You are on page 1of 52

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn.

I DENGAN
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
DI WISMA GIRI SERANGAN
PSTW ABIYOSO

Disusun oleh :
JABFARI
15160030

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik,
yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan
reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan
kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut,
kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap
menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan
diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2008 dalam Psychologymania,
2013).
Pada orang lanjut usia terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas
fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan
terjadinya proses menua. Akibatnya mereka cenderung sulit memelihara
homeostasis tubuh. Pada orang usia lanjut cenderung terjadi gangguan kognitif
yang disebabkan oleh penyakit degeneratif ataupun karena proses penuaan
(Anandani, 2009). Penyakit yang diderita oleh lansia pada umumnya adalah
penyakit kronik yang sudah berlangsung menahun. Beberapa dari penyakit
kronik yang kerap diderita oleh lansia merupakan faktor resiko terjadinya
diabetes mellitus. Pada diabetes melitus terjadi mikro-makro angiopati yang
dapat menimbulkan kelainan-kelainan pada organ-organ tubuh (Anandani,
2009).
Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum Masehi. Pada
Papyrus Ebers di Mesir 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan
tanda-tanda banyak kencing (Miharja, 2008).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes

melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban
yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin (Budhiarta, et, al, 2006).
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi
Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care,
2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh
bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun
di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan,
DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI Prof. dr. Tjandra Yoga
Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H saat membuka Seminar dalam rangka
memperingati Hari Diabetes Sedunia 2009, 5 November 2009 di Jakarta.
Prof. Tjandra Yoga mengatakan berdasarkan hasil Riskesdas 2007
prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk
usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada
penduduk usia 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki
prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral pada penduduk
Usia 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi
diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada
penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi
mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi kurang makan buah
dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk
>10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap
hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol
dalam satu bulan terakhir adalah 4,6%.
Dalam sambutannya Prof. Tjandra Yoga menjelaskan, Diabetes Melitus
(DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh
untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan yang tidak efektif

dari produksi insulin.Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah.
Penyakit ini membutuhkan perhatian dan perawatan medis dalam waktu lama
baik untuk mencegah komplikasi maupun perawatan sakit.
Diabetes Melitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama DM yang
disebabkan keturunan dan tipe kedua disebabkan life style atau gaya hidup.
Secara umum, hampir 80 % prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2. Ini
berarti gaya hidup/life style yang tidak sehat menjadi pemicu utama
meningkatnya prevalensi DM. Bila dicermati, penduduk dengan obes
mempunyai risiko terkena DM lebih besar dari penduduk yang tidak obes
(Susanto, 2009).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi penyakit jantung pada usia lanjut
2. Untuk mengetahui perubahan anatomis yang terjadi pada sistem endokrin
di usia lanjut
3. Untuk mengetahui perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem endokrin
di usia lanjut
4. Untuk mengetahui perubahan patologi anatomis yang terjadi pada sitem
endokrin di usia lanjut
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit sistem endokrin di usia
lanjut
6. Untuk mengetahui jenis penyakitsistem endokrin pada usia lanjut
7. Untuk mengetahui penyakit diabetes mellitus

BAB II
TINJAUAN TEORI
I.

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM TERKAIT


Perubahan pada Sistem Endokrin Sekitar 50% lansia menunjukka
intoleransi glukosa, dengan kadar gula puasa yang normal. Penyebab dari
terjadinya intoleransi glukosa ini adalah faktor diet, obesitas, kurangnya
olahraga, dan penuaan. 3 Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%,

sekitar 75% dari jumlah tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan
apatheic thyrotoxicosis.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem endokrin akibat
proses menua:
1. Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah Glukosa darah

puasa 140 mg/dL dianggap normal.


2. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini adalah

kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap normal.


3. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini adalah
pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
4. Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit menurun, dan
waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal ini adalah serum T3 dan
T4 tetap stabil
Fisiologi Pankreas Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme
glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel sel
dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon
yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin. 7 Insulin dilepaskan pada suatu kadar
batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin
diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah
puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara
berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui
perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam
sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan
didalam hati (Guyton & Hall, 2007)
II.

PROSES MENUA
a. Definisi Lansia
Masa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara 65-75
tahun (Potter & Perry, 2005). Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase
menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya
beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika

manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi


dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan
kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia
lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan
mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo,
2004 dalam Psychologymania, 2013).
b. Klasifikasi Lansia
1. Menurut Depkes RI
1) Kel. Menjelang Usia lanjut (45-54 th) sbg masa vibrilitas
(menjelang usia lanjut)
2) Kel. Usia Lanjut (55-64 th) sbg Presenium (periode sesaat sebelum
usia lanjut)
3) Kel. Usia Lanjut (65 th <) sbg Masa Senium (usia tua; periode
kehidupan yang ditandai dengan kelemahan dan kemunduran yang
mungkin menyertai usia lanjut)
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) :
Lanjut usia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age)ialah kelompok usia 45-59
2.
3.
4.

tahun
Lanjut usia (erderly),ialah kelompok usia 60-70 tahun
Lanjut usia tua (old) ialah kelompok usia 75-90 tahun
Usia sangat tua (very old) ialah kelompok usia lebih dari 90

tahun
c. Teori Penuaan
Teori proses menua menurut Potter dan Perry (2005) yaitu sebagai berikut :
Teori Biologis
1. Teori radikal bebas
Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme yang
dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Normalnya
radikal bebas akan

dihancurkan oleh enzim pelindung, namun

beberapa berhasil lolos dan berakumulasi di dalam organ tubuh.


Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti kendaraan
bermotor, radiasi, sinar ultraviolet, mengakibatkan perubahan pigmen
dan kolagen pada proses penuaan. Radikal bebas tidak mengandung
DNA. Oleh karena itu, radikal bebas dapat menyebabkan gangguan

genetik dan menghasilkan produk-produk limbah yang menumpuk di


dalam inti dan sitoplasma. Ketika radikal bebas menyerang molekul,
akan terjadi kerusakan membran sel; penuaan diperkirakan karena
kerusakan sel akumulatif yang pada akhirnya mengganggu fungsi.
Dukungan untuk teori radikal bebas ditemukan dalam lipofusin, bahan
limbah berpigmen yang kaya lemak dan protein. Peran lipofusin pada
penuaan mungkin kemampuannya untuk mengganggu transportasi sel
dan replikasi DNA. Lipofusin, yang menyebabkan bintik-bintik
penuaan, adalah dengan produk oksidasi dan oleh karena itu
tampaknya terkait dengan radikal bebas.
2. Teori cross-link
Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen
dan elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama
meningkatkan regiditas sel, cross-linkage diperkirakan akibat reaksi
kimia yang menimbulkan senyawa antara melokul-melokul yang
normalnya terpisah (Ebersole & Hess, 1994 dalam Potter & Perry,
2005).
3. Teori imunologis
Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan. Selama
proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran dalam
pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh
sehingga pada lamsia akan sangat mudah mengalami infeksi dan
kanker.perubahan sistem imun ini diakibatkan perubahan pada
jaringan limfoid sehingga tidak adanya keseimbangan dalam sel T
intuk memproduksi antibodi dan kekebalan tubuh menurun. Pada
sistem imun akan terbentuk autoimun tubuh. Perubahan yang terjadi
merupakan pengalihan integritas sistem tubuh untuk melawan sistem
imun itu sendiri.
Teori Psikososial
1. Teori Disengagement (Penarikan Diri)
Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran
masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan bahagia
apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggungjawab telah

diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan


kontak sosial bagi lansia adalah agar dapat menyediakan eaktu untuk
mengrefleksi kembali pencapaian yang telah dialami dan untuk
menghadapi harapan yang belum dicapai.
2. Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang
sukses maka ia harus tetap beraktivitas.kesempatan untuk turut
berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang
yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan
yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya
fungsi peran lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup,
dan aktivitas mental serta fisik yang berkesinambungan akan
memelihara kesehatan sepanjang kehidupan.
3. Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan
kelanjutan dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia
dewasa. Perilaku hidup yang membahayakan kesehatan dapat
berlangsung hingga usia lanjut dan akan semakin menurunkan
III.

kualitas hidup
PENUAAN SISTEM TERKAIT
Perubahan Sistem Endokrin pada Lansia. Efek dan usia pada sistem
endokrin sedikit lebih sulit untuk mendeteksi dengan organ tubuh lain.
Walaupun demikian gangguan endokrin lebih banyak pada usia 40 tahun. Pada
wanita, produksi hormon meningkat dibanding dengan menopause. Dari pria dan
wanita, output anterior pituitary mengalami penurunan.
Umur yang relatif terjadi perubahan pada struktur dan fungsi dan
kelenjar endokrin adalah sebagai berikut :
a) Kelenjar thiroid mengalami derajat yang sama dengan atropfi, fibrosis dan
nodularity.
b) Hormon thiroid mengalami level penurunan dan hypoparatiroidisme
biasanya sering pada orang dewasa.
c) Kelenjar adrenal kehilangan beberapa berat badan dan menjadi makin
buruk, fibrotik.
d) Pada bagian anterior, kelenjar pituitary mengalami penurunan ukuran dan
menjadi mati/fibrotik.

Dalam Stockslager (2007), perubahan fungsi sistem endokrin secara


khusus yaitu :
a) Penurunan kemampuan mentoleransi stress.
b) Konsentrasi glukosa darah meningkat dan tetap naik lebih lama
dibandingkan orang yang lebih muda.
c) Penurunan kadar ekstrogen dan peningkatan kadar FSH selama menopouse,
yang menyebabkan trombosis dan osteoporosis.
d) Penurunan produksi progeteron.
e) Penurunan kadar aldosteron serum sebanyak 50%.
f) Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25%.
IV.

MASALAH KESEHATAN YANG DAPAT MUNCUL AKIBAT PROSES


PENUAAN
1. Penyakit : diabetes militus
A.
Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner
dan Suddarth, 2009).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi/
perlukaan pada membran basalis dalam pemerisaan dengan menggunakan
mikroskop elektron (Arif, et al, 2009)
B.
Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara
umum dapat digolongkan ke dalam dua besar:
Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin
tidak berfungsi dengan baik).

Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dll.) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga
dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus.Selain itu perubahan fungsi
fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan
menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada
malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator
diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya
karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu
sendiri.
1) Diabetes tipe I:
I.

Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri;

tetapi

mewarisi

suatu

predisposisi

atau

kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.


Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA
II.

Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.

III.

Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun
yang menimbulkan destruksi selbeta.

2) Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum

diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses


terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
I.

Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di


atas 65 th)

II.
III.
C.

Obesitas
Riwayat keluarga

Faktor Predisposisi
Diabetes melitus disebabkan oleh faktor :

1. Faktor demografi

Jumlah penduduk meningkat

Penduduk berumur > 40 tahun meningkat

Urbanisasi

2. Gaya hidup yang kebarat-baratan


Pendapatan
Restoran
Hidup

perkapita tinggi

cepat saji

santai

3. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi


Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan, tetapi
faktor keturunan saja tidak cukup. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri
secara nyata sampai akhir hayatnya.
Beberapa faktor yang sering merupakan faktor pencetus diabetes melitus
adalah:
Kurang gerak/malas
Makanan berlebihan
Kehamilan
Kekurangan produksi hormon insulin
Penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin
Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)
Minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah

Proses menua
D.

Patofisiologi
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung

dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri dari
karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan
lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh
untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar.
Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana
glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut
metabolisme.
Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila
insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa
akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah
meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan
terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, tetapi jumlah
reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa
yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat
(diabetesmellituscenter.wordpress.com, 2010).
E.

Tanda dan Gejala

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM


umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM
lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan
luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi

F.

Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM

Belum pasti DM

DM

< 100

100-200

>200

<80

80-200

>200

<110

110-120

>126

<90

90-110

>110

Kadar glukosa darah sewaktu


-

Plasma vena

Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa


-

Plasma vena

Darah kapiler

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

V.

PATHWAY PENUAAN SISTEM TERKAIT


Defisiensi Insulin

glukagon

penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

glukoneogenesis
lemak

protein

ketogenesis
ketonemia
Mual muntah

hiperglikemia

Kurang
pengetahuan

glycosuria

BUN

Osmotic Diuresis

Nitrogen urine

Dehidrasi

pH

Kekurangan
volume cairan

Hemokonsentrasi

Asidosis

Trombosis

Resti Ggn Nutrisi


Kurang dari
kebutuhan

Koma
Kematian

Aterosklerosis

Makrovaskuler

Mikrovaskuler

Retina
Jantung Serebral
Miokard Infark

Stroke

Ggn Integritas Kulit

Ginjal

Ekstremitas
Gangren

Retinopati
diabetik

Nefropati

Ggn. Penglihatan Gagal


Ginjal
Resiko Injury

G.

Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi

komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a) Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15%
Protein, 75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk
mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak
hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan
aktivitas reseptor insulin
b) Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes.
Pemeriksaan

sebelum

latihan

sebaiknya

dilakukan

untuk

memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti


program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien
yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan
jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan
permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia
dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan
fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah,
meningkatkan

stamina

dan

kesejahteraan

emosional,

dan

meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan


c) Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu
diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia
juga harus dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang
dapat meningkatkan resiko DM pada lansia
d) Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan
dan efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin

juga dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah


dalam parameter yang

telah ditentukan untuk membatasi

komplikasi penyakit yang membahayakan


e) Pendidikan

H.

Diet yang harus dikomsumsi

Latihan

Penggunaan insulin

Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis.
Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis
(DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang
termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,
neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
Komplikasi akut
Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin
yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut
termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan
oleh infeksi ( penyakit)
Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru,
tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio
retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis
yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-

Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan


hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
d. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
e. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi
bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada
kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler
dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60
mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik
oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin
eksogen atau hipoglikemik oral.

VI.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian

Nama perawat
Tanggal pengkajian
Jam pengkajian
Biodata Klien
1. Nama
2. Umur
3. Agama
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Status pernikahan
7. Alamat

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Biodata Penanggung jawab


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Nama
:
Umur
:
Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Status pernikahan :
Hubungan dengan klien:

Pengkajian 11 Pola Gordon:


a. Pola Persepsi kesehatan dan Pemeliharaan kesehatan
Subyektif:
1. Bagaimana pendapat klien tentang kesehatan dirinya saat ini
2. Apakah klien merasa dapat mengatasi hal-hal yang mempengaruhi
3.
4.
5.
6.

kesehatannya
Apa yang dilakukan secara rutin
Apakah klien secara rutin melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan
Bagaimana cara klien mengatasi penyakitnya
Perihal apakah di dalam agama/kepercayaan klien terkait dengan

pemeliharaan kesehatan
7. Apakah klien mengkonsumsi makanan-makanan yang berisiko terhadap
kesehatannya
8. Apakah Klien mempunyai sumber yang cukup untuk memelihara
kesehatannya
9. Apakah lansia mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengambil
10. Apakah lansia pernah mengalami kecelakaan atau injuri pada masa lalu
11. Apakah lansia pernah menjalani atau memiliki riwayat operasi

12. Apakah ada reaksi alergi terhadap obat/makanan/barang-barang tertentu,


dan lain-lain
13. Apakah lansia mempunyai keinginan untuk menjaga atau memelihara
kesehatannya
Obyektif:
Bagaimana kebersihan diri lansia (rambut, kulit, mulut dan geligi, gigi palsu,
genitalia, anus)
b. Pola Nutrisi metabolik
Subyektif:
1. Apa jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi lansia dalam
sehari
2. Apakah ada makanan suplemen, vitamin atau obat-obatan yang terkait
dengan nutrisi
3. Jenis makanan yang disukai
4. Bagaimana nafsu makan lansia
5. Apakah ada kesulitan makan (nyeri menelan, mual, kembung, sulit menelan,
dan lain-lain)
6. Apakah ada diet
7. Bagaimana kecukupan intake/output cairan
8. Apakah berat badan: normal/over/underweight
9. Apakah ada perubahan berat badan dalam waktu dekat
10. Adanya gag reflex
Obyektif:
1. Bagaimana kondisi: rambut, turgor kulit, conjungtiva, palpebrae, sclera,
2.
3.
4.
5.
6.
7.

gigi geligi, rongga mulut, gusi, status hidrasi?


Suhu tubuh
Bagaimana hasil pemeriksaan abdomen
Adanya edema
Kemampuan mengunyah keras
Apakah menggunakan gigi palsu
Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang terkait dengan

kecukupan nutrisi lansia


8. Berat badan, tinggi badan dan IMT
9. Apakah lansia dapat melakukan perubahan posisi atau ambulasi?
integritas kulit

c. Pola Eliminasi
Subyektif:
1. Bagaimana pola BAB: frekuensi, kontinen/inkotinen, konsistensi, warna,
apakah ada nyeri, karakteristik?
2. Apakah ada kesulitan BAB
3. Apakah menggunakan obat-obatan yang terkait dengan BAB (laksatives,
supositoria, dan lain-lain)
4. Bagaimana pola BAK: frekuensi, kontinen/inkotinen, warna, oliguri,
anuria, jumlah, dan apakah ada nyeri
5. Apakah mengeluarkan urin atau BAB saat batuk, bersin, atau tertawa
6. Klien mengatakan ia mengeluarkan urin saat BAK
Obyektif:
1. Bagaimana kondisi abdomen, anus, mulut uretra, dan adanya nyeri ketuk
2.
3.
4.
5.

ginjal
Jumlah urin yang dikeluarkan
Apakah lansia terlihat memegang perutnya
Bising usus
Hasil pemeriksaan/medik/laboratorium yang dilakukan terkait dengan

eliminasi.
d. Pola Aktivitas Latihan
Subyektif:
1. Bagaimana pola aktivitas/latihan klien: jenis aktivitas, frekuensi, lamanya
2. Apakah teratur dalam melakukan latihan pergerakan sendi
3. Adakah keluhan ketika beraktivitas
4. Apakah ada hambatan fisik dalam melakukan aktivitas dan berupa apa
hambatan tersebut?
5. Alat bantu apa yang diperlukan lansia pada saat beraktifitas, apakah lansia
merasa nyaman dengan alat tersebut?
6. Apakah klien mengalami gangguan keseimbangan?
7. Adakah keluhan sesak, lelah, lemah?
8. Seberapa jauh dapat melakukan aktivitas?
9. Adakah keluhan nyeri dada, batuk?
10. Apakah lansia mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi?
Obyektif:
1. Apakah lansia memerlukan bantuan orang lain atau alat bantu untuk
2.
3.
4.
5.

beraktifitas?
Apakah lingkungan cukup aman bagi klien untuk melakukan aktifitas?
Bagaimana dengan uji kekuatan otot
Adakah tanda-tanda hipotensi orthostatik?
Bagaimana dengan postur dan gaya jalan Klien?

6. Apakah kliinen mampu memenuhi kebutuhan hariannya?


7. Adakah tanda-tanda sianosis, takikardi, diaphoresis?
8. Dispnea setelah beraktivitas?
9. Apakah ektremitas dingin?
10. Range of motion?
11. Apakah Klien mampu pindah tempat secara mandiri?
12. Bagaimana hasil pemeriksaan thoraks dan jantung, serta lengan dan
tungkai?
13. Mengukul IADL (Instrumental activities of daily living)
A.

Pola Istirahat Tidur


Subyektif:
1. Apakah lansia merasa segar setelah tidur pada malam hari?
2. Kebiasaan tidur berapa jam/hari, pukul berapa, siang/malam?
3. Apakah tidur dapat berlangsung lama atau sering terbangun?
4. Apakah ada laporan tentang lansia: pernapasan yang abnormal,
mendengkur terlalu keras, gerakan-gerakan abnormal pada waktu tidur?
5. Apa yang dilakukan lansia sebagai ritual tidur atau upaya untuk
menigkatkan kualitas tidurnya?
6. Apa yang menyebabkan lansia sering terbangun pada waktu tidur (rasa

sakit, berisik, atau hal lain)


7. Adakah lansia mengalami gangguan tidur?
Obyektif:
1. Apakah lansia terlihat capai/lesu/tanda-tanda kurang tidur yang lain
(lingkar hitam pada kelopak)?
2. Jenis obat tidur yang digunakan dan kapan digunakan?
3. Tanda dan gejala yang timbul akibat kurang tidur?
B.

Pola Kognitif Perseptual


Subyektif:
1. Apakah klien menggunakan alat bantu dengar,penglihatan?
2. Apakah ada gangguan persepsi sensori?
3. Apakah lansia mengatakan adanya perubahan-perubahan dalam memori?
4. Apakah ada kesulitan dalam mengingat kejadian jangka waktu dekat atau
5.
6.
7.
8.
9.

yang sudah lama terjadi?


Apakah mengalami disorientasi tempat/waktu/orang?
Bagaimana kemampuan dalam pengambilan keputusan (mandiri/dibantu)?
Apakah ada perubahan perilaku (hiperaktif/hipoaktif)?
Apakah ada perubahan dalam konsentrasi?
Apakah gelisah, tidak kooperatif, marah, menarik diri, depresi, halusinasi,

delusi?
10. Adakah riwayat stroke/tanda-tanda infeksi?
11. Adakah ketidaknyamanan/nyeri yang dialami lansia?

Obyektif:
1. Adakah perubahan dosis/jenis obat akhir-akhir ini?
2. Hasil MMSE, pemeriksaan medik, laboratorium.
3. Apakah lansia tampak bingung dan sulit konsentrasi?
4. Bagaimana dengan fungsi penglihatan, pendengaran, pengecapan,
perabaan, penghidu?
C.

Pola Persepsi diri - Konsep diri


Subyektif:
1. Apakah lansia mengekspresikan/mengatakan ketakutan atau kekhawatiran?
2. Apakah lansia mampu mengidentifikasi sumber ketakutan/kekhawatiran?
3. Apakah lansia mengatakan tidak dapat menguasai hidupnya?
Kegagalan/keputusasaan?
4. Apakah dia kehilangan sesuatu yang berarti/pindah tempat/berpisah dengan
seseorang yang dicintai?
5. Bagaimana penampilan umum, postur tubuh, mau/menolak kontak mata?
6. Apakah berkomentar negatif tentang dirinya?
7. Apakah klien tidak mau melihat pada bagian tubuh yang rusak?
8. Apakah menunjukkan sikap agresif, marah, menuntut?
9. Apakah lansia dapat menceritakan ketakutan terhadap kematian?
10. Apakah lansia sering menyendiri?
Obyektif:
1. Adakah gejala stimulasi sistem saraf otonom (peningkatan denyut nadi,
jumlah pernapasan, tekanan darah, diaphoresis)?
2. Apakah lansia kelihatan pasif?
3. Bagaimana hasil pengkajian uji saraf kranial?

D.

Pola Peran Hubungan


Subyektif:
1. Apakah lansia mengikuti organisasi kemasyarakatan atau kegiatan sosial
lainnya?
2. Bagaimana interaksi lansia dalam keluarga dan lingkungannya?
3. Apakah ada perubahan peran akibat proses penuaan
4. Bagaimana sikap klien dengan kehilangan orang yang disayangi?
5. Apakah klien mengalami kesulitan dalam berbicara atau berkomunikasi?
6. Apakah ada ketegangan dengan orang di sekitar lansia?
Obyektif:
Observasi interaksi antara anggota keluarga atau dengan lingkungan sekitar

E.

Pola Seksual Reproduksi


1. Adakah perubahan fisiologis yang berdampak terhadap seksualitas lansia?

2. Kapan lansia mengalami menopause? Keluhan apa yang dirasakan setelah


mengalami menopause? (jika klien perempuan)
3. Kapan lansia mengalami andropouse? Keluhan apa yang dirasakan setelah
mengalami andropouse? (jika klien laki-laki)
4. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi

masalah

akibat

menopause/andropouse?
5. Masih adakah minat dalam melakukan hubungan intim dengan pasangan?
Bagaimana dengan frekuensi dan adakah kesulitan?
6. Adakah keluhan dengan prostat atau hernia?
F.

Pola Kooping Toleransi Stress


Subyektif:
1. Bagaimana status emosi lansia
2. Adakah masalah/stress psikologis akhir-akhir ini seperti: depresi,
kehilangan, pasangan hidup, minder, dan lain-lain
3. Bagaimana upaya pengelolaan stress. Apakah upaya tersebut membantu
lansia mengatasi masalahnya..
4. Bagaimana lansia memproyeksikan stressor yang terjadi

5. Apakah lansia dapat menerima status kesehatannya?


6. Adakah pengalaman yang traumatik pada lansia?
Obyektif:
1. catat perilaku atau manifestasi psikologi sdari mood, afek, kecemasan, dan
stress
2. hasil GDS?
G.

Pola Nilai Kepercayaan


Subyektif:
1. Sistem nilai, tujuan dan keyakinan apa yang dimiliki lansia.
2. Apakah lansia teratur melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya?
3. Apakah lansia teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan?
4. Apa latar belakang yang dimiliki lansia (agama, filosofi, kultur)?
5. Apakah sistem tersebut mempengaruhi semua aspek baik kesehatan atau
koping terhadap stress?
6. Apakah lansia marah kepada Tuhan ketika mengalami sedang sakit?
7. Apakah lansia mengalami kesulitan untuk menjalankan ibadah?
Obyektif:
Observasi adanya alat-alat untuk ibad

I. Masalah Keperawatan

J.

1.

Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan

2.

Gangguan integritas kulit

3.

Resiko terjadi injury

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein,
2.

lemak.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer).

3. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.

K.

Rencana Asuhan Keperawatan

No

Diagnosa

Tujuan

Resiko

tinggi

nutrisi

gangguan Kebutuhan

kurang

kebutuhan

berhubungan

anoreksia,

peningkatan

nutrisi

dari pasien terpenuhi

dengan penurunan masukan


oral,

Kriteria Hasil

mual,

metabolisme

Intervensi
Pasien

dapat

Timbang berat badan

mencerna jumlah kalori atau

setiap hari atau sesuai dengan

nutrien yang tepat

indikasi.

Berat badan stabil

atau

penambahan

ke

arah

Tentukan program diet


dan

rentang biasanya

pola

makan

pasien

dan

bandingkan dengan makanan yang

protein, lemak.

dapat dihabiskan pasien.


Auskultasi

bising

usus, catat adanya nyeri abdomen /


perut kembung, mual, muntahan
makanan

yang

belum

sempat

dicerna, pertahankan keadaan puasa


sesuai dengan indikasi.
Berikan makanan cair

yang mengandung zat makanan


(nutrien)

dan

elektrolit

dengan

segera jika pasien sudah dapat

mentoleransinya melalui oral.


Libatkan

keluarga

pasien pada pencernaan makan ini


sesuai dengan indikasi.
Observasi tanda-tanda

hipoglikemia
tingkat

seperti

perubahan

kesadaran,

kulit

lembab/dingin, denyut nadi cepat,


lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala.
Kolaborasi melakukan

pemeriksaan gula darah.


Kolaborasi pemberian

pengobatan insulin.
Kolaborasi

dengan

ahli diet.

Gangguan integritas kulit Gangguan integritas Kondisi


berhubungan

dengan kulit

luka

menunjukkan

dapat adanya perbaikan jaringan dan

Kaji

luka,

perubahan

adanya
warna,

epitelisasi,
edema,

dan

perubahan status metabolik berkurang


(neuropati perifer).

atau tidak terinfeksi

discharge, frekuensi ganti balut.

menunjukkan

Kaji tanda vital

penyembuhan.

Kaji adanya nyeri


Lakukan perawatan luka
Kolaborasi pemberian insulin dan
medikasi.
Kolaborasi

pemberian

antibiotik

sesuai indikasi.

Resiko cidera berhubungan Pasien


dengan

tidak Pasien

penurunan fungsi mengalami injury

penglihatan

dapat

memenuhi

Hindarkan lantai yang licin.

kebutuhannya tanpa mengalami

Gunakan bed yang rendah.

injury

Orientasikan

klien

dengan

ruangan.
Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
Bantu pasien dalam ambulasi atau
perubahan posisi

Kurangnya pengetahuan

Pasien memperoleh

tentang proses penyakit,

informasi yang jelas

proses penyakit, diet, perawatan

pasien/keluarga tentang penyakit

diet, perawatan, dan

dan benar tentang

dan pengobatannya dan dapat

DM dan gangren.

pengobatan berhubungan

Penyakitnya

menjelaskan kembali bila

dengan kurangnya informasi

Pasien mengetahui tentang

ditanya.

Kaji tingkat pengetahuan

Kaji latar belakang pendidikan


pasien.

Pasien dapat melakukan

Jelaskan tentang proses penyakit,

perawatan diri sendiri

diet, perawatan dan pengobatan

berdasarkan pengetahuan yang

pada pasien dengan bahasa dan

diperoleh.

kata-kata yang mudah dimengerti.


Jelasakan prosedur yang kan
dilakukan, manfaatnya bagi pasien
dan libatkan pasien didalamnya.
Gunakan gambar-gambar dalam
memberikan penjelasan ( jika
ada /memungkinkan).

BAB III
PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

Nama Perawat

: jabfari

Tanggal Pengkajian

: 12 juli 2016

Jam pengkajian

: 09.00 WIB

A. Biodata :
1. Pasien

Nama

: Tn. I

Umur

: 68 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: Strata

Pekerjaan

: Sutradara

Status Pernikahan

: Menikah

Alamat

: Jalan nakula1/No.32 blok VIII perum gowasari indah bantul


yogyakarata

2. Penanggung Jawab

Nama

: Sdr. R

Umur

: 30 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: Sarjana

Pekerjaan

: Wiraswata

Status Pernikahan

: Lajang

Alamat

: Yogyakarta

Hubungan dengan : Ponakan


klien

Kluhan utama :
Klien mengatakan mudah lelah saat melakukan aktifitas dan terasa lemes badan nya
Pengkajian 11 pola Gordon
A. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Subjektif
- Klien mengatakan akhir-akhir ini kondisi kesehatannya semakin menurun
-

seperti berkurangnya kekuatan otot-ototnya untuk aktifitas sehari hari


Klien mengatakan dengan menurunnya kekutan otot dengan mengurangi

kegiatannya di wisma
Klien mengatakan aktifitasnya sehari hari yaitu mengikuti kegiatan yang ada di

bpstw
Klien mengatakan secara rutin memeriksakan kesehatan di poli yang telah

dijadwalkan
Klien mengatakan cara klien mengatasi penyakitya dengan sering istirahat dan
menyadari proses penuaan yang terjadi dan klien juga tidak mengonsumsi

makanan makanan yang beresiko terhadap kesehatannya


Klien mengatakan sedikit mengatahui kondisi kesehatannya yaitu dengan

memeriksakannya yaitu klien mempunyai riwayat diabetes militus


Klien mengatakan pernah menjalani operasi katarak dan tidak pernah jatuh
dimasa lalu dank lien juga tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan atau
barang-barang lainnya

Klien setiap minggu memeriksakannya ke poli dan mendapat pengobatan oleh


dokter dank lien mempunyai pengatahuan yang cukup untuk mengambil
keputusannya

Objektif
-

Kebersihan diri klien bersih rambaut tidak kusam dan tidak kotor, kulit tampak
ada bekas luka gatal hitam kehitaman ada tanda lesi atau adanya ruam-ruam,
mulut ditidak ada kandidiasis atau stomatitis, klien tidak menggunakan gigi

palsu, tampak gigi ompong bagian depan


B. Pola nutrisi metabolic
Subjektif
- Klien mengatakan makan tiga kali sehari dengan satu porsi piring jarang habis
-

dan klien juga mengatakan jenis makanan berfariasi


Klien mengatakan terkadang mendapat suplemen vitamin yang berasal dari

pemeriksaan dank lien tidak mengonsumsi obat obatan yang terkait nutrisi klien
Klien mengatakan nafsu makan tidak baik, klien tidak mengalami kesulitan

dalam menelan, mual, kembung atau gangguan lainnya


Klien mengatakan ada perubahan berat badan pada saat pertama masuk bpstw

sampai sekarang
Objektif
- Kondisi rambut klien bersih, kulit tampak kering, konjungtiva an anemis, sclera
-

putih, tidak ada pembesaran getah bening dan status hidrasi klien baik
Hasil pemeriksaan abdomen tidak ada pembengkakan atau acites dan tidak ada

nyeri tekan di semua kuadran, peristaltic usus 15x/menit


- Kemampuan mengunyah benda kesras berkurang
- Klien tidak menggunakan gigi palsu
- Klien dapat melakukan ambulasi dan
C. Pola eliminasi
Subjektif
- Klien mangatakan BAB klien setiap pagi satu kali dalam sehari, konsistensi
lunak warna kuning dan bau khas, klien juga mengatakan tidak ada keluhan saat
BAB atau adanya nyeri
- Klien mangatakan tidak ada kesulitan saat BAB dan klien tidak menggunakan
obat-obatan terkait BAB seperti pencahar atau yang lainnya
- Klien mengatakan BAK 7-8 kali dalam sehari semalam klien mengatakan warna
uine kuning tidak ada darah dan tidak nyeri saat BAK
- Klien mengatakan tidak mengeluarkan urin atau BAB saat batuk, bersin atau
tertawa

Objektif:
- Kondisi abdomen tidak ada nyeri tekan pada semua kuadran dan tidak adanya
nyeri ketuk pada ginjal
- Klien tampak tidak memegang perutnya
- Bising usus klien 15x/menit
- Jumlah urin yang dikeluarkan kira-kira 1300cc dalam 24 jam
D. Pola aktivitas dan latihan
Subjektif
- Klien mengatakan jenis aktifitasnya setiap hari ada senam
- Klien mengatakan teratur setiap hari melakukan pergerakan sendi dan tidak ada
keluhan saat beraktifitas
- Klien mengatakan hambatan dalam beraktifitas yaitu berkurangnya tenaga
karena semakin bertambahnya usia dak klien tidak menggunakan alat bantu
dalam beraktifitas
- Klien mengatakan tidak mengalami gangguan keseimbangan tidak ada keluhan
sesak,
- Klien mengatakn mudah lelah saat melakukan aktivitas setiap harinya
Objektif
- Klien tidak membutuhkan bantuan orang lain dalam beraktifitas
- Dari pengkajian klien dalam indeks kats A mandiri
- Lingkunagan klien cukuap aman dalam melakukan aktifitas dan hasil uji
kekuatan otot ekstremitas atas, bawah, kanan dan kiri yaitu 5
- Klien tidak ada hipotensi orthostetik dan postur gaya berjalan klien sedikit
berubah dengan melambatnya cara berjalan klien
- Klien mampu memenuhi kebutuhan sehari harinya klien tampak tidak adanya
sianosis, takikardi, TD 130/90 mmHg, nadi 80x/menit, RR 20x/menit, suhu
37C.
- Range of mation klien aktif

E. Pola istirahat dan tidur


Subjektif
- Klien mengatakan merasa segar setelah tidur pada malam hari, kebiasaan kiln
tidur pada malam hari pukul 20.00 bangun jam 04:30 dan tidur siang pukul
15.00-15.30

- Klien mengatakan tidur berlangsung sebentar dan sering sering terbangun pada
malam hari karena gatal pada bagian kaki
- Klien mengatakn sebelum tidur selalu berdoa, klien juga mengatakan terbangun
saat tidur yaitu ke kamar mandi dank lien tidak mengalami gangguan tidur
Objektif
- Klien terlihat tidak capek, lesu, dan tanda-tanda kurang tidur
- Klien mengonsumsi obat-obatan untuk membantu tidur
F. Pola kognitif perseptual
Subjektif
- Klien mengatakan tidak menggunakan alat bantu dengar, klien menggunakan
alat bantu penglihatan, penglihatan klien sudah menurun riwayat soperasi
katarak
- Klien mengatakan tidak adanya perubahan-perubahan dalam memori dan klien
tidak mengalami kesulitan kesulitan dalam mengingat memori jangka lama dan
jangka pendek
- Klien tidak mengalami disorientsi tempat orang dan waktu
- Klien dalam mengambil keputusan secara mandiri dan perilaku klien aktif
- Klien tidak gelisah, kooperarif, tidak mudah marah, dan tidak mengalami
gangguan jiwa
- Klien mengatakan tidak adanya riwayat stroke atau tanda-tanda infeksi dan tidak
ada gangguan nyeri
Objektif
- Hasil MMSE yaitu tidak ada penurunan kognitif klien dapat menjawab
pertanyaan yang sesui
- Klien tidak bingung ataupun sulit dalam berkonsentrasi
- Hasil SPMSQ yaitu fungsi mental utuh
G. Pola persepsi diri konsep diri
Subjektif
- klien mengatakan tidak ada ketakutan dan kekhawatiran, dan dapat
mengidentifikasi sumber-sumber ketakutan dan kekhawatiran dalam dirinya
- klien mengatakan dapat menguasai hidupnya dan klien ada kegagalan dalam
hidup yaitu untuk membuat keluarga kecil klien merasa gagal
- klien mengatakan pernah mangalami kehilangan dan berpindah tempat tetapi
sekarang sudah dapat menerima dan semakin bahagia
- klien mengatakan masih ingin berkarir dalam dunia film apa bila klien dapat
melihat dengan jelas
- penampilan umum klien sangat menerima dalam kehidupannya yang sekarang

- klien tidak pernah berkomentar negative tentang dirinya dan klien tidak pernah
menyendiri
Objektif
- klien tidak adanya gejala stimulasi system syaraf otonom
- klien tampak aktif dalam pergaulan dan aktifitasnya sehari hari
H. Pola peran hubungan
Subjektif
- Klien mengatakan tidak mengikuti organisasi social yang berada di lingkunagn
panti
- Interaksi klien dengan lingkungan wisma sekitar sangat baik klein juga sering
berkunjung ke wisma lain
- Klien mengatakan dengan bertambahnya usia peran klien berkurang dan
kebutuhan klein di penuhi oleh pihak panti
- Klien mengatakan tidak ada kesulitan dalam bicara dan komunikasi dan klien
juga punya ketegangan dengan anggota kelompok
Objektif
- Klien tampak aktif untuk bersosialisasi dengan anggota yang lainnya dan
lingkunagn sekitar

I.

Pola seksual reproduksi


Subjektif
- Klien mengatakan sudah lama menduda dan tidak mempunyai pasangan lagi
- Klien mengatakan tanda tanda andropouse muncul setelah umur 65 tahunan,
klien mengatasi masalah tersebut dengan aktifitas menyibukkan diri dengan
menanam tanaman
- Klien mengatakan tidak ada keluhan prostat atau hernia

J.

Pola koping toleransi stress


Subjektif
- Klien mengatakan dulu pernah mengalami masalah dengan klien yang yang
dipendam dan klien menolak untuk makan sehingga muncul gejala anoreksia
- Klien mengatakn akhir akhir ini sudah tidak ada masalah dan keadaan klien
semakin baik, untuk mengtasi masalah tersebut dengan menyibukkan diri
aktifitas
- Klien mengatakan telah menerima status kesehatannya dan sangat menikmati
hidup di panti wreda
Objektif

K. Pola nilai kepercayaan


Subjektif
- Klien mengatakan agamanya islam dan menjadi tuntutan dalam hidupnya
- Klien mengatakan teratur dalam melaksanakan ibadahnya seperti sholat dan
pengajian yang diadakan pihak panti
- klien mengatakan selalu melakukan shalat 5 waktu
Objektif
- tampak di kamar pasien memiliki alat ibadah seperti peci, sajadah, dan baju
koko yang di pakai untuk shalat 5 waktu

PEMERIKSAAN FISIK
1) keadaan umum
Kesadaran

: compos mentis

GCS

: E: 3, V:5, M:6 =15

Vital Sign: TD

: 130/90 mmHg

Nadi

: Frekuensi
Irama

: 80 x/mnt
: Reguler

Kekuatan/isi : Kuat
Respirasi

: Frekuensi

Irama

: Reguler

Suhu

: 37.oC

:20 x/mnt

2) Kapala
Kulit

: betuk kepala mesocepal

Rambut

: tampak kusam berwarna putih

Muka

: muka tidak tampak lesi dan tidak bengkak

Mata

: mata tampak menggunakan kaca mata

Konjungtiva

: tidak anemis

Sclera

: tidak ikterik

Bentuk Pupil

: simetris kanan dan kiri

Reflek Pupil

: reflek positif kanan dan kiri

Lensa

: lensa tampak jernih

Visus

3) Hidung:
Pada hidung tidak ada polip hidung, lubang hidung tampak simetris kanan dan kiri
tampak bersih tidak ada kotoran, tidak ada gangguan penghindu.
4) Mulut:
Pada mulut tampak tidak ada stomatitis, mulut tampak bersih
5) Gigi:
Pada gigi tidak ada menggunakan gigi palsu, tampak gigi ompong pada bagian
depan , tidak ada caries gigi
6) Bibir:
Bibir tampak tidak sianosis, bibir tampak lembab, warna bibir merah muda agak
gelap
7) Telinga :
Telinga tampak simetris kanan dan kiri, tampak bersih tidak ada gangguan
pendengaran,

..

8) Leher:
Pada lehher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan pada saat di
periksa

9) Tenggorokan:
Tidak ada nyeri pada saat menelan makanan pada bagian tenggorokan
10) Dada:
Pengemmbangan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada lesi pada bagian dada
a. Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada tampak simetris kanan dan kiri


Palpasi : tidak ada nyeri tekan, frmitus taktil positif kanan dan kiri
Perkusi : terdengar suara sonor
Auskultasi : vesikuler kanan dan kiri tidak ada suara tambahan
b. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : tidak ada nyeri tekan ictus cordis teraba di ics 5
Perkusi : terdengar suara redup
Auskultasi : tidak ada suara tambahan bunyi terdengar S1 dan S2
11) Abdomen
Inspeksi : tampak perut tidak acites, tidak ada lesi
Auskultasi : terdengar bisisng usus 15x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : terdengar suara timpani
12) Punggung
Inspeksi : tidak ada gangguan pada tulaang punggung tidak tampak lesi,
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, fremitus taktil teraba saat berbicara
13) Genetalia
a)

Pria

: tidak ada gngguan pada genetalia, tidak menggalami


penyakit seksual menular, genetalia tampak bersih

b) Perempuan

: .............................................................................
..............................................................................

14) Rectum :
Pada bagian rectum tidak ada pemebesaran hemoroid atau pun benjolan lain nya,
rectum tampak bersih
15) Ektremitas:

a) Atas

: pada bagian ektremitas atas tangan kanan dan kiri memiliki


kekuaatan otot 5/5 dapat menahan gravitasi dan tekan, rom tampak
aktif dapat melakukan aktifitas mandiri

b)

Bawah : pada bagian ektremitas bawah kekuatan otot kaki kanan dan
kaki kiri yaitu 5/5, dapat melakukan aktifitas seperti biasa

5 5

Data tambahan :
cek GDS terakhir 200 mg/dl

Terapi yang di dapatkan


Jenis Terapi

Nama

Dosis

Obat
Peroral

CTM
Hydrocortis
one

0-0-1
Saat di perlukan
3x1

Metformin

2X500

Vit B6

Analisa Data

Nama

: Bp. I

Diagnose Medis :diabetes militus

Umur

: 68 tahun

Wisma

: giri sarangan

PROBLEM

ETIOLOGI

DATA

DS :- klien mengatakan sudah lama Resiko jatuh


terkena sakit diabetes militus,
- Klien mengatakan pandangan
penglihatan sudah kabur
riwayat operasi katarak
DO : - tampak klien menggunakan
kaca mata ,
- Cek GDS terakir 200 mg/dl
- Klien tampak berjalan lambat
menggunakan tongkat
Ds :- pasien mengatakn sebelum Defisiensi
menderita sakit DM pasien pengetahuan
biasa mengosumsi teh manis
dalam sehari bisa sampe 12
gelasa
- Klien mengatakan tidak
mengatahui bahwa penyakit
diabetes
dapat
muncul
melalu pola hidup yang
tidak bebas
Do : - cek GDS terakir mencapai 200
DS : klien mengatakn mudah lelah
saat melakukan aktifitas fisik,
saat lelah klien berhanti
sejanak untuk menarik nafas ,
klien mengatak sesak nafas Intolerasi
apabila kelelahan
aktivitas
DO : tampak badan lemah berjalan
sambil
membungkuk
menggunakan tongkat

Dignosa keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
2. Defisiensi pengetahuan
3. Resiko jatuh

Intervensi keperawatan
Nama

: Bp. I

Umur

: 68 tahun

Diagnosa keperawatan
Kode
Diagnosa
0092
Intoleransi

Diagnose Medis :diabetes militus

Kode
0007

Wisma
NOC
Hasil
Tingkat

: giri sarangan
Kode
0180

NIC
Interensi
Manage

aktivitas
Resiko jatuh

00155

1909

kelahan
Perilaku

6610

ment energi
Identifi

pencegahan
jatuh
00126

Defisiensi

1820

pengetahuan

kasi resiko
6490

Pengetahua
n : manajemen
diabetes

5510

Pencega
-

han jatuh
Pendidi
kan
kesehatan
dm

dan

senam kaki
diabetik

Implementasi
Hari 1
Nama

: Bp. I

Umur

: 68 tahun

Diagnose Medis :diabetes militus


Wisma

: giri sarangan

Diagnosa
kepeawatan
intoleransi
aktivitas

Tanggal/
jam
12/07/16

Implementasi
1)

Evaluasi

Memanagement energi

12/07/16

12:00

13:00
S : - pasien mengatan
mudah lelah saat
melakukan aktivitas
-

ketiak lelah klien


mengatakn sering
pusing

klien mengatakan
sering tidak nafsu
makan dengan
makanan yang di
berikan

klien mengatakan
tidak mengalami nyeri

O : - klien tampak
kelelahan duduk di
kursi ruang tamu
-

klien tampak tidak


konsentrasi saat
berbicara sering tidak
jelas

A : maslah belum teratasi


Defisiansi

12/07/16

pengetahuan

12:00

1. Pendidikan kesehatan dm dan

P : lanjutkan intervensi
12/07/16

senam kaki diabetik

13:00
S : - pasien mengatakan
sudah lama terkena
DM

Klien mengatan
akan mengurangi
makan-makanan dan
minum-minuman
yang manis

Klien mengatakan
selalu mengontrol
glukosa darah saat di
poliklinik

Klien mengatakan
sakit DM adalah
penyakit keturunan

Klien mengatakan
selalu mengikuti
olahraga setiap
paginya

O : klien tampak paham


dan mengerti setelah di
jelaskan terkait
penyakit yang di
dieritanya
A : masalah teratasi
resiko jatuh

12/07/16

1. mengidentifikasi resiko

P : lanjutkan intervensi
12/07/16

12:00

13:30
S: - pasien mengatakan
penglihatan nya sudah
kabur tidak bisa
melihat dengan jarak
yang jauh
-

pasien mengatakn

hal ini karena dulu


pernah melakukan
operasi kataran
-

klien mengatakan
apa bila jalan pelan
pelan dan
menggunakan tongkat

klien mengatakan
mengerti terkait
maslah yang
dialaminya

O : - klien tampak lemah


berjalan
menggunakan tongkat
perlahan lahan
-

klien tampak
mengerti dengan
penjelasan terkait apa
yang di berikan

A : maslah belum terasi


P : lanjutkan intervensi

Implementasi
Hari II
Nama

: Bp. I

Diagnose Medis :diabetes militus

Umur

: 68 tahun

Wisma

Diagnosa
kepeawatan
intoleransi
aktivitas

Tanggal/
jam
13/07/16

: giri sarangan

Implementasi

Evaluasi

1. memanagement energi

13/07/16

10:00

13:00
S : - pasien mengatakan
tidur malam hari
masih sering
terbangun
-

klien mengatkan
aktivitas sehari
harinya mengikuti
jadwal yang di
berikan oleh Bpstw

klien mengatakan
mudah lelah saat
melakukan aktivitas .

kegiatan setiap pagi


mengikuti senam pagi

pasien
mengatankan setelah
mengikuti senam apa
bila capek terasa
pusing

O : - klien tampak
kelelahan duduk di
kursi ruang tamu
-

klien tamak

menguap saat di ajak


berbicara
-

TD : 130/80 mmhg
N : 85 x/menit
Rr : 20 x/menit

A : maslah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi
Defisisiensi

13/07/16

pengetahuan

10:00

1. mengajarkan senam

13/07/16

diabetik

13:00
S : - pasien masih ingat hal
yang di berikan
penjelasan terkait
penyakit DM
-

Klien mengatan
akan mengurangi
makan-makanan dan
minum-minuman
yang manis

Klien mengatakan
pernah di ajari senam
kaki diabetik tapi
sudah lupa

Klien mengatakan
akan melakukan
senam kaki dibetik

O : klien tampak paham


dan mengerti setelah di
jelaskan terkait
penyakit yang di
dieritanya, klien

tampak kooperative
mengikuti pengajaran
senam kaki diabetik
A : masalah teratasi
P : hentiakn intervensi
resiko jatuh

13/07/16
11:00

1) Memberi

penjelasan

13/07/16

Pencegahan jatuh

13:30
S: - pasien mengatakan
selalu berhati hati saat
berjalan
-

klien mengatakan
apabila jalan ke
tempat sanam
menggunakan alat
bantu tongkat

klien mengatakan
selalu menggunakan
kacamata apa bila
beraktivitas

pasien mengatakn
hal ini karena dulu
pernah melakukan
operasi kataran

klien mengatakan
mengerti terkait
maslah yang
dialaminya

O : - klien tampak lemah


berjalan
menggunakan tongkat

perlahan lahan
-

klien tampak
mengerti dengan
penjelasan terkait apa
yang di berikan

klien tampak
menggunakan kaca
mata

A : maslah belum terasi


P : lanjutkan intervensi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Mengenal Diabetes Melitus. http: // diabetesmellituscenter. Wordpress


.com /2010 /01/ 09/mengenal -diabetes-mellitus/ diakses tanggal 15 Mei 2012
Budhiarta, AAG, dkk. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. http://www.kedokteran.info/
downloads/Konsensus%20Pengelolaaln

%20dan%20Pencegahan%20Diabets%

20Melitus%20Tipe%202%20di%20Indonesia%202006.PDF diakses tanggal 16


Mei 2012
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC,
Doenges, Marilyn E. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC,
Luecknote, Annette Geisler. 1997. Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek
Maryunani, Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1edisi 3. Jakarja : Media
Aesculaius
Miharja. 2008. Diabetes Melitus. http://drmiharja.wordpress.com/2008/09/27/diabetesmelitus/ diakses tanggal 17 Mei 2012
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC

Susanto, Arief. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai
21,3
Juta
Orang
http://wahyuandre.blogspot.com/2009/11/tahun-2030prevalensi-diabetes-melitus.html diakses tanggal 15 Mei 2012.

You might also like