You are on page 1of 12

Asuhan Keperawatan Pada Anak

Dengan Penyakit Ispa


BAB I PENDAHULUAN
Kesehatan adalah hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah
pendidikan, perekonomian dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan usia
yang rentan penyakit. Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh
masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) .

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan


kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari
kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim,2009)
Masalah kesehatan tidak sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Namun sistem yang
terkandung di dalamnya turut membantu mencari inovasi yang baru, termasuk
masyarakat. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan juga menjadi
pemicu penyebab masalah kesehatan, khususnya ISPA. Penderita ISPA tiap tahun
selalu mangalami peningkatan. Hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor misalnya,
rendahnya tingkat pendidikan sehingga pengetahuan mengenai kesehatan juga masih
rendah

atau

faktor

ekonomi

yang

menyebabkan

tingkat

kesehatan

kurang

diperhitungkan.
Pemberian Asuhan keperawatan pada pasien ISPA pneumonia merupakan suatu hal
penting karena mengingat bahwa penyakit ISPA pneumonia mempunyai prognosis buruk
kalau tidak segera ditangani. Dari hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum
Daerah Bombana terhadap 6 orang perawat didapatkan bahwa ada 5 orang perawat
yang melaksanakan tugas dan fungsinya kurang baik, sering mengabaikan pemberian
kompres pada pasien yang mengalami hipertermia, jarang memonitor tanda-tanda vital,
terkesan hanya memberikan intervensi atau treatmen tindakan dan sering mengabaikan

pemberian pendidikan kesehatan baik pada pasien maupun keluarga pasien dan system
pendokumentasian proses keperawatan yang belum tepat dimana dokumentasi
keperawatan umumnya hanya berupa data atau tindakan umum dan bersifat rutin saja,
antara lain dokumentasi tanda-tanda vital, pemberian obat, cairan infus atau hal-hal lain
yang merupakan instruksi medik. Jarang ditemukan catatan keperawatan yang
berdasarkan proses keperawatan mulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan,

rencana

keperawatan,

implementasi

dan

evaluasi

dari

tindakan

keperawatan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,

virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru.
ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalam saluran
pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14

hari.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga
tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya
bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak
diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian

B. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA

a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa
secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis,
dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common
cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada
manusia. Penyebabnya adalah virusMyxovirus, Coxsackie, dan Echo.

b. Manusia
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2
tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan
dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2
tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.
2. Jenis Kelamin
3. Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan.
4. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama
kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak
yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan
gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk
sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam
tubuh.
5. Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500
gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka
kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat 2500 gram saat lahir
selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian
terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.
6. Status ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan
faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama
minggu pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI
awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus
factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari
infeksi.
7. Status Imunisas
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit
menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu.
Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit
merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.

c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan

Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan


desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh
terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh
bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya
kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor
risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C
keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita
sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
4. Kepadatan Hunian Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan
proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar pada anak yang
tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah
yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004,
kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9
kali.
5. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk
dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap
dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan
merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya
gangguan pernafasan.
6. Bahan Bakar Untuk Memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan
kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di
China tidak memenuhi standar nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan

terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini telah menyebabkan
1,3 juta kematian.
7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap
rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara
lain Carbon Monoksida (CO),Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan
lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara
keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah
sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.
8. Status Ekonomi dan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio
pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar,
maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih
banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status
ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan
dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah.
C. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomia.
a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitismedia,
faringitis.
b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampaidengan
alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, sepertiepiglotitis, laringitis,
laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
D. Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya
antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella,
dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus,
koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab

ISPA diantaranya bakteri

stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan
menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.

Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang
kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim
hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA. Beberapa faktor lain yang diperkirakan
berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan,
status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan.

E. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia
4. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan
umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada
bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2
bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus
dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
c. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

F. Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi
menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 451).

G. Tanda dan gejala

Pilek biasa
Keluar sekret cair dan jernih dari hidung
Kadang bersin-bersin
Sakit tenggorokan
Batuk
Sakit kepala
Sekret menjadi kental
Demam
Nausea
Muntah
Anoreksia

Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya
sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada
stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian
diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri
kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut
membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat
komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi
adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga
bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan
gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih
berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan
mungkin meninggal.

Bila

sudah

dalam

kegagalan pernapasan maka

dibutuhkan

penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat
ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris.

1. Tanda-tanda klinis
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
2. Tanda-tanda laboratoris
a. Hypoxemia
b. Hypercapnia dan
c. Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan
minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang,
kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.

H. Patofisiologi
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit
masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk
golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan
yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi.
Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung,
namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap
udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun
infeksi relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang
mengenai bronchus dan alveoli.
Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran pernapasan untuk mencegah
infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, dan membuang
mucus yang tertimbun, terdapat lapisan mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi
dari bronchus ke atas yang menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel
penghasil mucus.
Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua mikroorganisme yang
terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan

melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system
Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas
atas, maka mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang
penting (system imum) untuk mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas
bawah.
Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya
misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses
peradangan berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang
pernapasan, atau mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran
pernapasan bawah.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium:
Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:
a.
b.
c.
a.

Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%


Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3
Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3
d.Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh
meningkat.

J. Penatalaksanaan
1. Suportif

meningkatkan

daya

tahan

tubuh

berupa

adekuat,pemberian multivitamin dll.


2. Antibiotik :

Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab

Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus

Menurut
WHO
:
Pneumonia
rawat
jalan

Nutrisi

yang

yaitu

kotrimoksasol,Amoksisillin,Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat :

Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

K. Pencegahan / perawatan dirumah


Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak
antara lain:

1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan


cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah
memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota
keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
Pemberantasan yang dilakukan adalah :
1. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
2. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
3. Immunisasi.
Pelaksana pemberantasan :
Tugas pemberatasan penyakit ISPA pneumonia merupakan tanggung jawab bersama.
Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah
kerjanya.
Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat
pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas
kader akan sangatmembantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat
pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera
dirujuk ke rumah sakit.

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita
ISPA pneumonia.
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali
sehari.
c. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang
menyusu tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.
e. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,
lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna
untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan
tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka
dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang
mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh
tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang
mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali
kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
L. Komplikasi
SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease yangsembuh
sendiri dalam 5 6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPAyang tidak
mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakitseperti :
semusitis paranosal, penutuban tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco
pneumonia dan berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang meluas.( Whaley and
Wong, 2000 )
M. Kesimpulan
Didapat beberapa faktor resiko ISPA padapenderita yaitu 1) faktor agen; 2) faktor manusia,
yangterdiri dari faktor umur, jenis kelamin, dan status gizi; 3)lingkungan, yang terdiri dari
faktor kelembaban udara,suhu ruangan, ventilasi, penggunaan anti nyamuk, bahanbakar
untuk memasak, dan keberadaan perokok.2.
Gejala yang dirasakan penderita yaitu nafsu makan menurun,pasien merasa lesu, demam,
disertai batuk dan pilek selama 5hari, sakit tenggorokan dan terdapat tonsilitis dan faringitis
akutsetelah di periksa dokter
N. DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.


Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.
DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. EGC : Jakarta.
Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3.EGC : Jakarta.
Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3.EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.
Griffith. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.
http://www.detikhealth.com/read/2009/10/30/143946/1231859/770/miokarditis.
Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
Achmadi, U.F, 2003.Waspadai Penyakit Menular, Badan Peneliti danPengembangan
Depkes RI, Jakarta. Agustama., 2005.Kajian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada Balita
. Universitas sumatera Utara. Available from :http://library.usu.ac.id/index.php?
option=com_journal_review.%5BAccessed22 April

You might also like