You are on page 1of 9

KEKURANGAN VITAMIN B12, ASAM FOLAT DAN HUBUNGANNYA

DENGAN DISLIPIDEMIA PADA LANJUT USIA

Abstrak
Pada lanjut usia selain terjadi kekurangan asupan zat gizi, sering terjadi kekurangan
vitamin B12 dan asam folat. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan-perubahan akibat proses
penuaan salah satunya adalah perubahan pada rongga mulut dan lambung, sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi. Dengan tidak menyampingkan kontribusi asupan lemak yang
tinggi dan perubahan gaya hidup, perubahan lipid darah akibat akibat kekurangan vitamin B12
dan

asam

folat

yang

dapat

menyebabkan

terjadinya

hiperhomosisteinemia

perlu

dipertimbangkan. Homosistein merupakan asam amino sulfhidril, peningkatan kadar homisistein


akibat kekurangan vitamin B12, asam folat dan ada hubunganya dengan penyakit jantung
koroner. Secara invitro homosistein dapat menyebabkan kerusakan endotil dan feroksida LDL
serta dapat menginduksi oksidasi LDL. Selain itu Russel 1996 mengatakan bahwa peningkatan
homosistein besar resikonya terhadap PJK, dimana kenaikkan kadar homosistein 0,5 mg/l secara
dengan penongkatan kadar kolesterol total 0,5 mmol/l (20 mg/dl).
Kata kunci: vitamin B 12, asam folat, homosistein, dislipidemia

PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan bidang kesehatan/kedokteran dan meningkatnya kondisi social
masyarakat, pada decade terakhir ini makin banyak orang mencapai umur panjang.
Konsekwensinya pola penyakti bergeser dari penyakit infeksi ke pola penyakit degeneratif. Di
Indonesia orang yang berumur di atas 64 tahun pada tahun 1990 berjumlah 7.099.358 orang dan
akan meningkat menjadi 18.549.256 orang pada rtahun 2020. Karena itu pengetahuan penyakit
degenaratif menjadi sangat penting (Suhana, 1994).
Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lanjut usia dan berkaitan dengan gizi, salah
satunya adalah penyakit jantung koroner (Bilheimer, 1991). Di Amerika prevalensi penyakit
jantung koroner, 169/1000 pada pria berumur di atas 65 tahun dan 113/1000 pada wanita
berumur di atas 65 tahun (Harlan dan Manolio, 1995). Salah satu faktor resiko penyakit

jantung koroner berkaitan dengan tingginya kadar kolesterol total. Prevalensi peningkatan
kolesterol dan penakit jantung koroner cukup tinggi pada pria dan wanita di atas umur 60 tahun
(Denke dan Grundy, 1990). Studi Monica tahun 1990 di Jakarta mendapatkan bahwa
hiperkolesterolemia untuk kelompok umur 55-64 tahun adalah 20,1% sedangkan untuk
kelompok umur 35-44 tahun dan 45-54 tahun adalah 11,5% dan 15,7%.
Dislipidemia (perubahan kadar lipid darah) merupakan salah satu faktor resiko yang
sangat penting dan kausal dalam proses aterogenesis koroner. Hiperkolestrolemia, rendahnya
high density lipoprotein (HDL) merupakan faktor resiko yang dominan selain faktor merokok,
hipertensi, diabetes mellitus, kurang gerak badan dan obesitas (NCEP, 1993; Tjokroprawiro,
1994; Brunzell, 1995). Dislipidemia sering disebabkan oleh gizi lebih karena tingginya asupan
lemak, selain itu dislipidemia berkorelasi dengan kegemukan dan rasio lingkar perut-lingkar
panggul (Depres, 1996; Howard, 1994). Russel 1996 mengatakan bahwa kenaikan kadar
homosistein, akibat kekurangan vitamin b12 dan asam folat, dapat meningkatkan kolestrol total,
sehingga pada kekurangan B12 dan asam folat serum cenderung terjadi dislipidemia.
Kekurangan vitamin B12 dan asam folat menyebabkan kegagalan metabolisme homosistein
sehingga dapat meningkatkan kadar homosistein dalam darah (hiperhomosisteinemia) (Wagner,
1996; Rosenberg, 1996; Malinow, 1996; Herzlich dkk, 1996; Ubbink dkk, 1996; Silhub dkk,
1996; Stabler dkk, 1996). Akhir- akhir ini beberapa penelitian mengemukakan bahwa pada
lanjut usia, prevalensi kekurangan vitamin B12 dapat mencapai 40,5% (Lindenbaum dkk, 1994)
sampai 44% (Johnson, 1995) sedangkan kekurangan asam falot mencapai 57% pada pria dan
67% pada wanita (Quinn dan Basu, 1996).
KEKURANGAN VITAMIN B12 DAN ASAM FOLAT PADA LANJUT USIA
Beberapa perubahans aluran gastrointestinal yang terjadi pada lanjut usia diantaranya
kehilangan gigi, jumlah sel asinus kelenjar ludah berkurang, perubahan sekresi kelenjar ludah,
berkurangnya rasa pengecapan dan lambatnya proses pengosongan lambung akan berpengaruh
asupan nutrien. Pada lambung terjadi perubahan struktur histology dan fungsi yang berkaitan
dengan hipo atau aklorhidria. Prevalensi atrofi mukosa gaster pada lanjut usia mencapai 2050%. Prevalensi atrofi mukosa gaster sebesar 20-40% dapat terjdi pada lanjut usia di atas umur
65 tahun. Pepsinogen I dan II dapat digunakan untuk mengetahui prevalensi atrofi mukosa
gaster, diantara umur 60-69 tahun diperoleh 24%, antara umur 70-79 tahun 32% dan diatas 80

tahun 37% (Russel dan Suter, 1993; Saltzman dan Russel, 1995). Akibat atrofi mukosa gaster
akan memepengaruhi sekresi FI hal ini akan mengurangi absorpsi vitamin B12. selain atrofi
mukosa gaster akan meningkatkan pH gaster dan prosimal usus halus (pada lanjut usia dapat
mencapai pH 7,1) Sedangkan pH optimal untuk absorpsi asam folat adalah 6,3. Sekresi pepsin
menurun pada lanjut usia dan akan mempengaruhi metabolisme protein sehingga mempengaruhi
faktor R dan absorpsi vitamin B12 (Saltzman dan Russel, 1995).
Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan yang berkaitan dengan kekurangan vitamin
B12 dan asam folat pada lanjut usia antara lain anemia megaloblastik dan anemia pernisiosa,
akibat perubahan fisiologis seperti aklorhidria dan berkurangannya faktor intrinsic. Sehingga
dapat dipertimbangkan besarnya kecukupan dan cara pemberian vitamin B12 pada lanjut usia.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah neuropati, berupa lesi yang daapt terjadi secara
progresif pada lateral posteriormedulla spinalis,

neuropati perifer serta meningkatnya

konsentrasi homosistein dan asam metil malonat serum akibat kekurangan vitamin B12 dan
asam folat (Bower dan Wald, 1995). Peningkatan asam metil malonat merupakan salah satu
tanda terjadinya kekurangan vitamin B12, tetapi belum banyak ilmuwan yang menerangkan
akibatnya pada metabolisme tubuh. Sedangkan peningkatan kadar homosistein dihubungkan
dengan dislipidemia dan ateroklerosis.
HUBUNGAN VITAMIN B12, ASAM FOLAT, HOMOSISTEIN, DISLIPIDEMIA DAN
ATEROSKLEROSIS
Selain faktor diet, prubahan gaya hidup dan perubahan lipid darah akibat proses penuaan
(Schaefer dkk, 1995), faktor kekurangan vitamin B12 dan asam folat yang dapat menyebabkan
terjadinya hiperhomosisteinemia merupakan aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Beberapa
peneliti mengatakan bahwa hiperhomosisteinemia merupakan faktor resiko terjadinya
aterosklerosis (Janssen dkk, 1995; Landgren dkk, 1996; Kang, 1996; Pietzik dan Bronstrup,
1996; Stabler dkk, 1996; Ubbink dkk, 1996). Sebelumnya keadaan kekuarangan vitamin B12
dan asam folat pada lanjut usia sering berkaitan dengan kejadian anemia megaloblastik.
Kekurangan vitamin B12 dan aam folat dapat mempengaruhi kadar homosistein dan
asam metil malonat serum. Homosistein dan asam metil malonat serum dpat dipergunakan
sebagai penentu kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam tubuh (Fiskerstrand dkk, 1993;
Joosten dkk, 1993; Russel dan Suter, 1993; Ubbink dkk, 1993; Allen dan Casterline, 1994;

Mansoor dkk, 1994; Pancharuniti dkk, 1994; Savage dkk, 1994; Landgren dkk, 1995; Riggs
dkk, 1996).
Pada metabolisme tubuh vitamin B12 (kobalamin) merupakan ko faktor enzim metionin
sintase (5 metil tetrahidrofolat homosistein metiltransferase) yang mengkatalisis remetilasi
homosistein menjadi metionin. Sedangkan asam folat (5 metiltetrahidrofolat dari asam folat)
sebagai donor metil.
Homosistein merupakan asam amino sulfhidril, tidak terdapat dalam struktur protein
tetapi merupakan bentuk perantara demetilasi metionin (Janssen, 1995). Savage dkk, 1994
melaporkan bahwa dari 297 orang lanjut usia yang kekurangan vitamin B12 290 orang (97,6%)
mengalami peningkatan homosistein 292 orang (98,3%) mengalami peningkatan kadar asam
metil malonat dan 286 orang (96,2%) mengalami peningkatan homosistein dan asam metil
malonat. Dari 98 orang lanjut usia yang mengalami kekurangan asam folat, 88 orang (89,8%)
mengalami peningkatan kadar homosistein dan 4 orang (4,1%) kadar metil malonat meningkat.
Landgreen 1995 juga mengatakan hal yang sama bahwa penyebab peningkatan kadar
homosistein adalah kurangnya vitamin B12 dan asam folat darah.
Beberapa penekitian lain mengemukakan bahwa peningkatan kadar homosistein akibat
kekurangan vitamin B12 dan asam folat ada hubungannya dengan PJK. Rosenberg 1996
mengatakan bahwa ada hubungan antara homosistein, penyakit pembuluh darah dan vitamin.
Brattstrom dkk 1990 melaporkan bahwa hiperhomosisteinemia ada kaitnya dengan kegagalan
remetilasi homosistein menjadi metionin dan ini disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan
asam folat. Malinow (1996) mengemukkan bahwa homisistein adalah faktor resiko koroner,
penyakit serebral dan sumbatan arteri karena dapat menyebabkan penebalan pembuluh darah.
Dari beberapa penelitiannya memperlihatkan bahwa faktor herediter mempengaruhi homosistein
plasma.
Herzlich

dkk

1996

mengevaluasi

bahwa

ada

hubungan

antara

keadaan

hiperhomosisteinemia sedang dan vitamin B12 dengan penyakit koroner. Penderita dengan
kekurangan vitamin B12 ejeksi ventrikel kiri rendah disbanding penderita yang tidak mengalami
kekurangan vitamin B12. Pada penderita kekurangan vitamin B12 menunjukkan peningkatan
kadar homosistein yang dapat menuurnkan fungsi ventrikel kiri. Clarke dkk 1991 melaporkan
bahwa prevalensi hiperhomosisteinemia sebasar 42% diantara penderita dengan serebral, 28%
diantara penderita dengan penyakit pembuluh darah perifer dan 30% diatara penderita dengan
penyakit kardiovaskuler. Selhub 1996 mengatakan pula bahwa ada hubungan homosistein

dengan penyakit pembuluh darah karena pada awal studi mereka berpendapat bahwa
homosistein merupakan faktor resiko penyakit pembuluh darah.
Stabler dkk 1996 melaporkan bahwa pada lanjut usia kadar asam metilmalonat serum
meningkat, 60-66% subjek menunjukkan bahwa peningkatan kadar homosistien akibat
kekurangan vitamin B12 (dengan atau tanpa kekurangan asam folat) dan atau insufisiensi ginjal
kronik yang merupakan salah satu penyebab peningkatan kadar homosistein darah pada lanjut
usia.
Secara in vitro homosistein dapat menyebabkan kerusakan endotel melalui interaksi
ketergantungan sulfhidrril (sulfhidril dependent)

dengan mekanisme antitrombotik dan

peroksida LDL (landgreen, 1995). Fermo dkk 1995 mengemukakan bahwa secara in vitro
hiperhomosisteinemia dapat mengunduksi oksidasi LDL dan meningkatkan penggabungan
lipoprotein(a) kedalam fibrin. Efek toksik homosistein pada sel endotel dapat meningkatkan
penggabungan platelet, menginduksi faktor jaringan, mengaktifkan faktor V, menghambat
protein C pada proses antikoagulasi, menekan heparin sulfat dan pengaturan aktivitas
plasminogen. Homosistein pada konsentrasi 8 u mol/L dapat meningkatkan penggabungan
lipoprotein(a) kedalam fibrin. Seperti diketahui bahwa lipoprotein(a) terdiri dari molekul LDL
yang mengikat suatu rantai peptida yaitu apoprotein(a) yang sifatnya miripnya plasminogen.
Homosistein diduga berperan dalam aterogenesis dengan cara melepaskan kolesterol ketempat
dimana ada kerusakan endotel. Peningkatan kadar homosistein darah menyebabkan terjadinya
proses aterosklerosis.
Dari beberapa pakar mencoba menerangkan mekanismenya, bahwa homosistein
merupakan toksin terhadap pembuluh darah dengan mengaktifkan proliferasi sel otot polos,
prokoagulan dan agen trombogenik (Russel, 1996). Selain efek toksik pada pembuluh darah
homosistein menginduksi oksidasi LDL, akibatnya adalah peningkatan interaksi LDL Kolagen
dan akumulasi faktor lipid (Shireman, 1996), meningkatkan pengikatan Lipoprotein(a) kedalam
fibrin (fermo dkk, 1995) dan akumulasi kolesterol ester (Jialal dan Devaraj, 1996). Pada meta
analisis dari studi Penyakit Arteri Koroner Serebral dan Pembuluh Darah Perifer dengan
menggunakan studi kasus kontrol dan cross sectional yang dilakukan Russel 1996 mendaptkan
bahwa peningkatan homosistein besar resikonya terhadap penyakit koroner. Untuk penyakit
arteri koroner, Russel mengatakan bahwa peningkatan kadar homisistein 0,5 ug/L setara dengan
peningkatan kaar kolesterol serum B12 mmol/L (20mg/dL).

Kesimpulan
Melalui pendekatan menurunkan factor resiko PJK, kekeurang vitamin B12 dan asam
folat perlu dipertimbangkan interaksi antara vitamin B 12, asam folat dan lipid darah belum
dapat ditentukan sebagai interaksi yang linier tanpa adanya keterlibatan informasi mengenai
homosistein. Namun kecukupan vitamin B 12 dan asam folat pada lanjut usia merupakan upaya
untuk memperkecil terjadinya dislipidemia sebagai salah satu faktor resiko PJK.

Daftar pustaka
AllenLh, Casterline J Vitamin B12 deficiency in elderly individuals: diagnosis and
requirements. Am J Clin Nutr 1994;60:12-4.
Suhana N, Teori-teori tentang proses menua ditinjau dari aspek biologi dan usaha-usaha
penanggulangannya. Seminar Gerontologi-geriatri Dewan riset Nasional RI. Serpong tangerang
30 Juni 1994.
Bilheimer DW. Clinical considerations regarding treatment of hypercolestrolemia in the elderly.
Atherosclerosis, 1991;91: S35-57.
Harlan WR, Manolio TA. Coronary heart disease in the elderly. In: coronary heart disease
epidemiology; from aetiology to public health. Marmot M, elliot P. Editors, pp 114-25. Oxford:
Oxford University Press, 1995.
Denke MA, Grundy SM. Hypercolesterolemia in elderly persons resolving the treatment
dilemma. Ann Intern med 1990;112:780-92.
Brunzell JD., Fujimoto WY. Body fat distribution and dyslipidemia. Am J med 1995;99:457-8.
Bower C, Wald NJ. Vitamin B12 deficiency and the fortification of food with folic acid. Eur J
Clin Nutr 1995;49:787-93.
Tjokroprawiro A. dislipidemia-Lipid Triad (pengelolaan Masa Kini). Majalah Diabetes
Surabaya 1994;1:19-29.
Departemen Kesehatan. Pedoman Praktis memantau status gizi orang dewasa Direktorat Bina
Gizi Masyarakat, Dit jend Pembinaan Kesehatan Masyarakat Jakarta: 1996.
National cholesterol Education program (NCEP). Summary of the second report of the NCEP
expert panel on detection, evaluation, and treatment of high blood cholesterol in adults ( adult
Treatment panel II). JAMA 1993;269:3015-23.
Russel RM. Nutrition. Aminimum of 13.500 deaths annyally from coronary ertery disesase
could be prevented by increasing folate intake to reduce blood homocysteine levels. JAMA SEA
1996;12:29-30.
Russel RM, Suter PM. Vitamin requirements of elderly: an update. Am J Clin Nutr 1993;58:414.
Salzman Jr, Russel RM. Gatrointestinal function and aging. In: Geriatic nutrition a
comprehensive review. Morley JE, Glick Z, Rubenstein LZ Editors. 2nd ed, pp 183-9. New york:
Raven Press, 1995.
Wagner C. Subsellular compartmentation of folate metabolism. J Nutr 1996;126:12282-34S.
Ubbink JB, Delfort R, vermaak WJH. Plasma homocysteine concentrations ina population with
a low heart disease prevalence. J Nutr 1996;126:1254S-7S.

Silhub J, Jacques PF, Bostom AG, DAgostino RB, Wilson PWF, belanger AJ, Oleary DH, Wolf
P, Rush D, Schaefer EJ, Rosenberg IH. Relationship between plsma homocyteine, vitamin status
and extracranial and extracranial carotid-artery stenosis in the Framingham study population. J
Nutr 1996;126:1258S-65S.
Stabler SP, Lindenbaum J, Allen RH. The use of homocysteine and other metabolisme in the
specific diagnosis of vitamin B12 deficiency. J nutr 1996;126:1266S-72S.
Rosenberg IH. Homocyasteine, vitamins and arterial occulusive disease: an overview. J nutr
1996; 126:1235S-37S.
Lindenbaum J, RosenbergIH, Wilson PWF, stabler SP, allen RH. Prevalence of cobalamin
deficiency in the Framingham elderly population. Am J Vlin Nutr 1994;60:1-11.
Mahan LK, Arlin MT. Vitamins In: krauses food, nutrition and diet therapy, 8th ed, pp 93-7.
Philadelphia: WB Saunders company, 1992.
Malinow MR. Plasma homocysteine : a risk factor for erterial occlusive disease. J nutr
1996;126:1238S-43S.
Manssor MA, Ueland PM, Svardal AM. Redox status and protein binding of plasma
homocysteine and other aminothios in patients with hyperhomocysteinemia due to cobalamine
deficiency. Am J Clin Nutr 1994;59:631-5.
Manolio TA, Pearson TA, Wenger NK, Barret-Connor E, Payne GH, Harlan WR. Cholesterol
and heart disease in older persons and woman: review of an NHLBI workshop. Ann epidemiol
1992;2:161-76.
Herzlich BC, Lichstein E, Schulhoff N, Weinstock M, Pagala M, Ravindran K, namba T, Nieto
FJ, stabler SP, allen RH, malinow MR. Relationship among homocysrteine, vitamin B12 and
cardiac disease in the elderly : association between vitamin B12 deficiency and decreased left
ventricular ejection fraction. J Nutr 1996;126:1249S-53S.
Johnson LE. Vitamin nutrition in the elderly. In geriatic Nutrition A comprehensive Review.
Morley JE, Glick Z, Rubenstein LZ Editors. 2nd ed, pp 79-105. New York: Raven Press, 1995.
Howard BV. Obesity and hyperlipoproteinemia. In Nutrition in a sustainaible enviroment.
Wahlqvist ML, Truswell As, smith R, Nestel PJ Editors. Procceding of the XV International
Congress of Nutrition: IUNS Adelaide. London: Smith-Gordon and Company Limites, 1994.
Quinn K, Basu TK. Folate and Vitamin B12 status of the elderly.Eur J Clin Nutr 1996;50:340-2.
Schaefer EJ, Lichtenstein AH, Fava SL, Mc Namara JR, Ordovas JM. Lipoproteins, nutrition,
aging and atherosclerosis. Am J Clin Nutr 1995;61(suppl):726S-40S.
Pietrzik K, Bronstrup a. Homocysteine and cardiovascular diseases. Asia pacific J Clin Nutr
1996;5:157-60.

Janssen MJFM, Berg M, stehouwer CDA, Boers GHJ. Hyperhomocysteinemia : a role in the
accelerated atherogenesiss of chronic renal failure. Neth J Med 1995;46:244-51.
Kang SS. Treatment of hyperhomocysteinemia: physiological basis J Nutr 1996;126:1273S-5S.
Landgren F, Israelsson B, Lindgren A, Hultberg B, Anderson a, Brattstrom L. Plasma
homocysteine in acute myocardial infarction: homocysteine-lowing effect of folic acid. J Intern
Med 1995;237:381-8.
Fiskerstrand T, Refsum H, Kvalheim G, Ueland PM. Homocysteine and other thiols in plasma
and urine: automated determination and sample stability. Clin Chem 1993;39:263-71.
Pancharuniti N, Lewis CA, sauberlich HE, Perkins LL, Go RCP, alvarez JO, Macaluso M, Acton
RT, Copeland RB, Cousins AL, Gore TB, Cornwell PE, Roseman JM. Plasma homocyst(e)ine,
folate, and vitamin B12 concentrations and risk for early-onset coronary artery disease. Am J
Clin Nutr 1994;59:940-8.
Savage DG, Lindenbaum J, Stabler SP, allen RH. Sensitivity of serum methylmalonic acid and
total homocysteine determinations for diagnosing cobalamin and folate deficiencyes. Am J Med
1994;96:239-46.
Clarke R, Daly L, Robinson K. Hyperhomocysteinemia: an independent risk factor for vascular
disease. N engl J Med 1991;324:1149-55.

You might also like