You are on page 1of 9

1.

VEKTOR PENYAKIT
http://www.b2p2vrp.litbang.depkes.go.id/index.php/81-berita/138persiapan-riset-khusus-vektor-dan-reservoir-penyakit

Persiapan Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit


Published on Monday, 01 September 2014 13:56

Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit (Rikhus Vektora) adalah


salah satu riset skala nasional Badan Litbang Kesehatan dengan
Penanggungjawab kegiatan ada di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga. Riset dilakukan dengan latar belakang (1) tingginya
ancaman penyakit tular vektor, zoonosis yang bersifat emerging /
new emerging infectious diseases (EID) untuk menimbulkan
pandemi; (2) biogeografis Indonesia yang merupakan pertemuan dua
daerah pembagian fauna dunia (daerah Oriental dan Australia) memiliki risiko keragaman jumlah spesies
satwa liar yang akan terdistribusi di berbagai tipe habitat dan ekosistem; dan (3) data nasional terkait
taksonomi dan bionomik dari berbagai nyamuk vektor ataupun tikus serta kelelawar reservoir masih
belum ada, hanya terdapat beberapa penelitian yang dilakukan secara terpisah-pisah hingga awal tahun
2000. Rikhus Vektora direncanakan akan dilaksanakan secara bertahap di 34 provinsi di Indonesia selama
3 tahun, yang dimulai pada tahun 2015-2017. Pada tahun 2015 kegiatan dilaksanakan di 9 provinsi, tahun
2016 di 13 provinsi dan pada tahun 2017 di provinsi tersisa. Pelaksanaan persiapan dan uji coba sudah
mulai dilakukan pada tahun 2014 ini. Pelaksanaan pengumpulan data nantinya akan mencakup 136
kabupaten dengan 816 titik ekosistem di seluruh provinsi. Pengumpulan data pada Rikhus Vektora
mencakup vektor (nyamuk) dan reservoir (tikus dan kelelawar). Kegiatan akan melibatkan Dinas
Kesehatan Propinsi/ Kabupaten/Kota, berbagai Lembaga Penelitian dan sejumlah Perguruan Tinggi di
Indonesia.
Untuk mempersiapkan Rikhus Vektora ini, Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penykait (B2P2VRP)
Salatiga menyelanggarakan Rapat Persiapan Riset Khusus Vektor
dan Reservoir Penyakit yang dilaksanakan di Hotel Shantika Semarang
pada tanggal 27-29 Agustus 2014. Adapun peserta berasal dari
Kementerian Kesehatan RI (Dirjen P2PL, Subdit Pengendalian
Arbovirosis, Subdit Pengendalian Zoonosis, Subdit Pengendalian
Vektor dan Puskomlit Kemenkes), Badan Litbangkes Kesehatan, Tim Pakar
Rikhus dan Narasumber, WHO Representatif Indonesia, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan,
Kementerian Riset dan Teknologi, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Komnas Pengendalian
Zoonosis,Dinas Kesehatan Provinsi Seluruh Indonesia, Beberapa Universitas di Indonesia, Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan, Kantor Kesehatan Lapangan, Balai Laboratorium Kesehatan, Balai Besar
Veteriner-Wates Yogyakarta, Balai Besar Litbang Veteriner Bogor. Tujuan umum riset adalah
pemuktakhiran data vektor (nyamuk) dan reservoir (tikus dan kelelawar) penyakit sebagai dasar
pengendalian penyakit tular vektor dan reservoir di Indonesia. Tujuan khusus: Inkriminasi dan konfirmasi

spesies vektor (nyamuk) dan reservoir (tikus dan kelelawar) penyakit; Memperoleh peta sebaran vektor
dan reservoir penyakit; Mencari kemungkinan adanya vektor dan reservoir penyakit baru; Mencari
kemungkinan pathogen penyakit tular vektor dan reservoir baru Memperoleh data penanggulangan
penyakit tular vektor (DBD dan Malaria) dan reservoir (leptospirosis) berbasis ekosistem yang telah
dilakukan secara lokal; Mengembangkan spesimen koleksi referensi vektor dan reservoir penyakit.
Manfaat Rikhus Vektora ditujukan kepada: Pemangku Kebijakan Publik dan berbagai Institusi
Penanggungjawab Program Penanggulangan Penyakit Tular Vektor dan Reservoir atau zoonosis; yaitu
dengan menggunakan data terbaru dalam mendukung program pengendalian yang nantinya sekaligus juga
memenuhi kebutuhan yanfaskes sesuai kondisi lokal. Masyarakat Ilmiah; yaitu dapat melakukan
peningkatan kapasitas pemeriksaan laboratorium secara nasional (SDM, metode, sar-pras); memiliki data
terkini dalam menentukan prioritas litbang di bidang vektor dan reservoir penyakit sesuai kondisi
ekosistem per wilayah (a.l. litbang obat, vaksin, alkes, deteksi dini, dll.); atau melakukanprioritas kajian
terhadap kebijakan dan program pengendalian vektor dan reservoir per wilayah Mayarakat umum; akan
dapat memperoleh penyuluhan sesuai kondisi terkini penyakit tular vektor dan reservoir berdasarkan lokal
spesifik danpemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir.

2. HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN


http://www.bapelkescikarang.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=913:upaya-penyehatan-lingkungan-dan-sanitasimakanan-ibadah-haji&catid=39:kesehatan&Itemid=15

Upaya Penyehatan Lingkungan Dan Sanitasi Makanan Ibadah Haji


Posted: 11 Feb, 2015
Fahmi Arif Bapelkes Cikarang

Setiap bulan Dzulhijjah milyaran umat muslim di dunia terpusatkan perhatiannya


pada ibadah haji di Arab Saudi. Ibadah haji merupakan rukun islam yang ke 5
(lima) dan untuk melaksanakan ibadah ini merupakan dampakan dan cita-cita
setiap muslim di dunia, tak terkecuali di negara kita Indonesia. Dengan jumlah
populasi muslim terbanyak seduania, menjadikan penyelenggaraan ibadah haji di
Arab Saudi di dominasi oleh jamaah haji dari Indonesia. Tak heran karena
Indonesia merupakan Negara terbesar penerima kuota jamaah haji setiap tahunnya.
Penyelenggaraan Haji setiap tahunnya menjadi hajat besar bagi Pemerintah
Indonesia. Pemerintah mempunyai tugas melindungi jamaah haji Indonesia dari
mulai keberangkatan, pelaksanaan sampai dengan kepulangan kembali ke tanah air. Segala cara
dikerahkan pemerintah untuk menjamin keselamatan, kesehatan dan kenyamanan jamaah Indonesia
selama menjalankan ibadah suci, ibadah haji. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam
menjamin keselamatan, kesehatan dan kenyamanan jamaah Haji Indonesia, khususnya yang berkenaan
dengan kesehatan adalah melakukan penyelenggaraan kesehatan haji. Penyelenggaraan Kesehatan Haji
adalah rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan
penyuluhan kesehatan kesehatan haji, pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, Penanggulangan KLB
dan musibah massal, kesehatan lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji. Pedoman

penyelenggaraan kesehatan haji tersebut secara lengkap tertuang dalam Kepmenkes RI No.
442/Menkes/SK/VI/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia. Penyelenggaraan
kesehatan haji tidak hanya dalam bentuk kuratif dan rehabilitatif, tetapi pelayanan promotif dan preventif
pun tak kalah pentingnya guna mencegah dan meminimalisir berbagai kasus kesehatan selama ibadah
haji. Salah satu upaya preventif dalam penyelengaaraan kesehatan haji adalah upaya Sanitasi Ibadah Haji.
Salah satu titik fokus dari Upaya Sanitasi Ibadah haji adalah pada upaya Penyehatan Lingkungan dan
Sanitasi Makanan. Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi Makanan merupakan kegiatan pemeriksaan,
pemantauan, kajian, rekomendasi antisipasi, kewaspadaan dan tindakan penaggulangan serta
kerjasamaberbagai pihak dalam sanitasi makanan, penyehatan lingkungan asrama/pondokan, transportasi,
restoran, dan tempat-tempat pelayanan agar jamaah haji dan petugas bebas dari ancaman terjadinya KLB
keracunan dan penyakit menular, atau gangguan kesehatan lainnya. Upaya ini dilakukan selama proses
ibadah haji, dari mulai keberangkatan sampai dengan kepulangan jamaah. Dibawah ini akan diuraikan
secara garis besar tentang sasaran kegiatan Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan pada
penyelenggaraan ibadah haji, mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
442/MENKES/SK/VI/2009 sebagai berikut : a. Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan di
tanah air. Sasaran kegiatan adalah Asrama haji transit, asrama haji embarkasi/debarkasi, dan jasa boga
haji. Terdapat dua kegiatan selama tahap ini yaitu Pemeriksaan dan Penilaian Awal, serta kegiatan selama
operasional. Obyek pemeriksaan dan penilaian awal asrama meliputi umum, ruang bangunan, kamar tidur
jamaah, penyediaan air bersih, dapur, pengelolaan limbah, dan pengendalian vektor. Pemeriksaan dan
penilaian asrama berdasarkan pada standard asrama, standar kualitas udara dan pencahayaan di sarama,
standar kepadatan ruang tidur, tempat sampah, dan lainnya sesuai standar yang berlaku Sedangkan
kegiatan selama operasional antara lain : Melakukan pemamantauan kesehatan lingkungan Penyuluhan
kesehatan lingkungan dan personal hygiene Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi rumah
makan dan jasa boga yang menyediakan makanan dan minuman bagi jamaah haji baik sebelum
berangkat, dalam perjalanan, maupun setelah tiba dan selama di Arab Saudi Pengambilan sampel
makanan dan minuman Pengendalian vektor b. Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan di
pesawat/kapal, meliputi pemeriksaan fisik kebersihan lingkungan, pengendalian vektor, serta pengawasan
hygiene sanitasi makanan. c. Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan selama operasional di
Saudi Arabia. Sasaran kegiatan pada tahap ini adalah pondokan jamaah haji, pondokan petugas haji,
lingkungan kantor daerah kerja dan sektor di Jeddah, Makkah, dan Madinah, lingkungan BPHI daerah
kerja dan BPHI Sektor, catering Air Port Jeddah dan Madinah dan catering jamaah hajidan petugas haji di
Daker Jeddah, Makkah dan Madinah. Pada poin c tersebut, terdapat dua kegiatan, yaitu tahap persiapan
dan tahap selama operasional. Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi
Penetapan standar dan pemeriksaan serta penilaian awal terhadap pondokan dan jasa boga. Sedangkan
kegiatan selama operasional haji antara lain meliputi : Melaksanakan pemeriksaan dan pemantauan
kesehatan lingkungan kantor, pondokan Penyluhuan kesehatan lingkungan dan personal hygiene
Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi jasa boga dan restoran yang terkait baik sebelum
maupun selama di Arab Saudi Pengambilan sampel makanan dan minuman Pengendalian vektor
Diharapkan dengan upaya tersebut dapat mencegah dan meminimalisir berbagai kasus kesehatan selama
penyelenggaraan ibadah haji, khusunya yang berkaitan dengan penyehatan lingkungan dan sanitasi
makanan.

3.PENYEDIAAN AIR MINUM


http://www.ditpam-pu.org/berita-269-tantangan-penyediaan-air-minum-yang-sehat-aman-dan-terjaminbagi-rakyat.html

Tantangan Penyediaan Air Minum Yang Sehat, Aman dan


Terjamin Bagi Rakyat
1.

Selasa, 03 September 2013 - 17:11:33 WIB

Jakarta Adakah yang lebih penting dari air minum


yang sehat dan aman untuk dikonsumsi dan terjamin
ketersediaannya bagi rakyat Indonesia saat ini?
Rasanya sulit dibayangkan jika dalam satu hari
orang tidak minum. Tentu bukan meminum air
sembarangan, tetapi minum air yang sehat dan aman
untuk dikonsumsi. Tetapi apa masalahnya dengan
penyediaan air minum di Indonesia? Bukankah
wilayah Indonesia dua pertiganya adalah lautan?
Bukankah di seluruh wilayah Indonesia ini berdiri
kokoh ratusan gunung-gunung yang menjadi sumber
air bagi ribuan sungai yang membelah daratan,
mengaliri tanah menjadi subur, dan menjadi bahan baku air minum bagi rakyat? Bahkan di negeri ini
terdapat ribuan sumber air, dan ratusan waduk atau danau. Tentu saja bukan ketersediaan air bakunya,
karena air laut pun, dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, bisa disaring dan diolah
menjadi air yang layak untuk dikonsumsi. Apalagi sekedar mengolah air sungai, air waduk atau air yang
muncul dari sumber air, tentu lebih mudah. Persoalannya ternyata bukan dari ketersediaan air baku atau
teknologi pengolahannya, tetapi terletak pada besarnya biaya yang dibutuhkan dan rumitnya perencanaan,
pembangunan, dan pengelolaan sistem penyediaan air minum (SPAM). Persoalan juga muncul ketika
tidak semua daerah kabupaten/kota memiliki sumber air baku yang layak untuk diolah menjadi air minum
yang sehat, aman dan berkelanjutan. Daftar kendala untuk penyediaan air minum yang sehat, aman dan
berkelanjutan bagi seluruh rakyat semakin panjang ketika diketahui betapa saat ini ada 17.010 desa kering
dan desa rawan air di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik akhir tahun 2011, di
Indonesia terdapat 1.235 desa kering dan 15.775 desa rawan air, kata Direktur Pengembangan Air
Minum (PAM), Ir. Sutjiono. Desa-desa itu menjadi prioritas utama dalam penanganan pelayanan air
minum yang sehat, aman dan berkelanjutan, kata Direktur PAM itu ketika memaparkan Ekspose Bidang
Pengembangan Air Minum TA 2014 di Kantor Kementerian PU di Jakarta, Juni 2013 lalu. Tentu saja
tidak bisa sekaligus seluruh desa kering dan rawan air itu akan mendapatkan program penyediaan air
minum, mengingat terbatasnya anggaran yang tersedia. Kami harus menentukan prioritas, yang pertama
adalah menangani 326 desa kering di wilayah rawan air berdasarkan kondisi alam dan sosial, kemudian
prioritas kedua terhadap 773 desa kering di wilayah yang berpotensi terjadi rawan air berdasarkan kondisi
alam dan sosialnya. Selanjutnya, prioritas ketiga dan keempat adalah menangani 136 desa kering dan

15.775 desa rawan air, kata Danny. Dikemukakan, tugas berat pemerintah melalui Ditjen Cipta Karya,
Kementerian PU, harus dituntaskan untuk memenuhi target pembangunan nasional di bidang air bersih
dan air minum, seperti dinyatakan berkali-kali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bapak
Presiden telah menginstruksikan seluruh jajaran Kementerian PU untuk mengatasi krisis air di daerah
tandus dan sulit air, sehingga pada tahun 2025, tidak ada lagi krisis air bersih, dan semua rakyat Indonesia
dapat mengakses air bersih dan air minum yang sehat dan aman untuk dikonsumsi, kata Danny Sutjiono.
Bahkan saat berpidato di Forum Panel Sidang Majelis Umum PBB di New York, AS, akhir Mei 2013 lalu,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menuntaskan
tiga target utama Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2015, yaitu menurunkan tingkat kematian ibu
hamil, angka kematian balita, dan meningkatkan akses rakyat terhadap air bersih dan air minum.
Deklarasi Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) disepakati pada tahun
2000 oleh 189 negara anggota PBB saat itu. Batas akhir deklarasi MDGS adalah akhir tahun 2015.
Komitmen Presiden SBY, menurut Danny Sutjiono, sangat jelas, dalam jangka pendek, yaitu 1,5 tahun ke
depan, harus mampu memenuhi pencapaian tingkat pelayanan bidang air minum sebesar 68,87 persen
sesuai target MDGs tahun 2015, sedangkan program jangka menengah, pada tahun 2025 tidak ada lagi
rakyat Indonesia yang tidak bisa mengakses air bersih dan air minum yang sehat dan aman. Kendala
Kelembagaan Hambatan dan kendala lain dalam pembangunan sistem penyediaan air minum dan
pelayanan air minum yang sehat dan aman bagi rakyat adalah dari sisi kelembagaan. Saat ini, sebanyak
287 kabupaten/kota di Indonesia belum memiliki Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM), kemudian ada 55 kabupaten/kota yang belum memiliki lembaga pengelola SPAM, baik
berupa perusahaan daerah, badan layanan umum atau unit pelaksana teknis. Dari sisi kelembagaan
memang sangat mengkhawatirkan, karena hingga saat ini kebanyakan lembaga pengelola layanan air
minum di daerah-daerah, yang merupakan operator utama penyedia layanan air minum, tidak efisien dan
memiliki utang yang cukup besar, kata Direktur PAM Danny Sutjiono. Dikemukakan, dari sebanyak 497
kabupaten/kota di seluruh Indonesia, baru 375 kabupaten/kota yang memiliki perusahaan daerah air
minum (PDAM), sedangkan 122 kabupaten/kota belum memiliki PDAM, meskipun memiliki badan
pengelola dalam bentuk lain. Berdasarkan audit BPPSPAM terhadap 328 PDAM, katanya, hanya 171
PDAM (52 persen) yang masuk katagori sehat, sedangkan sisanya sebanyak 157 PDAM atau 48 persen,
masuk katagori sakit dan kurang sehat akibat utang yang besar, pengelolaan yang kurang efisien,
lemahnya kompetensi para pengelolanya, serta besarnya Non-Revenue Water (NRW) atau tingkat
kebocoran air yang di beberapa PDAM bahkan bisa mencapai lebih dari 50 persen. Berdasarkan audit
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2012, menurut Kepala Subdit Pengaturan
dan Pembinaan Kelembagaan (Subdit PPK) Direktorat PAM, Ditjen CIpta Karya, Kementerian PU, Ir
Hilwan, MSc, tingkat kehilangan air (NRW) secara rata-rata nasional adalah 31 persen dari total produksi
air minum nasional sebesar 127.000 liter/detik. Dengan asumsi harga air adalah Rp 2.000/meter kubik,
maka Indonesia sesungguhnya telah kehilangan penerimaan uang sebesar Rp 2,48 triliun/tahun atau setara
dengan biaya untuk membangun 3,15 juta sambungan baru, kata Hilwan. Upaya Direktorat Jenderal
Cipta Karya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan PDAM terus dilakukan, termasuk membantu
melakukan pendampingan dalam pengembangan dan perencanaan bisnis, peningkatan kinerja, pelatihan
manajemen, dan memberikan dukungan dalam mempercepat proses penyehatan PDAM serta percepatan
penyelesaian restrukturisasi utang PDAM. Tahun 2013 ini, Direktorat PAM, bekerja sama dengan BPKP,
Kementerian Keuangan dan Bappenas, telah melakukan program penyehatan dan restrukturisasi utang
terhadap 86 PDAM. Bagaimanapun, kami harus menyehatkan dulu PDAM-nya, karena PDAM yang
sehat menjadi kunci bagi pelayanan air minum yang sehat dan berkelanjutan terhadap rakyat, kata

Hilwan. Komitmen Pemerintah Daerah Direktur PAM Danny Sutjiono mengakui tantangan ke depan
dalam penyediaan air minum yang sehat, aman dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat masih sangat berat.
Sesungguhnya dari sisi pembiayaan dan dari sisi komitmen dan tanggung jawab Kementerian PU, kami
telah siap untuk menuntaskan target MDGs 2015, hanya saja diperlukan kerja sama dan komitmen yang
kuat dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan PDAM untuk bersama-sama memberikan
pelayanan yang terbaik di bidang air minum bagi seluruh rakyat, katanya. Menurut dia, tahun 2013 ini,
dana APBN untuk pembangunan dan pengembangan bidang air minum bisa mencapai Rp 5,5 triliun, dan
hal itu luar biasa dan merupakan sejarah baru, karena selama ini tidak lebih dari Rp 3,5 triliun/tahun.
Bahkan terbuka untuk mendapat tambahan Rp 1,5 triliun melalui APBN-P 2013. Tahun 2014 juga
diharapkan akan mendapatkan porsi anggaran yang tidak terlalu berbeda. Ia mengemukakan, kucuran
dana APBN sudah sangat besar dalam membangun insfrastruktur SPAM dan jaringan distribusi di bagian
hulu, namun ia menyayangkan kurangnya komitmen pemerintah daerah dan perusahaan daerah air minum
untuk memanfaatkan sarana air minum yang sudah terbangun. Seharusnya pemerintah daerah dan
PDAM bisa memanfaatkan sarana air minum yang sudah terbangun di bagian hulu, yaitu dengan
membangun jaringan distribusi tersier atau sambungan pipa ke rumah-rumah yang memang menjadi
tanggung jawab mereka, katanya. Kepala daerah dan PDAM, katanya, harus mampu menginvestasikan
dana bagi penambahan jaringan tersier, meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan, serta berani
menerapkan tarif air minum yang setara dengan pengeluaran biaya yang telah dikeluarkan perusahaan
atau full cost recovery. Meski kondisi saat ini tingkat pelayanan bidang air minum secara nasional baru
mencaapi 55 persen lebih, sesungguhnya dari sisi kapasitas di bagian hulu sudah mencapai 62 persen
lebih, karena saat ini ada 44.000 liter/detik air minum yang tidak termanfaatkan, dan itu setara dengan 7,4
persen tingkat pelayanan air minum, kata Danny Sutjiono. Dengan demikian, menurut Direktur PAM,
sangat realistis jika target MDGs 2015 bidang pelayanan air minum sebesar 68,87 persen akan mampu
dicapai dalam 1,5 tahun ke depan, karena sisanya hanya sekitar 6,8 persen saja. Menurut Danny Sutjiono,
sesuai Direktif Presiden RI, kucuran dana APBN juga sangat besar untuk menyediakan pelayanan air
minum yang layak bagi masyarakat di kawasan perbatasan, pulau-pulau terluar, pulau-pulau terpencil,
kawasan pesisir, desa nelayan, serta bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerah perkotaan.
Untuk kawasan perbatasan dan daerah pemekaran, tahun ini akan dibangun SPAM di 14 lokasi,
sedangkan di pulau terluar dan daerah terpencil, akan dibangun SPAM di 21 kawasan. Pembangunan
SPAM juga akan dilaksanakan di 118 desa yang masuk kawasan daerah tertinggal, 44 kawasan pesisir,
157 desa nelayan dan di 260 kawasan perkotaan yang dihuni masyarakat berpenghasilan rendah.
Sesungguhnya, dengan banyaknya program pembangunan dan pengembangan sarana air minum di
daerah-daerah yang dilakukan melalui dana APBN, kami optimistis target MDGs 2015 bidang pelayanan
air minum sebesar 68.87 persen akan tercapai di akhir tahun 2015, katanya. Sekarang, katanya, tinggal
komitmen dan keseriusan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan PDAM untuk
memanfaatkan sarana penyediaan air minum yang telah dibangun pemerintah pusat di tingkat hulu
dengan membangun jaringan distribusi tersier berupa sambungan rumah (SR). (Oleh Yayat S.
Soelaeman/TU-Ditpam)

4.PENGOLAHAN AIR LIMBAH


http://www.biomicrobe.com/#!Logam-Berat-didalam-Air-Limbah/c27r/A0335F67-1C32-42EF-B757C71A65BC1CA0
Logam Berat didalam Air Limbah
Thursday, January 22, 2015

Cara Penyisihan Logam Berat di Dalam Air


Limbah 1. Pengendapan Penyisihan logam berat
dengan metode pengendapan dapat menurunkan
konsentrasi logam berat di dalam air limbah
hingga kisaran ppm (A. Basyal et.al., 2013).
Logam berat dapat diendapkan dlm bentuk
hidroksida, sulfida, dan karbonat. Persamaan
umum pengendapan logam menggunakan
hidroksida adalah sebagai berikut: Mn+ + nOH M(OH)n Senyawa yang paling sering
digunakan
untuk
membentuk
endapan
hidroksida yaitu NaOH dan Ca(OH)2. Hal yang
perlu diperhatikan saat akan menggunakan
metode pengendapan hidroksida yaitu pH dan senyawa pengompleks. Logam-logam sulfida memiliki
kelarutan yang sangat kecil. Pengendapan logam berat dalam bentuk sulfida dapat dilakukan dengan
penambahan S2- (ion sulfida). Ion sulfida menjadi dominan pada kisaran pH 14. Oleh sebab itu,
pengendapan sulfida selalu dilakukan dalam kondisi basa. Apabila kondisi ini tidak dipenuhi, maka yang
akan dominan adalah H2S. Seperti kita ketahui, senyawa ini mengeluarkan bau busuk serta bersifat racun.
Berbeda dengan pengendapan hidroksida, pengendapan menggunakan sulfida tidak terganggu oleh
adanya senyawa kelat (chelating agent). Logam-logam berat yang biasa diendapkan dengan pengendapan
karbonat yaitu timbal, cadmium, dan nikel (Precipitation of Heavy Metals from Wastewaters).
Pengendapan karbonat terjadi pada pH di atas 10 karena ion karbonat (CO32-) hanya hadir pada pH yang
tinggi. Gambar berikut ini menunjukkan hubungan antara pH dengan kelarutan logam berat di dalam air.
Kelarutan Logam Hidroksida (Sumber: Precipitation of Heavy Metals from Wastewaters) Kelarutan
Logam Sulfida (Sumber: Precipitation of Heavy Metals from Wastewaters) Tabel 1. Rangkuman
Pengendapan Beberapa Jenis Logam Berat (dirangkum dariPrecipitation of Heavy Metals from
Wastewaters) 2. Ion Exchange Metode ion exchange banyak diaplikasikan di industri karena memiliki
keunggulan untuk menghasilkan efluen hingga berada rentang ppb serta mampu mengolah dalam volume
yang besar (A. Basyal et.al., 2013). Kekurangannya adalah selain mahal dan sangat selektif pada pH
larutan, ion exchange juga kurang sesuai untuk menangani ion-ion dengan konsentrasi sangat tinggi
karena dapat menyebabkan penyumbatan pada resin (A. Basyal et.al., 2013) 3. Koagulasi Pada proses
penyisihan logam berat dengan koagulasi, dilakukan penambahan zat kimia yang berfungsi sebagai
koagulan. 4. Reverse osmosis Reverse osmosis merupakan proses pengolahan menggunakan membran
yang diberi tekanan osmotik. Membran yang digunakan memiliki ukuran celah < 0,001 m. Karena

memanfaatkan membran dengan bukaan celah yang sangat kecil, perlu dilakukan pengolahan
pendahuluan agar partikel berukuran besar dapat disisihkan terlebih dahulu sehingga membran tidak
mudah jenuh. 5. Cementation Cementation yaitu metode pengendapan logam melalui mekanisme
elektrokimia, dimana logam yang memiliki potensial oksidasi lebih tinggi akan melewati suatu larutan
untuk menggantikan logam dengan potensial oksidasi yang lebih rendah (A. Basyal et.al., 2013). 6.
Adsorpsi Adsorpsi yaitu proses penempelan senyawa yang terlarut pada suatu permukaan. Contoh yang
paling umum yaitu dengan menggunakan karbon aktif. Proses adsorpsi juga merupakan salah satu
mekanisme di dalam biosorption (silakan lihat artikel mengenai biosorption). 7. Elektrokoagulasi Proses
elektrokoagulasi memanfaatkan arus listrik untuk menyisihkan logam berat dari dalam air limbah (A.
Basyal et.al., 2013). Arus listrik memberi gaya elektrik untuk mendorong terjadinya reaksi kimia sehingga
ion-ion yang terdapat di dalam cairan akan bergerak kea rah kestabilan yang umumnya berwujud padat
(awwtinc.com). 8. Electrowinning Electrowinning yaitu proses electroplating yang digunakan untuk
menghilangkan ion-ion logam dari larutan konsentrat (pprc.org). Metode ini banyak digunakan di industri
metalurgi dan pertambangan (A. Basyal et.al., 2013)

5.PEMBUANGAN TINJA
http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/09/syarat-pembuangan-tinja.html

Syarat Pembuangan Tinja


Written By Kesehatan Lingkungan on Wednesday, January 21, 2015 | 8:41 PM
Standar Kesehatan
khususnya

Pembuatan Tinja Akses masyarakat terhadap sarana sanitasi


jamban, saat ini masih jauh dari harapan. Berbagai kampanye
dan program telah banyak dilakukan, terakhir dengan
pemberlakuan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM). Berbagai upaya tersebut sebetulnya bermuara pada
terpenuhinya akses sanitasi masyarakat, khususnya jamban.
Namun akses tersebut selain berbicara kuantitas yang
terpenting adalah kualitas. Perdebatan tentang pengertian
sanitasi total, pada tahap awal akan terjadi pada ranah defenisi
dan pengertian. Untuk menuju sanitasi total, penting untuk
memastkan faktor supply dan demand tercapai dengan
maksimal, untuk mewujudkan Open Defecation Free (ODF)
pada tingkat komunitas. Kenyataan di lapangan status ODF masih belum seiring dengan terpenuhinya
syarat kualitas sarana (dan ini memang sering kali harus diabaikan dulu untuk mengejar perubahan
perilaku). Namun bagaimanakah sebetulnya syarat pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan?
Menurut Ehlers dan Steel (dalam Entjang, 2000), syarat tersebut antara lain : Tidak boleh mengotori
tanah. Tidak boleh mengotori air permukaan. Tidak boleh mengotori air tanah dalam. Denah Konstruksi
JambanKotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur atau perkembang biakan
vektor penyakit lainnya. Kakus harus terlindung dari penglihatan orang lain. Pembuatannya mudah dan
murah. Untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu
tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila

memenuhi persyaratan sebagai berikut (Notoatmodjo,2003). Tidak mengotori permukaan tanah di


sekeliling jamban. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
Jamban CemplungTidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang binatang
lainya. Tidak menimbulkan bau. Mudah digunakan dan dipelihara (maintanance). Sederhana desainnya.
Murah. Dapat diterima oleh pemakainya. Metode Pembuangan Tinja Metode pembuangan tinja secara
umum dibagi menjadi dua, Unsewered area dan Sewered area (Chandra, 2007). Unsewered area terdiri
Service type (conservancy system) dan Non-service type (sanitary latrines) yang terdiri dari Bore hole
latrine, Dug well or pit latrines, Water seal type of latrines (PRAI type dan RCA type), Septic tank, Aqua
privy, Chelmical closet. Metode lain berupa Latrines suitable for camps and temporary use yang terdiri
dari Shallow trench latrine dan Deep trench latrine
6.PENCEMARAN UDARA

You might also like