Professional Documents
Culture Documents
TRIASE PASIEN
IGD RSUD H. BOEJASIN PELAIHARI TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pelayanan Triase
Triase berasal dari bahasa Perancis trier, bahasa Inggris triage dan diturunkan dalam
bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien
berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat.Triase pada dasarnya adalah proses kategorisasi dimana sistem ini mulai
dikembangkan pada akhir tahun 1950an.
Sejauh ini penelusur yang di dapat bahwa sebagian besar rumah sakit di Indonesia
masih menggunakan sistem triase klasik yaitu dengan membuat kategori cepat dengan
warna hitam,merah,kuning,dan hijau yang merupakan adaptasi dari sistem triase
bencana.Sistem tiga level ini tidak cocok diaplikasikan di UGD rumah sakit modern
yang
mempertimbangkan
evidence-based
medicine
atau
kedokteran
berbasis
bukti.Sehingga muncullah beberapa sistem triase yang berbasis bukti yang bisa menjadi
acuan salah satunya yaitu ESI (Emergency Severty Indek) dari Amerika Serikat
(Sumardiko,2012 ).
Emergency Severty Indek (ESI) dikembangkan sejak akhir tahun sembilan puluhan
di Amerika Serikat.Sistem ini bersandar pada perawat dengan pelatihan triase secara
spesifik dan jugasistem ini mengelompokkan pasien lima level berjenjang.
Triase adalah sistem seleksi dan pemilahan untuk menentukan tingkat kegawatan dan
prioritas penanganan pasien yang datang di IGD, yang bertujuan untuk memilah dan
menilai pasien agar mendapatkan pertolongan medik secara cepat dan tepat sesuai
dengan prioritas kategori kegawatdaruratannya.
RSUD Hadji Boejasin harus memahami dan dapat membedakan kondisi pasien yang
datang di IGD sebagaii berikut :
a. Gawat darurat ; yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badan lainnya akan menjadi
cacat bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
b. Gawat tidak darurat ; yaitu pasien akibat musibah yang datang dalam keadaan gawat
tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
c. Darurat tidak gawat ; yaitu pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya
d. Tidak gawat tidak darurat ; yaitu pasien yang tidak memerlukan tindakan kedaruratan
Setelah dilakukan identifikasi tenaga medis atau paramedis melakukan klasifikasi
dan
warna
triase
pada pasien
sesuai
tingkat
kegawatdaruratannya:
a. Segera - Immediate (I) - MERAH. Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan
besar
dapat
hidup
bila
ditolong
segera.
Misalnya
Tension
: 5 menit
Katergori Kuning
: 15 menit
Kategori Hijau
: 60 Menit
Kategori Hitam
Berikut ini adalah contoh berbagai kondisi menurut katagori emergency atau bukan:
Kedaruratan / Merah :
Henti Jantung
Henti Napas
Sumbatan Jalan Napas
Frekvensi napas (RR) < 10X/menit
Disstres napas sangat berat ( extrem )
Tekanan darah < 80 mmHg (dewasa ) atau syok pada anak/bayi
Tidak ada respon atau hanya respon nyeri GCS < 9
Kejang terus menerus berkepajangan
Overdosis tingkat IV dan tidak responsiv atau hypoventilasi
Gangguan prilaku berat dengan ancaman segera terhadap kekerasan yang
berbahaya.
Resiko Jalan napas Stridor berat.
Kesukaran Pernapasan Berat.
Gangguan sirkulasi kulit berkeringat berubah warna karena pefusi buruk.
Detak jantung < 50 atau > 150 kali per menit (dewasa)
Kehilangan darah hebat
Nyeri dada cardiac.
Fraktur mayor
Kadar gula < dari 2 mmol/L
URGEN / KUNING
Perdarahan ringan
Cedera Kepala Ringan (CKR)
Muntah atau diare tanpa Dehidrasi
Corpal mata tanpa gangguan Penglihatan
Aspirasi benda asing tanpa distres pernapasan
Luka minor-lecet,laserasi ringan tanpa perlu jahitan.
B. Pendaftaran
Pendaftaran pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat mendapatkan
prosedur pelayanan yang berbeda dengan pasien di Instalasi Rawat Jalan, dimana
dibedakan menjadi pendaftaran pasien lama dan baru. Di Instalasi Gawat Darurat
pasien ditolong terlebih dulu baru penyelesaian administrasinya. Setelah mendapat
pelayanan yang cukup, ada beberapa kemungkinan dari setiap pasien :
b.
Keluarga pasien membawa surat pengantar dari dokter jaga IGD ke petugas
TPPO untuk dicarikan ruangan perawatan, petugas TPPO memberitahukan
ruangan yang kosong jika ada pasien yang perlu rawat inap (Opname)
c.
Setelah dinyatakan oleh petugas TPPO tersedia ruangan perawatan maka pasien
harus dikonsultasikan dengan dokter jaga konsulen (Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP)) sesuai dengan diagnosisnya.
d. Jika pasien tidak diantar keluarga dan sudah dalam keadaan sadar serta dapat
diwawancarai, petugas pendaftaran rawat inap mendatangi pasien untuk
mendapatkan identitas selengkapnya.
e. Petugas TPPO mengecek data identitas pasien ke bagian rekam medis untuk
mengetahui apakah pasien pernah dirawat/berobat ke rumah sakit.
f. Bagi pasien yang pernah berobat/dirawat maka rekam medisnya segera dikirim
ke ruang perawatan yang bersangkutan dan tetap memakai nomor yang telah
dimilikinya.
g. Bagi pasien yang belum pernah di rawat atau berobat ke rumah sakit maka
diberikan nomor Rekam Medis sebagai nomor identitas pasien baik untuk
pasien rawat jalan maupun rawat inap.
C. Inform Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa
yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum
bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan
sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Dengan demikian cukup ditandatangani
oleh pasien atau walinya, sedangkan pihak rumah sakit, termasuk dokternya, hanya
menjadi saksi.
Dalam menetapkan Persetujuan Tindakan Kedokteran harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya
memberikan informasi dan penjelasan adalah kewajiban dokter ataudokter gigi.
2. Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran dianggap benar jika memenuhi
persyaratan dibawah ini:
Dalam hal dokter menilai bahwa penjelasan yang akan diberikan dapat
merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasienmenolak diberikan
penjelasan, maka dokter dapat memberikan penjelasan kepada keluarga
terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.
Hal-hal yang disampaikan pada penjelasan adalah:
(1) Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;
b. Diagnosis penyakit atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka
sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya
tindakan kedokteran;
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan
tindakan.
(2) Penjelasan tentang tindakankedokteran yang dilakukan, meliputi:
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,
diagnostik, terapeutik, ataupun rehabilitatif;
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama
dan sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi;
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya
dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing
alternatif tindakan;
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakuakn untuk megatasi keadaan
darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga
lainnya;
Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya,
hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan pasien. Setelah perluasan
tindakan kedokteran dilakukan, dokter atau dokter gigi harus
memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.
(3) Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah
semua risiko dan kompliksi yang dapat terjadi mengikuti tindkan
kedokteran yang dilakukan, kecuali:
a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum;
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya
sangat ringan;
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(unforeseeable).
1.
2.
3.
4.
a.
yaitu dengan:
menerima dan nenganalisa permintaan pertolongan
mengatur ambulans terdekat ke tempat kejadian
menghubungi rumah sakit terdekat untuk mengetahui fasilitas yang
tersedia (tempat tidur kosong) pada saat itu yang dapat diberikan
ambulance
yang
berada
dilapangan
menggunakan
telepon/handphone
3. Dari luarIGD RSUD Hadji Boejasin Pelaihari melalui operator.
pesawat
E. Transportasi Pasien
Menunjang kelancaran pelayanan di IGD yang tak kalah penting adalah kesigapan
petugas Ambulance selama dalam perjalanan dari menjemput pasien hingga ke rumah
sakit untuk mendapat pelayanan di Instalasi Gawat darurat. Dalam perjalanan petugas
IGD yang menjemput juga sudah melakukan triage dalam perjalanan dan melakukan
koordinasi pada petugas IGD yang siap menyambut kedatangan ambulance untuk
penanganan lebih lanjut.
Tujuan layanan transportasi pasien adalah memindahkan penderita gawat darurat
dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai
a. Sarana transportasi terdiri dari
1) kendaraan pengangkat
2) peralatan medis dan non medis)
3) petugas (tenaga medis/paramedis)
4) obat-obatan life saving dan life suppor
b. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi pendenita gawat darurat
1) Sebelum diangkat
a) gangguan pernapasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi
b) perdarahan telah dihentikan
c) luka-luka telah ditutup
d) patah tulang tetah difiksasi
2) Selama perjalanan harus selalu diperhatikan dan dimonitor
a) Kesadaran
b) Pemapasan
c) Tekanan darah
d) Denyut nadi
e) Keadaan luka
c. Sesuai dengan keadaan geografis di Indonesia yang terdri dan ribuah pulau, maka
d.
b)
dan