You are on page 1of 11

4ec32fitutydSQ DAN PLURALISME AGAMA[1]

Oleh Dinar Dewi Kania dan Aji Jumiono,


mahasiswa Program Doktor Pendidikan Islam PKU-DDII Universitas Ibn Khaldun, Bogor.
A. PENDAHULUAN
Persoalan pokok kehidupan masyarakat di Indonesia dan berbagai belahan dunia lainnya pada
umumnya adalah dominasi paham sekularisme yang didorong oleh kehidupan yang serba
materialistis. Di banyak negara maju, banyak orang yang terkategori sukses dalam kariernya
namun ia merasa tidak bahagia. Setelah sukses ternyata ia hanya menjadi budak waktu yang
bekerja untuk memenuhi tuntutan para mitra dan kliennya. Keberhasilannya hanya menjadi
"penjara" bagi dirinya. Mereka tidak bahagia dengan kesuksesannya. Umumnya mereka menyadari
telah menaiki tangga yang salah justru setelah mencapai puncak tertinggi dari anak tangga
kariernya. Pada akhirnya, uang yang berlimpah, harta, pangkat, kedudukan dan penghormatan
bukanlah sesuatu yang mereka cari selama ini. Hal ini menjadi suatu penyakit baru yang
dinamakan dengan spiritual pathology atau spiritual illness.
Fenomena tersebut melahirkan pelatihan spiritual di kalangan eksekutif dan staf perusahaan
ternama baik di dalam maupun di luar negeri. Misalnya saja dalam buku Megatrend 2000 (John
Naisbit dan Patricia Aburdene) menyampaikan bahwa telah 67.000 pegawai Pacific Bell di California
telah mengikuti pelatihan spiritual ala New Age. Demikian pula pegawai P&G, Ford Co, AT&T,
General Motors, GE, Johnson&Johnson, Motorolla dan IBM dan lain-lain. Perkembangan pelatihan
spiritual di perusahaan-perusahaan Indonesia baik swasta maupun milik pemerintah juga
mengalami fenomena yang sama. Sampai tahun 2008 saja telah lebih dari 600.000 orang
eksekutif telah mengikuti pelatihan ESQ.Saat ini ESQ seolah menjadi ikon paradigma baru dalam
menjalani kehidupan yang penuh turbulensi bagi para professional dan next generation negeri ini.
Target dengan adanya ESQ dapat menjadi panduan surfing di samudera kehidupan, senantiasa
online dengan pusat kehidupan hakiki, hidup inline dengan garis orbit kehidupan yang
sesungguhnya, dan istiqomah tetap berpusat pada kiblat dan garis edar yang benar saat offline.
Namun masyarakat dikejutkan oleh keluarnya fatwa haram dari mufti Malaysia di wilayah
persekutuan yang mecakup Kuala Lumpur, Putrajaya dan Labuan, berdasarkan Warta Kerajaan:
Seri Paduka Baginda, Jilid 54, no. 12, tanggal 17 Juni 2010. Beberapa alasan pengharaman
tersebut salah satunya dalam poin pertama (i) mendukung paham liberalisme atau menafsirkan
nash-nash agama (al-Qur'an dan Sunnah) secara bebas, dan paham Pluralisme agama yaitu
paham yang mengajarkan semua agama adalah sama dan benar. Kedua-dua paham ini sesat dan
boleh membawa kepada kekufuran.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya konsep ESQ dan apakah dalam
konsep tersebut teradapat ide-ide pluralisme agama sebagaimana difatwakan oleh mufti Malaysia
di wilayah persekutuan.
B. PELATIHAN ESQ
ESQ memposisikan diri sebagai lembaga pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia.
Dalam profil ESQ yang dikutip pada situs ESQ dinyatakan bahwa ESQ adalah lembaga training
independen di bidang SDM yang menggunakan metode "ESQ Way 165". Lembaga ini bukan
lembaga dakwah, politik, agama, LSM maupun ormas, namun ESQ seperti oksigen yang tidak
berwarna dan netral. Dengan falsafah ini Tim ESQ berharap dapat diterima oleh komunitas

manusia universal sesuai dengan konsep God Spot yang juga memberikan anggukan universal
pada setiap manusia.
Dalam pengantar buku ESQ Ary Ginanjar menuliskan kata-kata Emha Ainun Nadjib saat konser
kenduri cinta di Senayan Jakarta :
Kalau di dalam buku ini ada Rukun Iman dan Rukun Islam,
Bukan berarti ekslusifisme aliran atau agama,
Tapi keinginan untuk menyampaikan kebenaran.
Kalau di dalam buku ini ada Al Qur'an,
Itu bukan untuk golongan
Tapi untuk seluruh umat manusia
Bukan Al Qur'an untuk Islam
Bukan dunia untuk Islam
Tapi Al Qur'an dan Islam untuk dunia
Pelatihan ESQ menjadi suatu pelatihan spiritual yang dikenal banyak menjangkau kalangan
eksekutif. Pelatihan ESQ ini diklaim memadukan prinsip asas dalam Islam, yaitu Rukun Iman,
Rukun Islam dan Ihsan serta kaidah-kaidah yang tidak bertentangan dengann Islam. Pelatihan ini
dianggap [ menjadi fenomena dan harapan baru karena selama ini modul pengembangan
sumberdaya manusia, manajemen, kepemimpinan, dan psikologi umumnya menggunakan rujukan
Barat yang dikenal sekuler, tetapi ESQ memberikan penawaran alternatif sebuah pelatihan yang
berlandaskan nilai-nilai Islam sebagai penyelesaian masalah di tempat kerja, sekolah, universitas
dan di dalam institusi keluarga. Menurut mereka, pelatihan yang telah diikuti lebih dari 850 ribu
orang ini selama ini menjadi alternatif pengembangan SDM dari yang selama ini menggunakan
teori-teori pengembangan SDM dari Barat[6].
Tujuan pelatihan ESQ ini para peserta disadarkan akan makna kebahagiaan hakiki yang sesuai
dengan fitrah manusia, sehingga dalam training ESQ dan sejenisnya tak jarang dijumpai isak
tangis terdengar di segenap sudut ruang, dan kemudian puluhan atau bahkan ratusan peserta
training itu tenggelam dalam raungan tangis, dalam sembilu kepedihan dan penyesalan atas
segenap dosa yang telah mereka perbuat selama ini. Misalnya saja dalam salah satu segmen
training ESQ atau training sejenisnya yang mengusung tema tentang spiritualitas dan etos kerja.
Ribuan peserta - termasuk para pejabat BUMN dan pemerintah daerah - telah mengikuti training
itu, dan ribuan orang itu selalu tenggelam dalam apa yang saya sebut sebagai momen
pengakuan dosa massal dalam haru biru penuh tangisan penyesalan.
C. KONSEP ESQ
Dalam bukunya, ESQ menyatakan memadukan rukun iman dan rukun Islam. Konsep ini begitu
fenomenal mengingat konsep-konsep manajemen diri dan publik saat konsep ini dicetuskan
(sekitar tahun 2000) tengah berkembang pesat teori kepribadian dan pengembangan diri yang
berasal dari barat seperti konsep Seven Habits dari Stephen Covey. Publik pun memberikan
banyak harapan konsep yang bermuara pada ajaran Islam ini dapat mengimbangi bahkan
menggantikan konsep Barat tersebut.

Dalam pengantar buku ESQnya, Ary Ginanjar menuliskan sebagai berikut :


Memang nyata-nyata terbukti bahwa konsep rukun iman dan rukun Islam yang dilahirkan kurang
lebih 1400 tahun silam adalah konsep kemenangan pribadi dan kemenangan publik saat ini yang
begitu populer di seluruh dunia. Berbagai teori barat tentang konsep kemenganan pribadi dan
publik yang ada justru semakin membenarkan konsep rukun Iman dan Rukun Islam. Manusia
harus memiliki konsep duniawi atau kepekaan emosi dan intelegensia yang baik (EQ plus IQ) dan
penting pula penguasaan ruhiyah vertikal atau spiritual quotient (SQ). Dan merujuk kepada istilah
bi-dimensional tersebut, sebuah upaya penggabungan terhadap ketiga konsep tersebut dilakukan.
Lewat sebuah perenungan yang panjang, saya mencoba untuk melakukan sebuah usaha
penggabungan dari ketiganya dalam bentuk konsep ESQ (Emotonal Spiritual Quotient) yang dapat
memelihara keseimbangan kutub akhirat dan kutub keduniaan. Melalui ESQ akan dibangun suatu
prinsip hidup dan karakter berdasarkan Rukun Iman dan Rukun Islam, sehingga akan tercipta
suatu kecerdasan emosi dan spiritual sekaligus langkah pelatihan yang sistematis dan jelas. Pada
akhirnya akan terbentuk suatu pemahaman visi, sikap terbuka, integritas, konsisten dan kreatif
yang didasari atas kesadaran diri serta sesuai dengan suara hati yang terdalam yang pada
akhirnya akan menjadikan Islam tidak hanya sebatas agama ritual tetapi juga sebagai "the way of
life".
Konsep utama dari ESQ adalah Zero Mind Process (ZMP) sebagai proses penjernihan emosi
sehingga mecapai God Spot atau fitrah , 6 asas atau orbit untuk membangun mental, dan 5
prinsip untuk membangun kekuatan pribadi dan sosial ( personal and social strenght). Konsep
tersebut kemudian dipatenkan sebagai ESQ model, sebagaimana gambar di bawah ini :
Menurut Ary Ginanjar, ESQ model adalah sebuah mekanisme sistematis untuk me -"manage" ketiga
potensi manusia, yaitu body, mind dan soul, dalam satu kesatuan yang integral. Gambar ESQ
Model menunjukan enam asas yang berfungsi untuk melindungi pusat orbit, dalam hal ini adalah
God Spot. Keenam asas ini berfungsi menjaga agar fitrah di pusat tetap utuh terpelihara. Dan
karaktakteristik dari keenam asas ini sesuai dengan sifat dasar manusia (human nature), sejalan
dengan hati nurani, dan kehendak alam sebagai cerminan dari kehendak Allah yang Maha Kuasa.
Keenam asas tersebut menggambarkan rukun iman. Sedangkan lima lingkaran terluar mengorbit
pada titik Tuhan (God Spot) yang menggambarkan rukun Islam.
Konsep dasar ESQ diawali dengan God Spot yang berupa anggukan universal. Anggukan universal
ini disebut juga dengan suara hati. Semua manusia sama dalam rasa ingin memberi, kasih sayang,
ingin maju, mengetahui, ingin bersih, memelihara, menolong, melindungi dan menyukai yang
indah. Konsep God Spot ini disebut fitrah atau suara hati yang sama pada setiap
manusia. Ary Ginanjar menafsirkan surat Al-Araf ayat 172 tentang adanya perjanjian antara Allah
dengan ruh manusia sebagai bukti adanya anggukan universal. Ia mencontohkan dengan adanya
persetujuan ketika mendengar atau melihat suatu perbuatan baik seperti menyaksikan film
bermutu atau membaca buku bermutu, mendengar percakapan yang berkualitas dan lain-lain.
Ary Ginanjar mempersamakan emosi dengan nafs amarah dan berperan sebagai radar hati . Emosi
memiliki dua kondisi kategori yaitu in-line dan offline dari radar orbit. In-line yaitu ketika emosi
sesuai dengan hati nurani (God Spot) dan offline ketika tidak sesuai dengan hati nurani.
Sedangkan suara hati spiritual adalah nafs mutmainnah. ZMP dapat dicapai melalui penjernihan
pikiran manusia sehingga manusia terbebas dari virus dan bakteri belenggu-belenggu negatif yang
terbentuk oleh persepsi dan paradigma. Belenggu-belenggu tersebut adalah prasangka negatif,

pengaruh prinsip hidup, pengaruh pengalaman, pengaruh kepentingan, pengaruh sudut pandang,
pengaruh pembanding, dan pengaruh literatur.
Nilai spiritual menurut Ary Ginanjar adalah "nilai-nilai yang berlaku dan diterima oleh semua
orang, yang sesuai dan bisa diterima dalam skala lokal, nasional dan regional ataupun
internasional." Dijelaskan lebih lanjut bahwa nilai tersebut harus tetap berada pada orbit spiritual
yang dapat diterima oleh seluruh penduduk bumi bahkan penduduk langit, yang merupakan nilai
puncak atau "ultimate value". Nilai ini merupakan prinsip-prinsip yang dapat diterima dalam
bahasa bulan, matahari, bintang dan jiwa manusia yang memiliki fitrah tertinggi.
Lalu ia menambahkan,
Yang kita cari adalah nilai kebenaran tertinggi, nilai keadilan tertinggi, nilai cinta dan kasih
tertinggi, nilai kesetiaan tertinggi, dan nilai kejujuran tertinggi, yang tidak lagi dibatasi lagi oleh
perbedaan manusia. Lalu apakah pusat orbit yang mampu menghasilkan ini semua ?
Manusia menurut konsep ESQ adalah makhluk spiritual murni, yaitu makhluk yang ditiupkan ruhruh spiritual ke dalam tubuh manusia. Sifat-sifat tersebut kemudian dipadukan ke dalam materi
konkret berupa tubuh atau jasad manusia yang terbuat dari tanah. Pendapat ini dibuktikan dengan
adanya penemuan ilmiah SQ (Spiritual Quotient) di California University oleh V.S Ramachandran
pada tahun 1997, lalu God Spot oleh Michael Persinger, Wolf Singer, dan Rudolfo Llinnas tentang
osilasi saraf spiritual. Para ahli tersebut diatas berhasil membuktikan bahwa manusia memiliki
makna tertinggi kehidupan manusia (The Ultimate Meaning).
Ary Ginanjar menegaskan bahwa penemuan God Spot pada manusia lebih meyakinkan pendapat
ini, karena akan senantiasa mencari Tuhan-nya, yaitu melalui sifat-sifat-Nya, yang selalu diidamidamkan manusia dan sekaligus merupakan bukti kepekasaan Allah, penghambaan serta
penghambaan manusia. Ia juga menambahkan bahwa hal ini yang dinamakan proto kesadaran
yang terdeteksi pada osilasi 40 Hz oleh Pare dan Llinas. Dengan bermodalkan Spritual Quotient
(SQ), manusia mengabdi kepada Allah untuk mengelola bumi sebagai khalifah dan misi utamanya
semata-mata mencari keridhaan Allah, target utamanya adalah menegakan keadilan, perdamaian
dan kemakmuran. Langkah nyatanya berupa spiritualisasi di segala bidang. Inilah yang
menurutnya The Ultimate Meaning sesungguhnya, yang harus dicari oleh Danah Zohar, dan yang
harus dicari oleh Abraham Maslow, yaitu aktualisasi diri melalui Ihsan.
Ary Ginanjar juga menciptakan 33 spiritual capital atau collective unconscious yang menciptakan
nilai-nilai (value) serta dorongan dari dalam (drive). Sifat-sifat ini menurutnya termasuk kategori
ihsan, atau menuju sifat-sifat Allah (taqarub), yang terletak pada spiritual center (God Spot). Nilainilai tersebut diikhtisarkan dari 99 Asmaul Husna yang merupakan proto kesadaran yang
terdeteksi pada osilasi Pare-Llinas, yang dianggap sebagai arketipe oleh Zohar, yang diduga
sebagai super-ego oleh Freud, self-actualization oleh Maslow,
unconscious-mind oleh Carl Jung, dan dinamakan "makna hidup" oleh Frankl. Ia lalu menamakan
nilai-nilai ini sebagai Asmaul Husna Value Sistem (AHVS) yang menghasilkan ultimate value dan
ultimate drive.
D. KONSEP PLURALISME AGAMA
Plularisme agama (religious pluralism) adalah sebuah paham (isme) tentang bagaimanana melihat
keberagaman dalam agama-agama yang begitu banyak dan beragam. Gagasan ini mulanya tidak
dikenal dalam teologi resmi Gereja, namun pihak Kristen kemudian menggunakan paham ini untuk

kepentingan mereka dalam penyebaran globalisasi dan westerenisasi. Dalam konsep pluralime
agama terdapat pengakuan terhadap eksistensi the one Universal God (uhan Universal God), atau
adanya kesamaan tuhan dalam level esoteris sebagaimana teori trancendent unity of Religions
yang digagas oleh Frithjof Schuon.
John Hick sebagai salah satu tokoh utama pluralisme agama, melontarkan gagasan pluralismenya
dengan the transformation from religion centered to God-centredness atau transformasi dari
pemusatan agama menuju pemusatan Tuhan. Sehingga dua konsep kunci dalam pluralisme adalah
konsep "agama" dan konsep "tuhan". Hick menggantikan terminologi Tuhan menjadi The Real
yang kemudian dibekan menjadi the "the Real an sich" atau the noumenal Real ( esensi), dan "the
phenomenal Real" yaitu Zat yang nyata sebagaimana yang tampak oleh manusia melalui
kacamata-kacamata tradisi dan agama-agama yang berbeda. The phenomenal Real menyebabkan
manusia memiliki tuhan yang dinamakan secara berbeda sesuai kacamata traditisional dan kultural
manusia seperti Yahweh, Trinitas, Allah, Krisna, Wisnu, Siwa. Menurut hipotesa Hick seharusnya
yang menjadi titik pusat dan pangkal keselamatan/pembebasan/ pencerahan satu-satunya adalah
the noumenal Real, yang merupakan realitas ketuhanan yang absolut, tunggal dan tak terbatas
oleh segala macam ungkapan, konsepsi, dan pemahaman atau komprehensi manusia.
Hick mencoba menjustifikasi tesisnya dengan menggunakan teori revolusi Copernican. Menurut
Hick, dikutip dari Anis Malik Toha :
Kini revolusi Copernican dalam astronomi terjadi karena sebuah transformasi dalam cara manusia
memahami alam dan posisi mereka di dalamnya. Transformasi ini melibatkan suatu pergeseran
dari dogma bahwa bumi adalah pusat dari alam yang berputar mengelilinginya menuju sebuah
pemahaman bahwa mataharilah sesungguhnya yang berada di pusat, dan semua planet, termasuk
bumi kita, berak mengelilinginya. Dan Revolusi Copernican yang diperlukan dalam teologi
melibatkan sebuat tranformasi yang sama radikalnya berkenaan dengan alam agama-agama dan
tempat atau posisi agama kita sendiri di dalamnya. Ia melibatkan dogma bahwa Kristen berada di
pusat menuju pemahaman bahwa Tuhanlah yang berada di pusat, dan semua agama-agama
manusia, termasuk agama kita berputar di sekelilingnya.
Hick memprediksi bahwa secara gradual akan terjadi converging course (konvergensi cara-cara
beragama) yaitu adanya agama lintas kultural dan inklusif yang dikemas dalam ide global
theology. Agama baru ini menurutnya akan banyak menolong manusia modern dan dapat
membangun kehidupan bersama yang toleran, penuh kedamaian, kesetaraan.
E. PEMBAHASAN
Sebagaimana telah dijelaskans sebelumnya bahwa Inti pokok konsep pluralisme adalah pertama;
konsep tentang "agama" yang dianggap sebagai himpunan tradisi kultural, kedua ; konsep
"penyatuan Tuhan". Konsep God-centeredness ini mengakui adanya "the one universal God pada
level esoteris atau transenden yang menjadi landasan gagasan penyatuan agama-agama (the
transcendent unity of religion). Jika melakukan perbandingan secara langsung dengan mencari
definisi tentang "agama' dan "tuhan" dalam buku ESQ, maka tidak akan ditemukan pembahasan
mengenai masalah tersebut.
Namun dalam buku ESQ banyak digagas mengenai konsep nilai universal yang merupakan
ultimate value yang disebut suara hati yang berasal dari suara Tuhan dan merupakan pusat orbit
manusia. Justifikasi ESQ diperoleh dari teori God Spot atau titik tuhan yang ditemukan oleh V.S.
Ramachandran dan dikembangkan oleh Danah Zohar dan lain-lain. Dalam membangun teori

pluralisme agama, Hick menggunakan teori revolusi Copernican sebagai hujjah ilmiah penguat ideidenya dengan Tuhan sebagai pusat orbit dan agama-agama sebagai planet yang mengelilinginya.
Apakah suatu kebetulah jika ESQ juga menggunakan pergerakan planet mengelilingi matahari
sebagai model konseptualnya ?
Dalam buku ESQ juga ditemukan pernyataan bahwa suara hati merupakan sumber kebenaran.
Suara hati muncul karena keadaan zero (0) atau berserah diri pada Allah (E), sehingga tidak
menutupi potensi spiritual (S) yang terletak pada God Spot, pada akhirnya kecerdasan spiritual
(SQ) bekerja normal (+). Lalu dijelaskan bahwa pusat keseimbangan manusia ada ketika berjalan
sesuai orbit yang berpusat pada God Spot. God spot itu sumber nilai-nilai spiritual yang berlaku
universal tanpa memandang perbedaan manusia dan sesuai dengan hukum alam. Untuk mencapai
nilai-nilai fitrah atau God spot harus melalu proses berpikir zero (ZMP) artinya berserah diri pada
Allah.
Pertanyaannya, jika nilai-nilai tersebut universal, apakah nilai-nilai tersebut berasal dari tuhan
universal ? pada tuhan siapa kepasrahan harus diberikan pada kondisi Zero ? apakah orang yang
memiliki kepercayaan berbeda-beda juga dapat mencapai kondisi zero ? karena Allah adalah Nama
Tuhan yang hanya terdapat dalam ajaran Islam. Konsep Tuhan dalam Barat sangat rancu begitu
juga dalam agama Hindu, Budha, Konguchu dan lain-lain. Menurut al-Attas, Islam bukanlah kata
benda verbal yang menunjuk pada penyerahan diri, Islam adalah nama sebuah agama yang
khusus yang mendeskripsikan penyerahan diri yang benar, yang juga merupakan definisi agama
itu; yaitu penyerahan diri pada Tuhan. Cara dan bentuk penyerahan diri dalam suatu agama secara
definitif dipengaruhi oleh konsepsi mengenai Tuhan dalam agama itu. Sehingga konsepsi Tuhan
dalam agama menjadi sangat krusial agar dapat mengartikulasikan bentuk penyerahan diri yang
sesungguhnya. Konsepsi ini menurut al-Attas harus mempu mendeskripsikan sifat Tuhan yang
benar, yang hanya bisa diperoleh dari wahyu bukan dari tradisi budaya atau etnis tertentu atau
percapmuran antara etnis dan tradidsi budaya dengan kitab suci, tidak suga dari spekulasi filosofis
berdasarkan penemuan sains.
Jawaban terhadap isu-isu yang ditanyakan dalam dokumen yang ditulis oleh Ary Ginanjar dan
disetujui oleh Panel Syariah ESQ Malaysia pada tanggal 25 Februari 2010, disebutkan bahwa suara
hati yang dimaksud oleh ESQ adalah suara hati nurani hak dan kebenaran yang berpadukan
dengan al-Qur'an dan Hadist. Mengenai teori God Spot sebagai rujukan pihak ESQ menjawab
bahwa ESQ hanya membentangkan penemuan sains semata dan bahwa traning ESQ telah
dinyatakan sesuai dengan ajaran Islam, hanya bermaksud fitrah yang berpadukan al-Qur'an dan
Hadist atau sunnah nabi.
ESQ merupakan bukti bahwa Islamisasi tidak bisa dilakukan hanya dengan proses justifikasi.
Konsep ESQ dirumuskan dengan melakukan justifikasi terhadap pengalaman dan temuan-temuan
sains modern. Islamisasi tidak bisa dilakukan tanpa melakukan dewesternisasi atau memisahkan
elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat.
Dengan tetap mengedepankan prasangka positif, hal ini terjadi pada umumnya disebabkan
ketidakpahaman terhadap perbedaan mendasar antara epistemologi Barat dan Islam. Sebuah
realita yang memprihatikan karena saat ini umat Islam sedang mengalami apa yang disebut
sebagai krisis epistemologi.
Penulis sependapat dengan pemikiran al-Attas bahwa sains modern harus didalami tetapi asasasas filosofisnya harus disusun kembali sesuai kerangka metafisika Islam. Adalah benar jika
agama (Islam) sejalan dengan sains, namun tidak berarti Islam sejalan dengan metodologi ilmiah

dan filsafat sains modern. Tidak ada ilmu yang bebas nilai sehingga menurut al-Atas kita harus
meneliti dan mengkaji dengan cerdas dan penilaian yang melekat pada, atau bersatu dengan,
pelbagai asumsi dan interpretasi ilmu modern. Kita juga harus melakukan kritisi terhadap setiap
teori ilmu atau filsafat yang baru dengan memahami terlebih dahulu implikasinya dan menguji
validitas nilainya yang terkandung di dalam teori tersebut. ESQ dalam hal ini tidak boleh sembrono
dalam mengambil penemuan-penemuan sains yang masih spekulatif karena teori SQ masih perlu
dikritisi tidak semata-mata dengan memodifikasi konsep tersebut dengan mencuplik ayat dan
hadist yang sepertinya sesuai dengan fenomena sains tersebut.
Sebagai contoh, ketika ESQ menjustifikasi bahwa penemuan God Spot sesuai dengan ajaran
Islam, ESQ berpegang dari hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim yang berbunyi "Di dalam diri
manusia ada segumpal daging. Bila baik daging itu, maka baiklah orangnya. Bila jelek daging itu,
maka jeleklah orang itu. Daging itu adalah qalb." Secara tidak langsung ESQ menyetujui bahwa
letak hati atau qalb itu berada di otak sebagaimana penemuan neurasains tersebut. Taufik Pasiak
dalam bukunya Revolusi IQ/EQ/ SQ juga melakukan justifikasi yang sama. Menurutnya kata qalb
dalam hadits tersebut bukan bermakna hati/ jantung (heart dalam bahasa inggris), tetapi lebih
tepat dimaknai sebagai otak spiritual karena menurutnya aql memiliki banyak fungsi, yaitu fungsi
rasional, fungsi intuitif serta fungsi spiritual. Jika porsi kata aql lebih diperbanyak pada usaha
sains, maka kata qalb lebih banyak menunjuk usaha-usaha ruhani.
Mengenai letak qalb, seorang ulama salaf terkenal yang memiliki otoritas dalam masalah jiwa,
Imam al-Ghazaly, menyatakan bahwa qalb sebagai daging yang bersuhu panas berbentuk kusama
berada di sisi sebelah kiri dada, di dalam isinya ada rongga yang berisi darah hitam sekali, dan
kalbu itu tempat melahirkan jiwa yang bersifat hewani serta tempat asalnya. Dengan pengertian
ini, kalbu yang dimaksud al-Ghazaly menunjuk kepada jantung. Begitu juga dengan al-Attas
menterjemahkan qalb sebagai heart.Al-Qur'an sendiri mengisyaratkan mengenai hal tersebut
dalam surat al-Hajj (22) ayat 46.


[46/ ]



Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai kalbu yang dengan itu
mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar?
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah qalb yang di dalam
dada.
Tentunya dengan adanya pendapat Iman al-Ghazaly dan penegasan ayat al-Qur'an, Hipotesa yang
menyatakan otak sebagai tempat bersemayamnya qalb, perlu mendapatkan penelaahan lebih
lanjut karena asumsi tersebut lebih didasarkan atas penemuan dalam bidang neurosain. Dan
penemuan neurosain terbaru pun bisa menyanggah teori tersebut. Kerancuan letak qalb didasari
banyaknya ayat al-Quran yang menyatakan bahwa qalb selain mengacu kepada emosi manusia
juga merupakan fakultas aktif yang berfikir, sehingga jika letak qalb itu benar berada di Jantung
sebagaimana pendapat imam Ghazaly, maka sulit membayangkan bagaimana organ jantung dapat
memiliki fungsi kognitif seperti otak,
Namun kini tampak titik terang kebenaran penafsiran ulama salaf yang menyatakan bahwa qalb
adalah jantung yang memiliki kemampuan berpikir. Sekumpulan ilmuwan Barat yang aktif
melakukan penelitian mengenai hubungan jantung dan otak (heart and brain interaction) telah
menemukan fakta menarik mengenai hal ini. Dalam website Institute of HeartMath, para ilmuwan
ini menulisan hasil penelitiannya pada e-book berjudul "The Coherent Heart". Dalam monograf

ilmiah tesebut dijelaskan penemuan terbaru mengenai interaksi antara jantung dan otak yang
ternyata mempengaruhi berbagai macam aspek dari kemampuan kognitif seorang manusia.
Kesimpulan tersebut ditarik setelah kecanggihan alat teknologi kedokteran mampu menemukan
sekumpulan ganglia di dalam organ tersebut yang dapat berhubungan dengan otak. Oleh sebab
itu, hendaklah ESQ dalam mendefinisikan konsep-konsep kunci seperti pikiran (mind), jiwa (soul),
emosi, fitrah, suara hati, suara hati spiritual, natural law, dan lain-lain, dapat menukil tafsiran
ulama-ulama salaf dan kontemporer yang memiliki otoritas dalam masalah ini untuk menghindari
kerancuan.
F. PENUTUP
Konsep ESQ sebagai sebuah modul pelatihan Sumber Daya Manusia mengandung beberapa
gagasan yang mengudang kontroversi walaupun untuk membuktikan dakwaan yang menyatakan
bahwa ESQ adalah pendukung liberalisme dan pluralisme masih perlu penelitian lebih lanjut dan
mendalam, terutama untuk melihat ada tidaknya ide "persamaan tuhan" pada level esoteris dalam
ajaran ESQ, ataupun gagasan-gagasan lainnya seperti Asmaul Husna Value System (AHVS) dan
tafsirannya yang tidak dibahas dalam makalah ini.
Jawaban pertanyaan ini sangat krusial dalam rangka identifikasi adanya unsur pluralisme agama
dalam kosep ESQ karena, pertama, dalam kebijakan ESQ Leadership Center tidak membatasi
peserta pelatihan pada mereka yang beragama Islam. Peserta dengan latar belakang agama
berbeda juga diperbolehkan mengikuti pelatihan ESQ. Dengan dibolehkannya non-muslim
mengikuti pelatihan ini, dapat menjadi indikasi bahwa kondisi Zero dapat dicapai oleh siapa saja,
asalkan melakukan penyerahan diri pada tuhan. Kedua, adanya pernyataan bahwa ESQ seperti
oksigen yang tidak berwarna dan netral. Dengan falsafah ini Tim ESQ berharap dapat diterima oleh
komunitas manusia universal sesuai dengan konsep God Spot. Pernyataan ini merupakan
pernyataan yang berbahaya karena ilmu tidak netral namun bergantung pada worldview dimana
ilmu tersebut dilahirkan, sehingga ESQ perlu menjelaskan bentuk kenetralan dan universalitas
yang dimaksud dalam pernyataan tersebut.
Sejauh ini penulis hanya mendapatkan data dari jawaban ESQ terhadap dakwaan bahwa ESQ
mendukung liberalisme dan menyebarkan pluralisme. Disebutkan bahwa bahwa ESQ menolak
keras dakwaan tersebut karena definisi dan ciri-ciri pluralisme tidak terdapat dalam buku-buku
ESQ. Kemudian ESQ menjelaskan tentang ciri-ciri liberalisme dan pluralisme, namun sayangnya
jawaban tersebut tidak diberi komentar atau bukti-bukti yang kuat.
Selain dewan syariah, ESQ juga harus berkonsultasi dengan orang-orang yang memiliki worldview
Islam dan paham mengenai epistemologi Barat dan Islam, agar pada saat melakukan Islamisasi
konsep dan teori pelatihan manajemen diri, tidak terjadi kerancuan yang menyesatkan dalam hal
pemikiran maupun praktek. Semangat untuk menyebarkan nilai-nilai Islam secara global dan
universal tentunya jangan sampai terjebak kepada pemahaman yang justru bertentangan dengan
nilai-nilai Islam sehingga ajaran Islam kemudian ditundukan oleh konsep dan teori Barat serta
penemuan-penemuan dalam bidang sains yang masih bersifat spekulatif. Hal ini diperlukan untuk
menghindari pengalaman Barat ketika ajaran Kristen akhirnya harus tunduk oleh sekularisme dan
pluralisme dalam rangka menyesuaikan agama mereka dengan tuntutan globalisasi.
Ditulis oleh Dinar Dewi Kania dan Aji Jumiono, mahasiswa Program Doktor Pendidikan Islam PKUDDII Universitas Ibn Khaldun, Bogor. Makalah ini dipresentasikan dalam diskusi sabtuan Insists
pada tanggal 17 Juli 2010.

Muhammad Religineer dalam Pengantar dalam buku ESQ Power, cetakan ke-14, Jakarta : Arga
Publishing, 2009, hlm xii.
ESQ Way 165, , Tokoh Agama Indonesia dan Malaysia ; ESQ tidak menyimpang, Republika Nomor
181/ tahun ke-18, Selasa, 13 Juli 2010.
http://www.muftiwp.gov.my/pmwp/profail_jabatan_files/fatwa_esq.pdf
www.esqway165.com
Tim ESQ Leadership Center, Sdn, Bhd. Jawapan Kepada "Isu-isu yang Ditanyakan oleh Alumni
ESQ". Edaran Terhad (SULIT). 25 Februari 2010.
Ary Ginanjar Agustian. Rahasia Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ) Berdasarkan
Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Jakarta : Penerbit Arga. 2001, hlm. xix-xxi.
Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power, hlm.28
Ibid, hlm.66
Ibid, hlm 179
Ary Ginanjar Agustian. Rahasia Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ), hlm 10-11.
Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power. hlm. 144
Ibid, hlm. 145 dan152
Ibid, hlm. 145 - 147
Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power, hlm. 188.
Ibid, hlm. 96.
Ibid, hlm. 99.
Ibid, hlm. 103.
Ibid, hlm. 104.
Adian Husaini,
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Respon Islam terhadap Kesatuan Agama-agama, Jurnal
Pemikiran dan Peradaban Islam Islamia, Thn I no. 3, 2004, hlm. 43.
Anis Malik Toha, Konsep World Theology dan Global Theology ; Eksposisi Doktrin Pluralisme
Agama, Smith dan Hick, Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA Thn I No. 4, 2005, hlm.
55
Ibid, hlm. 57
Ibid, hlm. 59
Ibid, hlm 54-59
Ary Ginanjar, ESQ, hlm. Iiv
Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power, hlm. 210.

Al-Attas menyatakan sifat Tuhan yang dipahami Islam, tidak sama dengan konsepsi Tuhan yang
dipahami dalam doktrin dan tradisi keagamaan lain di dunia. Ia juga tidak sama dengan konsepsi
Tuhan yang dipahami dalam tradisi filsafat Yunani dan Helenistik. Ia tidak sama dengan konsepsi
Tuhan yang dipahami dalam filsafat Barat atau tradisi sains; juga tidak sama dengan yang
dipahami dalam tradisi mistisme Timur dan Barat. Kalaupun ada kemiripan yang mungkin
ditemukan antara sifat Tuhan yang dipahami dalam Islam dengan berbagai macam konsepsi
agama lain, maka itupun tidak bisa ditafsirkan sebagai bukti bahwa tuhan yang dimaksud adalah
sama, yakni Tuhan Universal Yang Esa (The One Universal God), karena masing-masing konsep
tersebut digunakan sesuai dengan dan termasuk dalam sistem dan kerangka konseptual yang
berbeda-beda, sehingga konsepsi tersebut merupakan suatu kesluran, atau super system, tidak
sama antara yang satu dengan yang lain. Lihat Syed Muhammad Naquib al-Attas, Respon Islam
terhada[p Konsep Kesatuan Agama-agama, hlm. 44 .
[29] Syed Muhammad Naquib al-Attas, Respon Islam terhada[p Konsep Kesatuan Agama-agama,
hlm. 47.
Dokumen ESQ Center yang ditulis oleh Ary Ginanjar dan disetujui oleh Panel Syariah ESQ
Malaysia, hlm. 7
Wan Mohd Nor Wan Daud, FIlsafat dan Praktek Pendidikan Islam, hlm. 335
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas, Jakarta :
Mizan, 1998, hlm.392.
Dokumen ESQ Center yang ditulis oleh Ary Ginanjar dan disetujui oleh Panel Syariah ESQ
Malaysia.
Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/ SQ, hlm. 29-30. Para ahli otak menemukan bahwa kecerdasan
spiritual itu berakar kuat dalam otak manusia. Setidaknya ada empat bukti penelitian yang
memperkuat dugaan adanya potensi spiritual dalam otak manusia :1) Osilasi 40 Hz yang
ditemukan oleh Denis Pare dan Rudopho Llinas, yang kemudian dikembangkan oleh Danah Zohar
dan Ian Marshal, 2) Alam bawah sadar kognitif yang ditemukan oleh Joseph deLoux dan kemudian
dikembangkan menjadi emotional intelligence oleh Daniel Goleman serta Robert Cooper dengan
konsep suara hati, 3) God Spot pada daerah temporal yang ditemukan oleh Michael Pesinger dan
Vilyanur Ramachandran, serta bukti gangguan perilaku moral pada pasien dengan kerusakan lobus
prefrontal, dan 4) Somatic Marker oleh Antonio Damasio. Keempat bukti itu memberikan informasi
tentang adanya hati nurani atau intuisi dalam otak manusia, sehingga penelitian ini memperkuat
keyakinan bahwa manusia tidak mungkin lari dari Tuhan. Lihat Pasiak, hlm. 27.
Imam al-Ghazaly, Teori dasar Penyucian Jiwa, Jakarta : Nur Insani, 2003, hlm. 44.
The Coherent Heart ditulis oleh Rollin McCraty, Ph.D., Mike Atkinson, Dana Tomasino, B.A., and
Raymond Trevor Bradley, Ph.D. Tentang monograph tersebut dijelaskan dalam situs resminya, "...It
provides an in-depth understanding of the role of the heart role in the emergence of systemwide
coherence and new research findings on how heart-brain interactions affect various aspects of
cognitive performance. The Coherent Heart explores communication within and among the body's
systems through the generation and transmission of rhythms and patterns in the nervous and
hormonal systems. Using the pattern of the heart's rhythmic activity as the primary physiological
marker, six different modes of psychophysiological function are identified, distinguished by their

physiological, mental, and emotional correlates. lihat


http://www.heartmath.org/research/research-our-heart-brain.html
Mengenai ganglia atau ganglion disebutkan "In neurological contexts, ganglia are composed mainly
of somata and dendritic structures which are bundled or connected together. Ganglia often
interconnect with other ganglia to form a complex system of ganglia known as a plexus. Ganglia
provide relay points and intermediary connections between different neurological structures in the
body, such as the peripheral and central nervous systems. Lihat
http://en.wikipedia.org/wiki/Ganglion.
Keterangan tentang hubungan antara jantung dengan otak dapat dilihat pada situs IHM
http://www.heartmath.org/research/research-our-heart-brain.html

You might also like