You are on page 1of 28

PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA MANAJEMEN PNS DI DAERAH :

Studi Kasus di Provinsi Bali1


Samiaji
Pusat Inovasi Pelayanan Publik
Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara
Lembaga Administrasi Negara
Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia
Phone. (021 3868201 ext 119 , E-mail: mas_samiaji@yahoo.com
PENDAHULUAN
Pegawai Negeri Sipil (PNS) baik PNS Pusat maupun PNS Daerah merupakan pilar terpenting
dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, disamping pilar kelembagaan
(organisasi) dan ketatalaksanaan (mekanisme/prosedur). Dengan kata lain, PNS atau birokrat
sesungguhnya menjadi penyangga bagi berjalannya suatu pemerintahan. Adanya birokrasi yang
cenderung gemuk lambat dan berbelit-belit, suka memperlambat orang dan membuat persoalan
mudah menjadi sulit jelas akan menjadikan penyelenggaraan pemerintahan menjadi tidak berkualitas
(Tjokroamidjojo, 2003).
Potret PNS saat ini menunjukkan gambaran yang belum terlalu menggembirakan. Saat ini, PNS
digambarkan mempunyai tingkat profesionalisme yang rendah, kemampuan pelayanan yang tidak
optimal, rendahnya tingkat reliability, assurance, tangibility, empathy dan responsiveness, tidak
memiliki tingkat integritas sebagai pegawai pemerintah sehingga tidak mempunyai daya ikat
emosional dengan instansi dan tugas-tugasnya, tingginya penyalahgunaan wewenang (KKN), tingkat
kesejahteraan yang rendah dan tidak terkait dengan tingkat pendidikan, prestasi, produktivitas dan
disiplin pegawai (Setia Budi, 2007). Kondisi ini berdampak pada rendahnya kinerja PNS dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam melayani masyarakat.
Di sisi lain, rendahnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu sorotan yang diarahkan
kepada birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perbaikan pelayanan
publik di era reformasi merupakan harapan seluruh masyarakat, namun dalam perjalanannya
ternyata kualitas pelayanan yang diberikan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Kajian Pusat
Studi Kependudukan UGM (2002) mengungkap bahwa buruknya pelayanan yang diberikan
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: (a) ketidakpastian waktu, biaya dan cara pelayanan,
(b) diskriminasi: hubungan pertemanan, afiliasi politik, agama dan etnis, (c) rantai birokrasi yang
panjang, suap dan pungli dianggap wajar, (d) orientasi kepentingan: pemerintah dan pejabat, (e)
merebaknya budaya kekuasaan, (f) terjadinya distrust, dan (g) tidak adanya distribusi kewenangan.
Faktor-faktor tersebut tidak satu pun menyebut (secara eksplisit) fakfor SDM, namun jika dicermati
secara jeli maka sebagian faktor penyebab buruknya pelayanan publik itu sangat berkaitan dengan
kualitas SDM pemberi pelayanan. Faktor diskriminasi misalnya, merupakan sikap pelayan publik yang
1

Tulisan ini merupakan bagian dari hasil kajian tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja PNS di Daerah
yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah Tahun 2011 dengan Tim Kajian : Adi Suryanto,
Elly Fatimah, Suryanto, Abdul Muis, Kartika Retno Pertiwi, Muhammad Arjul, Meita Ahadiyati K, Samiaji,
Sukamto, Endang Purwati, Zainuna dan Revianeza Aziz

membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan berdasarkan perkoncoan dan perilaku SARA


(Suku, Agama, Ras dan Antargolongan). Demikian pula faktor pungli dan suap yaitu berkenaan
dengan SDM pemberi layanan yang gemar melakukan pungutan liar dan menerima suap dari pihak
yang dilayani.
Kondisi demikian menyebabkan citra aparatur sebagai abdi negara dan abdi masyarakat
semakin dipertanyakan. Sejak masa orde baru hingga kini, eksistensi PNS (ambtenaar) merupakan
jabatan terhormat yang begitu dihargai tinggi dan diidolakan publik, sehingga filosofi PNS sebagai
pelayan publik (public servant) dalam arti riil menghadapi kendala untuk direalisasikan. Hal ini
terbukti dengan sebutan pangreh praja (pemerintah negara) dan pamong praja (pemelihara
pemerintahan) untuk pemerintahan yang ada pada masa tersebut yang menunjukkan bahwa mereka
hanya siap dilayani bukan siap untuk melayani. Hal ini pulalah yang menyebabkan lunturnya
kepercayaan masyarakat/publik kepada PNS selaku pelayan publik. Sesungguhnya, apa yang menjadi
penyebab kondisi yang demikian?. Salah satu penyebab buruknya kinerja PNS dalam memberikan
pelayanan publik adalah lemahnya manajemen PNS itu sendiri, yang dimulai sejak perencanaan
sampai dengan pemberhentian PNS.
Dalam kaitan dengan manajemen PNS tersebut, pada tahun 2011 Pusat Kajian Kinerja Otonomi
Daerah-Lembaga Administrasi Negara telah melakukan pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen
terhadap 5 Provinsi, yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Sulawesi Selatan. Namun dalam tulisan ini akan
dibahas hasil pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen PNS seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi
Bali.
TUJUAN DAN SASARAN KAJIAN
Tujuan kajian ini adalah untuk :
1. Mengukur kinerja manajemen PNS di Daerah yang ada saat ini (existing condition).
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manajemen PNS di Daerah.
3. Menyusun strategi peningkatan kinerja manajemen PNS di Daerah.
Adapun sasarannya adalah:
1. Teridentifikasinya gambaran kinerja manajemen PNS di Daerah yang ada saat ini (existing
condition).
2. Teridentifikasinya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manajemen PNS di Daerah.
3. Tersusunnya strategi peningkatan kinerja manajemen PNS di Daerah.
METODE KAJIAN
Jenis kajian ini adalah deskriptif-evaluatif yakni kajian yang menggambarkan objek kajian
sebagaimana adanya berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan terhadap objek kajian tersebut.
Objek kajian yang dimaksud dalam kajian ini adalah pelaksanaan manajemen PNS di daerah.
Pendekatan kajian yang digunakan adalah kuantitatif , yang didukung pula dengan pendekatan
kualitatif. Namun demikian, pada kajian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif yang
mengedepankan pendalaman terhadap pandangan sumber informasi melalui wawancara mendalam
dan metode lain yang dapat dipertanggung-jawabkan.
Berdasarkan karakteristik data yang digunakan, kajian ini lebih bersifat cross-sectional study,
dimana obyek studi dikaji pada pada waktu tertentu. Evaluasi manajemen PNS di daerah dilakukan
terhadap data-data pada tahun 2011.
Pengumpulan data kajian dilakukan dengan menerapkan beberapa teknik antara lain:
a. Survey

b. Diskusi/brainstorming
c. Wawancara mendalam (indepth interview)
d. Studi Pustaka
Analisis data telah dilakukan melalui tahapan dan cara sebagai berikut:
a. Untuk data hasil diskusi dan hasil wawancara mendalam (indepth interview), pengolahan dan
analisis data dimulai dengan mentranskrip hasil diskusi dan wawancara mendalam, kemudian
dilanjutkan dengan melakukan analisis data tersebut secara kualitatif. Dalam melakukan analisis
data hasil wawancara perlu diperhatikan dengan seksama karena tidak semua data yang
disampaikan narasumber merupakan fakta yang sesungguhnya. Untuk data-data yang berasal
dari dokumentasi atau studi pustaka, pengolah dan penganalisis data (peneliti) akan
menyalin/mengutip sebagian isi dari dokumen yang bersangkutan. Untuk itu, peneliti harus
menyertakan sumber yang dikutipnya secara lengkap.
b. Untuk data kuantitatif, analisis dilakukan sebagai berikut.
1) Menentukan bobot masing-masing parameter dan indikator. Penentuan bobot dilakukan
melalui expert judgement sesuai kepentingannya dalam menjelaskan parameter dan
indikator tertentu. Bobot terbesar pada aspek/parameter perencanaan (20%), parameter
pengadaan pegawai dan pengembangan pegawai (15%), pengangkatan dalam jabatan,
kesejahteraan pegawai, kinerja pegawai, dan disiplin dan etika pegawai (10%). Sedangkan
skor terendah pada aspek/parameter pemberhentian (5%) karena parameter ini menjadi
imbas dari parameter lainnya, misalnya penilaian kinerja dan disiplin & etika pegawai.
2) Memberikan nilai atas jawaban pertanyaan pada masing-masing indikator. Pemberian skor
dibagi menjadi dua tingkat (ada tidak ada, skor 100 dan 0) atau tiga tingkat (skor 100, 50,
0), atau 4 tingkat (skor 100, 75, 50, 25), atau ketentuan lainnya yang didasarkan pada
kesepakatan tim kajian.
3) Memberikan skor pada masing-masing parameter. Skor masing-masing parameter diperoleh
dengan menjumlahkan keseluruhan nilai setelah dikalikan dengan bobot masing-masing
indikator. Total skor dihasilkan dengan menjumlahkan keseluruhan skor parameter setelah
dikalikan dengan masing-masing bobot parameter.
Rumus:
Skor parameter1 = (bobot indikator11 x nilai indikator1)++ (bobot indikator1n x nilai
indikator1n)
Skor parameter2 = (bobot indikator21 x nilai indikator 21)++ (bobot indikator2n x nilai
indicator 2n) dst
Skor parameterm = (bobot indikatorm1 x nilai indikator 21)++ (bobot indikatormn x nilai
indicator mn)
Total skor = (bobot parameter1 x skor parameter1) ++ (bobot parameterm x skor
parameterm)
Catatan: m= jumlah parameter dan n = jumlah indikator (masing-masing parameter)
Kriteria hasil pengukuran menghasilkan indeks kinerja manajemen pegawai negeri sipil (IKM
PNS) yang ditentukan sebagai berikut:
1) Skor Total 80 adalah sangat tinggi
2) Skor Total 61 -79 adalah tinggi
3) Skor Total 41 - 60 adalah rendah
4) Skor Total 40 adalah sangat rendah

KONSEP PENGUKURAN DAN EVALUASI


1. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja dan manajemen kinerja merupakan dua konsep yang saling berhubungan.
Pengukuran dan manajemen kinerja adalah penting untuk melihat dan mengevaluasi capaian atau
hasi pekerjaan yang telah diakukan individu/organisasi/ sistem untuk mencapai tujuan yang menjadi
sasaran pekerjaan tersebut (LAN, 2004: 97).
Pengukuran kinerja manajemen PNS Daerah adalah suatu proses untuk menentukan capaian
kinerja manajemen PNS Daerah dalam rangka mendukung pencapaian kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Manfaat pengukuran kinerja, antara lain:
a. Sebagai alat untuk mengidentifikasi apakah tuntutan masyarakat terhadap pengelolaan PNS
Daerah dapat terpenuhi.
b. Membantu memahami proses penyelenggaraan dan pengelolaan PNS Daerah, menegaskan halhal yang telah dicapai serta menyingkap permasalahan yang belum diketahui.
c. Untuk meyakinkan bahwa keputusan yang diambil secara obyektif, bukan secara emosional atau
intuisi semata.
d. Untuk menunjukkan perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan dalam pengelolaan PNS Daerah.
e. Untuk memperlihatkan keberhasilan pengelolaan PNS Daerah yang telah dicapai.
f. Menjadi referensi bagi pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan PNS Daerah. Dewasa
ini pemerintah, khususnya pemerintah daerah dituntut untuk lebih responsif, kompetitif, dan
akuntabel. Oleh karena itu ketersediaan informasi kinerja manajemen PNS Daerah menjadi hal
yang vital.
2.

Indikator Kinerja
Indikator adalah suatu nilai yang diturunkan dari parameter yang memberikan informasi
tentang keadaan dari suatu fenomena/lingkungan/wilayah dengan signifikansi dari indikator tersebut
berhubungan secara langsung dengan nilai parameter. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan
keadaan secara keseluruhan, tetapi kerap kali memberi petunjuk (indikasi) tentang keadaan
keseluruhan sebagai suatu pendugaan (proxy). Kategori indikator kinerja meliputi ukuran input
(masukan) , ukuran output (keluaran), ukuran outcomes (hasil), ukuran efisiensi, dan infomasi
penjelas.
Evaluasi Kinerja membantu memahami kebijakan dan program melalui kajian yang sistematis
yang menjelaskan pengoperasian program, efek, justifikasinya, dan implikasi sosialnya. Esensi
penting dalam evaluasi adalah pembuatan nilai-nilai yang diperlukan untuk menghasilkan informasi
mengenai kinerja suatu obyek. Dan nilai ini merupakan informasi kinerja yang dapat digunakan
secara terbuka untuk mengatakan apakah suatu hasil program/kegiatan dilakukan sesuai dengan
tujuannya. Evaluasi dilakukan dengan tujuan akhir sebagai usaha untuk mewujudkan kondisi sosial
yang lebih baik.
3.
a.
b.
c.

Tujuan evaluasi
Tujuan dari kegiatan evaluasi manajemen PNS di Daerah adalah sebagai berikut :
Memberikan penilaian tentang kinerja manajemen PNS Daerah.
Menilai sejauh mana manajemen PNS Daerah mampu memenuhi tujuan, aturan, standar, atau
harapan formal lainnya
Perbaikan manajemen PNS Daerah, usaha menggunakan informasi yang secara langsung mampu
meningkatkan kualitas manajemen PNS Daerah.

Aspek strategis dari kegiatan evaluasi adalah perumusan rekomendasi (recommendation),


yaitu menentukan langkah-langkah tindak lanjut apa yang dapat dilakukan selanjutnya, baik sebagai
tindakan korektif maupun dalam rangka keberlanjutan sesuatu program.
Pengukuran kinerja dapat berfungsi sebagai alat deteksi dini (early warning sistem) untuk
memperlihatkan tingkat kegagalan atau keberhasilan suatu program. Namun hasil dari pengukuran
kinerja yang sifatnya lebih bersifat kuantitatif seringkali tidak dapat menjelaskan latar belakang atau
alasan (reason) penyebab kegagalan atau mempelajari faktor-faktor keberhasilan dan memberikan
suatu rekomendasi untuk perbaikan. Oleh karena itu memerlukan eksplorasi yang lebih mendalam
melalui evaluasi dapat sebagai cara untuk menjawab kebutuhan tersebut karena pada dasarnya
evaluasi lebih menekankan pada pengkajian yang lebih mendalam untuk mendapatkan rekomendasi
perbaikan.
Meskipun tidak semua evaluasi menghendaki adanya pengukuran kinerja, namun pengukuran
kinerja yang efektif tidak dapat dilepaskan dari kegiatan evaluasi. Hal ini karena pengukuran kinerja
yang terlepas dari evaluasi hanya akan memberikan gambaran deskriptif dan sulit untuk memberikan
rekomendasi yang baik.
KONSEP DAN KEBIJAKAN MANAJEMEN PNS
Manajemen PNS adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan
derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian yang meliputi
perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kepegawaian,
dan pemberhentian.
1. Perencanaan
Di dalam berbagai literatur selalu disebutkan istilah perencanaan sumber daya manusia
(perencanaan SDM), namun dalam kajian ini terminologi tersebut akan dimaknai sama dengan
perencanaan PNS, hal ini dimaksudkan guna menjaga konsistensi dalam pembahasannya. Secara
konseptual, terdapat banyak sekali pengertian perencanaan sumber daya manusia (human resources
planning) yang diberikan oleh para ahli. Beberapa di antaranya adalah seperti di bawah ini. Werther
and Davis (2003:155) memberikan pengertian bahwa Human resources planning sistematically
forecast an organizations future demand for and supply of employee. Perencanaan sumber daya
manusia secara sistematis meramalkan permintaan dan penawaran pegawai di masa mendatang dari
suatu organisasi. Pengertian di atas memberikan penekanan pada keseimbangan atau kesesuaian
antara permintaan terhadap pegawai dengan ketersediaannya di suatu organisasi.
Hal tersebut senada dengan pendapat Siagian (1993: 41), yang menyatakan bahwa
perencanaan merupakan pengambilan keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di
masa depan. Dalam hal perencanaan SDM (: PNS) yang menjadi fokus perhatian ialah langkahlangkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna lebih menjamin bahwa dalam organisasi
tersedia tenaga kerja yang tepat pada waktu yang tepat, kesemuanya dalam rangka pencapaian
tujuan dan sasaran yang telah dan akan ditetapkan.
Berdasarkan pendapat tersebut menjadi jelas perencanaan PNS daerah hendaknya dimuat
dalam perencanaan stratejik (Renstra), baik renstra satuan kerja perangkat daerah yang mengelola
PNS daerah dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah/BKD maupun renstra daerah/ RPJMD.
Dengan demikian, RPJMD dan atau Renstra BKD dikatakan baik apabila memuat prakiraan jumlah dan
kualitas PNS yang dibutuhkan selama periode tertentu, misalnya lima tahun. Hal ini ditekankan pula
oleh Zainun (1993:30), ...dalam renstra digunakan istilah arah dan kebijaksanaan yang disusul dengan
program-program, ini berarti perencanaan yang menghasilkan rencana, maka dalam renstra ternyata
perencanaan yang jangka waktunya 5 tahun.

Satu hal yang juga penting dalam perencanaan PNS adalah adanya standar kompetensi jabatan
untuk menjamin terpenuhinya kualitas PNS yang akan direkrut. Kompetensi adalah kemampuan dan
karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan (knowledge), keahlian/
keterampilan (skill) dan sikap perilaku (attitude) yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya.
Sampai saat ini implementasi tahap perencanaan PNS sebagai bagian dari sistem manajemen
secara utuh di tingkat nasional belum ada, yang ada hanyalah perencanaan pengadaan pegawai
(sebagaimana tertuang dalam PP No. 98 Tahun 2000 jo PP No. 12 Tahun 2002 tentang Pengadaan
PNS). Padahal perencanaan yang utuh/makro ini sangat diperlukan dalam rangka mengelola PNS
secara optimal.
Dengan cara pandang ini maka perencanaan pegawai telah diukur melalui kelompok indikator
sebagai berikut :
Ketersediaan perencanaan induk (masterplan) kepegawaian
Pemanfaatan ABK (Analisis Beban Kerja) dan AKP (Analisis Kebutuhan Pegawai) dalam
penyusunan kebutuhan pegawai
Bezetting (daftar kekuatan pegawai) dan pemanfaatannya
Kesesuaian pengadaan pegawai dengan rincian formasi yang telah ditetapkan
2.

Pengadaan pegawai
Pengertian pengadaan tidak sama dengan rekruitmen, karena pengadaan PNS lebih luas dari
rekruitmen. Hal itu sebagaimana pendapat Thoha (2005: 55), proses pengadaan pada dasarnya
meliputi kegiatan-kegiatan: (a) pengidentifikasian kebutuhan untuk melakukan pengadaan, (b)
mengidentifikasi persyaratan kerja, (c) menetapkan sumber-sumber kandidat, d) menyeleksi
kandidat, (e) memberitahukan hasilnya kepada para kandidat, dan (f) menunjuk kandidat yang lolos
seleksi.
Menurut Dictionary of Human Resources and Personnel Management (2003:219) rekruitmen
adalah proses mencari dan mengangkat pegawai baru untuk bergabung dengan perusahaan.
Pengertian ini memiliki penafsiran bahwa output dari rekruitmen ini adalah diperolehnya pegawai
baru sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan.
Hardjapamekas (2002) menyatakan bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam
rekruitmen SDM, yaitu: Pertama : kriteria utama rekruitmen, menurutnya rekruitmen pegawai paling
tidak menghasilkan SDM dengan tiga karakteristik utama, yaitu integritas, kredibilitas dan kapabilitas;
Kedua : basis rekruitmen, pelaksanaan rekruitmen sangat memungkinkan dilaksanakan mobilitas
karier, transisi (tidak urut kacang) dan board based recruitmen basis; dan Ketiga : proses rekruitmen
harus mengacu pada tiga kriteria pokok, yaitu : fair, equal opportunity dan transparan. Jadi
pengertian Rekruitmen berhenti sampai si pelamar menyampaikan lamarannya kepada suatu
organisasi.
Merujuk pada konsepsi mengenai pengadaan maka indikatornya adalah sebagai berikut :
Penyebarluasan informasi (pengumuman) pengadaan pegawai
Persyaratan dalam pengadaan pegawai
Penyaringan/Seleksi
Pengelolaan pengaduan masyarakat dalam pengadaan pegawai
Jangka waktu pengangkatan CPNS
Jangka waktu pengangkatan CPNS menjadi PNS
Kesesuaian penempatan.

3.

Pengangkatan dalam Jabatan


Dalam konteks manajemen sumberdaya manusia aparatur baik pusat maupun daerah, yang
dimaksud dengan mutasi adalah perpindahan tugas dan alih tempat dari seorang pegawai. Sondang
P. Siagian (1993 : 170) menyatakan alih tugas dapat mengambil salah satu dari dua bentuk; bentuk
pertama adalah penempatan seseorang pada tugas baru dengan tanggung jawab, hirarki jabatan dan
tanggung jawab yang relatif sama dengan status yang lama tetapi masih dalam satuan organisasi
yang sama, bentuk yang lain adalah alih tempat artinya pegawai yang bersangkutan melakukan
pekerjaan dan tugas yang relatif sama dengan unit kerja yang lama, hanya saja secara fisik lokasi
tempatnya bekerja berbeda.
Dalam rangka mutasi sumberdaya manusia aparatur perlu memperhatikan berbagai
pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan analisis kemampuan pegawai yang bersangkutan.
Menurut Miftah Thoha
(2005 : 57) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mutasi pegawai negeri
sipil antara lain : lamanya masa kerja di suatu bidang pekerjaan, kebutuhan organisasi, penyegaran
organisasi, pengetahuan dan keterampilan serta alasan khusus (ikut suami), biasanya mutasi
dilakukan minimal dilaksanakan setiap 2 tahun dan maksimal 4 tahun sekali, yang dilaksanakan
berdasarkan usulan kepala unit kerja, hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 2003 jo PP 63 Tahun 2009.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan mutasi adalah penerimaan bahwa:
- Mutasi adalah proses yang wajar dalam organisasi sehingga dibutuhkan dasar kebijakan untuk
pelaksanaannya.
- Sosialisasi/pegawai harus memiliki akses terhadap informasi mutasi ini.
- Pola karier
- Analisis jabatan.
- Adil
- Kesiapan pimpinan/pegawai (kasus)
- Didokumentasikan secara baik
- Ketepatan prosedur.
Pada dasarnya promosi merupakan salah satu bagian dari penempatan yang dilaksanakan oleh
organisasi, dalam hal ini organisasi pemerintah daerah. Penempatan pegawai dilakukan dengan
membuat penyesuaian terhadap kebutuhan organisasi yang berhubungan dengan perencanaan
untuk memperoleh orang yang tepat pada posisi yang tepat (the right man on the right place)
Untuk dapat memahami konsep promosi, perlu disampaikan definsi promosi itu sendiri.
Menurut Hasibuan (2006:108), promosi adalah perpindahan yang memperbesar authority dan
responsibility pegawai ke jabatan yang lebih tinggi. Selain itu, efek yang ditimbulkan adalah hak,
status, dan penghasilan berupa upah/gaji dan tunjangan lainnya akan bertambah dibandingkan
dengan jabatan yang diperoleh sebelumnya.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Samsudin (2005: 264), suatu promosi berarti pula
perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain dan berarti bahwa kompensasi (upah, gaji, dan
sebagainya) lebih tinggi dibandingkan dengan jabatan yang lama. Tidak jauh dengan pendapat
Hasibuan, Samsudin juga berpendapat bahwa dengan memperoleh promosi jabatan maka seseorang
akan menyandang jabatan baru dengan tanggung jawab dan kewenangan yang lebih besar, serta
kompensasi yang menjadi salah satu tujuan untuk dipromosikan menjadi lebih besar pula.
Pengertian tersebut semakin menegaskan bahwa promosi jabatan merupakan perpindahan
jabatan ke jabatan yang lebih tinggi dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi,
diiringi dengan peningkatan kompensasi dan fasilitas lain. Selain itu, Nitisemito menambahkan bahwa

promosi memiliki nilai tambah sebagai pencapaian yang dicapai oleh seorang pegawai yakni bukti
pengakuan akan prestasi, kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk menduduki jabatan baru.
Dalam kaitannya dengan promosi jabatan struktural di daerah telah diatur secara rinci dalam
pasal 13, pasal 14 dan pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Parameter ini disarankan untuk diukur dengan indikator sebagai berikut:
Ketersediaan standar kompetensi jabatan dan pengukuran kompetensi jabatan
Pemanfaatan standar kompetensi jabatan dalam rangka promosi dan rotasi.
4.

Pengembangan Pegawai
Pengembangan sumber daya manusia ditujukan untuk mewujudkan manusia pembangunan
yang berbudi luhur, tangguh cerdas, terampil, mandiri, dan memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja
keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk menciptakan
kehidupan yang lebih baik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia diselaraskan dengan
persyaratan keterampilan dan keahlian. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam perspektif
teoritis ditujukan untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh cerdas,
terampil, mandiri, dan memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif,
berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia diselaraskan dengan persyaratan keterampilan, keahlian,
dan profesi yang dibutuhkan dalam semua sektor pembangunan (Kartasasmita 1995).
Berangkat dari arti penting aparatur daerah dalam membangun dan melayani kepentingan
publik inilah pertanyaan pentingnya adalah sejauhmana persiapan pemerintah daerah dalam
mengantisipasi gejolak tuntutan perubahan sejalan dengan era reformasi dan globalisasi. Untuk itu,
Bryant & White (1987) mengungkapkan bahwa terdapat empat aspek yang terkandung dalam
pengembangan sumber daya manusia, yaitu : Pertama, memberikan penekanan pada kapasitas
(capacity), yaitu upaya meningkatkan kemampuan beserta energi yang diperlukan untuk itu. Kedua,
penekanan pada aspek pemerataan (equity) dalam rangka menghindari perpecahan di dalam
masyarakat yang dapat menghancur-kan kapasitasnya. Ketiga, pemberian kekuasaan dan wewenang
(empowerment) yang lebih besar kepada masyarakat. Dengan maksud agar hasil pembangunan dapat
benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, karena aspirasi dan partisipasi masyarakat terhadap
pembangunan dapat meningkat.
Pengembangan SDM tidak hanya terfokus pada pegawai yang baru direkrut, akan tetapi untuk
pegawai yang sudah lama bekerja. Menurut Flippo (1984: 200), pengembangan merupakan suatu
proses yang terdiri dari :
1. Pelatihan untuk meningkatkan dengan perluasan pengetahuan umum pekerjaan tertentu dan
2. Pendidikan yang berkaitan dengan perluasan pengetahuan umum, pengertian dan latar
belakang.
Ada dua kelompok besar yang harus dilatih adalah tenaga operasional dan para manajer.
Operative training dapat dilakukan dengan cara on the job training, vestibule schools, apprenticeship
program dan special courses. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi
biaya, mempertinggi moral dan mempromosikan stabilitas dan fleksibilitas dari organisasi.
Pengembangan manajer dapat dilakukan dengan cara membangun decision making skills dan job
knowledge. Selain itu dapat melalui special courses, pertemuan-pertemuan program membaca,
proyek khusus dan tugas dari komite. Mejia et al (1995 :293) menyatakan bahwa development is an
effort to provide employees with abilities that the organization will need in the future.
Pengembangan merupakan upaya memberikan karyawan kemampuan yang dibutuhkan organisasi di

masa depan. Pengembangan karyawan dilakukan melalui penilaian kinerja, pelatihan dan
pengembangan serta pengembangan karir.
Parameter pengembangan pegawai disarankan untuk diukur dengan indikator-indikator:
Ketersediaan dan pemanfaatan analisis kebutuhan diklat/training need analysis (TNA)
Seleksi bagi calon peserta diklatpim yang belum menduduki jabatan
Pengembangan pegawai melalui diklat teknis dan fungsional
Evaluasi pasca diklat
Pemanfaatan alumni Diklatpim
Pengembangan pegawai melalui pendidikan formal
Pengembangan mental pegawai.
5.

Kesejahteraan Pegawai
Aspek kesejahteraan pegawai penting dijadikan penilaian dalam manajemen PNS Daerah.
Upaya peningkatan kesejahteraan PNS meliputi Asuransi Kesehatan, Taspen, Cuti, Uang lembur,
Persekot, dan dalam kepemilikan rumah. Setelah otonomi telah dilakukan pendelegasian wewenang
kepada Gubernur untuk meneliti dan memutuskan pemberian bantuan perumahan dari dana
Bapertarum pada PNS daerah. Upaya lain untuk meningkatkan kemampuan pegawai dalam
kepemilikan rumah adalah dengan memberikan bantuan sebagian uang muka dalam rangka
pembelian rumah yang dilakukan secara kredit. Bantuan lain berupa bantuan sebagian biaya
membangun rumah yang diberikan dalam rangka membantu pembangunan rumah bagi PNS yang
sudah memiliki tanah sendiri dan belum ada bangunannya di daerah PNS bekerja.
Parameter kesejahteraan telah diukur dengan mebggunakan indikator sebagai berikut:
Ketersediaan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan, selain ASKES
Ketersediaan dan pelaksanaan pemberian tunjangan cacat tetap/tidak tetap
Ketersediaan dan pelaksanaan santunan uang duka
Ketersediaan dan pemanfaatan bantuan memperoleh perumahan
Ketersediaan uang makan pegawai (untuk 1 kali makan)
Ketersediaan transportasi/bantuan uang transport bagi pegawai.
6.

Penilaian Kinerja Pegawai


Evaluasi kinerja PNS Daerah umumnya dilakukan dengan mengacu pada DP3 (Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan) yang didalamnya terdapat 8 (delapan) unsur penilaian, yaitu kejujuran,
kesetiaan, ketaatan, prestasi kerja, tanggung jawab, kerjasama, kepemimpinan dan prakarsa. Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) tersebut merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor
8/1974 jo UU No. 43/1999 pasal 20 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang berbunyi: Untuk lebih
menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan
pangkat diadakan penilaian prestasi kerja. Penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979. Serta untuk lebih menjamin adanya
keseragaman dalam pelaksanaannya, maka BAKN mengeluarkan petunjuk teknis tentang
pelaksanaan penilaian pekerjaan PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10/1979, berupa
Surat Edaran yaitu SE. BAKN No. 02/SE/1980 tentang petunjuk pelaksanaan DP3. Mengacu pada SE.
BAKN No. 02/SE/1980 Bagian II poin 1 2, tujuan dari DP3 ialah untuk memperoleh bahan-bahan
pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan PNS berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi
kerja.
Parameter evaluasi kinerja disarankan untuk diukur dengan indikator:

Penerapan pakta integritas (kontrak kinerja)


Penilaian kinerja individu pegawai
Reward and Punishment.

7.

Disiplin dan Etika Pegawai


Secara umum etika dapat dibagi menjadi dua bagian yakni etika umum (etika sosial) dan etika
khusus (Misalnya etika pemerintahan). Dalam kelompok tertentu dikenal dengan etika bidang
profesional yaitu kode PNS, kode etik kedokteran, kode etik pers, kode etik pendidik, kode etik
profesi akuntansi, hakim, pengacara, dan lainnya. Kode Etik PNS adalah pedoman sikap, tingkah laku,
dan perbuatan yang harus dilaksanakan oleh setiap PNS atau norma yang wajib dipatuhi dan
dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam menjalankan tugas-tugas organisasi maupun menjalani
kehidupan pribadi.
Parameter etika disarankan untuk diukur dengan indikator:
Kebijakan internal (Perda/Pergub/ Kepgub) tentang disiplin dan etika pegawai
Pelaksanaan disiplin dan etika pegawai
Tindak lanjut terhadap pelanggaran disiplin dan etika pegawai.
8.

Pemberhentian
Pemberhentian dapat diartikan sebagai terputusnya hubungan kerja seseorang dengan
instansi yang mengakibatkan hilangnya status sebagai karyawan atau pegawai. Dalam konteks
pemberhentian sebagai PNS adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan
kehilangan status sebagai pegawai negeri sipil.
Pemberhentian dari jabatan negeri adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang
bersangkutan tidak bekerja lagi pada suatu satuan organisasi negara, tetapi masih tetap berstatus
sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian dalam perspektif perundangan dapat dibagi menjadi
tiga bagian yakni pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan
pemberhentian sementara. Parameter pemberhentian/pensiun disarankan diukur dengan indikator:
Pembinaan memasuki masa pensiun
Ketepatan waktu pensiun
Perpanjangan Batas Usia Pensiun (BUP).
9.

Infrastruktur
Manajemen PNS Daerah tidak hanya berkenaan dengan tahapan-tahapan fungsi manajemen,
tetapi juga harus dikaitkan dengan kesiapan infrastruktur yakni standard kompetensi jabatan,
database kompetensi jabatan, sistem informasi kepegawaian, kelembagaan pengelola, SDM
pengelola, SOP, sarana prasarana dan anggaran. Sebagai suatu infrastruktur, maka indikator tersebut
sangat mendukung tercapainya kinerja manajemen PNS di daerah yang optimal. Keberhasilan sebuah
pengelolaan PNS dipengaruhi oleh keberadaan dokumen standard kompetensi jabatan, database
kompetensi jabatan, SOP, kelembagaan pengelola, SDM pengelola, sistem informasi kepegawaian,
sarpran dan anggaran. Anggaran merupakan bagian penting dalam manajemen PNS Daerah,
diantaranya untuk mendukung pengadaan, pengembangan pegawai dan sebagainya. Dukungan
anggaran kepegawaian pada kenyataannya sering dimarjinalkan, karena dianggap tidak memberikan
dampak langsung terhadap pencapaian tujuan organisasi pemerintah daerah. Oleh karenanya,
mindset seperti ini pada masa depan harus dilakukan perubahan karena PNS Daerah merupakan
penggerak utama pencapaian tujuan pemerintah daerah.
Indikator-indikator yang telah digunakan untuk mengukur parameter infrastruktur meliputi:

10

SOP (Standard Operating Procedure) Manajemen PNS


Sistem Informasi Kepegawaian
Sarana dan Prasarana Unit Pengelola Kepegawaian
Anggaran pengembangan pegawai

ANALISIS HASIL PENGUKURAN DAN EVALUASI DI PROVINSI BALI


Untuk Provinsi Bali, skor manajemen PNS tertinggi diperoleh Kab. Jembrana. Dari semua
daerah yang dievaluasi, skor tertinggi tetap dipegang oleh Kab. Jembrana. Berikut digambarkan skor
manajemen PNS masing-masing kab/kota yang ada di Provinsi Bali :

Dari diagram diatas, dapat kita lihat skor Kab. Jembrana masuk kategori tinggi yaitu 74 dan
Kab. Klungkung memperoleh skor terkecil yaitu 26 yang tergolong sangat rendah. Selain itu, ada yang
termasuk kategori rendah yaitu Kota Denpasar (56), Kab. Badung (45), Kab. Tabanan (45), dan Kab.
Buleleng (41). Sedangkan Kab. Gianyar (37), Kab. Karangasem (32) dan Kab Bangli (29) tergolong
kategori sangat rendah. Skor diatas merupakan skor total yang diperoleh oleh masing-masing
kab/kota di Provinsi Bali.
Berikut akan dipaparkan kondisi masing-masing parameter manajemen PNS Provinsi Bali.
Untuk parameter perencanaan dapat kita lihat pada diagram berikut :

Dari diagram diatas, kategori sangat tinggi untuk parameter perencanaan diperoleh oleh Kab.
Jembrana (88) dan Kota Denpasar (81). Untuk kategori tinggi hanya didapat oleh Kab Buleleng
dengan skor 64. Begitu juga dengan kategori rendah hanya ada Kab. Tabanan (50), sedangkan yang

11

lainnya banyak yang masuk kategori sagat rendah yaitu Kab. Badung (29), Kab. Gianyar (29), Kab.
Karangasem (23), Kab. Klungkung (13), dan Kab Bangli (5).
Dalam hal perencanaan pegawai, sebagian besar kab/kota di Provinsi Bali belum memiliki
master plan kepegawaian. Kab. Jembrana dengan skor 88 sebenarnya belum memiliki dokumen
master plan, namun master plan yang dimaksud adalah berupa renstra kepegawaian yang secara
umum menggambarkan tujuan, sasaran, program dan kegiatan di bidang manajemen PNS. Selain itu
di Kab. Jembrana juga sudah tersedia dokumen perencanaan kepegawaian tahunan yang sesuai
dengan renstra kepegawaian, ABK dan AKP, bezetting, serta pengadaan pegawainya sudah sesuai
dengan formasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Mengenai dokumen perencanaan kepegawaian
tahunan ada beberapa kab/kota yang sudah memilikinya, namun dokumen tersebut tidak sesuai
dengan master plan, karena memang master plan kepegawaiannya belum ada seperti di Kota
Denpasar, Kab. Tabanan, Kab. Badung, dan Kab. Gianyar.
Di Kota Denpasar (81), selain dokumen perencanaan tahunan, disana juga sudah tersedia ABK
dan AKP, bezetting, dan pengadaannya sudah sesuai dengan formasi yang telah ditetapkan,
kekurangannya adalah pada dokumen master plan kepegawaian yang belum tersedia. Dasar hukum
penyusunan ABK adalah Permendagri No 12 Tahun 2008 tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di
Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, dan Keputusan Presiden No 68
Tahun 1995 tentang Jam Kerja Instansi Pemerintah. Di Kota Denpasar ABK disusun oleh tim ahli yang
bekerjasama dengan BKN, namun berdasarkan wawancara dengan BKD Kota Denpasar diketahui
bahwa pemanfaatan ABK ini belum optimal.
Kab. Bangli (5) yang memperoleh skor sangat rendah memiliki perencanaan pegawai yang
sangat buruk. Di kabupaten ini belum tersedia master plan kepegawaian, dokumen perencanaan
kepegawaian tahunan, dan ABK dan AKP. Kab. Bangli hanya menyatakan memiliki dokumen
bezetting. Dari hasil wawancara dengan Sekretaris BKD Bangli diungkap bahwa keterbatasan
anggaran yang membuat BKD tidak dapat berbuat banyak, termasuk dalam menyusun dokumendokumen yang seharusnya dimiliki oleh BKD. Bahkan pada tahun 2010 lalu Kab. Bangli tidak
melakukan rekrutmen CPNS, hal tersebut sesuai dengan kebijakan Bupati Bangli yang tertuang dalam
surat Bupati Bangli yang ditujukan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor
800/2602/BKD perihal Penundaan Rekrutmen CPNS Formasi Tahun 2010, adapun alasan utamanya
adalah pada tahun 2010 pemda Bangli memfokuskan kegiatan pada penataan kepegawaian dan
dikaitkan dengan perhitungan keuangan daerah, dimana total Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten
Bangli pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp. 472.197.687.734,- dari jumlah tersebut yang digunakan
untuk belanja tidak langsung mencapai Rp. 358.290.055.954,- (76%). Sedangkan belanja langsungnya
mencapai Rp. 113.907.631.780,- (24%).
Berikutnya untuk parameter pengadaan pegawai, skor yang diperoleh oleh masing-masing
kab/kota yang ada di Provinsi Bali digambarkan dalam diagram berikut :

12

Berdasarkan diagram diatas, diketahui bahwa skor tertinggi untuk parameter pengadaan
pegawai lagi-lagi diperoleh oleh Kab. Jembrana yaitu 96 (sangat tinggi). Selanjutnya ada 4 kab/kota
yang masuk kategori tinggi yaitu Kab. Karangasem dan Kab. Badung dengan skor 78 serta Kab.
Buleleng dan Kota Denpasar dengan skor 77. Untuk kategori rendah ada Kab Bangli (50), Kab. Gianyar
(46), dan Kab. Tabanan (42). Sedangkan Kab. Klungkung dengan skor terkecil yaitu 37 masuk kategori
sangat rendah. Dalam menyebarluaskan pengumuman mengenai pengadaan pegawai, sebagian
besar kab/kota di Provinsi Bali sudah memanfaatkan semua media seperti papan pengumuman
instansi, media massa, dan website.
Namun ternyata masih ada beberapa kabupaten yang belum mengoptimalkan semua media
tersebut, seperti Kab. Gianyar, Kab. Bangli, dan Kab. Karangasem, mereka hanya memanfaatkan
papan pengumuman instansi untuk menyebarluaskan pengumuman pengadaan pegawainya. Di
zaman yang sudah serba canggih ini, sangat disayangkan mereka tidak memanfaatkan media massa
dan website untuk menyebarluaskan pengumuman pengadaan pegawai tersebut. Penyebarluasan
informasi pengadaan pegawai ini dilakukan sesuai dengan peraturan yaitu 15 hari. Mengenai
persyaratan khusus dalam pegadaan pegawai, walaupun ada beberapa kab/kota yang menjawab
memiliki persyaratan khusus, namun bukan persyaratan khusus yang dimaksud oleh tim kajian, yaitu
persyaratan lain selain persyaratan administrasi dan kompetensi.
Dalam seleksi administrasi, kepada pelamar yang tidak memenuhi persyaratan maka
berkasnya seharusnya akan dikembalikan disertai dengan alasannya. Semua kab/kota di Provinsi Bali
mengaku sudah melakukan itu. Selanjutnya menyangkut materi test yang diberikan dalam proses
seleksi, secara umum kab/kota di Provinsi Bali hanya memberikan test kemampuan dasar (TKD) yang
terdiri dari test bakat scholastic, test pengetahuan umum, dan test skala kematangan. Namun Kab.
Jembrana memberikan semua test seperti yang diatur dalam perundangan yaitu test kemampuan
dasar yang terdiri atas tes bakat skolastik, tes pengetahuan umum dan tes skala kematangan, tes
kompetensi bidang (TKB), tes keahlian/ keterampilan tertentu, dan psikotes serta bahasa Inggris.
Dalam mengelola pengaduan masyarakat terkait dengan pengadaan pegawai media yang disediakan
berbeda-beda antara satu kab/kota dengan lainnya, namun pengaduan langsung lebih banyak
diterima. Di Kab. Jembrana, pengaduan juga diterima melalui sms center, di antara SMS pengaduan
yang masuk antara lain:
Tgl kirim 18/11/2010 jam 22.43, no. hp. 6281333309660, message: Maaf Pak, saya mau Tanya
mengenai berkas saya tidak lolos untuk lowongan Pranata Komputer krn jurusan tidak sesuai.
Jurusan saya t. elektro namun konsentrasi t. computer.
Tgl 18/11/2010 jam 15.15, no. hp 6281901118765, message :eb belum keluar di tanda peserta
saya. Saya kirim lewat pos pada tanggal 10 nov kemarin, mohon bantuan informasinya, terima
kasih.

90

Tgl. 18/11/2010 jam 13.36, no. hp 6281805111987, message: Selamat siang, saya Putu Fitri
Mariana, pelamar dengan No. Registrasi 30270087, saya sudah mengirim berkas pada hari Rabu
10 November 2010 via pos. info.
Sebagian besar pengaduan dari masyarakat ini selalu ditindaklanjuti dan diselesaikan secara
internal. Mengenai jangka waktu pengangkatan CPNS, rata-rata sudah sesuai dengan peraturan
perundangan yaitu kurang dari 30 hari. Di Kota Denpasar, Kab. Jembrana dan Kab Buleleng,
pengangkatan CPNS nya membutuhkan waktu 31-60 hari, walaupun agak telat tapi ini masih dalam
tahap kewajaran. Bahkan di Kab. Gianyar dan Kab. Bangli malah mencapai lebih dari 60 hari. Biasanya
ini disebabkan karena proses di BKN dalam memeperoleh NIP terkadang melebihi batas waktu sesuai
peraturan perundang-undangan. Sedangkan untuk jangka waktu pengangkatan CPNS menjadi PNS
sudah sesuai dengan peraturan yaitu 1-2 tahun.
Terkait dengan kesesuaian penempatan pegawai dengan rincian formasi yang telah ditetapkan
sebelumnya, sebagian besar sudah sesuai. Hanya Kab. Tabanan dan Kab. Buleleng yang mengaku
bahwa penempatan pegawainya sebagian kecil tidak sesuai. Di Kab. Buleleng ketidaksesuaian
penempatan ini dilakukan karena sangat mendesak. Ketika ditanyakan apa yang dimaksud dengan
sangat mendesak pihak pemda juga tidak mampu memberikan jawaban yang jelas (kemungkinan
karena alasan politik). Mengenai parameter pengangkatan dalam jabatan, sebagian besar kab/kota di
Provinsi Bali memperoleh skor sangat rendah. Diagram berikut menjelaskan skor masing-masing
kab/kota yang ada di Provinsi Bali :

Berdasarkan diagram diatas, diketahui Kab. Jembrana memperoleh skor sempurna yaitu 100.
Ini berarti proses pengangkatan dalam jabatan di Kab. Jembrana sudah sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Sedangkan Kab. Klungkung dan Kota Denpasar memperoleh skor 0 yang mengisayaratkan
supaya proses pengangkatan dalam jabatan di 2 kab/kota ini perlu ditinjau kembali. Kab. Badung
memperoleh skor 60 untuk parameter ini yang masuk kategori rendah. Sedangkan Kab. Bangli (30),
Kab. Karangasem (30), Kab. Tabanan (30), Kab. Gianyar (30) dan Kab. Buleleng (10) berada pada
kategori sangat rendah seperti halnya Kab. Klungkung dan Kota Denpasar. Dari 9 kab/kota yang ada
di Provinsi Bali, hanya Kab. Jembrana, Kab. Badung dan Kab. Tabanan yang menyatakan sudah
memiliki standar kompetensi jabatan. Namun dari standard kompetensi jabatan tersebut hanya Kab.
Jembrana yang sudah melakukan pengukuran (assessment) sedangkan Kab. Badung dan Kab.
Tabanan belum.
Standard kompetensi jabatan di Kab. Jembrana tertuang dalam Peraturan Bupati Jembrana
No. 31 Tahun 2009 tentang Standar Kompetensi Jabatan Struktural PNS Pemerintah Kabupaten

14

Jembrana. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan SKJ adalah untuk efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasi/unit organisasi, dan untuk menciptakan
optimalisasi kinerja organisasi/unit organisasi. Standard kompetensi dimaksud terdiri atas
kompetensi umum dan kompetensi khusus. Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon II
meliputi :
a. mampu mengaktualisasikan nilai-nilai kejuangan dan pandangan hidup bangsa menjadi sikap dan
perilau dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan,
b. mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya,
c. mampu menetapkan program-program pelayanan yang baik terhadap kepentingan public sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya,
d. mampu memahami dan menjelaskan keragaman social dan budaya lingkungan dalam rangka
peningkatan citra dan kinerja organisasi,
e. mampu mengaktualisasikan kode etik PNS dalam meningkatkan profesionalis-me, moralitas dan
etos kerja,
f. mampu melakukan manajemen perubahan dalam rangka penyesuaian terhadap perkembangan
zaman,
g. mengikuti dan luus tes peningkatan kompetensi aparatur,
h. mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaa n tugas dan tanggung jawab
organisasi,
i. mampu membangun jaringan kerja/ melakukan kerjasama dengan instansi-instansi terkait baik di
dalam negeri maupun di luar negeri untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya,
j. mampu melakukan analisis resiko dalam rangka eksistensi unit organisasi,
k. mampu merencanakan/mengatur sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung
pelaksanaan, dan seterusnya.
Terkait dengan mekanisme promosi dan rotasi jabatan hanya Kab. Jembrana yang
memanfaatkan standard kompetensi jabatan karena memang sudah memilikinya. Sedangkan
kab/kota lainnya lebih memperhatikan pertimbangan lain diluar standard kompetensi jabatan atau
bahkan pertimbangan lain diluar analisis dan evaluasi jabatan. Seperti Kab. Karangasem, Kab. Bangli,
Kab. Badung, dan Kab. Gianyar yang memperhatikan pertimbangan diluar standard kompetensi
jabatan seperti analisis jabatan, DUK, pendidikan dan pelatihan, pengalaman serta syarat objektif
lainnya.
Mekanisme promosi dan rotasi jabatan di instansi pemerintah salah satunya didasarkan
pada pertimbangan Baperjakat. Seperti di Kab. Bangli, karena belum memiliki standard kompetensi
jabatan, maka promosi dan rotasi didasarkan pada hasil rapat Baperjakat. Baperjakat selalu
menyampaikan daftar nominasi pegawai yang pantas untuk menduduki jabatan tertentu, tetapi
Bupati yang memilih satu diantara beberapa calon yang diajukan, hal tersebut tidak terlepas dari
akibat politisasi jabatan yang melanda hampir semua instansi pemerintah daerah. Ini juga terjadi di
Kab. Buleleng, dimana dalam instrument evaluasi dijelaskan bahwa mekanisme promosi dan
rotasinya dengan memperhatikan pertimbangan lain diluar analisis jabatan dan evaluasi jabatan yaitu
pertimbangan kebijakan pimpinan (bupati).
Selanjutnya parameter pengembang-an pegawai, di Provinsi Bali belum ada kab/kota yang
memperoleh skor tinggi dan sangat tinggi. Skor kab/kota di Provinsi Bali untuk parameter ini hanya
berkisar pada kategori rendah dan sangat rendah. Untuk lebih jelasnya perhatikan diagram berikut :

15

Dalam diagram diatas, dapat dilihat bahwa dalam hal pengembangan pegawai, hanya Kab.
Badung yang memperoleh skor rendah yaitu 43, sedangkan kab/kota yang lainnya masuk kategori
sangat rendah,dimana skor yang diperoleh tidak lebih dari 40. Seperti Kab. Tabanan dengan skor 34,
Kab. Buleleng 31, Kab. Jembrana dan Kab. Gianyar masing-masing 28, Kab. Bangli dan Kota Denpasar
masing-masing 26, Kab. Karangasem 13, dan yang paling rendah Kab. Klungkung dengan skor 4.
Dalam rangka pengembangan pegawai, secara ideal perlu dilakukan analisis kebutuhan Diklat, atau
yang lebih dikenal dengan TNA (training need analysis). Namun dari 9 kab/kota yang ada di Provinsi
Bali hanya Kab. Gianyar yang menyatakan sudah memiliki dokumen TNA, itupun belum dimanfaatkan
secara optimal.
Mengenai seleksi calon peserta diklatpim, sebagian besar kab/kota di Provinsi Bali tidak
pernah melakukan seleksi bagi calon peserta diklatpim yang belum menduduki jabatan. Di Kab.
Badung dan Kab. Bangli seleksi ini selalu dilakukan, sedangkan Kab. Buleleng dan Kab. Tabanan
mengaku kadang-kadang juga melakukan seleksi ini namun dari peserta yang lolos seleksi hanya
sebagian kecil juga yang diikutsertakan dalam diklatpim. Diklat teknis dan fungsional merupakan
salah satu upaya dalam rangka pengembangan pegawai. Di sebagian besar kab/kota yang ada di Prov.
Bali sudah ada diklat teknis dan fungional ini. Ada kab/kota yang merasa diklat tersebut sudah sesuai
dengan kebutuhan organisasi dan ada yang merasa belum sesuai kebutuhan. Di Kab Jembrana,
pengembangan pegawai melalui diklat teknis dan fungsional sangat selektif diberikan kepada
pegawai dan benar-benar berdasarkan kebutuhan organisasi mengingat anggaran yang terbatas.
Beberapa diklat teknis yang diikuti seperti: diklat penyusunan APBD, diklat perencana, diklat pranata
komputer. Sedangka di Kab. Buleleng beberapa program diklat teknis yang sudah dilaksanakan antara
lain menyangkut diklat administrasi perkantoran, diklat kearsipan, dan diklat kesekretarisan. Namun
diklat ini dianggap belum sesuai dengan kebutuhan organisasi. Evaluasi pasca diklat juga perlu
dilakukan untuk melihat sejauhmana keberhasilan diklat yang sudah diikuti, namun pada umumnya
daerah tidak pernah melakukan ini karena memang belum ada pedoman yang jelas.
Dari sisi pemanfaatan alumni diklatpim, beberapa daerah sudah bisa menyerap semua alumni
diklatpimnya untuk menduduki jabatan struktural sesuai dengan diklatpim yang diikutinya misalnya
di Kota Denpasar, Kab. Jembrana, Kab. Gianyar, dan Kab. Karangasem. Sedangkan di beberapa
kab/kota masih banyak alumni diklatpim yang belum menduduki jabatan struktural. Misalnya di Kab.
Bangli, untuk alumni diklatpim Tk. II masih ada 43,33%, alumni diklatpim Tk.III 64,44%, dan alumni
diklatpim Tk. IV masih ada sekitar 30,70% yang belum menduduki jabatan sesuai dengan diklatpim
yang sudah diikuti. Selain itu masih banyak pejabat struktural yang sudah menduduki jabatan namun
belum mengikuti diklatpim yang dipersyaratkan. Ini terjadi karena keterbatasan anggaran
pengembangan pegawai.

76

Pengembangan pegawai melalui pendidikan formal juga dilakukan beberapa kab/kota yang
ada di Provinsi Bali seperti Kab. Bangli, Kab. Jembrana, Kab. Tabanan, dan Kab. Badung. Kerjasama
misalnya dilakukan Kab. Jembrana dengan Universitas Udayana, Universitas Airlangga, dan Undiksa,
dan Kab. Bangli melakukan kerjasama dengan Universitas Kanjuruhan Malang, Universitas
Mahendradatta Denpasar, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Universitas Mahasaraswati Denpasar.
Berikutnya menyangkut pengembangan pegawai melalui pembinaan mental pegawai, di Provinsi Bali
hanya beberapa kab/kota yang melakukan ini yaitu Kab. Tabanan, Kab. Jembrana, Kab. Karangasem,
dan Kab. Buleleng. Pada umumnya dilakukan pada perayaan hari besar keagamaan. Sedangkan
kab/kota yang lain belum melakukan program tersebut.
Selanjutnya untuk parameter kesejahteraan pegawai, gambaran kondisi kesejahteraan di
Provinsi Bali disajikan dalam diagram berikut :

Berdasarkan diagram diatas dapat dijelaskan bahwa tidak ada satu pun kab/kota di Provinsi
Bali yang mencapai skor tinggi untuk parameter kesejahteraan ini. Kota Denpasar memperoleh skor
tertinggi dibanding kab/kota lainnya di Provinsi Bali yaitu 55 yang masih tergolong kategori rendah.
Sedangkan kab/kota lainnya masuk kategori sangat rendah yaitu Kab. Klungkung (35), Kab. Badung
(25), Kab. Jembrana dan Kab. Gianyar masing-masing 20, Kab. Buleleng (10), Kab Bangli dan Kab.
Tabanan masing-masing 5, serta yang paling rendah kesejahteraannya adalah Kab. Karangasem
dengan skor 0. Memang banyak kendala yang tak bisa dielakkan untuk meningkatkan kondisi
kesejahteraan pegawai di suatu daerah. Kendala anggaran merupakan yang utama. Ada beberapa
indikator yang ada dalam parameter ini seperti ketersediaan fasilitas kesehatan selain ASKES,
tunjangan cacat, santunan uang duka, bantuan memperoleh perumahan, uang makan, dan uang
transport. Dari beberapa indikator tersebut, hanya sebagian kecil yang sudah dipenuhi oleh kab/kota
di Provinsi Bali. Misalnya untuk fasilitas kesehatan selain ASKES, hanya Kab. Gianyar, Kab. Klungkung
dan Kota Denpasar yang mengaku sudah memilikinya. Di Kab. Gianyar misalnya ada poliklinik
kesehatan pemda Gianyar, sedangkan di Kab. Klungkung dan Kota Denpasar tidak dijelaskan fasilitas
kesehatan seperti apa yang telah disediakan.
Untuk tunjangan cacat hanya ada di Kab. Tabanan. Selanjutnya santunan uang duka ada di
Kab. Klungkung, Kab. Buleleng, Kab. Badung, Kab. Gianyar, dan Kab. Bangli. Di Kab. Buleleng sumber
pendanaan santunan uang duka adalah dari APBD sesuai SK Bupati Buleleng No. 800/146/HK/2009.
Terkait dengan bantuan memperoleh perumahan hanya Kota Denpasar yang mengaku sudah
menyediakannya, hal ini tidak terlepas dari banyaknya permasalahan dalam pengadaan bantuan
memperoleh perumahan tersebut.

17

Mengenai ketersediaan uang makan, sudah ada beberapa kab/kota yang menyediakannya
seperti Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Jembrana dan Kab. Klungkung. Di Kota Denpasar besarnya
uang makan adalah Rp. 15.000 per hari di potong pajak. Di Kab. Badung pemberian uang makan ini
diatur dalam Keputusan Bupati Badung No. 1158/01/HK/2011 tentang pemberian uang makan
kepada PNS Non guru dan THL/Honorer di lingkungan pemerintah Kabupaten Badung yang besarnya
disesuaikan dengan golongan yaitu golongan IV =Rp. 23.530, golongan III = Rp. 21.060 dan golongan
II dan I = Rp. 20.000. Terakhir mengenai uang transport belum ada kab/kota di Provinsi Bali yang
menyediakannya. Parameter Kinerja Pegawai merupakan parameter selanjutny yang akan kita bahas.
Berikutnya akan disajikan diagram yang menunjukkan kondisi penilaian kinerja pegawai yang ada di
Provinsi Bali :

Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa hanya ada Kab. Jembrana yang memperoleh skor
menonjol dibanding dengan kab/kota lainnya yang rata-rata masuk kategori sangat rendah. Kab.
Jembrana dengan skor 85 termasuk kategori sangat tinggi. Sedangkan kab/kota lainnya hanya
memperoleh skor 40, yaitu Kab. Karangasem (40), Kota Denpasar (35), Kab. Tabanan (30), Kab.
Buleleng (25), Kab. Klungkung (20), dan Kab. Bangli, Kab. Badung, dan Kab. Gianyar yang memperoleh
skor terendah yaitu masing-masing 15.
Penilaian kinerja pegawai di Provinsi Bali menunjukkan bahwa belum ada penerapan pakta
integritas di sebagian besar kab/kota yang ada di Provinsi Bali. Penerapan pakta integritas ini hanya
ada di Kab. Jembrana dan Kab. Karangasem. Di Kabupaten Karangasem pakta integritas ini baru
diberlakukan bagi para pejabat Eselon II. Untuk melakukan penilaian kinerja individu, semua kab/kota
di Provinsi Bali hanya menggunakan DP-3, belum ada kab/kota yang melakukan inovasi untuk
membuat instrument penilaian lainnya. Sistem pemberian reward and punishment juga diterapkan di
beberapa kab/kota yang ada di Provinsi Bali. Di Kab. Jembrana misalnya ada reward bagi pegawai
yang berkinerja baik berupa pemberian uang tunai yang dilakukan setiap tahun. Adapun bagi pegawai
yang berkinerja buruk, ada sanksi bagi mereka yaitu berupa hukuman disiplin sebagaimana diatur
dalam PP 53/2010. Di Kota Denpasar juga begitu, namun penghargaan yang diberikan baru sebatas
Satya Lancana Karya Satya, belum ada penghargaan khusus yang merupakan inovasi sendiri dari Kota
Denpasar.
Di Kab Buleleng dan Kab. Tabanan juga sudah ada pemberian punishment berupa : a)
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun, b) penundaan kenaikan gaji berkala
selama 1 tahun, c) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, d) pembebasan dari
jabatan, e) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
Parameter selanjutnya adalah disiplin dan etika pegawai. Pencapaian kab/kota di Provinsi Bali
untuk parameter ini sangat beragam, dapat kita lihat pada diagram berikut :

95

Dalam diagram diatas kita lihat bahwa rata-rata penerapan disiplin dan etika di Provinsi Bali
sudah cukup bagus. Ini dibuktikan dari 9 kab/kota yang ada di Provinsi Bali, 6 diantaranya termasuk
kategori yang penerapan disiplin dan etikanya sangat tinggi, yaitu Kab. Tabanan, Kab. Jembrana, Kab.
Gianyar, dan Kota Denpasar masing-masing dengan skor 100, lalu ada Kab. Bangli dengan skor 90 dan
Kab. Klungkung dengan skor 85. Sedangkan lainnya ada Kab Badung (70) yang masuk kategori tinggi,
Kab. Buleleng (50) masuk kategori rendah, dan Kab. Karangasem (35) masuk kategori sangat rendah.
Dalam menegakkan disiplin di daerahnya, beberapa kab/kota sudah memiliki kebijakan
internal masing-masing daerah dalam rangka menindaklanjuti PP No. 53 tahun 2010 tentang disiplin
PNS. Di Kota Denpasar misalnya ada Keputusan Walikota Denpasar Nomor 279 tahun 2003 tentang
tindakan administrasi terhadap pelanggaran ketentuan displin kerja pegawai di lingkungan
pemerintah Kota Denpasar berisi tentang upaya pembinaan dan meningkatkan disiplin kerja pegawai
di lingkungan pemerintah Kota Denpasar, maka kepada pegawai wajib untuk mentaati ketentuan jam
kerja, mengisi daftar hadir, pakaian dinas dan penggunaan kendaraan roda dua.
Begitu juga di Kab. Gianyar ada Peraturan Bupati Nomor 18 tahun 2007 tentang penetapan
jam kerja pegawai di lingkungan Instansi Pemerintah Kabupaten Gianyar. Peraturan ini berisi tentang
upaya dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih prima kepada masyarakat dipandang perlu
untuk mengadakan perubahan/ pengaturan jam kerja pegawai di lingkurngan instansi pemerintah
Kabupaten Gianyar. Dalam rangka memantau pelaksanaan disiplin dan etika pegawai, idealnya perlu
dibentuk suatu tim evaluasi disiplin dan etika pegawai. Di sebagian besar kab/kota yang ada di
Provinsi Bali, pembentukan tim ini sudah dilakukan. di Kab. Gianyar ada keputusan Bupati Gianyar
nomor 324 tahun 2008 tentang perubahan atas keputusan Bupati Gianyar Nomor 108 tahun 2005
tentang pembentukan dan susunan tim pertimbangan hukuman disiplin pegawai negeri sipil di
lingkungan pemerintah kabupaten Gianyar.

96

Tim pertimbangan hukuman disiplin pegawai pemerintah Kota Denpasar juga sudah dibentuk
berdasarkan keputusan walikota Denpasar Nomor 188.45/22/HK/2007, tugas dan tanggungjawab tim
ini adalah mengumpulkan dan mengolah data serta informasi yang menyangkut pelanggaran disiplin
pegawai, memberikan pertimbangan dan atau saran kepada Walikota Denpasar dalam rangka
penjatuhan hukuman disiplin berat dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
Walikota Denpasar. Di Kab. Jembrana dan Kab. Klungkung juga ada pembentukan tim gerakan disiplin
nasional (GDN) yang secara rutin melaksanakan sidak terhadap disiplin pegawai. Upaya-upaya
internalisasi kebijakan disiplin sudah dilaksanakan melalui pemberian arahan tentang disiplin pada
saat apel koordinasi yang dilaksanakan tiap hari Senin serta melalui pembinaan dan pengawasan oleh
atasan langsung. Mengenai upaya tindak lanjut terhadap pelanggaran disiplin, semua kab/kota di
Provinsi Bali menyatakan selalu menindaklanjuti setiap bentuk pelanggaran disiplin dan etika
pegawai. Bentuk tindak lanjut yang diberikan misalnya dengan memberikan teguran lisan maupun
tulisan, penundaan kenaikan pangkat, penurunan gaji atau penundaan kenaikan gaji berkala.
Tahapan terakhir dalam manajemen PNS adalah pensiun, atau dengan kata lain pemberhentian
pegawai. Dalam parameter pemberhentian ini juga terdapat beberapa indikator yang perlu
diperhatikan. Untuk Provinsi Bali, kondisi pengelolaan pemberhentian pegawainya digambarkan
dalam diagram berikut :

Berdasarkan diagram diatas, dapat kita lihat bahwa Kab. Tabanan memperoleh skor paling
tinggi untuk parameter pemberhentian pegawai ini yaitu dengan skor 63, ini termasuk kategori tinggi.
Sedangkan kab/kota yang lainnya hanya masuk kategori rendah dan sangat rendah, yaitu Kab.
Klungkung (50), Kab. Jembrana (50), Kota Denpasar (50), Kab. Gianyar (42), Kab. Badung (38), Kab.
Karangasem (29), Kab. Bangli dan Kab. Buleleng memperoleh skor terendah yaitu 25. Disaat kab/kota
lainnya belum memiliki pembinaan memasuki masa pensiun, Kab. Tabanan mengaku sudah memiliki
program pembinaan memasuki masa pensiun bagi pegawainya, namun sayangnya tidak ada
penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk program pembinaan yang sudah dilakukan.
Mengenai ketepatan waktu pensiun, kendala yang dihadapi dalam hal ini adalah berkas pensiun yang
datang ada yang tidak lengkap, proses melengkapi berkas pensiun oleh PNS yang akan pensiun
terkadang lambat, juga proses pengeluaran SK pensiun oleh Kanreg BKN X Denpasar untuk periode
akhir tahun sering terlambat. Walaupun demikian, ternyata sebagian besar kab/kota di Provinsi Bali
sudah memberikan SK pensiun bagi pegawainya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Untuk perpanjangan batas usia pensiun, kab/kota di Provinsi Bali umumnya memberikan
perpanjangan batas usia pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun Kab. Gianyar dan Kab. Buleleng menempuh kebijakan yang agak berbeda dengan tidak

20

memberikan perpajangan batas usia pensiun dengan alasan untuk kaderisasi kepemimpinan di
daerah. Sedangkan di Kab. Buleleng perpanjangan batas usia pensiun ini dilakukan berdasarkan
permintaan pegawai yang bersangkutan dengan alasan memiliki kompetensi sesuai bidang yang
digeluti, sehat jasmani dan rohani dan memiliki keahlian dalam bidangnya. Parameter terakhir yang
juga tidak bisa diabaikan adalah keberadaan dan kondisi infrastruktur. Kondisi infrastruktur di
Provinsi Bali disajikan dalam diagram berikut :

Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa kondisi infrastruktur di Provinsi Bali sangat
beragam. Skor parameter infrastruktur paling tinggi di Provinsi Bali diperoleh oleh Kab. Jembrana
yaitu 90 sedangkan yang paling rendah skornya adalah Kab. Klungkung yaitu 22. Di bawah Kab.
Jembrana ada Kab. Tabanan dengan skor 78 yang masuk kategori baik. Selanjutnya ada kab/kota yang
infrastrukturnya kurang baik yaitu Kota Denpasar (58) dan Kab. Karangasem (48). Sedangkan yang
lain dapat dikatakan kondisi infrastrukturnya buruk yaitu Kab. Badung (40), Kab. Bangli (32), Kab.
Buleleng (32), Kab. Gianyar (27) dan Kab. Klungkung (22).
Dilihat dari indikator-indikator yang ada di parameter infrastruktur ini seperti kebanyakan
daerah lainnya, kab/kota di Provinsi Bali sebagian besar belum memiliki SOP di bidang manajemen
PNS. Ada 3 kab/kota di Provinsi Bali yang sudah memiliki SOP yaitu Kab. Jembrana, Kab. Tabanan, dan
Kota Denpasar. Misalnya di Kab. Jembrana salah satunya ada panduan teknis pengadaan pegawai.
Dalam panduan ini digambarkan alur pengadaan CPNS secara online yang meliputi 7 tahap: tahap
pelamaran s/d pelaksanaan ujian tulis pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Website
pendaftaran: http://cpns.jembranakab.go.id. Peserta yang lolos seleksi berkas lamaran akan
memperoleh informasi melalui website: SELAMAT ANDA TELAH LOLOS SELEKSI BERKAS. Selanjutnya,
untuk mengetahui pelamar lolos atau tidaknya seleksi berkas, pelamar log in ke
http://cpns.jembranakab.go.id dengan menggunakan username dan password yang telah diberikan
sebelumnya. Pelamar yang lulus seleksi harus mencetak kartu peserta ujian dan menempatkan pas
foto yang sama dengan yang dikirim pada kolom yang tersedia.
Di zaman modern ini, sistem informasi kepegawaian sangat dibutuhkan agar pekerjaan
pengelolaan manajemen PNS semakin efektif dan efisien. Semua kab/kota di Provinsi Bali
menyatakan sudah memiliki dan memanfaatkan aplikasi sistem informasi kepegawaian ini dalam
setiap tahapan manajemen PNS. Mengenai sistem informasi kepegawaian ini Kab. Klungkung secara
tersirat menyoroti kebijakan pemerintah pusat yang selalu berubah. Mereka mengatakan Sistem
informasi sedang dipersiapkan, kalau di BKD SAPK dan ini tengah dipersiapkan. Tapi entah setelah ini
apa lagi. Karena belum beres yang satu ada lagi sistem yang baru. Inilah persoalan yang kita hadapi di
daerah, tapi harus bagaimana lagi. Ya wajar kalau sebagian pihak selalu menganggap daerah

98

terlambat atau semacamnya. Di Kab. Gianyar, sistem informasi kepegawaian (SIMPEG), untuk
sementara baru terpasang di BKD, untuk tiap-tiap SKPD baru akan dipasang tahun 2011 ini dengan
memakai sistem koneksi offline. Kendala yang dihadapi lebih banyak berupa kekurangan hardware
(server dan personal computer) dan fasilitas ruangan (ruang khusus server, AC yang memadai, meja
computer dengan desain khusus) yang mendukung serta kekurangan sumber daya manusia yang
menguasai teknologi informasi di BKD dan mahir mengoperasikan computer di masing-masing SKPD.
Sampai saat ini untuk mengatasi kendala dimaksud dilakukan dengan cara mengoptimalkan fasilitas
dan sumber daya yang ada dengan konsekuensi, operasional SIMPEG berjalan agak lambat, sehingga
target ditetapkan dengan banyak tahap (satu tahap dalam satu tahun).
Sebagai pendukung kegiatan manajemen PNS, kondisi sarana prasarana kantor juga perlu
diperhatikan. Sarana dan prasarana yang ada di kantor BKD Kab. Tabanan dianggap sudah tidak
memadai dan sudah tidak mampu lagi untuk menampung kegiatan BKD yang cukup kompleks. Di Kab.
Gianyar, Kab. Bangli, Kab. Buleleng, dan Kab. Klungkung, kondisi gedung kantor, tata ruang dan
fasilitas penyimpanan arsipnya sudah tidak layak, namun peralatan kantornya dianggap masih
memadai. di Kab. Karangasem, hanya fasilitas penyimpanan arsipnya yang dianggap tidak lagi
memadai, kondisi gedung, tata ruang dan peralatan kantornya sudah memadai. Selanjutnya ada Kab.
Jembrana, Kota Denpasar, dan Kab. Badung yang semua sarana dan prasarana kantornya sudah
memadai.
Dari sisi anggaran pengembangan pegawai, ini memang selalu jadi masalah. Dari beberapa
kab/kota yang ada di Provinsi Bali, hanya 4 kab/kota yang dapat memenuhi semua kebutuhan
anggaran diklat prajabatan, yaitu Kota Denpasar, Kab. Bangli, Kab. Karangasem, dan Kab. Buleleng.
Selain itu tidak dapat memenuhi semua kebutuhan anggaran diklat prajabatan ini. Misalnya Kab.
Tabanan hanya 36% dan Kab. Jembrana hanya 52,5%. Apalagi untuk diklatpim, tidak ada kab/kota di
Provinsi Bali yang mampu memenuhi semua kebutuhan anggaran diklatpim para pejabat
strukturalnya. Misalnya Kab. Jembrana hanya bisa mengakomodir sekitar 19,4% pejabat
strukturalnya dalam diklatpim, begitu juga dengan Kab. Buleleng hanya 4%. Lebih parah lagi, Kab.
Tabanan, Kab. Karangasem, dan Kota Denpasar mengaku tidak ada sama sekali anggaran untuk
diklatpim, karena keterbatasan anggaran.

S T R A T E G I P E N I N G K A T A N K I N E R J A MANAJEMEN PNS
Dengan memperhatikan berbagai permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam
penerapan manajemen pegawai negeri sipil di khususnya di Provinsi Bali, maka pada bagian ini akan
dipaparkan sejumlah strategi dalam rangka penguatan pengelolaan pegawai negeri sipil di daerah.
Strategi peningkatan kapasitas pengelolaan terbagi menjadi dua bagian : makro dan mikro.
Strategi makro memuat beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah secara umum. Sedangkan strategi mikro merupakan kumpulan langkah
penyempurnaan manajemen PNS di daerah per aspek/ parameter.
1. Strategi Makro
Urgensi strategi makro ini dikarenakan permasalahan yang timbul dalam imlementasi
manajemen PNS di daerah tidak semata-mata berada di lingkup pemerintah daerah, namun bisa saja
disebabkan oleh hal-hal yang jauh di luar jangkauan pemerintah daerah. Beberapa strategi makro
dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Sosialisasi berbagai kebijakan kepada seluruh styekaholder sehingga akan tercipta kesamaan
persepsi antara pembuat dan pelaksana kebijakan kepegawaian dan kesamaan persepsi antara
pusat dan daerah.

22

b.

c.
d.
e.
f.

g.
h.

Tindak lanjut berbagai kebijakan yang telah diterbitkan di tingkat nasional dengan peraturan
pelaksana yang meliputi: pedoman petunjuk teknis baik oleh Kementerian atau LPNK maupun
pemerintah daerah.
Penyediaan dukungan anggaran melalui perumusan formula kebutuhan anggaran
pengengembangan pegawai secara lebih memadai.
Pengauatan kapasitas dan peran BKD Provinsi dalam rangka mengkoordinasikan beerbagai
kegiatan lintas BKD Kabupaten/kota dalam lingkup wilayahnya.
Penguatan kapasitas kelembagaan unit kerja yang secara fungsional mengelola PNS di Daerah,
terutama aspek SDM, tatalaksana atau sistem maupun peningkatan sarana prasarana.
Dalam rangka pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan PNS dipandang perlu untik
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan manajemen PNS di Daerah secara terprogram,
terpadu, menyeluruh dan berkelanjutan yang dilakukan oleh instansi pembina aparatur
pemerintah.
Dalam rangka peningkatan kinerja manajemen PNS, pejabat pembina kepegawaian di daerah
adalah pejabat karir tertinggi di pemerintah daerah yang bersangkutan.
Perlu percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi di daerah terutama program penataan sumber
daya

2.

Strategi Mikro
Sebagaimana diungkapkan sebelum-nya, yang dimaksud strategi mikro adalah langkah
perbaikan manajemen PNS di daerah per aspek/parameter.
a. Aspek Perencanaan
1. Perlu dirumuskan kebijakan nasional yang mengatur tentang master plan kepegawaian.
2. Berdasarkan kebijakan nasional tersebut, pemerintah daerah merumuskan master plan
kepegawaiannya.
3. Master plan kepegawaian daerah seharusnya dijadikan acuan dalam pengelolaan PNS.
b. Aspek Pengadaan
1. Dalam rangka pengadaan pegawai perlu ditunjuk perguruan tinggi negeri yang independen,
profesional dan kredibel.
2. Perlu adanya MoU antara pemda dengan pimpinan PTN.
3. Materi test perlu di desain dengan memperhatikan perkembangan teknologi (misalnya IT).
4. Adanya transparansi dengan melibatkan pemantau dari LSM.
c. Aspek Pengangkatan Dalam Jabatan
1. Test kompetensi bagi pejabat struktural di daerah harus dilakukan oleh lembaga assesor
yang terakreditasi.
2. Perlu dilakukan promosi dan rotasi pejabat struktural eselon 2 lintas kabupaten/kota dalam
satu provinsi guna mengurangi politisasi birokrasi (open bidding).
d. Aspek Pengembangan Pegawai.
Training Need Analysis (TNA) dijadikan salah satu komponen dalam akreditasi lembaga diklat
dalam menyusun kurikulum.
e. Aspek Kesejahteraan Pegawai
Perlu segera dilakukan evaluasi jabatan sebagai salah satu instrument untuk menentukan
besarnya tunjangan kinerja daerah sehingga tidak menimbulkan kecemburuan pegawai daerah.
f. Aspek Penilaian Kinerja Pegawai

23

1.

g.

h.

i.

Perlu penerapan kontrak kinerja sebagai acuan dalam penilaian kinerja pegawai. (sudah
diterapkan di beberapa daerah.
2. Perlu dirumuskan instrumen penilaian kinerja pegawai yang valid dalam mengukur kinerja
pegawai untuk pendukung DP3 (sudah diterapkan di beberapa daerah).
Aspek Disiplin dan Etika Pegawai
1. Konsistensi dalam hal penegakan sanksi terhadap pelanggaran disiplin pegawai.
2. Perlu dirumuskan oleh masing-masing daerah tentang etika pegawai masing-masing daerah.
Aspek Pemberhentian
1. Perlu dirumuskan kebijakan pembinaan bagi PNS yang memasuki masa usia pensiun agar
PNS siap dalam menghadapi pensiun.
2. Penegasan kebijakan perpanjangan batas usia pensiun.
Infrastruktur
Perlu pengaturan mengenai dukungan (infrastruktur) yang meliputi sistem informasi dan sarana
dan prasarana dalam mendukung manajemen PNS di daerah.

PENUTUP
Dengan memperhatikan hasil evaluasi manajemen pegawai negeri sipil di daerah baik melalui
instrument, hasil wawancara dengan para narasumber di daerah, guna penyempurnaan manajemen
pegawai negeri sipil di daerah dimasa yang akan datang terdapat (3) tiga agenda penting yang perlu
diperhatikan yakni : (1) Kerangka Kebijakan; (2) Kerangka Kelembagaan; (3) Kerangka Pembinaan,
yang masing-masing kerangka tersebut akan disajikan pada Bagiain Kesimpulan dan Bagian Saran.
1. Kesimpulan
a. Kerangka Kebijakan
Dalam rangka pengelolaan/ manajemen pegawai negeri sipil di daerah, kerangka
kebijakan merupakan aspek yang sangat penting sebagai acuan utama dalam pelaksanaan
manajemen pegawai negeri sipil di daerah, permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah
daerah adalah kurang harmonisasinya dan tidak konsisten merupakan salah satu kendala utama
bagi Pemda dalam melaksanakan kebijakan kepegawaian. Peraturan perundang-undangan mulai
dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, sampai pada Peraturan Menteri yang memuat
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, sehingga menimbulkan perbedaan persepsi
(kesepahaman), kesepakatan dan ketaatan dalam melaksanakan berbagai kebijakan manajemen
pegawai negeri sipil di daerah.
Selain kurangnya harmonisasi kebijakan yang mengatur manajemen pegawai negeri sipil
tersebut, pada beberapa aspek manajemen pegawai negeri sipil di daerah belum diatur secara
jelas dan tegas dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, sehingga menjadi celah bagi pejabat pemerintahan di daerah untuk memaksakan
kepentingan-nya, misalnya pengaturan tentang pentingnya Standar Kompetensi Jabatan dan Uji
Kompetensi bagi calon pejabat di daerah pada aspek Penempatan Dalam Jabatan, begitu juga
pada Aspek Perencanaan, belum terdapat aturan yang mengharuskan pemerintah daerah
menyusun master-plan Kepegawaian di daerah.

b. Kerangka Kelembagaan
Selain kerangka kebijakan sebagaimana diutarakan diatas, kerangka kelembagaan yang
secara fungsional melaksanakan kegiatan pengelolaan/ manajemen pegawai negeri sipil di

24

daerah juga merupakan aspek yang menjadi hambatan utama, pada kerangka kelembagaan ini
beberapa hal yang menjadi hambatan antara lain :
Kurang baiknya kemampuan pengelola kepegawaian yang antara lain disebabkan
kurangnya kemampuan dalam penyusunan agenda kebijakan/ agenda setting, khususnya
kemampuan menggunakan data yang valid, kemampuan mengidentifikasi masalah yang
beragam/ kompleks dan kemampuan mempertimbangkan perkembangan global/trend yang
sedang berkembang tentang pengelolaan kepegawaian daerah. Penyebab lainnya karena kurang
baiknya kemampuan dalam melakukan perumusan kebijakan (policy formulation).
Hubungan kerja dan pembagian kewenangan yang tidak jelas antara Badan Kepegawaian
Daerah Propinsi dengan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah Propinsi
yang bersangkutan, terbatasnya sumberdaya manusia yang mengelola pegawai negeri sipil di
daerah, sarana dan prasarana yang kurang memadai, belum dibangunnya system informasi
kepegawaian sesuai dengan per-kembangan tehnologi, belum adanya SOP manajemen pegawai
negeri sipil di daerah mulai dari tahap perencanaan sampai pemberhentian, dan terbatasnya
anggaran pendukung pengelolaan pegawai negeri sipil di daerah.
c.

Kerangka Pembinaan
Selain kerangka kebijakan, dan kerangka kelembagaan sebagaimana diutarakan diatas,
kerangka pembinaan manajemen pegawai negeri sipil di daerah yang dilakukan pemerintah
(pusat) merupakan aspek yang perlu ditingkatkan, termasuk dalam kerangka pembinaan ini
adalah kurangnya sosialisasi kebijakan, kurangnya pemberian anggaran. Anggaran yang tidak
memadai ini merupakan kendala utama upaya pemerintah daerah selain untuk meningkatkan
kesejateraan pegawainya maupun upaya pemerintah untuk meningkatkan kapasitas pegawainya.
Anggaran ini terlihat jelas dari besarnya jumlah belanja pegawai dibandingkan dengan belanja
pembangunan. Jumlah anggaran ber-pengaruh juga pada upaya fasilitasi dan bimbingan, selain
juga belum pernah dilakukan evaluasi yang menyeluruh, terpadu (komprehensif) secara
berkesinambungan terhadap manajemen pegawai negeri sipil di daerah.
2.

Rekomendasi
a. Kerangka Kebijakan
Aspek-aspek manajemen pegawai negeri sipil di daerah perlu dirumuskan dengan jelas
dan tegas dalam rumusan Undang-Undang yang mengatur pegawai negeri sipil di daerah,
sehingga apabila terjadi penyimpangan terhadap kebijakan tersebut oleh pemerintah daerah
maka pelanggarannya adalah termasuk dalam kategori melanggar Undang-Undang. Berbagai
kebijakan yang telah diatur dalam Undang-Undang tersebut perlu ditindaklanjuti oleh Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB, dan berbagai pedoman petunjuk pelaksanaan.
b. Kerangka Kelembagaan
Perlu dirumuskan mekanisme hubungan kerja antara Badan Kepegawaian Daerah Propinsi
dengan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota dalam wilayah kerja Propinsi yang
bersangkutan, dan penguatan kapasitas kelembagaan BKD yang meliputi tersedianya
sumberdaya manusia yang memenuhi baik dilihat dari jumlah maupun kualitasnya, dukungan
sarana dan prasarana yang memadai, dibangunnya system informasi kepegawaian sesuai dengan
per-kembangan tehnologi, dukungan anggaran pengelolaan pegawai negeri sipil di daerah sesuai
dengan kebutuhan.

25

c.

Kerangka Pembinaan
Perlu ditingkatkan kualitas pembinaan terhadap manajemen pegawai negeri sipil di
daerah yang dilakukan pemerintah (pusat) mulai dari sosialisasi kebijakan, pemberian fasilitasi
dan bimbingan, dan perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan manajemen pegawai negeri
sipil di daerah secara menyeluruh dan terpadu (komprehensif), serta berkesinambungan sebagai
pintu masuk bagi pembinaan manajemen pegawai negeri sipil di daerah.

Daftar Pustaka
Amstrong, Michael, 2003, The Art of HRD, Managing People, A Practical Guide for Line Managers, PT
Gramedia, Jakarta.
Bappenas, 2004, Kajian Rencana Tindak Reformasi Birokrasi, Direktorat Jakarta
Bernardin, John, 2003, Human Resource Management, Third Edition, An Experiential Approach,
McGraw-Hill Higher Education, United State.
Bryant C. & White, L.G., 1987. Managing Development in The Third World,
Boulder,Colorado:Westview Press, Inc.
Bungin, Burhan, 2003, Metode Penelitian Kualitatif, Rajawali Press, Jakarta.
Dharma Agus, 1992, Manajemen Personalia, Edisi Ketiga, Jakarta, Erlangga.
Flippo, Edwin B., Manajemen Personalia, Jakarta, Erlangga, 1984,
Hasibuan, S.P. Malayu, Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah, Jakarta, PT Gunung Agung, 2006
Irawan, Prasetya, Motik, Suryani S.F., Sakti, Sri Wahyu Krida, 1997, Manajemen Sumber Daya
Manusia, Penerbit STIA LAN Press, Jakarta.
Kartasasmita, G., 1995. Ekonomi Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Cides, Jakarta.
Klinger, Donald E. and John Nalbandian, 1985. Public Administration, St. Martins Press, New York.
Mejia, Gomes, Luis, David B.Balkin, Robert L.Cardy, 1995, Managing Human Resources, Prentice-Hall,
Inc
Moekijat, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia(Manajemen Kepegawaian). Bandung : CV.
Mandar Maju
Mondy dan Noe, Human Resource Management, Massachusetts : Allyn & Bacon. , 2005
th
Mondy, R.W., Noe, R.M. and Premeaux, S.R., 1999. Human Resources Management. 7 Edition.
Prentice Hall Upper Saddle River NJ.
Nitisemito, Alex S, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia 1986,
Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta
Prasojo, Eko dkk, 2006, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal dan
Efisiensi Struktural, Departemen Ilmu Administrasi-UI, Jakarta
Rondinelli, 1983, Government Decentralization in Comparative Perspective: Theory And Practice in
Developing Countries.
Suryanto, Adi dkk, 2007, Manajemen Pemerintahan Daerah, Pusat Kajian Kinerja Otonomi DaerahLembaga Administrasi Negara, Jakarta
Samsudin, Sadili, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung, Pustaka Setia.
Schuler, R.S. & Youngblood, S.A., 1986. Effective Personnel Management. West Publishing Co., USA.
Sondang P.Siagian, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.
Werther, Wlillian B, dan Keith Davis, 2003, Human Resources and Personnel Management, 5th
Edition, McGraw-Hill, Inc, New York.
Sayles, L. R. and Strauss, G. (1977). Managing Human Resources. Englewood Cliffs: Prentice-Hall.
Thoha, Miftah, 2005, Manajemen Kepegawian Sipil di Indonesia, Jakarta, Prenada Media.

26

UGM, 2006, Governance and Decentralization Survey (GDS), UGM-Partnership, Yogyakarta


Zainun, Buchari, Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia, Jakarta, Haji Masagung, 1993.
Zetra, Aidil, 2005, Strategi Pengembangan Kapasitas SDM Pemerintah Daerah dalam Mewujudkan
Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta.
KPPOD, USAID, The Ford Foundation, 2007, Local Economic Governance in Indonesia, A Survey of
Bussiness in 243 Regencies/Cities in Indonesia, Jakarta
Lembaga Administrasi Negara, 2004, Sistem Manajemen Kinerja Otonomi Daerah, Pusat Kajian
Kinerja Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara, 2004, Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Buku
III, Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara, 2006, Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Daerah, Pusat Kajian Kinerja
Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara, Jakarta
Lembaga Administtrasi Negara, 2007, Kajian Penyusunan Pola Karier PNS, Pusat Kajian Kinerja
Sumber Daya Aparatur Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara, 2007, Kajian Evaluasi Sistem Rekruitmen Pegawai Negeri Sipil, Pusat
Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara, 2008, Sistem Penggajian PNS di Indonesia, Pusat Kajian Kinerja
Sumberdaya Aparatur Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 Tentang Daftar Urutan Kepangkatan (DUK);
Peraturan Pemerintah Nomor 30/1980 jo PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 Tentang TASPEN.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 Tentang Jaminan Asuransi Kesehatan (ASKES) yang
telah dirubah dengan PP Nomor 6 Tahun 1993.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam
Jabatan Fungsional.
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 Tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menduduki Jabatan
Rangkap jo. PP Nomor 47 Tahun 2005.
Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 jo PP No. 54 Tahun 2003 tentang Formasi PNS.
Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 jo PP No, 11 Tahun 2002 tentang Pengadaan PNS.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil Dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
13 Tahun 2002.
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan Status TNI/POLRI Jadi PNS
Untuk Menduduki Jabatan Struktural.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten dan
Pemerintah Daerah Kota.

27

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan kesebelas atas PP No.7 tahun 1977
tentang Peraturan Gaji PNS.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Penetapan Pensin Pokok Pegawai Negeri Sipil
dan Janda/Dudanya.
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas PP No. 9 Tahun 2003
Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Peraturan Presiden Nomor Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Tunjangan Jabatan Struktural.
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Tunjangan Umum PNS;
Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Prajabatan Pegawai Negeri Sipil.
SE. BAKN No. 02/SE/1980 tentang Petunjuk Pelaksanaan DP3.
Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor : 194/XIII/10/6/2001 Tentang Pedoman
Akreditasi dan Sertifikasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil.

28

You might also like