Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit adalah melalui
pelayanan penunjang, salah satunya dalam upaya pengelolaan linen di rumah sakit.
Linen di rumah sakit dibutuhkan disetiap ruangan. Kebutuhan akan linen di setiap
ruangan ini sangat bervariasi baik jenis, jumlah dan kondisi. Alur pengelolaan linen
cukup panjang, membutuhkan banyak keterlibatan tenaga kesehatan dengan bermacammacam klasifikasi. Untuk mendapatkan kualitas linen yang baik, nyaman dan siap pakai
diperlukan perhatian khusus seperti kemungkinan terjadinya pencemaran infeksi dan
efek penggunaan bahan kimia
1.2. Dasar Pelayanan Linen Di Rumah Sakit
1. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
2. UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.
3. UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
4. PP No. 85/1999 tentang perubahan PP No. 18 tahun 1999 tentang pengelolaan
limbah berbahaya dan beracun.
5. PP No. 20 tahun 1990 tentang pencemaran air.
6. PP No. 27 tahun tentang AMDAL.
7. Permenkes RI No. 472/Menkes/peraturan/V/1996 tentang penggunaan bahan
bebahaya bagi kesehatan.
8. Permenkes No. 416/Menkes/Per/XI/1992 tentang penyediaan air bersih dan air
minum.
9. Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang penyehatan lingkungan rumah
sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman
organisasi rumah sakit.
11. Kepmen LH No. 58/MENLH/12/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan
rumah sakit.
12. Pedoman sanitasi rumah sakit Indonesia tahun 1992 tentang pengelolaan linen.
13. Buku pedoman sinfeksi nosokomial tahun 2001.
14. Standart pelayanan rumah sakit tahun 1999.
1.3. Tujuan
1.3.1. Umum :
Untuk meningkatkan mutu pelayanan linen di rumah sakit.
1.3.2. Khusus :
1. Sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan linen di rumah sakit.
2. Sebagai pedoman kerja untuk mendapatkan linen yang bersih, kering, rapi,
utuh dan siap pakai.
3. Sebagai panduan dalam minimalisasi kemungkinan untuk terjadinya infeksi
silang.
4. Untuk menjamin tenaga kesehatan, pengunjung dan lingkungan dari bahaya
potensial.
5. Untuk menjamin ketersediaan linen di setiap unit di rumah sakit.
1
1.4. Definisi
1. Antiseptic :
Adalah desinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membrane mukosa
untuk menurunkan jumlah mikroorganisme.
2. Dekontaminasi :
Adalah suatu proses untuk mengurahi jumlah pencemaran mikroorganisme atau
substansi lain yang berbahaya sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut.
3. Desinfeksi :
Adalah proses inaktivasi mikroorganisme melalui system.
4. Infeksi :
Adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi agen pathogen atau
infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan penyakit.
5. Infeksi nosokomial :
Adalah infeksi yang didapat di rumah sakit dimana pada saat masuk rumah sakit
tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam masa intubasi.
6. Steril :
Adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora.
7. Linen :
Adalah bahan atau alat yang terbuat dari kain atau teman.
8. Kewaspadaan universal :
Adalah suatu prinsip dimana darah, semua jenis cairan tubuh, sekreta, kulit yang
tidak utuh, dan selaput lendir pasien dianggap sebagai sumber potensial untuk
penularan infeksi HIV maupun infeksi lainnya. Prinsip ini berlaku bagi semua
pasien, tanpa membedakan resiko, diagnosa ataupun status.
9. Linen kotor terinfeksi :
Adalah linen yang terkontaminasi dengan cairan, darah dan feses terutama yang
berasal dari infeksi TB paru, infeksi salmonella dan shigella (sekresi dan ekskresi),
HBV dan HIV (jika terdapat noda darah) dan infeksi lainnya yang spesifik (SARS)
dimasukkan kedalam kantong dengan segel yang dapat terlarut di air dan kembali
ditutup dengan kantong luar berwarna kuning bertuliskan terinfeksi.
10. Linen kotor tidak terinfeksi :
Adalah linen yang tidak terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh dan feses yang
berasal dari pasien lainnya secara rutin, meskipun mungkin linen yang
diklasifikasikan dari seluruh pasien berasal dari sumber ruang isolasi yang
terinfeksi.
11. Bahan berbahaya
Adalah zat, bahan kimia dan biologi baik dalam bentuk tunggal maupun campuran
yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau
tidak langsung yang mempunyai sifat beracun, karsiogenik, teratogenik, mutagenic,
korosif dan iritasi.
12. Limbah bahan berbahaya
Adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau
beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau jumlahnya baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan
hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya.
2
BAB II
MANAJEMEN LINEN DI RUMAH SAKIT
2.1. Jenis Linen..
1. Speri atau laken.
2. Steek laken.
3. Perlak.
4. Sarung bantal.
5. Sarung guling.
6. Selimut.
7. Alas kasur.
8. Bed cover.
9. Tirai atau korden.
10. Kain penyekat.
11. Kelambu.
12. Taplak.
13. Schort.
14. Celemek, topi dan lap.
15. Baju pasien.
16. Baju operasi.
17. Kain penutup untuk tabung gas, troli.
18. Macam-macam doek.
19. Popok bayi, kain bedong, gurita bayi.
20. Steek laken bayi.
21. Kelambu bayi.
22. Laken bayi.
23. Selimut bayi.
24. Masker.
25. Washalp.
3
26. Handuk.
27. Linen untuk operasi.
2.2. Bahan Linen.
Bahan linen yang digunakan biasanya terbuat dari :
1. Katun 100%.
2. Wool.
8. Sortir noda.
9. Penyetrikaan .
10. Sortir linen rusak.
11. Pelipatan merapikan, pengepakan atau pengemasan.
12. Penyimpanan.
13. Distribusi.
14. Perawatan kualitas linen.
15. Pencatatan dan pelaporan.
Skema pengelolaan linen di rumah sakit:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Perencanaan
Proses pengadaan
Pengadaan
PenerimaanPemberian identitas
Distribusi ke unit yang membutuhkan
Pemanfaatan linen oleh unit terkait
Hilang; Rusak; Perbaikan; Musnahkan
Pencatatan dan pelaporan
BAB III
SARANA FISIK, PRASARANA DAN PERALATAN
3.1. Sarana Fisik.
Sarana fisik untuk instalasi laundry mempunyai persyaratan tersendiri. Terutama
untuk pemasangan peralatan pencucian yang baru. Sebelum pemasangan data lengkap
sangat diperlukan untuk memudahkan koordinasi dan jejaring selama pengoperasiannya.
Tata letak dan hubungan antar ruangan memerlukan perencanaan yang baik, untuk
memudahkan penginstalasian termasuk instalasi listrik, air, uap, dan lainnya. Secara
fisik instalasi laundry terdiri beberapa ruang antara lain :
1. Ruang penerimaan linen kotor.
5
4.
5.
6.
sesuai standart.
Ruang pemisahan atau pemilihan linen.
Ruang ini memuat meja panjang untuk mensortir jenis linen yang tidak terinfeksi.
Ruang pencucian dan pengeringan.
Ruang ini memuat :
a. Mesin cuci.
b. Mesin pengering.
Ruang penyetrikaan linen.
Ruang ini memuat :
a. Penyetrikaan linen menggunakan fatwork ironers atau pressing iriners.
b. Alat setrika biasa atau manual.
Ruang penyimpanan linen.ruang distribusi linen
Ruang ini memuat :
a. Lemari dan rak untuk menyimpan linen.
b. Meja administrasi.
Ruang distribusi.
Ruang ini memuat :
Meja panjang untuk penyerahan linen bersih kepada pengguna.
3.2. Prasarana.
1. Prasaran listrik.
Sebagian besar peralatan laundry menggunakan daya listrik. Adapun tenaga listrik
yang digunakan di instalasi laundry terbagi dua bagian antara lain :
a. Instalasi penerangan.
b. Instalasi tenaga.
2. Prasarana air.
Prasarana air untuk instalasi laundry memerlukan sedikitnya 40% dari kebutuhan
air di rumah sakit atau diperkirakan 200 liter per tempat tidur per hari. Kebutuhan
air untuk proses pencucian dengan kualitas air bersih sesuai standart air. Standart
air yang digunakan untuk mencuci mempunyai standart khusus bahan kimia
dengan penekanan tidak adanya :
a. Hardness = garam (calcium, carbonate, dan chloride)
Standart baku mjtu : 0-90 ppm.
1) Tingginya konsentrasi garam dalam air menghambat kerja bahan kimia
pencuci sehingga proses pencucian tidak berjalan sebagaimana mestinya.
2) Efek pada linen dan mesin.
3) SSGaram akan mengubah warna linen putih menjadi keabu-abuan dan
linen warna akan cepat pudar.
4) Mesin cuci akan berkerak (scale forming), sehingga dapat menyumbat
saluran-saluran air dan mesin.
b. Iron Fe (besi).
Standart baku mutu : 0-0,1 ppm.
1) Kandungan zat besi pada air mempengaruhi konsentrasi bahan kimia, dan
proses pencucian.
2) Linen putih akan menjadi kekuning-kuningan (yellowing) dan linen warna
akan cepat pudar.
3) Mesin cuci akan berkarat.
4) Bersifat alkali
3. Prasarana uap.
Prasarana uap pada instalasi laundry dipergunakan pada proses pencucian,
pengeringan dan setrika.
BAB IV
tubuh.
Penularannya melalui darah, jaringan, sekreta, ekskreta tubuh yang
mengandung virus dan kontak langsung dengan kulit yang terluka.
Pencegahan:
1) Linen yang terkontaminasi berat ditempatkan dikantong plastic keras berisi
desinfektan, berlapis ganda, tahan tusukan, kedap air dan berwarna khusus
serta diberi label bahan menular / AIDS selanjutnya dibakar.
2) Menggunakan APD sesuai SPO.
b. Bahaya bahan kimia.
a. Debu.
Pada instalasi laundry debu dapat berasal dari bahan linen itu sendiri. Debu
linen yang yang sesuai adalah 0,2 milligram/m3.
Efek pada kesehatan : Mekanisme penimbunan debu dalam paru-paru dapat
terjadi dengan menarik napas sehingga udara yang mengandung debu masuk
kedalam paru-paru.Pada pemajanan yang lama dapat terjadi pneumoconiosis,
dimana
partikel
debu
dijumpai
di
paru-paru
dengan
gejala
sukar
10
3) Bila
4)
5)
6)
7)
tertelan
menyebabkan
kerusakan
hebat
pada
selaput
Pertolongan pertama :
Mata : cuci secepatnya dengan air sebanyak- banyaknya.
Kulit : cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang terkontaminasi.
Terhirup : jauhkan dari jangkauan.
Tertelan
:
cuci
mulut,
minum
air
atau
lendir.
susu.
Tindakan pencegahan :
8) Control teknis, gunakan ventilasi yang cukup.
9) Pemakaian APD.
10)Penyimpanan dan pengankatan: simpan ditempat aslinya, wadah tertutup, dibawah
kondisi kering, ventilasi baik, jauhkan dari asam dan suhu yang ekstrim.
2. Detergen.
Fungsi: detergen atau sabun cuci.
Sifat: Bila terkena panas akan terkomposisi menjadi gas yang mungkin
beracun dan iritasi, tidak mudah terbakar.
Bahaya :
1) Iritasi mata dan kulit.
2) Bila terhirup menyebabkan edema paru.
a. Oksigen bleach.
Fungsi: bubuk pemutih beroksigen.
Sifat: bereaksi dengan bahan pereduksi, tidak mudah terbakar, beracun
untuk ikan (dilarutkan dulu sebelum dibuang ke selikan atau sumber
air )
Bahaya:
1) Iritasi berat pada mata.
2) Rasa terbakar pada kulit.
3) Bila terhirup menyebabkan iritasi dan oedema paru.
4) Bila tertelan menyebabkan rasa terbakar.
Pertolongan pertama:
1) Mata: cuci secepatnya dengan air.
2) Kulit; cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
3) Terhirup: pindahkan dari sumber.
4) Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
1)
Memakai APD.
2)
Penyimpanan dan pengangkutan: simpan ditempat sejuk dan
kering, jauhkan dari asam dan sumber panas.
b. Chlorine bleach.
Fungsi: pemutih berklorine.
Sifat: bereaksi dengan asam akan mengeluarkan gas klorine dengan
cepat , tidak mudah terbakar.
Bahaya:
1) Iritasi berat pada mata dan rasa terbakar pada kulit.
2) Bila terhirup menyebabkan iritasi saluran pernapasan, asma
edema paru dan kanker paru.
3) Bila tertelan menyebabkan rasa terbakar.
Pertolongan pertama:
1) Mata: cuci dengan air secepatnya.
2) Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
3) Terhirup: pindahkan dari sumber.
4) Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
1) Memakai APD.
2) Penyimpanan dan pengangkutan: simpam ditempat sejuk dan
kering, jauhkan dari asam dan hindari sumber panas.
c. Sour atau penetral.
Fungsi: bubuk pengasam atau penetralisir laundry.
Sifat: bereaksi dengan asam akam mengeluarkan sulfur dioksida keluar,
dan tidak mudah terbakar.
Bahaya :
1) Iritasi berat pada mata dan kulit.
2) Bila terhirup dan tertelan menyebabkan iritasi.
Pertolongan pertama :
1) Mata : cuci secepatnya dengan air.
12
1)
2)
3)
Pengendalian:
14
angin ruangan.
Menyediakan persediaan air minum yang cukup dan memenuhi syarat
4)
dan istirahat.
5. Getaran.
Getaran atau vibrasi adalah factor fisik yang ditimbulkan oleh subyek dengan
getaran isolasi.
Vibrasi yang terjadi dapat local atau seluruh tubuh.
Mesin cuci yang bergetar dapat memajani petugas melalui transmisi atau
penjalaran, baik getaran yang mengenai seluruh tubuh ataupun setempat yang
merambat melalui tangan atau lengan operator.
Efek kesehatan :
1) Pada system peredaran darah dapat terjadi kesemutan,dan parese.
2) Terhadap system tulang, sendi dan oto dapat terjadi gangguan
osteoarticular yaitu gangguan pada sendi jari tangan.
15
Pengendalian :
1) Terhadap sumber diusahakan menurunkan getaran dengan bantalan anti
vibrasi atau isolator den pemeliharaan mesin yang baik.
2) Terhadap pekerja tidak ada pelindung khusus hanya dianjurkan
menggunakan sarung tangan untuk menghangatkan tangan dan
perlindungan gangguan vaskuler.
6. Ergonomic.
Adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka. Posisi tubuh yang salah atau tidak alamiah apalagi dalam
sikap paksa dapat menimbulkan kesulitan dalam melaksanakan kerja,
mengurangi ketelitian, mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien. Hal
ini jika terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan fisik dan
psikologi.
Gejala penyakit sehubungan dengan alat gerak yaitu persendian, jaringan
otot,saraf atau pembuluh darah ( low back pain ).
Pengendalian:
a. Mengangkat beban berat.
Tubuh kita mampu mengangkat beban seberat badan kita sendiri, kira-kira 50
kg untuk laki-laki dan 40 kg untuk perempuan. Bila barat beban yang akan
diangkat lebih dari setengah dari berat badan si pengangkat, maka beban
harus dibagi menjadi dua. Apabila beban tidak dapat dibagi maka hendaknya
beban diangkat secara beramai-ramai.
b. Posisi duduk
1) Tinggi alas duduk sebaiknya antara 38 sampai 48 cm.
2) Kursi harus stabil dan tidak goyang atau bergerak.
3) Kursi harus memungkinkan cukup kebebasan bagi gerakan petugas.
c. Posisi berdiri
Berdiri lebih baik tidak lebih dari 6 jam.
d. Bahaya psikososial.
Diantara berbagai ancaman bahaya yang timbul akaibat kerja dirumah
sakit, factor psikologis juga memerlukan perhatian antara lain:
1. Stress yaitu ancaman fisik dan psikologis dari factor lingkungan
terhadap kesejahteraan individu. Stress dapat disebabkan oleh:
a) Tuntutan pekerjaan :
Dukungan kerja yang lebih maupun yang kurang, tekanan waktu,
tanggung jawab yang berlebih ataupun kurang.
b) Dukungan dan kendala :
Hubungan yang tidak baik dengan atsan, teman sekerja, adanya
berita yang tidak dikehendaki atau gossip, adanya kesulitan
keuangan dll.
16
b)
kemungkinan
timbulnya
kebakaran
17
BAB V
PROSEDUR PELAYANAN LINEN
5.1.
Perencanaan Linen.
5.1.1. Sentralisasi Linen.
Merupakan suatu keharusan yang dimuali dari proses perencanaan, pemantauan
dan evaluasi dimana merupakan siklus yang berputar. Sifat linen adalah barang
habis pakai. Supaya terpenuhi dengan baik maka diperlukan system pengadaan
5.1.2.
18
Linen adalah istilah untuk menyebutkan seluruh produk tekstil yang berada di
rumah sakit yang meliputi linen diruang perawatan maupun ruang operasi dan
unit lain yang ada.
Standarisasi linen yang dipakai adalah:
1. Standart produk.
Berhubung sarana kesehatan bersifat universal, maka sebaiknya setiap rumah
sakit mempunyai standart produk yang sama agar bias diproduksi secara
missal. Produk dengan kualitas tinggi akan memberikan kenyamanan pada
waktu pemakaiannya dan mempunyai waktu penggunaan yang lebih lama,
sehingga secara ekonomi lebih optimal dibandingkan dengan produk yang
lebih murah.
2. Standart desain.
Pada dasarnya baju rumah sakit lebih mementingkan funsi daripada
estetikanya, maka dibuatlah desain yang sederhana, ergonomis dan inisex.
3. Standart material.
Pemilihan material harus disesuaikan dengan fungsi, cara perawatan dan
penampilan yang diharapkan. Beberapa kain yang dipakai di rumah sakit
antara lain cotton 100%, CVC 50-50%, TC 65%-35%, polyster 100% dengan
anyaman plat atau twill atau drill. Dengan adanya berbagai pilihan tersebut
memungkinkan untuk mendapatkan hasil terbaik untuk setiap produk. Warna
pada kain juga memberikan nuansa tersediri, sehingga secara psikologis
mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya. Oleh karena itu pemilihan
warna sangat penting. Alternative dari kain warna yang polos adalah kain
dengan corak motif, trend ini memberikan nuansa yang lebih santai dan
modern.
4. Standart ukuran.
Ukuran linen sebaiknya dipertimbangkan tidak hanya sisi penggunaan, tetapi
juga dari biaya pengadaan dan biaya operasional yang timbul. Makin luas
dan berat linen, makin mahal biaya pengadaan dan pengoperasiannya.
5. Standart jumlah.
Idealnya jumlah stok linen 5 par ( kapasitas ) dengan posisi 3 par berputar di
ruangan: I stok terpakai, 1 stok dicuci, 1 stok cadangan dan 2 par;
mengendap di logistic: 1 par sudah terjahit dan 1 par masih berupa lembaran
kain.
6. Standart penggunaan.
Standart yang baik seharusnya tahan cuci sampai 350 kali dengan prosedur
normal. Sebaiknya setiap rumah sakit menentukan standart kelayakakan
sebuah linen, apakah dengan umur linen., kondisi fisik atau dengan frekuensi
cuci. Sebaiknya linen itu sendiri diberi identitas ataupun informasi. Informasi
yang ditampilkan biasanya :
a. Logo rumah sakit dan nama rumah sakit.
19
b.
c.
d.
e.
5.2.
Mesin Cuci
Persyaratan mesin cuci:
1. Mesin cuci dengan kapsitas besar (diatas 100 kg) yang disarankan memiliki 2
kompartemen (pintu) yang membedakan antara memasukkan linen kotor dengan
hasil pencucian linen bersih. Antara 2 kompartemen dibatasi oleh partisi yang
kedap air. Maksud dari pemisahan tersebut adalah menghindari kontaminasi dari
linen kotor dan linen bersih baik dari lantai ataupun dari udara.
2. Mesin cuci ukuran sedang dan kecil ( 25- 100kg ) tanpa penyekat seperti pada
mesin besar dapat digunakan dengan memperhatikan batas ruang kotor dan bersih
dengan jelas.
3. Pipa pembuangan limbah cair hasil pencucian ( pemanasan- desinfeksi ) langsung
dialirkan ke dalam system pembuangan yang terpendam dalam tanah menuju
IPAL.
4. Peralatan pendukung yang mutlak digunakan untuk menbantu proses pemanasan
desinfeksi:
a. Pencatat sushu pada mesin.
b. Thermostat untuk membantu meningkatkan suhu pada mesin.
c. Glass atau kaca untuk melihat level air.
d. Flow meter pada inlet air bersih ke mesin cuci untuk mengukur jumlah air
yamg dibutuhkan pada saat pengenceran bahan kimia terutama pada saat
desinfeksi.
5.3.
Tenaga Laundry.
Untuk mencegah infeksi yang terjadi didalam pelaksanaan kerja terhadap tenaga laundry
maka perlu ada pencegahan dengan :
1. Pemeriksaan kesehatan kerja sebelum kerja dan pemeriksaan kesehatan berkala.
2. Pemberian imunisasi poliomyelitis, tetanus, BCG dan hepatitis.
3. Pekerja yang memiliki permasalahan dengan kulit misalnya luka-luka, ruam,
kondisi kulit eksfoliatif tidak boleh melakukan proses pencucian.
5.4.
Penatalaksanaan Linen.
Penatalaksanaan linen dibedakanmenurut lokasi dan kemungkinan transmisi organism
berpindah.
1. Ruangan.
2. Perjalanan transportasi linen kotor.
3. Proses pencucian di laundry.
4. Penyimpanan linen bersih.
5. Distribusi linen bersih.
Linen kotor yang dapat dicuci di laundry dapat dikategorikan menjadi:
1) Linen kotor infeksius.
Adalah linen yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, dan feses terutama
yang berasal dari infeksi TB paru, infeksi salmonella dan shigella, HBV dan HIV
dan infeksi lainnya yang spesifik ( SARS ) dimasukkan ke dalam kantong
20
dengan segel yang dapat terlarut dalam air dan kembali ditutup dengan kantong
luar berwarna kuning bertuliskan infeksius.
2) Linen kotor tidak infeksius.
Adalah linen yang tidak terkontaminasi darah, cairan, dan feses yang berasal dari
pasien lainnya secara rutin dari seluruh pasien dari ruangan biasa ataupun ruang
isolasi yang terinfeksi.
Untuk lebih terperinci penanganan linen dibedakan dengan lokasi sebagai berikut:
a. Pengelolaan linen di ruangan
Seperti disebutkan di atas yang dimaksud dengan linen yang infeksius dan non
infeksius yang secara spesifik diperlakukan secara khusus dengan kantong linen
yang berbeda. Penanganan linen dimulai dari proses penggantian linen.
Proses penggantian linen dilakukan oleh perawat dengan melepaskan linen yang
kotor terlebih dahulu.
Prosedur untuk linen kotor infeksius:
1. Biasakan untuk mencuci tangan pekerjaan. sebelum dan sesudah melakukan
2. Gunakan APD ( sarung tangan, apron dan masker ).
3. Persiapkan alat dan bahan.
4. Lipat bagian yang terinfeksi ke bagian dalam dan masukkan linen ke dalam
troli tertutup dan segera bawa ke spoel hock.
5. Noda darah atau feses dibuang ke spoel hock, basahi linen dengan air lalu
masukkan kedalam kantong berwarna kuning.
6. Tutup rapat kantong dan segera masukkan ke troli linen kotor dekat ruang spoel
jock dan siap dibawa ke laundry.
Prosedur untuk linen kotor tidak infeksius :
1. Biasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan.
2. Gunakan APD ( sarung tangan, apron dan masker ).
3. Persiapkan alat dan bahan.
4. Masukkan linen kotor ke dalam troli kotor yang berada dekat ruang spoel
hock dan siap dibawa ke laundry.
b. Transportasi
Transportasi dapat merupakan bahaya potensial dalam menyebarkan organism, jika
linen kotor tidak tertutup dan troli tidak dibersihkan.
Persyaratan alat transportasi linen:
1. Dipisahkan antara troli linen kotor dan linen bersih, jika tidak maka wadah
penampung yang harus terpisah.
2. Bahan troli terbuat dari stainless stell dan tidak mudah berkarat.
3. Wadah mampu menampung beban linen.
4. Wadah mudah dilepas dan setiap saat habis difungsikan selalu dicuci
demikian juga dengan troli harus dicuci.
5. Muatan atau loading linen kotor dan bersih tidak boleh berlebihan.
6. Wadah harus tertutup.
c. Laundry
Tahapan kerja di laundry:
1. Penerimaan linen kotor dengan prosedur pencatatan.
2. Pemilahan dan penimbangan linen kotor
3. Pencucian.
4. Pemerasan.
5. Pengeringan.
6. Penyetrikaan.
7. Pelipatan.
21
8. Penyimpanan.
9. Pendistribusian.
10. Penggantian linen yang rusak.
Pada saat penerimaan samapai dengan penyetrikaan merupakan proses yang krusial
dimana kemungkinan organism masih hidup, maka petugas diwajibkan memakai
APD.
Alat pelindung diri petugas laundry:
1. Pakaian kerja dari bahan yang menyerap keringat.
2. Apron
3. Sarung tangan
4. Sepatu boot digunakan untuk area basah.
5. Masker digunakan pada proses pemilihan dan sortir
6. Sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan biasakan untuk mencuci tangan
sebagai pertahanan diri.
Penjelasan lebih lanjut tahapan kerja di laundry:
1. Penerimaan linen kotor dan penimbangan prosedur pencatatan.
Linen kotor diterima yang berasal dari ruangan dicatat berat timbangan.Tidak
dilakukan pembongkaran muatan untuk mencegah penyebaran organisme.
2. Pemilahan dan penimbangan linen kotor.
a. Lakukan pemilahan berdasarkan linen infeksius dan non infeksius.
b. Upayakan tidak melakukan pensortiran.
Penggunaan kantong dari ruangan adalah salah satu upaya menghindari
sortir.
c. Penimbangan sesuai dengan kapasitas mesin cuci yang digunakan.
3. Pencucian.
Pencucian mempunyai tujuan selain menghilangkan noda ( bersih), awet
(tidak cepat rapuh ), namun memenuhi persyratan sehat bebas dari
mikroorganisme pathogen. Sebelum melakukan pencucian setiap harinya
lakukan
pemanasan
sampai
dengan
desinfeksi
untuk
membunuh
23
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI.
6.1
Monitoring.
Yang dimaksud dengan monitoring adalah upaya untuk mengamati pelayanan dan
cakupan program pelayanan seawall mungkin, untuk dapat menemukan dan
memperbaiki masalah yang timbul dalam pelaksanaan progam.
6.1.1 Tujuan Monitoring:
1. Untuk mengadakan perbaikan, perubahan orientasi atau desain dari system
pelayanan.
2. Untuk menyesuaikan strategi atau pedoman pelayanan yang dilaksanakan
dilapangan, sesuai dengan temuan dilapangan.
3. Hasil analisis dari monitoring digunakan untuk perbaikan dalam pemberian
pelayanan dirumah sakit. Monitoring sebaiknya dilakukan sesuai keperluan
dan dipergunakan segera untuk perbaikan progam.
Khusus dalam pelayanan linen dirumah sakit monitoring sebaiknya dilakukan
secara teratur dan kontinyu. Aspek- aspek yang dimonitor mencakup:
a. Sarana, prasarana dan peralatan.
b. Standart, pedoman pelayanan linen, SPO, kebijakan rumah sakit, visi misi
dll.
24
c. Pengamatan dengan penglihatan pada linen, yaitu warna yang kusam dan
pudar, tidak cerah menggambarkan usia pakia. Terdapat bayangan dari
barang yang dibungkusnya menunjukkan linen sudah menipis.
d. Dari perabaan bila ditarik terjadi perobekan atau lapuk.
e. Kelayakan pakai dan sisi infeksi dilakukan melalui uji kuman .
6.2
Evaluasi.
Setiap kegiatan harus selalu dievaluasi pada tahap proses akhir seperti tahap pencucian,
pengeringan dan sebagainya, juga evaluasi secara keseluruhan dalam rangka kinerja dari
pengelolaan linen di rumah sakit.
6.2.1. Tujuan Dari Evaluasi :
1. Meningkatkan kinerja pengelolaan linen yang baik.
2. Sebagai acuan atau masukan dalam perencanaan pengadaan linen, bahan
kimia pembersihan sarana dan prasarana ruang cuci.
Kuantitas linen.
Kualitas linen.
Bahan kimia.
Baku mutu air bersih.
Baku mutu limbah cair.
Hasil evaluasi diberikan kpada penanggung jawab dan pengelola linen di rumah
sakit dan umpan balik yang diberikan dapat menjadi bahan laporan dan
pertimbangan dalam pembuatan perencanaan sesuai tujuan evaluasi.
25
BAB VII
PENUTUP
Besar harapan kami dengan adanya panduan ini Instalasi Pusat Sterilisasi Laundry
dapat memberikan pelayanan sesuai yang diharapkan.
26