjauan pustaka dan membahas masalah CAD
dalam bentuk referat pada kepanitraan klinik bagian Cardiologi dengan
harapan dapat memudahkan pemahaman penulis khususnya dan para panitra
klinik secara umum.
b. Tujuan
Setelah membaca referat ini, diharapkan panitra klinik mampu
memahami definisi, epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi, klasifikasi,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan CAD yang merupakan salah satu
kompetensi dokter umum level 3B sehingga mampu menegakkan diagnosis
klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan serta
memberikan terapi pendahuluan untuk kemudian dirujuk ke dokter spesialis
jantung dan pembuluh darah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
a. Anatomi Arteri Koroner Jantung
Jantung manusia normal memiliki dua arteri koroner mayor yang
keluar dari aorta yaitu right coronary artery dan left main coronary artery,
dinamakan koroner karena bersama dengan cabangnya ia melingkari jantung
seperti crown (mahkota, corona). Arteri koroner meninggalkan aorta lebih
kurang inci di atas katup semilunar aorta(3,7).Left main coronary artery
bercabang menjadi dua, yaitu left anterior descendens yang memberikan
perdarahan pada area anterior luas ventrikel kiri, septum ventrikel dan
muskulus papillaris anterior, sementara left circumflex memberikan perdarahan
pada area lateral ventrikel kiri dan area right coronary artery dominan kiri.
Right coronary artery memberikan perdarahan pada SA node, AV node, atrium
kanan, ventrikel kanan, ventrikel kiri inferior, ventrikel kiri posterior dan
muskulus papillaris posterior(3,7,8).
b. Definisi CAD
Coronary Artery Disease (CAD) atau dikenal juga dengan Coronary
Heart Disease (CHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) didefinisikan sebagai
penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena penyempitan
arteri

koroner.

Penyempitan

tersebut

dapat

disebabkan

antara

lain

aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme. Oleh


karena

aterosklerosis

pembahasan

tentang

merupakan

penyebab

terbanyak

PJK

umumnya

terbatas

pada

(99%),
pada

maka

penyebab

tersebut(1,2,4,10,11).Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan


yang terdiri atas pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang
menonjol atau penebalan yang disebut ateroma yang terdapat di dalam tunika
intima dan pada bagian dalam tunika media. Proses ini dapat terjadi pada
seluruh arteri, tetapi yang paling sering adalah pada left anterior descendent
arteri coronaria, proximal arteri renalis dan bifurcatio carotis (11).
c. Epidemiologi
Saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di
dunia. Pada tahun 1999 sedikitnya 55,9 juta atau setara dengan 30,3%
kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Badan

Kesehatan Dunia (WHO), 60% dari seluruh penyebab kematian penyakit


jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK)(4). Di Amerika Serikat
diperkirakan 13,7 juta penduduk mengalami PJK, termasuk di dalamnya 7,2
juta penduduk mengalami infark miokard. Pada kelompok usia lebih dari 30
tahun, 213 dari 100.000 individu mengalami PJK. The Centers of Disease
Control and Prevention memperkirakan harapan hidup orang Amerika akan
meningkat 7 tahun jika PJK dan komplikasinya dieradikasi(12).Di Indonesia,
penyakit jantung juga cenderung meningkat sebagai penyebab kematian. Data
survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1996 menunjukkan bahwa
proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sebagai penyebab
kematian yaitu urutan ke-11 (1972), menjadi urutan ke-3 (1986) dan menjadi
penyebab kematian utama pada tahun 1992, 1995 dan 2001. Tahun 1975
kematian akibat penyakit jantung hanya 5,9%, tahun 1981 meningkat sampai
dengan 9,1%, tahun 1986 melonjak menjadi 16% dan tahun 1995 meningkat
menjadi 19%. Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian
karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah
sebesar 26,4%(4,13).Literatur lain menyebutkan, juga berdasarkan survei
kesehatan rumah tangga, angka kematian karena penyakit kardiovaskular
semakin meningkat di Indonesia. Pada tahun 1980 menduduki urutan ketiga
(9,9%), tahun 1986 urutan kedua (9,7%) dan tahun 1992 telah menduduki
urutan pertama sebagai penyebab kematian bagi penduduk usia lebih dari 45
tahun yaitu sebanyak 16,4%. Pada SKRT tahun 1995, proporsi penyakit sistem
sirkulasi ini meningkat cukup pesat dan pada tahun 2009 akan tetap
menduduki urutan pertama sebagai sebab kematian di Indonesia(5).
d.

Faktor Risiko
Faktor risiko untuk penyakit jantung koroner tidak dipublikasikan secara
formal sampai dilakukannya penelitian pendahuluan oleh Framingham Heart
Study di awal tahun 1960(14). Framingham Heart Study berpendapat bahwa
PJK bukanlah penyakit manusia lanjut usia (manula) atau nasib buruk yang
tidak dapat dihindari. Dalam hubungan ini dikenal adanya Faktor Risiko
PJK, yaitu kondisi yang berkaitan dengan meningkatnya risiko timbulnya
PJK. Faktor risiko tersebut diantaranya adalah tekanan darah, merokok, lipid,
diabetes mellitus, obesitas, dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung(4).

Referensi lain meyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya PJK dibagi menjadi
faktor risiko konvensional, faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor
risiko non-tradisional. Faktor risiko konvensional terdiri atas: usia >45 tahun
pada pria dan >55 tahun pada wanita, riwayat sakit jantung dini pada keluarga
dimana ayah atau saudara laki-laki didiagnosis mengalami sakit jantung
sebelum usia 55 tahun dan ibu atau saudara perempuan didiagnosis mengalami
sakit jantung sebelum usia 65 tahun dan perbedaan ras. Faktor risiko yang
dapat dimodifikasi terdiri atas: kadar kolesterol darah tinggi, hipertensi,
merokok, Diabetes Mellitus, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, sindroma
metabolik, stress dan depresi. Sedang faktor risiko non-traditional terdiri atas:
peningkatan kadar CRP di darah, peningkatan lipoprotein a, peningkatan
homosistein, aktivator plasminogen jaringan, fibrinogen, dan berbagai faktor
lain seperti end-stage renal disease (ESRD), penyakit inflamasi kronik yang
mempengaruhi jaringan ikat seperti lupus, rheumatoid arthritis, infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) (acquired immunodeficiency syndrome [AIDS]
dan highly active antiretroviral therapy [HAART]. Sebagian faktor risiko
konvensional dan modifikasi disebut juga faktor risiko mayor(14).Gambar
berikut merupakan perbandingan biomarker faktor risiko tradisional dan nontradisional untuk PJK. Pada gambar tampak daftar biomarker nontradisional
berkembang lebih banyak daripada faktor risiko tradisional (standar) untuk
memprediksi kejadian kardiovaskular di masa depan, namun tidak lebih berat
jika dibandingkan faktor risiko tradisional dan hanya ditambahkan pada pasien
dengan faktor risiko moderat sampai standar(14).
a. Patogenesis plak aterosklerosis
e.

Struktur arteri koroner jantung yang sehat terdiri atas 3 lapisan, yaitu intima, media
dan adventitia. Intima merupakan lapisan monolayer sel-sel endotel yang menyelimuti
lumen arteri bagian dalam. Sel-sel endotel menutupi seluruh bagian dalam sistem
vaskular hampir seluas 700 m2 dan dengan berat 1,5 kg. Sel endotel memiliki
berbagai fungsi, diantaranya menyediakan lapisan nontrombogenik dengan menutupi
permukaannya dengan sulfat heparan dan melalui produksi derivat prostaglandin
seperti prostasiklin yang merupakan suatu vasodilator poten dan penghambat agregasi
platelet(15). Rusaknya lapisan endotel akan memicu terjadinya aterosklerosis
sebagaimana

yang

akan

dijelaskan

kemudian.

Ada beberapa hipotesis


yang menerangkan tentang proses terbentuknya aterosklerosis, seperti monoclonal
hypothesis, lipogenic hypothesis dan response to injure hypothesis. Namun yang
banyak diperbincangkan adalah mengenai response to injure hypothesis sebagai
berikut(11,17):a. Stage A: Endothelial injureEndotelial yang intak dan licin berfungsi
sebagai barrier yang menjamin aliran darah koroner lancar. Faktor risiko yang
dimiliki pasien akan memudahkan masuknya lipoprotein densitas rendah yang
teroksidasi maupun makrofag ke dalam dinding arteri. Interaksi antara endotelial
injure dengan platelet, monosit dan jaringan ikat (collagen), menyebabkan terjadinya
penempelan platelet (platelet adherence) dan agregasi trombosit (trombosit
agregation). b. Stage B: Fatty Streak Formation.Pembentukan fatty streak merupakan
pengendapan kolesterol-kolesterol yang telah dioksidasi dan makrofag di bawah
endothelium arteri. Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah akan menyerang
endotel dan dioksidasi oleh radikal-radikal bebas pada permukaan endotel. Lesi ini
mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopik berbentuk bercak berwarna
kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells. Sel-sel ini ialah sel-sel
otot polos dan makrofag yang mengandung lipid, terutama dalam bentuk ester
cholesterol.c. Stage C: Fibrosis Plaque FormationFormasi plak fibrosis terdiri atas
inti atau central cholesterol dan tutup jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini
memberikan dua gambaran tipe yaitu Stable fibrous plaque dan Unstable fibrous

plaque.

a. Klasifikasi CAD
f.

Pada patogenesis aterosklerosis telah dijelaskan bahwa di akhir pembentukannya


dalam lumen arteri, dapat bersifat sebagai plak yang stabilatau plak vulnerable (tak
stabil). Oleh karena itu penyakit jantung koroner memberikan dua manifestasi klinis
penting yaitu Angina Pektoris Stabil dan Sindrom Koroner Akut(11).
a. Angina Pektoris Stabil

g.

Angina Pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium(18).
Iskemia miokardium merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dan kebutuhan oksigen miokard(18). Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis
arteri koroner, spasme arteri koroner dan berkurangnya kapasitas oksigen di
darah(20).
a. Sindroma Koroner Akut

h.

Sindroma Koroner Akut merupakan sekumpulan gejala klinis umum sebagai hasil
akhir dari iskemia miokardial akut. Iskemia akut biasanya disebabkan oleh rupturnya
plak aterosklerosis atau ditambah dengan trombosis intrakoroner. Sindroma koroner

akut meliputi Infark Miokard (disertai ST elevasi atau Non-ST elevasi) dan Angina
Pektoris Tak Stabil(12).
a. Angina Pektoris Tak Stabil
i.

Istilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu dan
dimaksudkan untuk menandakan keadaan antara infark miokard dan kondisi lebih
kronis angina stabil. Angina tidak stabil merupakan bagian dari sindrom koroner akut
dimana tidak ada pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard(21). Angina dari
sindrom koroner akut cenderung merasa lebih parah dari angina stabil, dan biasanya
tidak berkurang dengan istirahat beberapa menit atau bahkan dengan tablet
nitrogliserin sublingual. SKA menyebabkan iskemia yang mengancam kelangsungan
hidup dari otot jantung. Kadang-kadang, obstruksi menyebabkan SKA hanya
berlangsung selama waktu yang singkat dan tidak ada nekrosis jantung yang
terjadi(1).
a. Non STEMI

j.

Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri koroner. Non STEMI memiliki gambaran klinis dan patofisiologi yang
mirip dengan Angina Tidak Stabil, sehingga penatalaksanaan keduanya tidak berbeda.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis Angina Tidak
Stabil menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker
jantung(22).
a. STEMI

k.

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis
yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injury vaskular.
a. Pendekatan Diagnostik CAD
Berikut ini merupakan pendekatan diagnostik CAD yang penulis sajikan dalam
bentuk tabel yang bersumber dari beberapa literatur dengan harapan bisa
mempermudah penulis dan pembaca membandingkan klasifikasi dari CAD baik
ditinjau dari segi anamnesa, pemeriksaan fisik sampai pada pemeriksaan penunjang.

You might also like