You are on page 1of 24

SISTEM RESPIRASI II

ASUHAN KEPERAWATAN ASHMA BRONKIAL

Ns.Suhaimi Fauzan, M.Kep


DISUSUN OLEH
1. SUCI RAMADHANTY
2. AVELINTINA BRIGIDA CLEOPATRA
3. YOSSY CLAUDIA EVAN
4. BAGUS FEBY HARIANDI
5. MAKHYAROTIL ASHFIYA
6. TRI MUTIARA DAYANI
7. DEVILIANI
8. FALERIA NOVIANTI
9. ELSA AURELIA SUCI AVILA
10. LILI SANTI
11. DENY KURNIAWAN

I1032141005
I1032141008
I1032141011
I1032141014
I1032141015
I1032141020
I1032141026
I1032141029
I1032141039
I32112037
I321112006

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Makalah ini tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Asma Bronkial
yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Respirasi II
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Suhaimi Fauzan, M.Kep selaku dosen mata kuliah Sistem Respirasi II
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya
makalah ini.
2. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun senantiasa kami harapkan demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca baik itu mahasiswa
maupun masyarakat dan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan yang berguna
untuk kita semua. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Pontianak, 8 Mei 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.

Latar Belakang....................................................................................................1

2.

Rumusan Masalah...............................................................................................1

3.

Tujuan.................................................................................................................2

BAB II............................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................3
1.

Definisi Ashma Bronkial.....................................................................................3

2.

Etiologi Ashma Bronkial.....................................................................................3

3.

Klasifikasi Ashma Bronkial................................................................................4

4.

Patofisiologi Ashma Bronkial.............................................................................5

5.

Manifestasi Klinis Ashma Bronkial....................................................................5

6.

Pemeriksaan Penunjang......................................................................................6

7.

Penatalaksanaan Ashma Bronkial.......................................................................7

BAB III........................................................................................................................10
ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................................10
1.

Pengkajian.........................................................................................................10

2.

Diagnosa Keperawatan......................................................................................11

3.

Intervensi Keperawatan.....................................................................................11

PATHWAY ASHMABRONKIAL 18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Asma Bronkial merupakan penyakit saluran nafas dengan
karakteristik berupa peningkatan reaktifitas (hipereaktivitas) trakhea dan
bronkus terdapat berbagai rangsangan dengan manifestasi klinik berupa
penyempitan saluran nafas yang menyeluruh (Enterprise, 2006). Asma
bronchial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak
maupun dewasa di Negara berkembang maupun Negara maju. Sejak dua
decade terakhir, dilaporkan bahwa prevalensi asma bronchial meningkat
pada anak maupun dewasa. Prevalensi total asma bronkial di dunia
diperkirakan 7,2 % (6% pada dewasa dan 10% pada anak).
Prevalensi tersebut sangat bervariasi pada tiap Negara dan bahkan
perbedaan juga didapat antar daerah di dalam suatu negara. Prevalensi asma
bronkial di berbagai Negara sulit dibandingkan,tidak jelas apakah
perbedaan angka tersebut timbul karena adanya perbedaankritertia
diagnosis atau karena benar-benar terdapat perbedaan (IDAI, 2010). Di
Indonesia, diperkirakan sekitar 10% penduduk mengidap asma dalam
berbagai variannya. Penyakit asma di Indonesia masuk dalam sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian, dengan jumlah penderita pada tahun
2002 sebanyak 12.500.000. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2005
mencatat 225.000 orang meninggal karena asma. Meningkatnya tingkat
kejadian asma di Indonesia dan hampir seluruh dunia ini diduga
berhubungan dengan meningkatnya industri yang mengakibatkan tingkat
polusi semakin tinggi, serta makin banyaknya kendaraan bermotor. Asma
banyak diderita oleh masyarakat, terutama pada anak-anak, penyakit ini
berkaitan dengan faktor keturunan (Pratyahara, 2011)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari
10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik
dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema
sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun
3

1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan


bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia
SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of
Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma
(gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya
mempunyai gejala klasik. Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi
peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negaranegara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan,
Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat
insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit
ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas
hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan
biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.
(Muchid dkk,2007)
Prevalensi

nasional

untuk

penyakit

asma

sebesar

4,0%

(berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Sebanyak 9 provinsi


yang mempunyai prevalensi Penyakit Asma diatas prevalensi nasional,
antara lain adalah Nanggroe Aceh Darussalam di urutan pertama, diikuti
oleh Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Papua Barat
(RIKESDAS, 2007).

2. Rumusan Masalah
2.1.
Apa Definisi Ashma Bronkial ?
2.2.
Bagaimana Etiologi Dari Ashma Bronkial ?
2.3.
Bagaimana Klasifikasi Dari Ashma Bronkial ?
2.4.
Bagaimana Patofisiologi Dari Ashma Bronkial ?
2.5.
Bagaimana Manifestasi Klinis Dari Ashma Bronkial ?
2.6.
Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Pada Ashma Bronkial
2.7.
Bagaimana Penatalaksanaan Pada Ashma Bronkial ?
2.8.
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Ashma Bronkial?
3. Tujuan
3.1.
Mengetahui Definisi Ashma Bronkial
3.2.
Mengetahui Etiologi Dari Ahma Bronchial
3.3.
Mengetahui Klasifikasi Dari Ashma Bronkial
3.4.
Mengetahui Patofisiologi Dari Ashma Bronchial
3.5.
Mengetahui Manifestasi Klinis Dari Ashma Bronchial
3.6.
Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Ashma Bronchial
3.7.
Mengetahui Penatalaksanaan Pada Ashma Bronchial
3.8.
Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Ashma Bronkial

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Ashma Bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada
percabangan trakeobronkhial yang dapat di akibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh
faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi (Somantri, 2009). Asma

adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas
dan derajatnya dapat berubah ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan (Muttaqin, 2008). Menurut Davey (2008), asma merupakan keadaan
inflamasi kronis yang menyebabkan obstruksi saluran pernapasan reversible dan gejala
berupa batuk, mengi atau wheezing, dada terasa terikat dan sesak napas.

Dapat disimpulkan bahwa asma bronkial merupakan suatu penyakit pada


saluran pernapasan yaitu terjadinya penyempitan yang disebabkan oleh faktor
biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma bronkial menyerang
saluran pernapasan pada trakea dan bronkus gejala yang ditimbulkan yaitu berupa
batuk, mengi atau wheezing, dan dada terasa terikat dan sesak napas.
2. Etiologi Ashma Bronkial
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
2.1.
Faktor predisposisi
- Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit
alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asma
2.2.
-

bronkhial

jika

terpapar

dengan

foktor

pencetus.Selain

hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.


Faktor presipitasi
Alergen

itu

Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, spora jamur, bulu kucing,
-

bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.


Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
bronkial. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya

ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan (Sundaru, 1991).


Tekanan Jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak
orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma
bronkial. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang
yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-

anak (Yunus, 1994).


Olahraga/Kegiatan Jasmani yang Berat
Sebagian penderita asma bronkial akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (exercise induced asma-EIA)
terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang

serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.


Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif alergi terhadap obat tertentu

seperti penisilin, salsilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.


Polusi Udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta

bau yang tajam.


Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang
2-15% klien dengan asma bronkial (Sundari, 1991).

3. Klasifikasi Ashma Bronkial


Berdasarkan penyebabnya, menurut Soemantri (2009) asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
3.1.
Asma Bronkial Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
danaspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan
3

adanyasuatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktorfaktorpencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
3.2.

seranganasma ekstrinsik.
Asma Bronkial Tipe Non-Atopik (Intinsik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani
yang berat, dan tekanan jiwa atau stress psikologis. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma

gabungan.
3.3.
Asma Campuran (Mixed Asma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarekteristikan dengan
bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau non-alergi.

4. Patofisiologi Ashma Bronkial


Pada kasus asma bronkial dengan pemicu apapun (alergic, non alergic) akan
memperlihatkan gambaran histologic proses inflamasi yang sama. Gambaran ini
ditandai oleh kerusakan epitel, hipertrofi, hiperplasia otot polos, pembesaran kelenjar
mukosa, peningkatan sel goblet dan infiltrasi dinding bronkus oleh sel-sel eosinofil
serta limfosit. Jaringan yang mengalami inflamasi akan melepaskan mediator seperti
histamin, leukotrien dan bradikinin oleh sel-sel nast dan eosinofil. Mediator ini akan
menimbulkan sifat hiperesponsif pada otot polos bronkus serta menggalakan reaksi
inflamasi setempat. Kerusakan epitel akan merusak barrier mukosa yang normal
sehingga antigen atau iritan dapat menembus dinding mukosa dan menstimulasi ujung
saraf lebih muda.
Asma bronkial juga menimbulkan efek bronkokonstriksi dengan peningkatan
produksi mukus yang akan menyebabkan penyempitan jalan nafas sehingga terjadi
peningkatan resistensi jalan nafas tersebut. Dalam keadaan normal jalan nafas yang
berada didalam rongga toraks akan terkena tekanan transmural negatif yang lebih
besar selama inspirasi dibandingkan selama ekspirasi. Pada asma bronkial ukuran
lumen jalan nafas akan menjadi lebih kecil selama ekspirasi dibanding inspirasi. Ini
akan mengakibatkan gangguan aliran udara selama inspirasi pada serangan asma
bronkial. Kesulitan terbesar terjadi ketika pasien diminta untuk melakukan ekspirasi
terkuat ketika tekanan intrapleuranya positif dan demikian keadaan ini dapat
menyebabkan penutupan jalan nafas dan terperangkapnya udara di dalam alveoli.
5. Manifestasi Klinis Ashma Bronkial
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,
duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan
bekerjadengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi
( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada.
Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.Pada serangan asma yang
lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest,
sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat
dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

6. Pemeriksaan Diagnostik
6.1 Spirometer : Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan
diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
6.2 Peak Flow Meter/PFM. Peak flow meter : Merupakan alat pengukur faal
paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara
yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal,
dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif
(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM
oleh karena; PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. untuk diagnosis
obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM
dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan
dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan
FEV1.
6.3 Pemeriksaan Laboratorium
- Analisa Gas Darah (AGD/Astrup), hanya dilakukan pada serangan asma berat
-

karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik.


Sputum, adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari
edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari
perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk meilihat adanya bakteri, cara

tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotic
Sel eosinofil, pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 10001500/mm3 baik asma instrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai

penurunan hitung jenis eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.


Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia, jumlah sel leukosit yang lebih dari
15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat

6.4.

disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnia.


Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien asma bronchial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, atelaktasis dll.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin (2008) :
1.1.

Anamnesis
Anamnesis meliputi nama, umur, jenis kelamin perlu dilakukan pada klien
dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat
mungkin terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa dimungknkan adanya
faktor non-atopik. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien
berada. Berdasarkan alamat tersebut dapat diketahui pula faktor pencetus serangan
asma. Status perkawinan dan gangguan dalam keluarga merupakan pencetus
serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui
adanya pemaparan bahan allergen. Hal lain yang perlu dikaji adalah tanggal masuk
rumah sakit, nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan
utama meliputi sesak nafas, bernafas berat pada dada, dan adanya keluhan susah

bernafas.
1.2.
Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan
keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejalagejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, kelelahan, gangguan
kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dibagi menjadi 3 stadium :
- Stadium Pertama, ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini
terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini
-

terjadi edema dan pembengkakan bronkus.


Stadium Kedua, ditandai dengan batuk disertai mucus yang jernih dan berbusa.
Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk membahas dalam, ekspirasi
memanjang, diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan
tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna

kulit membiru.
Stadium Ketiga, ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara nafas karena
aliran udara kecil , tidak ada batuk, pernafasan dangkal dan tidak teratur, irama
pernafasan meningkat. Kaji pula obat-obatan yang biasa diminum klien dan
memeriksa kembali setiap jenis obat untuk di gunakan kembali.
7

1.3.

Riwayat Penyakit Dahulu


Seperti adanya sauran pernafasan atas, sakit teggorokkan, amandel, sinusitis,
dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan allergen-alergen

yang dicurigai sebagai pencetus serangan.


1.4.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma
atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarga karena hipersensitivitas pada
penyakit asma lebih ditentukan oleh faktor genetic dan lingkungan.
1.5.
Pengkajian Psiko Sosio Cultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien denan
asma bronchial. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan
mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai
salah satu pencetus bagi serangan asma. Seseorang dengan beban hidup yang berat
lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu,
mengalami ketidakharmonisan dengan orang lain, mengalami ketakutan, tidak dapat
menjalankan peranan seperti semula. Pengkajian psiko-sosial-cultural meliputi
beberapa pola yaitu :
- Pola Persepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehat, gejala asma dapat membatasi
manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien dengan asma harus
mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan
-

serangan asma
Pola Hubungan Dan Peran, gejala asma sangat mebatasi klien untuk menjalani
kehidupannya secara normal. Klien perlu menyusaikan kondisinya dengan
hubungan dan peran klien, baik di linkungan umah tangga, masyarakat ataupun
lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami

serangan asma
Pola Persepsi Dan Konsep Diri, perlu dikaji persepsi klien terhadap
penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menghambat respon keoperatif pada diri
klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menadi stress pada kehidupan
klien. Semakin banyak stressor emakin meningkat kemungkinan serangan asma

berulang.
Pola Penanggulangan Stress, stress dan ketegangan emosional merupakan
faktor instrinsik pencetus serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab
terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serta

cara penanggulangan terhadap stressor.


Pola sensorik dan kognitif, kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan
memengaruhi konsep diri klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stressor yang
8

dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan
-

semakin tinggi.
Pola Tata Nilai Dan Kepercayaan, kedekatan klien pada sesuatu yang
diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien.
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan medekatkan diri kepada-Nya merupakan

metode penanggulangan stress yang konstruktif.


2. Pemeriksaan Fisik
2.1.
Pemeriksaan fisik pada klien dengan asma bronchial menurut Muttaqin
(2008) yaitu:
2.1.1.
Keadaan Umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan,
kegelisahan, kelemahan suara bicara,denyut nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, btuk dengan
lender lengket, dan posisi istirahat klien.
2.1.2.
B1 (Breathing)
- Inspeksi : Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada
terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retaksi otot-otot interkosta, sifat dan irama
-

pernapasan, dan frekuensi pernapasan.


Palpasi : pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil premitus

normal.
Perkusi : pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor,

sedangkan diagfragma menjadi datar dan rendah.


Auskultasi : terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi., dengan bunyi

2.1.3.

nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.


B2 (Blood)
Perawat memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi

keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.


2.1.4.
B3 (Brain)
Pada saat inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu,
diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien
apakah composmentis, somnolen, atau koma.
2.1.5.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan
dengan intek cairan. Oleh karena itu perlu untuk memonitor ada tidaknya
oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal syok.
2.1.6.
B5 (Bowel)
9

Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi. Halhal tersebut dapat merangsang serangan asma. Kaji tentang status nutrisi klien
meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.
2.1.7.
B6 (Bone)
Kaji adanya edema ekstremitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
eksremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu
dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pikmen, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, gruritus, eksim, dan
dermatitis. Pada rambut kaji warna rambut, kelembapan, dan pusang. Kaji pula
tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi lama klien tidur dan
2.2.
2.2.1.

istirahat berapa besar kelelahan yang dihadapi klien.


Pemeriksaan fisik menurut Soemantri (2009) yaitu :
Objektif
- Batuk produktif/non-produktif
- Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase

respirasi semakin menonjol.


- Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit dikeluarkan.
- Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
- Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradox
- Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
- Penurunan berat badan secara bermakna
2.2.2. Subjektif
Klien merasa sukar bernapas, sesak dan anoreksia
2.2.3.
Psikososial
- Cemas, takut, dan mudah tersinggung
- Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya
- Data tambahan (medical terapi)
3. Diagnosa Keperawatan
3.1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d bronkokonstriksi, bronkospasme,
edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental
3.2.
Risiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang b.d peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia dan ancaman gagal napas.
Gangguan pertukaran gas b.d serangan asma menetap
Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktibilitas dan volume sekuncup

3.3.
3.4.

jantung
3.5.
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (hipoksia) kelemahan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu

3.6.

makan.
3.7.
Ansietas b.d keadaan penyakit yang diderita.

10

4. Intervensi Keperawatan
4.1.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d bronkokonstriksi, bronkospasme, edema
mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental
Kriteria Hasil :
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dispnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
-

tidak ada pursed lips)


Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,

frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan
nafas.

Intervensi :
- Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Monitor respirasi dan status O2
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
- Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
4.2.Risiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang b.d peningkatan kerja pernapasan,
hipoksemia dan ancaman gagal napas.
Kriteria Hasil :
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dispnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
-

tidak ada pursed lips)


Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,

frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernapasan)

Intervensi :
a. Airway Management
- Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Monitor respirasi dan status O2
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
- Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
b. Oxygen Therapy
- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
11

- Pertahankan jalan nafas yang paten


- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi klien
- Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan klien terhadap oksigenasi
c. Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor vital sign saat klien berbaring, duduk atau berdiri
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
4.3.Gangguan pertukaran gas b.d serangan asma menetap
Kriteria Hasil :
- Mendomenstrasikan peningkatan vemtilasi dan oksigenasi yang adekuat
- Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Intervensi :
a. Airway Management
- Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan secret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Berikan pelembab udara
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbanagn
- Monitor respirasi dan status O2
b. Respiratory Monitoring
- Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
- Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
-

retraksi otot supraclavicular dan intercostal


Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne

stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
12

Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crackles, dan ronkhi pada

jalan napas utama


- Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
4.4.Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktibilitas dan volume sekuncup jantung
Kriteria Hasil :
- Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
- Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
- Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
- Tidak ada penurunan kesadaran
Intervensi :
a. Cardiac Care
- Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi)
- Catat adanya disritmia jantung
- Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
- Monitor status kardiovaskuler
- Monitor status pernafasan pernafasan yang menandakan gagal jantung
- Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
- Monitor balance cairan
- Monitor adanya perubuhan tekanan tekanan darah
- Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiritmia
- Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas pasien
- Monitor adanya dyspneu, fatigue, takipneu, ortopneu
- Anjurkan untuk menurunkan stress
b. Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus paradoksus
- Monitor adanya pulsus alterans
- Monitor jumlah dan irama jantung
- Monitor bunyi jantung
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Monitor synopsis perifer
- Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
4.5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(hipoksia) kelemahan
Kriteria Hasil :
13

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, nadi, RR


Mampu melakukan aktivas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
Tanda-tanda vital normal
Energi psikomotor
Level kelemahan
Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat
Status kardio pulmonary adekuat
Sirkulasi status baik
Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

Intervensi :
a. Activity Therapy
- Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabillitasi Medik dalam merencanakan
-

program terapi yang tepat


Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,

psikologi dan social


Bantu untuk mengidentifikasikan dan mendapatkan sumber yang diperlukan

untuk aktivitas yang diinginkan


Bantu untuk mendapatkan alat bantu aktivasi seperti kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam

beraktifitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, social, dan spiritual

4.6.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan.
Kriteria Hasil :
-

Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan


Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
Tidak terjadi penurunan bera badan yang berarti

Intervensi :
a. Nutrition management
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
14

Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe


Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitmin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah

konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan untuk mendapatkan nutrisi yang di butuhkan
b. Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar algumin, total protein, Hb, dan kadar HP
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intek nutrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papilla lidah, dan cavitas oral
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4.7.Ansietas b.d keadaan penyakit yang diderita
Kriteria Hasil :
- Klien mampu mengidentivikasi gejala cemas
- Megidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tekhnik untuk mengontrol
-

cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkt aktivits menunjukkan
berkurangnya kecemasan

Intervensi :
a. Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelasa harapan terhadap pelaku pasien
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami prospektif kondisi pasien terhadap stress
- Temani pasien untuk menemani keamanan
- Dorong keluarga untuk menemani anak
- Lakukan back/neck rub
- Dengarkan dengan penuh perhatin
15

Identifikasi tingkat kecemasan


Bantu pasien untuk mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA
Kumar, Vinay, Ramzi S.Cotran dan Stanley L.Robbins. 2004. Buku Ajar Patologi Robbins
Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Kumar, R. 2013. Dasar-Dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher

16

Saputra, Lyndon. 2013. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Tangerang

Binarupa Aksara

Publisher
Esther, John D. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media
Brunner dan Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyaki. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 1. Edisi 8.Jakarta: EGC
Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Khamdan, Muhammad. 2013. Asuhan Keperawatan Keluarga Tn.T Dengan Masalah Utama
Sistem Pernapasan: Asma Pada Ny.T Di Desa Pucangan Wilayah Kerja Puskesmas
Kartasura Sukoharjo. http:// eprints.ums.ac.id

PATHWAY
Faktor Pencetus :
-Allergen
-Stress
- Cuaca

Antigen yg terikat IgE


pd permukaan sel mast
atau basofil

Mengeluarkan
mediator : histamine,
platelet, bradikimin dll.

Permeabilitas kapiler
meningkat

Edema mukosa, sekresi


produktif, kontriksi otot
polos meningkat

Spasme otot polos sekresi


kelenjar bronkus
- meningkat
Mucus
berlebih
Penyempitan/obstruksi
- Batuk
Peningkatan
kerjabronkus
otot di
Tekanan
oksigen
proksimal
dari
pd
- partial
Wheezing
pernapasan
alveoli
menurun
tahap
inspirasi
-ekspirasi
Sesakdan
napas

Konsentrasi O2
Mk: Penurunan
dalam darah menurun
curah jantungMk:
b.d Intoleransi aktivitas b.d
17
perubahan ketidakseimbangan
antara
Mk : Ansietas b.d
kontraktibilitas
suplai
dan
kebutuhan
oksigen
Hipoksemia
Hiperkapnea
Gelisah
keadaan penyakit Asidosis
Suplai
O2 kejalan
Kebutuhan
Tekanan
Kelemahan
darah
Suplai
O2 ke
Perfusi
Jaringan
Asidosis
Suplai
darah
dan
O2
danO2
volume
(hipoksia) kelemahan
Penyempitan
Penurunan
Cardiac
yang
diderita
nafsuotak
makan
jaringan
menurun
menurun
respiratorik
menurun
perifermetabolik
keoutput
jantung
berkurang
sekuncup
jantung Hiperventilasi
Retensi
O2dan keletihan
pernapasan Koma meningkat

Mk: Gangguan pertukaran gas


b.d serangan asma menetap

Mk:

Ketidakefektifan

bersihan
b.d

jalan

nafas

bronkokonstriksi,

bronkospasme,
mukosa

dan

edema
dinding

bronkus, serta sekresi

Mk: Risiko tinggi

Mk:

ketidakefektifan

Ketidakseimbangan

pola

napas

nutrisi kurang dari

b.d

peningkatan

yang

kebutuhan

kerja pernapasan,

b.d

hipoksemia

nafsu makan.

ancaman

dan
gagal

napas.

mucus yang kental

18

tubuh

penurunan

LAMPIRAN : EVIDENCE
BASED

19

You might also like