You are on page 1of 7

Jelaskan terjadinya patogenesis di leher!

Dalam kondisi normal, pembelahan, proliferasi, dan diferensiasi sel


dikontrol secara ketat. Terdapat keseimbangan antara proliferasi dan kematian sel,
dan pembelahan selular hanya diaktifkan bila sel mati atau kebutuhan fisiologik
memerlukan lebih banyak sel jenis tertentu (misalnya pada infeksi akut,
dibutuhkan lebih banyak perkembangan leukosit). Sistem sinyal interselular
khusus berfungsi untuk meregulasi replikasi sel sel seseorang dalam tubuh.
Proliferasi sel sebagian besar dikontrol oleh faktor kimia dalam lingkungan, yang
dapat meningkatkan pertumbuhan jaringan tertentu dan secara bersamaan
menghambat pertumbuhan sel lain yang tidak diinginkan. Satu golongan protein
yaitu faktor pertumbuhan yang pertama kali diperkenalkan sebagai contoh jalur
sinyal transduksi adalah penting untuk meningkatkan atau menahan pembelahan
sel. Faktor pertumbuhan bekerja merangsang mitosis selular sehingga jaringan
tumbuh. Jenis sel sel yang berlainan menyekresikan berbagai faktor
pertumbuhan.
Dalam kondisi fisiologi normal, mekanisme sinyal sel yang memulai proliferasi
sel dapat dibagi menjadi langkah langkah sebagai berikut:
a. Satu molekul, sering sebagai satu faktor pertumbuhan, terikat pada reseptor
khusus pada permukaan sel,
b. Reseptor faktor pertumbuhan diaktifkan yang sebaliknya mengaktifkan
beberapa protein transduser,
c. Sinyal ditransmisikan melewati sitosol melalui second messenger menuji inti
sel,
d. Faktor

transkripsi

inti

yang

memulai

pengaktifan

transkripsi

asam

deoksiribonukleat (DNA).
Ketika keadaan menguntungkan untuk pertumbuhan sel, sel terus melalui
fase siklus replikasi sel. Siklus replikasi sel dan pengaturannya telah menjadi
subjek studi terus menerus selama tahun tahun terakhir karena kepentingannya
dalam memahami karsinogenesis (proses perkembangan kanker). Bukti bukti
yang meningkat menyatakan bahwa kanker adalah gangguan genetik, walaupun
kebanyakan kanker tidak diturunkan. Proses dasar yang sering terdapat pada
semua neoplasma adalah perubahan gen yang disebabkan oleh mutasi pada sel

somatik. Bukti terbaru untuk dasar kanker secara genetik berasal dari penelitian
bahwa banyak agen seperti radiasi, kimia tertentu, dan virus virus (karsinogen)
mampu memulai kanker pada binatang percobaan jika diberikan secara tepat. Apa
yang sering dimiliki oleh karsinogen adalah mutagenik (yaitu mampu
menyebabkan mutasi genetik). Lebih jelas lagi dalam sebagian besar kanker yang
sangat luas, mungkin pada semua kanker, terdapat mutasi (misalnya perubahan
dalam rangkaian nukleotida DNA) dan menyebabakan keadaan yang gawat.
Transformasi sel (mutasi) menghasilkan klon keganasan yang tidak tahan lama
dalam merespons pengaturan normal mekanisme dan memulai proliferasi tanpa
memperhatikan kebutuhan tubuh.
Telah diidentifikasi empat golongan gen yang memainkan peranan penting
dalam mengatur sinyal mekanisme faktor pertumbuhan dan siklus sel itu sendri,
termasuk protoonkogen, gen supresi tumor, gen yang mengatur apoptosis, dan gen
yang memperbaiki DNA. Mutasi tersebut dalam gen pengaturan ini bertanggung
jawab terhadap patogenesis kanker yang sekarang merupakan fakta yang sudah
diketahui dengan baik walaupun tidak semua seluk beluk diketahui.

a. Protoonkogen dan onkogen


Protoonkogen adalah gen selular yang berfungsi untuk mendorong dan
meningkatkan pertumbuhan normal dan pembelahan sel. Gen tersebut ditunjukkan
oleh tiga nama huruf seperti c-myc atau erb-B1. Sel yang memperlihatkan bentuk
mutasi dari gen ini disebut onkogen dan memiliki kemungkinan yang besar untuk
berkembang menjadi ganas setelah pembelahan sel dalam jumlah yang terbatas.
Ketika bermutasi menjadi onkogen karsinogenik, protoonkogen normal menjadi
aktif dan mengakibatkan multiplikasi sel yang berlebihan.
Kode protoonkogen untuk protein terlibat daalm proliferasi yang diaktifkan
oleh reseptor dan jalur diferensiasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
termasuk juga faktor pertumbuhan, reseptor faktor pertumbuhanm protein yang
terlibat dalam sinyal transduksi, protein pengaturan inti, dan pengaturan siklus sel.
Protoonkogen yang mengkode berbagai komponen dalam aliran tersebut dapat
bermutasi menjadi onkogen (menghasilkan onkoprotein yang abnormal) yang
tetap mengaktifkan jalur itu secara terus menerus ketika sebaliknya alirannya
berhenti. Onkoprotein abnormal yang menyerupai produk onkogen normal tanpa
elemen pengaturan penting dan produksinya tidak bergantung pada faktor

pertumbuhan atau sinyal eksternal lain. Dapat mengakibatkan produksi yang


belebihan dari faktor pertumbuhan, membanjiri sel tersebut dengan sinyal
replikasi, stimulasi jalur intermedial yang tidak terkontrol, atau menggerakkan
faktor pertumbuhan yang tidak terkendali dengan meningkatkan kadar faktor
transkripsi.
Protoonkogen dapat diubah menjadi onkogen dengan empat mekanisme dasar,
sebagai berikut:
1) Mutasi poin
Mekanisme ini melibatkan substansi berdasar tunggal dalam rantai DNA yang
mengakibatkan kesalahan mengkode protein yang memiliki satu asam amino
substansi untuk yang lain. Mutasi poin telah terdapat dalam proporsi tumor
pembawa gen ras yang besar, termasuk karsinoma kolon, pankreas, dan tirod.
Protein ras normal terlibat dalam pengaturan jalur transduksi sinyal sitosol dan
dalam pengaturan siklus sel.
2) Amplifikasi gen
Mekanisme ini menyebabkan sel memerlukan peningkatan jumlah salinan
protoonkogen yang menyebabkan ekspresi berlebihan dari hasil produksinya.
3) Pengaturan kembali kromosomal
Translokasi satu fragmen kromosom ke kromosom lainnya atau pengahapusan
satu fragmen kromosom menyebabkan jukstaposisi gen yang normalnya
berjauhan satu dengan yang lain. Pertumbuhan dan diferensiasi sel berjalan
normal jika protoonkogen yang berdekatan berfungsi bersamaan dalam cara yang
biasa namun mungkin dapat disusun kembali jik hubungan ini terganggu.
Translokasi dapat membawa protoonkogen ke tempat kromosom lain yang
merangsang fungsinya. Secara bergantian, translokasi dapat membawa gen ke
tempat baru yang bebas dari gen gen inhibitor yang lebih dulu mengontrol
fungsinya.
4) Insersi genom virus
Insersi genom virus ke dalam genom sel hospes menyebabkan kekacauan
struktur kromosom normal dan disregulasi genetik. Banyak virus telah diketahui
bersifat onkogenik pada hewan. Salah satu contohnya adalah virus Epstein-Barr
(EBV) yang terlibat dalam patogenesis empat jenis kanker : linfoma Burkitt,
limfoma sel B, karsinoma nasofaringeal, dan beberapa kasus limfoma Hodgkin.
b. Gen gen supresor tumor

Kebalikan

dari

protein

pengubah

protonkogen

yang

meningkatkan

pertumbuhan sel, gen gen supresor tumor menghambat atau mengambil


kerusakan pada pertumbuhan sel dan siklus pembelahan. Nama jenis gen gen in
kadang menyesatkan karena fungsi normalnya untuk mengatur pertumbuhan sel
dan bukan untuk mencegah pertumbuhan tumor. Satu manifestasi penghambat
dalam biakan sel sel normal di laboratorium adalah penghambat kontak. Sel
sel normal berhenti bereplikasi ketika kontak dengan sel sel lain, umumnya
membentuk satu lapisan ketika tumbuh dalam biakan piring. Sebaliknya, sel sel
kanker terus tumbuh dan terakumulasi pada bagian atas setelah membentuk satu
lapisan yang menyatu. Dengan kata lain, sel kanker menjadi autonom, gagal untuk
merespons pertumbuhan normal dan sinyal penghambat dalam komunitas sel.
Mutasi pada gen supresor tumor menyebabkan sel mengabaikan satu atau lebih
komponen jaringan sinyal penghambat, memindahkan kerusakan dari siklus sel
dan menyebabkan angka yang tinggi dari pertumbuhan yang tidak terkontrol
(kanker). Pada cara yang meyerupai onkogen, hasil protein dari gen supresor
tumor berfungsi dalam semua bagian sel, pada permukaan sel, dalam sitoplasma,
dan nukleus.
Gen supresor tumor ditetapkan oleh yang kuat dari tidak adanya gen dan
kecenderungan menjadi resesif. Kedua alel normal harus bermutasi sebelum
tumbuh berkembang menjadi ganas. Jadi, neoplasi adalah akibat dari hilangnya
fungsi kedua gen supresot tumor. Hilang atau tidak aktifnya gen supresor normal
dapat diperoleh secara somatik dalam satu salinan sel atau secara langsung
terdapat dalam garis germinal. Gen Rb adalah gen supresor tumor yang pertama
kali ditemukan. Retinoblastoma adalah tumor ganas mata pada anak anak yang
timbul secara herediter dan dalam bentuk sporadik.
Kode gen Rb untuk protein pRb penting untuk mengontrol siklus sel pada titik
pemeriksaan G1-S disebut master brake. Pada titik pemeriksaan ini, sel tersebut
bekerja untuk replikasi DNA lain atau untuk periode yang tidak aktif atau
diferensiasi (atau keduanya), bergantung pada keseimbangan antara antara
peningkatan pertumbuhan dan hambatan sinyal. Perkembangan dalam siklus sel
diperantarai oleh berbagai siklin yang dikombinasi dengan kinase bergantung
siklin (CDK). Protein pRb dapat menghambat pembelahan sel dengan mengikat

faktor transkripsi, mencegahnya dari transkripsi faktor pertumbuhan. Satu mutasi


gen Rb yang tidak aktif memindahkan salah satu kendali utama pembelahan sel.
Gen yang mengatur pengontrolan siklus sel seringkali mengacaukan sel kanker.
Jika gen Rb adalah master brake dari siklus sel, maka gen TP53 (yang
mengkode protein p53) adalah emergency brake. Protein p53 diketahui sebagai
penjaga titik pemeriksaan G1-S namun biasanya tidak dalam perjalanan repiliksi
sel normal. Tapa bila terjadi kerusakan DNA, p53 akan mempengaruhi transkripsi
untuk menghentikan siklus sel (melalui ekspresi p21 suatu penghambat CDK) dan
memberikan sinyal kepada gen perbaikan DNA untuk memperbaiki kerusakan.
Jika kerusakan terlalu berat, maka p53 merangsang apoptosis yang terprogram.
Jika gen supresot tumor TP53 dinonaktifkan oleh suatu mutasi, maka pertahanan
utama yang melawan propagasi sel dengan merusak DNA (menyebabkan satu
salinan ganas) akan hilang.
c. Gen gen yang mengatur apoptosis
Atau kematian sel terprogram adalah suatu proses aktif menyingkirkan sel sel
dari organisme. Seperti pertumbuhan dan diferensiasi sel, apoptosis juga
membutuhkan pengaturan yang terkoordinasi dan aktif dengan gen gen khusus.
Telah ditemukan keluarga besar gen yang mengatur apoptosis. Beberapa dari gen
ini mengahambat apoptosis, mirip dengan gen bcl-2, sedangkan yang lain
meningkatakan apoptosis (seperti sebgai bad atau bax). Keyakinannya bahwa
anggota proaptosis dan antipoptosis dari keluarag gen ini bekerja sebagai reostat
dalam mengontrol apoptosis. Ekspresi berlebihan dari gen bcl-2 yang disebabkan
oleh translokasi kromosomal berkaitan dengan mayoritas limfoma sel B tipe
folikuler. Selain itu, kegagalan sel sel tersebut untuk sebagaimana yang
seharusnya (karena apoptosis ditekan oleh bcl-2 yang bermutasi) menyebabkan
penumpukan limfosit B dalam kelenjar getah bening dan limfoma.
d. Gen gen perbaikan DNA
Penyebab kerusakan DNA mencakup radiasi, bahan kimia, sinar ultraviolet,
dan kesalahan acak dalam replikasi DNA. Gen perbaikan DNA mengode untuk
protein (fungsi normal untuk mengoreksi kesalahan yang timbul ketika sel
menduplikasi DNA-nya sebelum pembelahan sel). Mutasi dalam gen perbaikan
DNA dapat menyebabkan kegagalan perbaikan DNA, yang pada gilirannya
memungkinkan mutasi selanjutnya pada gen supresor tumor dan protoonkogen

untuk menumpuk. Gen perbaikan DNA (serupa dengan gen supresor tumor)
terdapat dalam pasangan kromosom homolog, dan keduanya harus tidak berfungsi
sebelum fungsi perbaikan yang diregulasi oleh gen terganggu (yaitu pola ekspresi
resesif autosomal).
Individu yang lahir dengan mutasi herediter gen perbaikan DNA memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk menderita kanker karena jika tejadi suatu spontan
pada alea normal lain, sel yang terkena tidak mampu memperbaiki kesalahan
replikasi DNA.

Benjolan di leher:
Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama
sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada KNF, penyebaran
ke kelenjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelenjar
getah bening pada lapisan submokosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke
kelenjar getah bening diawali pada nodus limfatik yang terletak retropharyngeal
yaitu Nodus Rouvier. Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang
biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher
samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karena sering diabaikan oleh pasien.
Selanjutnya sel sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan
mengenai otot di bawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit
digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi.
Referensi:
Sylvia A. Price. Editor. Patofisiologi Konspe klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 2, Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. H.139-158

You might also like