Professional Documents
Culture Documents
VEKTOR PENYAKIT
http://www.b2p2vrp.litbang.depkes.go.id/index.php/81-berita/138persiapan-riset-khusus-vektor-dan-reservoir-penyakit
spesies vektor (nyamuk) dan reservoir (tikus dan kelelawar) penyakit; Memperoleh peta sebaran vektor
dan reservoir penyakit; Mencari kemungkinan adanya vektor dan reservoir penyakit baru; Mencari
kemungkinan pathogen penyakit tular vektor dan reservoir baru Memperoleh data penanggulangan
penyakit tular vektor (DBD dan Malaria) dan reservoir (leptospirosis) berbasis ekosistem yang telah
dilakukan secara lokal; Mengembangkan spesimen koleksi referensi vektor dan reservoir penyakit.
Manfaat Rikhus Vektora ditujukan kepada: Pemangku Kebijakan Publik dan berbagai Institusi
Penanggungjawab Program Penanggulangan Penyakit Tular Vektor dan Reservoir atau zoonosis; yaitu
dengan menggunakan data terbaru dalam mendukung program pengendalian yang nantinya sekaligus juga
memenuhi kebutuhan yanfaskes sesuai kondisi lokal. Masyarakat Ilmiah; yaitu dapat melakukan
peningkatan kapasitas pemeriksaan laboratorium secara nasional (SDM, metode, sar-pras); memiliki data
terkini dalam menentukan prioritas litbang di bidang vektor dan reservoir penyakit sesuai kondisi
ekosistem per wilayah (a.l. litbang obat, vaksin, alkes, deteksi dini, dll.); atau melakukanprioritas kajian
terhadap kebijakan dan program pengendalian vektor dan reservoir per wilayah Mayarakat umum; akan
dapat memperoleh penyuluhan sesuai kondisi terkini penyakit tular vektor dan reservoir berdasarkan lokal
spesifik danpemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir.
penyelenggaraan kesehatan haji tersebut secara lengkap tertuang dalam Kepmenkes RI No.
442/Menkes/SK/VI/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia. Penyelenggaraan
kesehatan haji tidak hanya dalam bentuk kuratif dan rehabilitatif, tetapi pelayanan promotif dan preventif
pun tak kalah pentingnya guna mencegah dan meminimalisir berbagai kasus kesehatan selama ibadah
haji. Salah satu upaya preventif dalam penyelengaaraan kesehatan haji adalah upaya Sanitasi Ibadah Haji.
Salah satu titik fokus dari Upaya Sanitasi Ibadah haji adalah pada upaya Penyehatan Lingkungan dan
Sanitasi Makanan. Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi Makanan merupakan kegiatan pemeriksaan,
pemantauan, kajian, rekomendasi antisipasi, kewaspadaan dan tindakan penaggulangan serta
kerjasamaberbagai pihak dalam sanitasi makanan, penyehatan lingkungan asrama/pondokan, transportasi,
restoran, dan tempat-tempat pelayanan agar jamaah haji dan petugas bebas dari ancaman terjadinya KLB
keracunan dan penyakit menular, atau gangguan kesehatan lainnya. Upaya ini dilakukan selama proses
ibadah haji, dari mulai keberangkatan sampai dengan kepulangan jamaah. Dibawah ini akan diuraikan
secara garis besar tentang sasaran kegiatan Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan pada
penyelenggaraan ibadah haji, mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
442/MENKES/SK/VI/2009 sebagai berikut : a. Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan di
tanah air. Sasaran kegiatan adalah Asrama haji transit, asrama haji embarkasi/debarkasi, dan jasa boga
haji. Terdapat dua kegiatan selama tahap ini yaitu Pemeriksaan dan Penilaian Awal, serta kegiatan selama
operasional. Obyek pemeriksaan dan penilaian awal asrama meliputi umum, ruang bangunan, kamar tidur
jamaah, penyediaan air bersih, dapur, pengelolaan limbah, dan pengendalian vektor. Pemeriksaan dan
penilaian asrama berdasarkan pada standard asrama, standar kualitas udara dan pencahayaan di sarama,
standar kepadatan ruang tidur, tempat sampah, dan lainnya sesuai standar yang berlaku Sedangkan
kegiatan selama operasional antara lain : Melakukan pemamantauan kesehatan lingkungan Penyuluhan
kesehatan lingkungan dan personal hygiene Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi rumah
makan dan jasa boga yang menyediakan makanan dan minuman bagi jamaah haji baik sebelum
berangkat, dalam perjalanan, maupun setelah tiba dan selama di Arab Saudi Pengambilan sampel
makanan dan minuman Pengendalian vektor b. Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan di
pesawat/kapal, meliputi pemeriksaan fisik kebersihan lingkungan, pengendalian vektor, serta pengawasan
hygiene sanitasi makanan. c. Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan selama operasional di
Saudi Arabia. Sasaran kegiatan pada tahap ini adalah pondokan jamaah haji, pondokan petugas haji,
lingkungan kantor daerah kerja dan sektor di Jeddah, Makkah, dan Madinah, lingkungan BPHI daerah
kerja dan BPHI Sektor, catering Air Port Jeddah dan Madinah dan catering jamaah hajidan petugas haji di
Daker Jeddah, Makkah dan Madinah. Pada poin c tersebut, terdapat dua kegiatan, yaitu tahap persiapan
dan tahap selama operasional. Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi
Penetapan standar dan pemeriksaan serta penilaian awal terhadap pondokan dan jasa boga. Sedangkan
kegiatan selama operasional haji antara lain meliputi : Melaksanakan pemeriksaan dan pemantauan
kesehatan lingkungan kantor, pondokan Penyluhuan kesehatan lingkungan dan personal hygiene
Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi jasa boga dan restoran yang terkait baik sebelum
maupun selama di Arab Saudi Pengambilan sampel makanan dan minuman Pengendalian vektor
Diharapkan dengan upaya tersebut dapat mencegah dan meminimalisir berbagai kasus kesehatan selama
penyelenggaraan ibadah haji, khusunya yang berkaitan dengan penyehatan lingkungan dan sanitasi
makanan.
15.775 desa rawan air, kata Danny. Dikemukakan, tugas berat pemerintah melalui Ditjen Cipta Karya,
Kementerian PU, harus dituntaskan untuk memenuhi target pembangunan nasional di bidang air bersih
dan air minum, seperti dinyatakan berkali-kali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bapak
Presiden telah menginstruksikan seluruh jajaran Kementerian PU untuk mengatasi krisis air di daerah
tandus dan sulit air, sehingga pada tahun 2025, tidak ada lagi krisis air bersih, dan semua rakyat Indonesia
dapat mengakses air bersih dan air minum yang sehat dan aman untuk dikonsumsi, kata Danny Sutjiono.
Bahkan saat berpidato di Forum Panel Sidang Majelis Umum PBB di New York, AS, akhir Mei 2013 lalu,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menuntaskan
tiga target utama Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2015, yaitu menurunkan tingkat kematian ibu
hamil, angka kematian balita, dan meningkatkan akses rakyat terhadap air bersih dan air minum.
Deklarasi Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) disepakati pada tahun
2000 oleh 189 negara anggota PBB saat itu. Batas akhir deklarasi MDGS adalah akhir tahun 2015.
Komitmen Presiden SBY, menurut Danny Sutjiono, sangat jelas, dalam jangka pendek, yaitu 1,5 tahun ke
depan, harus mampu memenuhi pencapaian tingkat pelayanan bidang air minum sebesar 68,87 persen
sesuai target MDGs tahun 2015, sedangkan program jangka menengah, pada tahun 2025 tidak ada lagi
rakyat Indonesia yang tidak bisa mengakses air bersih dan air minum yang sehat dan aman. Kendala
Kelembagaan Hambatan dan kendala lain dalam pembangunan sistem penyediaan air minum dan
pelayanan air minum yang sehat dan aman bagi rakyat adalah dari sisi kelembagaan. Saat ini, sebanyak
287 kabupaten/kota di Indonesia belum memiliki Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM), kemudian ada 55 kabupaten/kota yang belum memiliki lembaga pengelola SPAM, baik
berupa perusahaan daerah, badan layanan umum atau unit pelaksana teknis. Dari sisi kelembagaan
memang sangat mengkhawatirkan, karena hingga saat ini kebanyakan lembaga pengelola layanan air
minum di daerah-daerah, yang merupakan operator utama penyedia layanan air minum, tidak efisien dan
memiliki utang yang cukup besar, kata Direktur PAM Danny Sutjiono. Dikemukakan, dari sebanyak 497
kabupaten/kota di seluruh Indonesia, baru 375 kabupaten/kota yang memiliki perusahaan daerah air
minum (PDAM), sedangkan 122 kabupaten/kota belum memiliki PDAM, meskipun memiliki badan
pengelola dalam bentuk lain. Berdasarkan audit BPPSPAM terhadap 328 PDAM, katanya, hanya 171
PDAM (52 persen) yang masuk katagori sehat, sedangkan sisanya sebanyak 157 PDAM atau 48 persen,
masuk katagori sakit dan kurang sehat akibat utang yang besar, pengelolaan yang kurang efisien,
lemahnya kompetensi para pengelolanya, serta besarnya Non-Revenue Water (NRW) atau tingkat
kebocoran air yang di beberapa PDAM bahkan bisa mencapai lebih dari 50 persen. Berdasarkan audit
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2012, menurut Kepala Subdit Pengaturan
dan Pembinaan Kelembagaan (Subdit PPK) Direktorat PAM, Ditjen CIpta Karya, Kementerian PU, Ir
Hilwan, MSc, tingkat kehilangan air (NRW) secara rata-rata nasional adalah 31 persen dari total produksi
air minum nasional sebesar 127.000 liter/detik. Dengan asumsi harga air adalah Rp 2.000/meter kubik,
maka Indonesia sesungguhnya telah kehilangan penerimaan uang sebesar Rp 2,48 triliun/tahun atau setara
dengan biaya untuk membangun 3,15 juta sambungan baru, kata Hilwan. Upaya Direktorat Jenderal
Cipta Karya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan PDAM terus dilakukan, termasuk membantu
melakukan pendampingan dalam pengembangan dan perencanaan bisnis, peningkatan kinerja, pelatihan
manajemen, dan memberikan dukungan dalam mempercepat proses penyehatan PDAM serta percepatan
penyelesaian restrukturisasi utang PDAM. Tahun 2013 ini, Direktorat PAM, bekerja sama dengan BPKP,
Kementerian Keuangan dan Bappenas, telah melakukan program penyehatan dan restrukturisasi utang
terhadap 86 PDAM. Bagaimanapun, kami harus menyehatkan dulu PDAM-nya, karena PDAM yang
sehat menjadi kunci bagi pelayanan air minum yang sehat dan berkelanjutan terhadap rakyat, kata
Hilwan. Komitmen Pemerintah Daerah Direktur PAM Danny Sutjiono mengakui tantangan ke depan
dalam penyediaan air minum yang sehat, aman dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat masih sangat berat.
Sesungguhnya dari sisi pembiayaan dan dari sisi komitmen dan tanggung jawab Kementerian PU, kami
telah siap untuk menuntaskan target MDGs 2015, hanya saja diperlukan kerja sama dan komitmen yang
kuat dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan PDAM untuk bersama-sama memberikan
pelayanan yang terbaik di bidang air minum bagi seluruh rakyat, katanya. Menurut dia, tahun 2013 ini,
dana APBN untuk pembangunan dan pengembangan bidang air minum bisa mencapai Rp 5,5 triliun, dan
hal itu luar biasa dan merupakan sejarah baru, karena selama ini tidak lebih dari Rp 3,5 triliun/tahun.
Bahkan terbuka untuk mendapat tambahan Rp 1,5 triliun melalui APBN-P 2013. Tahun 2014 juga
diharapkan akan mendapatkan porsi anggaran yang tidak terlalu berbeda. Ia mengemukakan, kucuran
dana APBN sudah sangat besar dalam membangun insfrastruktur SPAM dan jaringan distribusi di bagian
hulu, namun ia menyayangkan kurangnya komitmen pemerintah daerah dan perusahaan daerah air minum
untuk memanfaatkan sarana air minum yang sudah terbangun. Seharusnya pemerintah daerah dan
PDAM bisa memanfaatkan sarana air minum yang sudah terbangun di bagian hulu, yaitu dengan
membangun jaringan distribusi tersier atau sambungan pipa ke rumah-rumah yang memang menjadi
tanggung jawab mereka, katanya. Kepala daerah dan PDAM, katanya, harus mampu menginvestasikan
dana bagi penambahan jaringan tersier, meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan, serta berani
menerapkan tarif air minum yang setara dengan pengeluaran biaya yang telah dikeluarkan perusahaan
atau full cost recovery. Meski kondisi saat ini tingkat pelayanan bidang air minum secara nasional baru
mencaapi 55 persen lebih, sesungguhnya dari sisi kapasitas di bagian hulu sudah mencapai 62 persen
lebih, karena saat ini ada 44.000 liter/detik air minum yang tidak termanfaatkan, dan itu setara dengan 7,4
persen tingkat pelayanan air minum, kata Danny Sutjiono. Dengan demikian, menurut Direktur PAM,
sangat realistis jika target MDGs 2015 bidang pelayanan air minum sebesar 68,87 persen akan mampu
dicapai dalam 1,5 tahun ke depan, karena sisanya hanya sekitar 6,8 persen saja. Menurut Danny Sutjiono,
sesuai Direktif Presiden RI, kucuran dana APBN juga sangat besar untuk menyediakan pelayanan air
minum yang layak bagi masyarakat di kawasan perbatasan, pulau-pulau terluar, pulau-pulau terpencil,
kawasan pesisir, desa nelayan, serta bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerah perkotaan.
Untuk kawasan perbatasan dan daerah pemekaran, tahun ini akan dibangun SPAM di 14 lokasi,
sedangkan di pulau terluar dan daerah terpencil, akan dibangun SPAM di 21 kawasan. Pembangunan
SPAM juga akan dilaksanakan di 118 desa yang masuk kawasan daerah tertinggal, 44 kawasan pesisir,
157 desa nelayan dan di 260 kawasan perkotaan yang dihuni masyarakat berpenghasilan rendah.
Sesungguhnya, dengan banyaknya program pembangunan dan pengembangan sarana air minum di
daerah-daerah yang dilakukan melalui dana APBN, kami optimistis target MDGs 2015 bidang pelayanan
air minum sebesar 68.87 persen akan tercapai di akhir tahun 2015, katanya. Sekarang, katanya, tinggal
komitmen dan keseriusan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan PDAM untuk
memanfaatkan sarana penyediaan air minum yang telah dibangun pemerintah pusat di tingkat hulu
dengan membangun jaringan distribusi tersier berupa sambungan rumah (SR). (Oleh Yayat S.
Soelaeman/TU-Ditpam)
memanfaatkan membran dengan bukaan celah yang sangat kecil, perlu dilakukan pengolahan
pendahuluan agar partikel berukuran besar dapat disisihkan terlebih dahulu sehingga membran tidak
mudah jenuh. 5. Cementation Cementation yaitu metode pengendapan logam melalui mekanisme
elektrokimia, dimana logam yang memiliki potensial oksidasi lebih tinggi akan melewati suatu larutan
untuk menggantikan logam dengan potensial oksidasi yang lebih rendah (A. Basyal et.al., 2013). 6.
Adsorpsi Adsorpsi yaitu proses penempelan senyawa yang terlarut pada suatu permukaan. Contoh yang
paling umum yaitu dengan menggunakan karbon aktif. Proses adsorpsi juga merupakan salah satu
mekanisme di dalam biosorption (silakan lihat artikel mengenai biosorption). 7. Elektrokoagulasi Proses
elektrokoagulasi memanfaatkan arus listrik untuk menyisihkan logam berat dari dalam air limbah (A.
Basyal et.al., 2013). Arus listrik memberi gaya elektrik untuk mendorong terjadinya reaksi kimia sehingga
ion-ion yang terdapat di dalam cairan akan bergerak kea rah kestabilan yang umumnya berwujud padat
(awwtinc.com). 8. Electrowinning Electrowinning yaitu proses electroplating yang digunakan untuk
menghilangkan ion-ion logam dari larutan konsentrat (pprc.org). Metode ini banyak digunakan di industri
metalurgi dan pertambangan (A. Basyal et.al., 2013)
5.PEMBUANGAN TINJA
http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/09/syarat-pembuangan-tinja.html