You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan sumber daya manusia dalam bidang kesehatan akan berdampak pada
menurunnya tingkat kematian bayi, menurunnya fertilitas serta meningkatnya usia
harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup akan mengakibatkan bertambahnya
keberadaan lansia. Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2010)
melaporkan bahwa Indonesia memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging
structured population) karena pada tahun 2000 jumlah penduduk yang berusia diatas 60
tahun sebesar 7,18 persen. Pada tahun 2010 diperkirakan usia harapan hidup penduduk
Indonesia adalah 67,4 tahun dengan jumlah lansia mencapai 23,9 juta jiwa (9,77%) dan
diperkirakan akan menjadi 28 juta lebih pada tahun 2020.
Lanjut usia (lansia) merupakan proses alami yang terjadi pada semua manusia, baik
laki-laki maupun perempuan. Banyak orang yang menikmati masa tua dengan bahagia,
tetapi tidak sedikit orang mengalami sakit dan meninggal dengan tanpa menikmati masa
tua yang bahagia. Setiap orang pasti ingin menikmati masa tua dengan bahagia, namun
keinginan ini tidak dapat semuanya menjadi kenyataan. Saat ini banyak kaum lansia
yang mengalami depresi, stress dan berpenyakitan dan juga banyak lansia yang dibawa
kepanti jompo dan tidak terurus oleh keluarganya. Disamping itu ada juga lansia yang
harus bekerja keras untuk memenuhi kehidupannya.
Proses penuaan dapat diakibatkan oleh 65 % oleh faktor genetik dan 35 % lainnya
disebabkan oleh faktor malnutrisi, radiasi dan faktor lainnya dan proses ini pasti akan
terjadi pada setiap manusia. Masalah gizi pada lansia dapat disebabkan oleh perubahan
lingkungan dan status kesehatan lansia itu sendiri. Secara alamiah, lansia akan
mengalami suatu fase kemunduran (degenerasi) dari fungsi organ-organ tubuh. Semakin
bertambahnya usia maka kemampuan indera penciuman dan pengecapan mulai menurun
seiring dengan waktu. Selain itu, hilangnya sebagian geligi sering menimbulkan lansia
1

tidak nafsu makan dan menyebabkan berkurangnya asupan makanan pada lansia. Faktor
kesehatan yang berperan dalam masalah gizi adalah naiknya kejadian penyakit
degeneratif dan non degeneratif yang berakibat pada perubahan asupan makanan,
perubahan absoprsi dan utilisasi zat gizi pada tingkat jaringan serta penggunaan obat
tertentu yang harus diminum lansia karena penyakit yang sedang diderita.
Hubungan antara makanan dan kesehatan telah diketahui dari berbagai penelitian
yang dilakukan oleh para ahli. Mutu makanan yang kurang baik dapat menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan tubuh dan daya tahan tubuh terhadap penyakit semakin
melemah dan pada akhirnya akan terjadi kecendrungan menjadi sakit. Sakit merupakan
keadaan yang tidak pernah diharapkan oleh manusia termasuk lansia. Oleh sebab itu,
dalam makalah ini akan dibahas mengenai kesehatan terkait gizi pada lansia sebagai
bekal pengetahuan bagi masyarakat.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui permasalahan gizi pada usia lanjut
b. Mengetahui fisiologi usia lanjut
c. Mengetahui upaya pencegahan masalah gizi pada usia lanjut
1.3 Manfaat
a. Menambah wawasan mengenai daur kehidupan usia lanjut dan permasalahan
kesehatan serta upaya pencegahannya
b. Menjadi sarana untuk menambah kemampuan menulis karya ilmiah bagi penulis

BAB II
ISI
2.1 Analisis Situasi Masalah Kesehatan pada Lansia
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu negara adalah semakin
meningkatnya usia harapan hidup penduduknya. Peningkatan usia harapan hidup
menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pembangunan nasional telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang semakin
membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lansia makin
bertambah.
2

Depkes RI (2004) membuat pengelompokan lansia menjadi tiga kelompok yaitu


kelompok pertengahan umur adalah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa
persiapan lansia, yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (4554
tahun), kelompok lansia dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok
yang mulai memasuki lansia (5564 tahun) dan kelompok lansia dengan resiko tinggi,
ialah kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun, atau kelompok lansia yang hidup
sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat. Sedangkan
batasan usia lanjut menurut WHO yaitu:
a. Usia lanjut (elderly) ialah kelompok usia 60-74 tahun
b. Usia lanjut tua (old) ialah kelompok usia 75-90 tahun
c. Usia sangat tua (very old) ialah kelompok usia di atas 90 tahun
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan
secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai
sumber daya.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN (2012) menyatakan
bahwa bertambahnya jumlah penduduk dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan
berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi. Sebagian
besar permasalahan pada lansia adalah masalah kesehatan akibat dari proses penuaan,
ditambah permasalahan lain seperti masalah keuangan, kesepian, merasa tak berguna, dan
tidak produktif.
Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak
manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali
dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat Dari aspek sosial,
penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara barat, penduduk
3

lansia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka
terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan serta luasnya
hubungan sosial yang semakin menurun.
Tetap sehat di usia tua tentu menjadi dambaan setiap orang, sehingga usaha menjaga
kesehatan di usia lanjut dengan memahami berbagai kemungkinan penyakit yang bisa
timbul. Seperti menjaga pola makan yang baik dengan mengkonsumsi makanan sumber
energi yang seimbang, tidak berlebihan atau kurang, makan yang teratur sesuai dengan
waktu makan dan jenis makanan yang sesuai dengan tidak mengabaikan manfaat dan
kandungan gizinya.
Gangguan gizi yang muncul pada lansia dapat berbentuk gizi kurang dan gizi lebih.
Gangguan ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit, seperti malnutrisi, hipertensi,
obesitas, diabetes melitus dan stroke.
Kejadian gizi kurang menurut melalui 5 (lima) tahapan yaitu ketidakcukupan zat gizi,
penurunan berat badan, perubahan biokimia, perubahan fungsi dan perubahan anatomi.
Ketidakcukupan zat gizi berlangsung lama maka persediaan/ cadangan dalam jaringan akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, apabila berlanjut, maka akan terjadi
kemerosotan jaringan yaitu terjadi penurunan berat badan (Supariasa, 2002).
Apabila permasalah tersebut tidak juga teratasi, maka akan terjadi perubahan biokimia
yang dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium, terjadi perubahan fungsi yang ditandai
dengan tanda yang khas dan terjadi perubahan anatomi. Kekurangan zat gizi khususnya
energi pada tahap awal menimbulkan rasa lapar yang selanjutnya akan berdampak pada
penurunan berat badan disertai dengan menurunnya kemampuan (produktivitas) kerja.
Berkurangnya asupan zat gizi sebagai sumber energi pada lansia dipengaruhi oleh pola
makan lansia itu sendiri yaitu jumlah asupan makanan, jadwal dan jenis makanan yang
dimakan serta berkurangnya daya cerna, daya serap dan distribusi zat gizi dalam tubuh
lansia. Dengan berkurangnya daya kecap, makanan menjadi terasa tidak enak yang
4

menyebabkan lansia hanya makan sedikit, makanan terasa kurang asin atau kurang manis
(Maryam, 2008).
Makanan lansia hendaknya harus mengandung semua unsur zat gizi yaitu karbohidrat,
protein, lemak, mineral, vitamin, air dan serat dalam jumlah yang cukup dan seimbang sesuai
dengan kebutuhan aktifitas lansia. Jumlah kebutuhan energi perhari disesuaikan dengan berat
badan dan aktifitas fisik.
Hal terpenting dalam pemberian makanan pada lansia adalah makanan yang disajikan
harus memenuhi kebutuhan gizi, makanan yang disajikan diberikan secara teratur dan dalam
porsi sedikit tapi sering, makanan harus bertahap dan bervariasi agar tidak menimbulkan
kebosanan, makanan harus sesuai dengan petunjuk dokter bagi lansia tertentu dan makanan
harus lunak/ lunak (Nugroho, 2008).

Mutu makanan yang kurang baik dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan


tubuh dan daya tahan tubuh terhadap penyakit semakin melemah dan pada akhirnya akan
terjadi kecendrungan menjadi sakit. Sakit merupakan keadaan yang tidak pernah
diharapkan oleh manusia termasuk lansia.

Gambar 1. Grafik Angka Kesakitan Penduduk Lansia menurut Tipe Daerah


5

Angka kesakitan (morbidity rates) merupakan salah satu indikator yang digunakan
untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi angka kesakitan,
menunjukkan derajat kesehatan penduduk semakin memburuk. Angka kesakitan lansia
adalah proporsi lansia yang mengalami masalah kesehatan hingga mengganggu aktivitas.
Gambar 1 menunjukkan perbandingan Angka Kesakitan Lansia di daerah perkotaan
dan pedesaan pada tahun 2008 sampai 2012. Angka kesakitan

Lansia di daerah

perkotaan pada tahun 2012 sebesar 24,77 %, artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia
di daerah perkotaan pada tahun 2012 terdapat 24 orang lansia yang mengalami sakit.
Angka kesakitan lansia tahun 2008 sampai 2012 di daerah perkotaan cenderung lebih
rendah di daerah pedesaan. Hal ini dapat diartikan bahwa derajat kesehatan lansia yang
tinggal di daerah perkotaan relatif lebih baik dibandingkan lansia yang tinggal di daerah
pedesaan. Masyarakat perkotaan cenderung memiliki tingkat perekonomian yang lebih
baik dan majunya ilmu pengetahuan di daerah perkotaan terutama ilmu kedokteran dan
kesehatan sehingga mampu meningkatkan derajat kesehatan lansia di perkotaan. Namun
bila dilihat perkembangannya, derajat kesehatan lansia di perkotaan dan pedesaan dari
tahun 2008 sampai 2012 mengalami peningkatan.
Tabel 1. 10 Penyakit Terbanyak pada Lansia Tahun 2013
Prevalensi Menurut Kelompok Umur (%)
No
Jenis Penyakit
55-64 tahun
65-74 tahun
75 + tahun
1 Hipertensi
45,9
57,6
63,8
2 Artritis
45
51,9
54,8
3 Strok
33
46,1
67
4 Penyakit paru obstruksi kronik
5,6
8,6
9,4
5 Diabetes Mellitus
5,5
4,8
3,5
6 Kanker
3,2
3,9
5
7 Penyakit jantung koroner
2,8
3,6
3,2
8 Batu ginjal
1,3
1,2
1,1
9 Gagal jantung
0,7
0,9
1,1
10 Gagal ginjal
0,5
0,5
0,6
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, Riskesdas, 2013

Tabel 1 menunjukkan 10 penyakit tersering yang diderita kelompok lansia pada


tahun 2013. Jenis penyakit yang mendominasi adalah golongan penyakit tidak menular,
penyakit kronik dan degeneratif, terutama golongan penyakit kardiovaskular.
2.2 Fisiologis Lansia
Manusia dalam proses pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sepanjang masa
hidupnya sejak bayi hingga dewasa sampai masa tua. Di dalam struktur anatomis proses
menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara
alamia, terus-menerus dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan
perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia pada jaringan tubuh dan akhirnya akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.
Proses menua dapat dilihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada tubuh
dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut. Selain itu, ada
perubahan pada usia lanjut yang berhubungan dengan bertambahnya umur seseorang
seperti hilangnya masa jaringan aktif, dan berkurangnya fungsi dari banyak organ dalam
tubuh manusia. Mulai usia 50 tahun sampai 80 tahun telah terjadi pengurangan produksi
enzim tubuh sebesar 15%, isi sekuncup jantung sebesar 30%, dan aliran darah ke ginjal
50%.
Perubahan fisiologi yang terjadi pada usia lanjut meliputi :
1. Perubahan kecepatan metabolic basal (BMR) sekitar 2% decade setelah usia 30
tahun dan penurunan aktivitas fisik sehingga memengaruhi kebutuhan kalori, yaitu
menurun dan berpotensi untuk obesitas.
2. Gangguan kemampuan motorik sehingga berdampakkesulitan untuk menyiapkan
makanan dan menguap sendiri, penurunan pengeluaran energy sehingga
berpotensi dalam peningkatan berat badan.
3. Perubahan pada saluran pencernaan :
a. Rongga mulut.
Bagian dalam rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gusi, gigi, dan
lidah. Sekresi ludah berkurang sampai 75% sehingga mengakibatkan
7

pengeringan rongga mulut dan kemungkinan menurunkan cita rasa.


Kehilangan indra pengecap, penurunan ketajaman pengecapan, kerusakan
indra penciuman berdampak kekurang tertarikan pada makanan dan anoreksia.
Penyakit periodental yang 80% terjadi pada orang tua dan kehilangan gigi
sehingga menyebabkan kesulitan makan dan pilihan makanan yang terbatas.
b. Esophagus
Penuaan esophagus berupa pengerasan spingter bagian bawah sehingga sukar
mengendur (relaksasi) dan mengakibatkan esophagus melebar (presby
esophagus) keadaan ini memperlambat pengosongan esophagus dan tidak
jarang berlanjut sebagai hernia matal.
c. Lambung
Lapisan lambung lansia menipis di atas, usia 60 sekresi asam klorida (HCl),
pepsis dan empedu akan mengalami penurunan sehingga berpotensi untuk
mengganggu penyerapan kalsium, zat besi, seng, protein lemak, dan vitamin
yang larut lemak.
d. Usus
Berat total usus halus (di atas 40 tahun) berkurang, meskipun penyerapan zat
besi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali kalsium (di atas usia
60 tahun), zat besi.
e. Penurunan morbilitas saluran pencernaan sehingga menimbulkan kontipasi,
hemoroid, dan divertikulosis.
4. Perubahan pada system endokrin.
Terjadi perubahan dalam kecepatan dan jumlah sekresi, respons terhadap stimulasi
dan struktur kelenjar endokrin. Di mana sekresi testosterone, estrogen dan
progesterone akan menurun pada usia 60 tahun.
5. Perubahan pada system pernapasan.
Diameter anteroposterior paru membesar sehingga menimbulkan barrel chest.
Pengapuran tulang rawan menyebabkan kelenturan tulang iga berkurang. Di
samping itu, osteoporosis yang progresif dan kitosis menyebabkan gangguan
kelenturan paru yang selanjutnya menurunkan kapasitas vital. Semua perubahan
ini berujung pada penurunan fungsi paru.
8

6. Perubahan pada system kardiovaskular.


a. Pembesaran bilik kiri jantung disertai oleh fibrosis dan sklerosis di
endokardium.
b. Kutub mitral mengeras.
c. Jumlah jaringan ikat meningkat sehingga fungsi pemompaan jantung
berkurang.
d. Pembuluh darah besar terutama melebar dan menjadi fibrosis, pengerasan ini
selain mengurangi aliran darah dan meningkatkan kerja bilik kiri jantung, juga
mengakibatkan ketidakefisien reseptor sehingga kemampuan tubuh untuk
mengatur tekanan darah berkurang. Itulah sebabnya para lansia cenderung
menderita

hipertensi

posturan sementara

tekanan

sistolik

cenderung

meningkat.
7. Perubahan pada system hematologi.
Penurunan jumlah limfosit yang dimulai pada usia 40 tahun, penurunan tersebut
diyakini akibat hilangnya sel T limfosit.
8. Sering menggunakan obat-obatan sehingga dapat mengganggu nafsu makan dan
menyebabkan penggunaan zat gizi atau peningkatan kebutuhan zat gizi.
Berdasarkan penelitian, proses penuaan terbagi dalam tiga fase. Fase tersebut antara
lain :
1. Fase pertama adalah fase subklinikal.
Fase ini berlangsung pada saat usia seseorang menginjak usia 25 hingga 35 tahun.
Pada fase ini, hormon manusia mulai mengalami penurunan, meski sesseorang itu
merasa sehat, namun sebenarnya sel-sel tubuh mulai mengalami kerusakan.
2. Fase kedua adalah fase transisi.
Dimana fase transisi ini, orang-orang di usia 35 sampai 45 tahun akan mengalami
penurunan hormon lebih dari 25%. Di masa ini ketajaman penglihatan mulai
melemah, rambut memutih, dan pigmen kulit bertambah. Sementara itu, energy
dan stamina tubuh juga mulai menurun.
3. Fase terakhir adalah fase klinikal.

Itu pula, dampak penyakit kronis di dalam tubuh makin nyata terlihat. Saat
menjalani fase klinikal, gejala penuaan pun makin terlihat. Rambut mulai menipis,
adanya perubahan pada kuku dan kulit, energy, dan libido menurun.
Suatu kemunduran fungsi tubuh adalah disebabkan oleh proses menua, ada empat
criteria yang harus dipenuhi, antara lain :
a. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh harus bersifat universal, artinya
umum terjadi pada setiap orang.
b. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi
sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan
bukan oleh factor lain.
c. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur lambat, dan
tidak dapat berbalik lagi.
d. Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury).
Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua antara
lain :
1. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah, mengakibatkan
jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering,
wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap oleh karena itu pada usia
lanjut sering kali terlihat kurus.
2. Penurunan indra penglihatan alibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan
dengan kekurangan Vitamin A, Vitamin C dan asam folat, sedangkan gangguan
pada indra pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat
menurunkan nafsu makan. Biasanya para usia lanjut yang menginjak usia 75
tahun, hanya memiliki pengecapan setengah daripada saat mereka berusia 30
tahun. Penurunan indra pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel
saraf pendengaran.
3. Dengan banyaknya gigi geligi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan fugsi
mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut.
10

4. Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan


seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut, sehingga
menyebabkan sekresi kelenjar-kelenjar di saluran pencernaan makanan menurun.
Berkurangnya sekresi HCl lambung mengakibatkan gangguan penyerapan
kalsium dan zat besi. Menurunnya sekresi enzim lipase mengakibatkan gangguan
absorbs lemak. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang
air besar yang dapat menyebabkan wasir.
5. Kemampuan motorik yang menurun, selain menyebabkan usia lanjut menjadi
lamban, kurang aktif, dan kesulitan untuk menyuap makanan, dapat mengganggu
aktivitas/kegiatan sehari-hari.
6. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan
daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi, kesulitan berbahasa,
kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas bertujuan
(apraxia)

dan

gangguan

dalam

menyusun

rencana,

mengatur

sesuatu,

mengurutkan, daya abstraksi, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam


melakukan aktivitas sehari-hari demensia/pikun.
7. Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar
juga berkuran. Akibatnya dapat terjadi pengenceran natrium sampai dapat terjadi
hipotermia yang menimbulkan rasa lelah.
8. Inkontinensia urine (iu) adalah pengeluaran urine diluar kesadaran merupakan
salah satu masalah kesehatan yang besar sering diabaikan pada kelompok usia
lanju, sehingga lansia yang mengalami inkontinensia urine sering kali mengurangi
minum yang dapat menyebabkan dehidrasi.
9. Pada wanita terjadi penurunan sekresi hormone esterogen, yang menyebabkan
mudahnya terjadi peningkatan kadar cholesterol darah, terganggunya absorbs
kalsium yang dapat mengakibatn kepadatan tulang menurun, tulang mudah patah
yang dikenal sebagai osteoporosis.
Tahap-tahap tumbuh kembang lansia terbagi menjadi :
11

a. Young-old (muda-tua)
Usia 65 74 tahun, beradaptasi dengan masa pension (penurunan penghasilan),
beradaptasi dengan perubahan fisik, dapat berkembang penyakit kronik.
b. Middle-old (tua-menengah)
Usia 75 84 tahun, diperlukan adaptasi terhadap penurunan kecepatan dalam
pergerakan, kemampuan sensori, dan peningkatan ketergantungan terhadap orang
lain.
c. Old-old (tua-tua)
Usia 85 tahun ke atas, terjadi peningkatan gangguan kesehatan fisik (Adriani,
2012).
2.3 Kebutuhan Gizi pada Lansia
2.3.1 Kebutuhan zat gizi makro pada lansia
Salah satu komponen zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan adalah zat gizi
makro selain zat gizi mikro. Zat gizi makro merupakan zat gizi yang dibutuhkan dalam
jumlah besar oleh tubuh. Zat gizi makro secara garis besar dibedakan menjadi 3 macam
yaitu karbohidrat, protein dan lemak.
Kelompok zat gizi makro merupakan sumber utama penghasil energi bagi tubuh.
Kebutuhan energi total bagi lansia Indonesia menurut Angka Kebutuhan Gizi tahun
2013 untuk laki-laki usia 50-64 tahun adalah sebesar 2325 kkal, usia 65-80 tahun
sebesar 1900 kkal, dan usia di atas 80 tahun sebesar 1525 kkal perorang perhari.
Sedangkan untuk perempuan usia 50-64 tahun sebesar 1900 kkal, usia 65-80 tahun
sebesar 1550 kkal, dan usia di atas 80 tahun sebesar 1425 kkal perorang perhari.
1. Asupan karbohidrat
Karbohidarat terdiri dari karbohidrat sederhana dan komplek. Jenis monosakarida
dan disakarida digolongkan ke dalam karbihidrat sederhana sedangkan polisakarida
seperti glikogen, starch dan serat digolongkan ke dalam karbohidrat komplek.
Karbohidrat sederhana atau disebut juga dengan gula sederhana mudah dicerna untuk
menghasilkan energi yang dapat langsung digunakan oleh tubuh. Sedangkan
karbohidrat komplek seperti glikogen dan starch merupakan cadangan energi yang
12

mudah dicerna ketika diperlukan sewaktu-waktu oleh tubuh. Karbohidrat komplek


berperan dalam mengendalikan kadar gula darah tubuh.
Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi sel tubuh, terutama sel
otak dan sistem saraf pusat yang membutuhkan asupan glukosa darah. Setiap 1 gram
karbohidrat menyediakan energi sebesar 4 kalori. Selain itu karbohiodrat juga
berperan dalam fungsi jaringan tubuh, membantu regulasi metabolisme protein,
mempengaruhi metabolisme lemak, dan glikogen merupakan cadangan energi yang
berguna untuk melindungi sel, terutama sel otak dari tekanan fungsi metabolisme dan
cidera
Kebutuhan karbohidrat bagi lansia Indonesia menurut Angka Kebutuhan Gizi
tahun 2013 untuk laki-laki usia 50-64 tahun adalah sebesar 349 gram, usia 65-80
tahun sebesar 309 gram, dan usia di atas 80 tahun sebesar 248 gram perorang perhari.
Sedangkan untuk perempuan usia 50-64 tahun sebesar 285 gram, usia 65-80 tahun
sebesar 252 gram, dan usia di atas 80 tahun sebesar 232 gram perorang perhari.
2. Asupan lemak
Lemak merupakan zat gizi makro kedua yang menghasilkan energi setelah
karbohidrat. Komponen dasr lemak adalah asam lemak dan trigliserida. Asam lemak
berdasarkan ikatan rangkap dibedakan menjadi asam lemak jenuh yang tidak memiliki
ikatan rangkap dan asm lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap.
Lemak mempunyai beberapa fungsi khusus bagi tubuh. Lemak yang berasal dari
makanan berfungsi untuk absorbs vitamin larut lemak, menyediakan asam lemak
esensial dan menyediakan energy bagi tubuh. Energi yang diperoleh dari lemak
makanan sebesar 9 kalori setiap 1 gram lemak. Disamping lemak yang berasal dari
makanan, lemak yang terdapat dalam tubuh manusia juga memiliki fungsi sebagai alat

13

pelindung organ tubuh yang penting, menjaga suhu tubuh, transmisi impuls saraf,
struktur membran sel dan precursor fungsi metabolisme.
Kebutuhan lemak bagi lansia Indonesia menurut Angka Kebutuhan Gizi tahun
2013 untuk laki-laki usia 50-64 tahun adalah sebesar 65 gram, usia 65-80 tahun
sebesar 53 gram, dan usia di atas 80 tahun sebesar 42 gram perorang perhari.
Sedangkan untuk perempuan usia 50-64 tahun sebesar 53 gram, usia 65-80 tahun
sebesar 43 gram, dan usia di atas 80 tahun sebesar 40 gram perorang perhari.
3. Asupan protein
Protein dibentuk dari asam amino yang bergabung menjadi rantai peptide. Dari 20
asam amino yang membentuk protein, 9 diantaranya tidak dapat disintesis oleh tubuh
dan harus diperoleh dari asupan makanan atau dikenal dengan asam amino esensial.
Asam amino esensial meliputi histidine, isoleucine, leucine, lysine, methionine,
phenylalanine, threonine, trypthophan, dan valine. Beberapa jenis protein diantaranya
yaitu myosin, kolagen haemoglobin, albumin dan bentuk protein lainnya dengan
fungsi khusus. Myosin merupakan protein otot yang berperan pada saat kontraksi otot,
kolagen berperan alam memperkuat jaringan tulang, tulang rawn dan kulit untuk
mempertahankan bentuk tubuh. Hemoglobin berperan dalam mengangkut oksigen ke
seluruh tubuh dan albumin merupakan plasma protein yang berperan yang berperan
dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Fungsi utama protein bagi tubuh adalah untuk membantu dan mempertahankan
jaringan tubuh, menghasilkan neurotransmitter bagi otak dan fungsi saraf,
menghasilkan asam amino lainnya, pembentukan berbagai hormon, mempertahankan
fungsi imunitas tubuh, mempertahankan keseimbangan cairan dan sebagai sumber
energi. 1 gram protein menghasilkan energi sebesar 4 kalori

14

Kebutuhan protein bagi lansia Indonesia menurut Angka Kebutuhan Gizi tahun
2013 untuk laki-laki usia 50-64 tahun adalah sebesar 65 gram, usia 65-80 tahun
sebesar 62 gram, dan usia di atas 80 tahun sebesar 60 gram perorang perhari.
Sedangkan untuk perempuan usia 50-64 tahun sebesar 57 gram, usia 65-80 tahun
sebesar 56 gram, dan usia di atas 80 tahun sebesar 55 gram perorang perhari.
2.3.2 Kebutuhan zat gizi mikro pada lansia
Kekurangan sebagian vitamin dan mineral terjadi juga pada lansia. Beberapa
penelitian membuktikan terjadinya kekurangan vitamin B6, B12, D dan asam folat.
Kekurangan vitamin B6 dikarenakan rendahnya asupan dan kebutuhan akan zat gizi ini
lebih tinggi. Sedangkan vitamin B12 dan asam folat mengalami kekurangan karena
asupan yang kurang dan adanya gangguan penyerapan (malabsorbsi). Agar ingatan tetap
baik dan sistem saraf bagus, orang lansia dianjurkan makan makanan yang mengandung
vitamin B6, B12, dan asam folat (Arisman, 2004).
Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan tulang menjadi keropos pada lanjut usia.
Pada usia diatas 60 tahun kemampuan penyerapan kalsium menurun, mengkonsumsi
vitamin D membantu penyerapan kalsium dalam tubuh, contoh makanan sumber vitamin
D adalah susu (Adriani, 2012).
2.4 Masalah Gizi pada Lansia
Selain akibat dari terjadinya perubahan pada seluruh sistem organ, lansia juga
mengalami masalah gizi. Perubahan fisik dan penurunan fungsi organ tubuh akan
mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat makanan oleh tubuh. Hal ini akan akan
berakibat pada terjadinya masalah gizi lebih atau terjadi gizi kurang.
Gizi lebih pada lansia lebih banyak terdapat di perkotaan daripada pedesaan.
Kebiasaan mengkonsumsi makan yang berlebih pada waktu muda menyebabkan berat
badan berlebih dan juga karena kurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan mengkonsumsi
makan berlebih tersebut sulit untuk diubah walaupun lanjut usia menyadari dan berusaha
untuk mengurangi makan. Kegemukkan merupakan salah satu pencetus berbagai
15

penyakit, misalnya penyakit jantung, diabetes mellitus, penyempitan pembuluh darah dan
tekanan darah tinggi (Nugroho 2008).
kelebihan gizi pada lansia biasanya berhubungan dengan gaya hidup pada usia
sekitar 50 tahun. Kondisi ekonomi yang membaik dan tersedianya berbagai makanan
siap saji yang enak dan kaya energi menjadikan asupan makanan dan zat gizi melebihi
kebutuhan tubuh.
Adapun terjadinya kurang gizi pada lansia karena sebab yang bersifat primer dan
sekunder. Sebab primer meliputi ketidaktahuan, ketidakmampuan, isolasi sosial, hidup
sendiri, kehilangan pasangan, gangguan fisik, gangguan penginderaan, gangguan mental
dan kemiskinan, sehingga asupan makanan sehari-hari kurang. Sebab sekunder meliputi
mal absorbsi, penggunaan obat-obatan, peningkatan kebutuhan gizi, pola makan yang
salah serta alkoholisme (Darmojo, 2006).
Apabila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan, akan menyebabkan
berat badan kurang dari normal. Hal ini akan diperparah apabila disertai dengan
kekurangan protein, akibatnya adalah kerusakkan sel yang tidak dapat diperbaiki.
Akhirnya daya tahan tubuh akan menurun dan akan mudah terkena penyakit infeksi pada
organ tubuh vital.
2.4.1 Penyakit jantung pada lansia
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbesar dan disabilitas pada usia
lanjut dan berhubungan dengan gaya hidup sehat. Jantung merupakan salah satu organ
vital yang berfungsi sebagai alat pemompa darah yang menyalurkan oksigen dan zat
makanan ke seluruh tubuh. Jantung dapat mengembang dan mengempis berdasarkan
gerak otot jantung. Elastisitas aorta pada manusia akan menurun dengan bertambahnya
usia sedangkan penambahan usia tidak menyebabkan jantung mengecil (atrofi) seperti
organ tubuh lain. Pada batas umur 30-90 tahun massa jantung bertambah ( 1 gram/tahun
pada laki-laki dan 1,5 gram/tahun pada wanita). Pada katup jantung pun terjadi
perubahan dengan bertambahnya usia. Pada daun dan cincin katup aorta perubahan
16

utama terdiri dari berkurangnya jumlah inti sel dari jaringan fibrosa stroma katup,
penumpukan lipid, degenerasi kolagen dan kalsifikasi jaringan fibrosa katup tersebut
(Darmojo, 2006).
Arteriosklerosis adalah penyebab utama penyakit jantung. Arteriosklerosis
merupakan penyempitan diameter pembuluh darah arteri. Penyempitan tersebut terjadi
karena sel yang melapisi dinding dalam pembuluh darah arteri banyak menyimpan
kolesterol yang biasa disebut plaque. Timbunan kolesterol tersebut dapat mengganggu
saluran pembuluh darah, mengurangi daya kerja jantung dan elastisitas jantung sehingga
memaksa jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah. Apabila hal tersebut
terjadi maka berbagai gangguan jantung dan pembuluh darah akan segera muncul
(Panjaitan, 1991).
2.4.2 Hipertensi pada lansia
Hipertensi atau yang biasa disebut dengan tekanan darah tinggi merupakan suatu
keadaan dimana tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih tinggi atau tekanan diastolik 90
mmHg atau lebih tinggi. Orang usia lanjut lebih berpeluang menderita hipertensi karena
pembuluh darah pada usia lanjut sudah lebih banyak mengalami arteriosklerosis sehingga
lebih kaku, tebal dan tegang dengan tekanan yang lebih tinggi. Tekanan darah sebagian
besar ditentukan oleh dinding pembuluh darah. Jika tegangan dinding pembuluh darah
semakin besar maka tekanan darah juga semakin besar (Panjaitan, 1991).
Konsumsi garam yang berlebih dapat meningkatkan tekanan darah. Selain itu
rendahnya konsumsi kalsium, magnesium dan kalium dapat pula meningkatkan tekanan
darah (Adriani, 2012).
2.4.3 Diabetes mellitus pada lansia
Diabetes mellitus merupakan suatu kelainan pada metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang disebabkan karena kekurangan hormon insulin atau tidak berfungsinya
hormon insulin. Hal ini menyebabkan gula darah tertimbun (hiperglikemia) (Bu merri).
Umumnya pada usia lanjut banyak dijumpai diabetes mellitus tipe 2 tetapi diabetes
mellitus tipe 1 juga dapat ditemui. Hampir semua proses produksi dan pengeluaran
hormon dipengaruhi oleh enzim dan enzim dipengaruhi oleh proses menua. Terdapat
17

resistensi insulin perifer yang menandai DM-2 pada usia lanjut. Menurunnya toleransi
glukosa pada usia lanjut berhubungan dengan berkurangnya sensitivitas sel perifer
terhadap efek insulin (resistensi insulin). Ada juga faktor lain yaitu perubahan pola hidup
dan timbulnya penyakit lain. Keduanya ditandai hiperglikemia namun dampak
komplikasinya berbeda (Darmojo, 2006).
2.4.4 Anemia pada lansia
Berbagai kelainan hematologi dapat terjadi pada usia lanjut, namun dalam beberapa
hal ada perbedaan dengan usia muda, misalnya dalam hal penyebab pengelolaan maupun
prognosis. Sumsum tulang merupakan elemen yang dinamik karena sepanjang hidup
selalu mengalami produksi dan replikasi. Berdasarkan pengamatan klinik dan
laboratorik, didapatkan bukti bahwa pada batas umur tertentu sumsum tulang mengalami
involusi sehingga cadangan sumsum tulang pada usia lanjut menurun. Meski demikian,
nilai rujukan untuk beberapa parameter hematologik tidak berbeda secara bermakna
dibanding dengan usia muda.
Penyebab utama anemia kekurangan zat besi pada usia lanjut adalah kehilangan
darah (perdarahan), jarang sekali disebabkan karena kekurangan zat besi dalam diet.
Sedangkan anemia megaloblastik pada usia lanjut terutama disebabkan karena anemia
pernisiosa yang mempunyai puncak angka kejadian pada usia 60 tahun disamping kadar
vitamin B12 dan asam folat yang rendah oleh karena beberapa sebab. Anemia jenis ini
dapat menimbulkan gangguan cara berjalan (Darmojo, 2006).
2.4.5 Osteoporosis
Penyakit tulang merupakan salah satu dari sindrom geriatrik yang kejadiannya pada
usia lanjut cukup signifikan. Dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang
tulang secara linear. Hilang tulang ini lebih nyata pada wanita dibanding pria. Hal ini
karean massa tulang wanita lebih kecil daripada pria dan pengaruh penurunan hormon
esterogen pada wanita yang telah mengalami menopause. Tingkat hilang tulang ini
sekitar 0,5-1 % per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopause dan pada pria >
80 tahun. Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan dan pembentukan yang berjalan
18

bersama sehingga tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan pertumbuhan badan
(proses remodelling).
Kekurangan kalsium dalam waktu yang lama dapat menyebabkan osteoporosis.
Osteoporosis merupakan suatu keadaan berkurangnya massa tulang sehingga
menyebabkan tulang menjadi rapuh. Penurunan massa tulang ini sebagai akibat dari
berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan atau kombinasi dari keduanya
(Darmojo, 2006).
2.4.6 Penyakit muskuloskeletal pada lansia
Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya
usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ
dan jaringan tubuh. Keadaan demikian dapat dijumpai pada semua sistem
muskuloskleletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya
beberapa golongan rematik. Rematik bukan merupakan suatu penyakit tetapi suatu
sindrom. Rematik dapat terungkap sebagai suatu keluhan dan atau tanda. Tiga keluhan
utama rematik yaitu: nyeri, rasa kaku, dan kelemahan. Sedangkan tiga tanda utama
rematik yaitu: pembengkakan sendi, kelemahan otot, dan gangguan gerak.
Rematik dapat menyebabkan perubahan otot hingga fungsinya dapat menurun bila
otot pada bagian yang menderita tidak dilatih. Dengan meningkatnya usia menjadi tua
fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami rematik.
Salah satu golongan rematik yang sering dialami usia lanjut adalah osteoartritis
(Darmojo, 2006).
2.5 Upaya Pencegahan Masalah Gizi pada Lansia
Masalah gizi lebih atau gizi kurang pada lansia merupakan salah satu akibat dari
perubahan fisik dan penurunan fungsi organ tubuh akan mempengaruhi konsumsi dan
penyerapan zat makanan oleh tubuh. Gizi lebih pada lansia dapat diakibatkan oleh
kebiasaan mengkonsumsi makan yang berlebih pada waktu muda sehingga menyebabkan
berat badan berlebih dan juga karena kurangnya aktivitas fisik. Sedangkan gizi kurang
pada lansia dapat diakibatkan oleh Berkurangnya asupan zat gizi sebagai sumber energi
19

pada lansia dipengaruhi oleh pola makan lansia itu sendiri yaitu jumlah asupan makanan,
jadwal dan jenis makanan yang dimakan serta berkurangnya daya cerna, daya serap dan
distribusi zat gizi dalam tubuh lansia.
Canadian Z. Panjaitan dalam bukunya yang berjudul Tetap Bugar Sampai Tua
(1991) menyebutkan bahwa berbagai saran sebagai suatu upaya pencegahan masalah
kesehatan pada lansia. Upaya pencegahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua hal
besar, yaitu:
a. Prinsip makanan sehat
Pada lansia laju rerata metabolisme tubuh cenderung menurun. Demikian juga
tingkat aktivitas tubuhnya sehingga kebutuhan kalori elatif lebih rendah. Oleh sebab
itu, jumlah makanan yang dibutuhkan untuk memenuhi energi yang dibutuhkan tubuh
juga berkurang. Namun kebutuhan nutrisi seperti vitamin, mineral, protein dan lain
sebagainya tidak berkurang bahkan dapat bertambah.
1. Variasi makanan
Manusia memerlukan 40 macam zat gizi dari aneka ragam jenis makanan
agar dapat tetap sehat. Semua zat gizi tersebut dapat digolongkan dalam 5
kelompok besar, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Semua
zat gizi tersebut harus ada dalam tubuh pada saat yang bersamaan agar fungsi
tubuh dapat berjalan efisien dan lancar.
Meskipun setiap orang membutuhkan zat gizi yang sama, tetapi kuantitas
yang dibutuhkan tergantung pada berbagai faktor, seperti umur, jenis kelamin,
tingkat aktivitas, ukuran tubuh dan kondisi lingkungan hidup seseorang.
Biasanya setiap bahan makanan mengandung protein, lemak, karbohidrat,
vitamin B, vitamin A, kalsium, fosfor dan lain sebagainya. Tetapi tidak satupun
makanan yang dapat mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
Penganekaragaman makanan dapat mencegah dari kekurangan atau kelebihan
salah satu zat gizi.
2. Mengurangi bahan makanan berlemak

20

Penimbunan lemak dalam tubuh sering mendatangkan masalah. Tubuh


memproduksi dua jenis substansi lemak yaitu kolesterol dan trigliserida.
Kolesterol merupakan komponen penting dinding sel dan menjadi bahan dasar
pembentukan asam empedu dan hormon seks. Sedangkan trigliserida merupakan
energi padat yang tersimpan dalam jaringan lemak.
Kedua jenis substansi tersebut perlu dikeluarkan dari dalam tubuh. Jika
timbunan lemak tersebut terlalu banyak menumpuk dan memasuki sistem
peredaran darah dalam jangka panjang akan menyebabkan arteriosklerosis. Dan
jika hal seperti ini terjadi pada arteri koroner dapat mengakibatkan penyakit
jantung dan pembuluh darah.
3. Mengurangi konsumsi gula dan makanan yang mengandung karbohidrat tinggi
agar gula darah normal
4. Mengurangi konsumsi garam, yakni tidak lebih dari 4 gram per hari untuk
mengurangi risiko tekanan darah tinggi.
5. Menghindari bahan tambahan pangan
Teknoligi industri saat ini telah mengolah banyak zat kimia untuk berbagai
kegunaan. Sebagian zat kimia tersebut memang belum terdapat bukti nyata dapat
berbahaya bagi kesehatan tubuh. Struktur dan fisiologi tubuh tidak dapat
melawan dampak bahaya dari zat kimia tersebut. Apalagi pada lansia yang
mengalami penurunan struktur dan fisiologi tubuh, zat kimia tersebut sangat
berbahaya jika dikonsumsi terlalu berlebihan.
6. Menghindari rokok dan alkohol
7. Meningkatkan konsumsi sumber serat, vitamin dan mineral
Serat merupakan komponen makanan yang berasal dari sumber nabati. Serat
berguna untuk membuang sisa pencernaan dari dalam saluran pencernaan.
Substansi kompleks dari serat dapat bertindak sebagai bahan perekat zat kimia
tertentu. Beberapa serat dapat mengikat kolesterol dan lemak lalu membuangnya
bersama kotoran. Makanan yang mengandung serat mampu menurunkan kadar
gula darah dengan cara memperlambat absorpsinya. Zat beracun yang terdapat
21

dalam makanan dapat dinetralisir apabila banyak mengkonsumsi makanan yang


mengandung serat.
No
Zat Gizi
1 Kalori
2 Protein
3
4
5

Lemak
Mineral
Vitamin

Tabel 2. Peranan Zat Gizi bagi Lansia


Peranan pada Lansia
Sumber energi
Memelihara dan mengganti sel jaringan yang rusak,
pengatur fungsi fisiologi tubuh
Cadangan energi
Proses metabolik dalam tubuh
Mempertahankan fungsi berbagai jaringan tubuh

Canadian Z. Panjaitan (1991) mengatakan bahwa prinsip makanan sehat bagi lansia
adalah:
Makanan bergizi seimbang, mengandung sedikit lemak, jumlah kalori yang tidak
terlalu tinggi, pengurangan garam, pemasukan lebih banyak serat, sumber vitamin
dan mineral. Makanan yang baik adalah makanan yang dibutuhkan oleh tubuh.
Kurang atau lebih itu tidak baik. Oleh sebab itu, makanlah untuk hidup, bukan
sebaliknya, hidup untuk makan.
b.

Bergerak itu sehat


Sebagian orang berpendapat bahwa semakin tu berarti semakin lambat, semakin
banyak diam, menghindari pekerjaan dan pergerakan, serta membiarkan orang yang
lebih muda mengambil alih berbagai tanggung jawab. Namun pendapat tersebut
tidaklah benar. Banyak dampak positif yang diperoleh dari gerak badan bagi lansia,
terlebih jika dilakukan secara teratur.
Satu alasan penting mengapa orang lansia perlu olah raga adalah karena gerak
badan dapat memperlambat proses penuaan. Orang lansia cendenrung mengalami
penurunan tingkat metabolisme seperti orang yang kurang bergerak pada umumnya.
Volume oksigen maksimum berkurang sekitar 1% setiap tahunnya pada orang lansia
yang tidak berolah raga. Hal ini membuat berbagai organ tubuh kurang aktif. Orang
lansia yang teratur berolah raga akan membuat mereka mencapai volume oksigen
maksimum. Hal tersebut dikarenakan gerak badan menahan laju kemerosotan
berbagai organ tubuh melalui peningkatan output jantung, kapasitas paru-paru dan

22

volume darah. Gerak badan dapat juga mempertahankan kecepatan gerak reflek yang
sering menjadi masalah orang lansia.
Tentu tidak semua jenis olah raga cocok bagi para manula. Hal ini ditinjau
terutama dari segi kemampuan fisik yang sudah berkurang. Olah raga berat yang
menguras tenaga tentu kurang cocok bagi para lansia. Tiga hal utama yang dibutuhkan
dari olah raga untuk mempertahankan stamina tubuh yang baik, yaitu:
a. Meningkatkan ketahanan jantung
b. Membangun kekuatan otot
c. Melatih kelenturan persendian
Olah raga untuk melatih ketahanan yang paling cocok bagi para lansia adalah
jalan. Jalan merupakan salah satu jenis olah raga yang dapat dilakukan oleh semua
gololngan umur sesuai dengan rute dan kecepatan yang dikehendaki. Berjalan kaki
secara teratur akan memperbaiki kesehatan karena dapat menurunkan tekanan darah
dan denyut nadi; meningkatkan kualitas kardiovaskuler; menaikkan HDL dan
menurunkan LDL; memperkuat kaki, betis, dan pergelangan kaki; menigkatkan
oksigenasi darah oleh pernafasan yang lebih dalam; mengatur metabolisme dan berat
badan; merangsang fungsi kelenjar; membantu rileksasi mental dan mengurangi stres.

23

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Lanjut usia (lansia) merupakan proses alami yang terjadi pada semua manusia.
Secara alamiah, lansia akan mengalami suatu fase kemunduran (degenerasi) dari
fungsi organ tubuh. Selain akibat dari terjadinya perubahan pada seluruh sistem organ,
lansia juga mengalami masalah gizi. Perubahan fisik dan penurunan fungsi organ
tubuh akan mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat makanan oleh tubuh. Hal ini
akan akan berakibat pada terjadinya masalah gizi lebih atau terjadi gizi kurang.
Gangguan tersebut dapat menyebabkan timbulnya penyakit, seperti malnutrisi,
hipertensi, obesitas, diabetes melitus dan stroke.
Upaya agar tetap bugar di usia lanjut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1)
Prinsip Makanan Sehat. Makanan lansia hendaknya harus mengandung semua unsur
zat gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, air dan serat dalam jumlah
yang cukup dan seimbang sesuai dengan kebutuhan aktifitas lansia. 2) Bergerak itu
Sehat. Olah raga untuk melatih ketahanan yang paling cocok bagi para lansia adalah
jalan. Berjalan kaki dapat meningkatkan ketahanan jantung, membangun kekuatan

3.2

otot dan melatih kelenturan persendian.


Saran
Agar tetap bugar di usia lanjut, dapat dilakukan menjaga kesehatan tubuh sejak
usia muda dengan cara memperhatikan kebutuhan gizi tubuh dengan cara
mengkonsumsi makanan yang dibutuhkan dan menjaga kebugaran tubuh dengan cara
olah raga teratur.
DAFTAR PUSTAKA

Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 2012. Lansia. Diakses dari
http://www.bkkbn.go.id. 20 Oktober 2015 (17:19).
24

Darmojo dan R. Boedhi. 2006. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:
Balai Penerbit FK UI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Tabel Angka Kecukupan Gizi 2013.
Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. Riskesdas 2013. Jakarta.
Maryam, RS., Ekasari, MF., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I. 2008. Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Adriani, Merryana dan Bambang Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan.
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.
Panjaitan, Canadian Z. 1991. Tetap Bugar Sampai Tua, Terobosan Baru Untuk Mencapai
Usia Maksimum. Bandung: Indonesia Publishing House.
Supariasa, IDN., Bakri, B. dan Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.

25

You might also like