You are on page 1of 54

BAB I PENDAHULUAN

A.
Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (W
HO) adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tida
k adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan siste
m reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses-prosesnya.1 Adapun remaja didefin
isikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. WHO menyebut
kan bahwa batasan usia remaja adalah usia 12 sampai 24 tahun, sedangkan menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan BKKBN adalah antara 10 sampai 19 tah
un dan belum kawin.2 Pada era globalisasi dan modernisasi ini telah terjadi peru
bahan dan kemajuan di segala aspek dalam menghadapi perkembangan lingkungan, kes
ehatan dan kebersihan, dimana masyarakat dituntut untuk selalu menjaga kebersiha
n fisik dan organ atau alat tubuh. Salah satu organ tubuh yang penting serta sen
sitif dan memerlukan perawatan khusus adalah alat reproduksi. Pengetahuan dan pe
rawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi
. Apabila alat reproduksi tidak dijaga kebersihannya maka akan menyebabkan infek
si, yang pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit.3 Organ reproduksi kurang mend
apatkan perhatian dalam kehidupan sehari-hari, hal ini disebabkan oleh budaya ki
ta yang terkadang merasa kurang nyaman untuk membicarakan masalah seksual. Padah
al, organ
1

tersebut
sangat
membutuhkan
perhatian,
terutama
kesehatan
dan
kebersihannya. Penelitian yang pernah dilakukan di Asia Selatan, di daerah Benga
l Selatan tentang tingkat pengetahuan kebersihan organ reproduksi pada saat mens
truasi dari 160 anak perempuan didapatkan 67,5% memiliki pengetahuan yang baik,
sedangkan 97,5% tidak mengetahui tentang kebersihan alat reproduksi pada saat me
nstruasi.4,5 Beberapa penyakit-penyakit infeksi pada organ reproduksi wanita ada
lah dapat berupa trikomoniasis, vaginosis bakterial, kandidiasis, vulvovaginitis
, gonore, klamidia, dan sifilis. Salah satu gejala dan tandatanda penyakit infek
si organ reproduksi wanita adalah terjadinya keputihan. Keputihan merupakan sala
h satu masalah yang sejak lama menjadi persoalan bagi kaum wanita. Keputihan (fl
our albus) adalah cairan berlebih yang keluar dari vagina.6 Pada studi kasus fis
iologi reproduksi, banyak wanita mengeluhkan keputihan dan dirasakan sangat tida
k nyaman, gatal, berbau, bahkan terkadang perih. Setelah banyaknya penelitian ya
ng berkembang berkaitan dengan organ reproduksi wanita, ternyata hal itu berkait
dengan kebiasaan sehari-hari. Salah satu penyebabnya adalah masalah kebersihan
di sekitar organ intim wanita yang biasa dikenal di masyarakat luas sebagai kepu
tihan.7 Meskipun termasuk penyakit yang sederhana, kenyataannya
keputihan adalah penyakit yang tidak mudah disembuhkan. Penyakit ini menyerang s
ekitar 50% populasi perempuan dan mengenai hampir pada semua umur. Data peneliti
an tentang kesehatan reproduksi wanita
2

menunjukkan 75% wanita di dunia menderita keputihan paling tidak sekali seumur h
idup dan 45% diantaranya bisa mengalaminya sebanyak dua kali atau lebih.8 Di Ind
onesia sendiri, jumlah wanita yang mengalami keputihan ini sangat besar, lebih d
ari 75% wanita Indonesia pernah mengalami keputihan paling tidak satu kali dalam
hidupnya, hal ini berkaitan erat dengan kondisi cuaca yang lembab yang mempermu
dah wanita Indonesia mengalami keputihan, dimana cuaca yang lembab dapat memperm
udah berkembangnya infeksi jamur.8 Penelitian yang dilakukan di Dusun Serbajadi
Kecamatan Natar Lampung Selatan tentang kebersihan alat kelamin pada saat menstr
uasi, dari 69 responden yang memiliki kategori baik terdapat 52,17%, cukup 43,48
% dan kurang 4,35%. Hasil penelitian yang dilakukan Daiyah di SMU Negeri 2 Medan t
ahun 2004 tentang perawatan organ reproduksi bagian luar dari 58 responden, yang
memiliki kategori baik 25,86%, cukup 67,24% dan kategori kurang 6,8%.4 Dari ura
ian tersebut di atas, untuk dapat menyelesaikan
permasalahan cara menjaga kebersihan alat reproduksi, sehingga dapat menjadi pem
ahaman, sikap dan perilaku terutama pada remaja, penulis melakukan penelitian te
ntang higienitas alat reproduksi pada remaja.
3

B.
Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, dapat
dikatakan bahwa kebersihan adalah pangkal kesehatan. Pernyataan ini dapat ditafs
irkan dalam arti luas. Dalam arti khusus, dengan berbekal pengetahuan dan perila
ku tentang kebersihan alat reproduksi, remaja dapat menjamin kesehatan alat. Den
gan demikian masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah Bagaimana h
ubungan antara pengetahuan, dan perilaku higienitas organ reproduksi terhadap ke
jadian keputihan pada siswi kelas IX SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan?.
C.
Hipotesis Terdapat hubungan antara pengetahuan, dan perilaku higienitas organ re
produksi terhadap kejadian keputihan pada siswi kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu
Jakarta Selatan.
D.
Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi pengetahuan dan perilaku
remaja putri terhadap higienitas organ reproduksi di SMPN 85 Pondok Labu Jakart
a Selatan pada Desember 2010. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui angka kejadia
n keputihan pada siswi kelas IX SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan.
4

b.
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kejadian keputihan pada siswi kel
as IX SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan.
c.
Untuk mengetahui hubungan perilaku terhadap kejadian keputihan pada siswi kelas
IX SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan.
d.
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku higie
nitas organ reproduksi pada siswi kelas IX SMPN 85 pondok Labu Jakarta Selatan.
E.
Manfaat Penelitian 1. Siswi - siswi SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan. Memberi
kan penyuluhan pada siswi kelas IX SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan mengenai
faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan keputihan sehingga mendapatkan pe
rhatian khusus oleh siswi yang bersangkutan dalam penyelenggaraan upaya peningka
tan
kesehatan organ reproduksi remaja. 2. Sekolah Memberikan gambaran mengenai kejad
ian keputihan terhadap
higienitas organ reproduksi wanita serta memberikan hasil penelitian yang mempun
yai hubungan kuat dengan higienitas organ reproduksi wanita terhadap terjadinya
keputihan sehingga dapat menjadi
pertimbangan bagi sekolah dalam menyusun program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) d
i SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan.
5

3. Peneliti Untuk menambah pengetahuan pelaksanaan penelitian kesehatan, salah s


atunya mengenai kejadian keputihan, dan mengubah perilaku kesehatan.
6

BAB II LANDASAN TEORI


A.
Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini t
erjadi setelah orang melakukan pengamatan terhadap suatu objek tertentu.
Pengamatan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pende
ngaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia didapat me
lalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam memb
entuk tindakan seseorang.9 Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilak
u yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lama daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu :9 a. Tah
u (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari seb
elumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesua
tu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau yang telah diterima.
7

b.
Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjel
askan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menjelaskan objek ters
ebut secara benar.
c.
Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan at
au menerapkan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebena
rnya.
d.
Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi ata
u objek ke dalam bagian-bagian yang masih ada kaitannya antara satu sama lainnya
.
e.
Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakka
n atau menghubungkan bagian-bagian tertentu menjadi bentuk yang baru.
f.
Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pe
nilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman
sendiri atau
pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa apa itu panas a
dalah setelah memperoleh pengalaman tangan atau kakinya kena api dan terasa pana
s.9
8

2.
Perilaku Perilaku (manusia) adalah totalitas penghayatan dan aktifitas yang meru
pakan hasil akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai macam gejala
seperti perhatian, pengamatan, pikiran, ingatan dan fantasi. Penerimaan perilaku
baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif.9 Perilaku dit
injau dari segi biologisnya adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makh
luk hidup) yang bersangkutan, sehingga dimaksud dengan perilaku manusia pada hak
ekatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar dan mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, bekerja,
kuliah, menulis, dan sebagainya.9 Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumusk
an bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rang
sangan dari luar) dan membedakan respon kepada dua jenis yaitu:9 a. Respondent r
espons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan
tertentu, misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya
yang terlalu terang menyebabkan mata tertutup. Respondent respons ini juga menc
akup reaksi emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau mena
ngis. b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
9

perangsang
tertentu, tugas
misalnya
apabila
petugas baik
kesehatan kemudian
melaksanakan
kesehatannya
dengan
memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas tersebut akan lebih baik lag
i dalam menjalankan tugasnya. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini,
maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu :9 a. Perilaku tertutup
(covert behavior) Respon atau reaksi terhadap stimulus dalam bentuk tertutup ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati sec
ara jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseoran
g terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka dengan mudah dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain.
3. Flour Albus a. Epidemiologi Sekret vagina sering tampak sebagai suatu gejala
genital. Proporsi perempuan yang mengalami flour albus bervariasi antara 1 -15%
dan hampir seluruhnya memiliki aktifitas seksual yang aktif, tetapi jika merupak
an suatu gejala penyakit dapat terjadi pada semua umur. Seringkali flour albus m
erupakan indikasi suatu vaginitis, lebih jarang merupakan indikasi dari servisit
is tetapi
10

kadang kedua-duanya muncul bersamaan. Infeksi yang sering menyebabkan vaginitis


adalah Trikomoniasis, Vaginosis bacterial, dan Kandidiasis. Sering penyebab noni
nfeksi dari vaginitis meliputi atrofi vagina, alergi atau iritasi bahan kimia. S
ervisitis sendiri disebabkan oleh Gonore dan Klamidia. Prevalensi dan penyebab v
aginitis masih belum pasti karena sering didiagnosis dan diobati sendiri. Selain
itu vaginitis seringkali asimptomatis dan dapat disebabkan lebih dari satu peny
ebab.10
b.
Etiologi Flour albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada da
erah porsio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan
anterior vagina.10 Flour albus fisiologik ditemukan pada :10,11 1) Bayi baru lah
ir sampai umur kira-kira 10 hari. Disini sebabnya ialah pengaruh estrogen dari p
lasenta terhadap uterus dan vagina janin. 2) Waktu disekitar menarche karena mul
ai terdapat pengaruh estrogen. Leukore disini hilang sendiri akan tetapi dapat m
enimbulkan keresahan pada orang tuanya. 3) Wanita dewasa apabila ia dirangsang s
ebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dindin
g vagina.
11

4) Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri m


enjadi lebih encer. 5) Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri j
uga bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wan
ita dengan ektropion porsionis uteri. Sedang oleh:10,11,12 1) Infeksi : a) Bakte
ri : Gardanerrella vaginalis, Chlamidia trachomatis, Neisseria gonorhoae, dan Go
nococcus. b) Jamur : Candida albicans. c) Protozoa : Trichomonas vaginalis. flou
r albus abnormal (patologik) disebabkan
d) Virus : Virus Herpes dan human papilloma virus. 2) Iritasi : a) Sperma, pelic
in, kondom
b) Sabun cuci dan pelembut pakaian c) Deodorant dan sabun
d) Cairan antiseptik untuk mandi. e) f) Pembersih vagina. Celana yang ketat dan
tidak menyerap keringat
g) Kertas tisu toilet yang berwarna. 3) Tumor atau jaringan abnormal lain 4) Fis
tula 5) Benda asing
12

6) Radiasi 7) Penyebab lain:12 a) Psikologi : Volvovaginitis psikosomatik


b) Tidak diketahui : Desquamative inflammatory vaginitis
c.
Patogenesis Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret v
agina bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpreta
sikan penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa
perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi normal,
cairan yang keluar dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang te
rlepas dan mukus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus menstruasi, k
ehamilan, penggunaan pil KB.10 Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya sua
tu hubungan yang dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen l
ain, estrogen, glikogen, pH vagina dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acido
philus menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri pathogen. Kar
ena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, lactobacillus (Dod
erlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai
3,8-4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.10
13

Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida sp.
terutama candida albicans. Infeksi kandida terjadi karena perubahan kondisi vagi
na. Sel ragi akan berkompetisi dengan flora normal sehingga terjadi kandidiasis.
Hal-hal yang mempermudah pertumbuhan ragi adalah penggunaan antibiotik yang ber
spektrum luas, penggunaan kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, di
abetes yang tidak terkontrol, pemakaian pakaian ketat, pasangan seksual baru dan
frekuensi seksual yang tinggi. Perubahan lingkungan vagina seperti peningkatan
produksi glikogen saat kehamilan atau peningkatan hormon esterogen dan progester
one karena kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan Candida albicans pada sel epi
tel vagina dan merupakan media bagi prtumbuhan jamur. Candida albicans berkemban
g dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisa asimtomatis atau samp
ai sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat immunosupresan juga menajd
i faktor predisposisi kandidiasis vaginalis.13,14 Pada penderita dengan Trikomon
iasis, perubahan kadar estrogen dan progesteron menyebabkan peningkatan pH vagin
a dan kadar glikogen sehingga berpotensi bagi pertumbuhan dan virulensi dari Tri
chomonas vaginalis.10 Vaginitis sering disebabkan karena flora normal vagina ber
ubah karena pengaruh bakteri patogen atau adanya perubahan dari lingkungan vagin
a sehingga bakteri patogen itu mengalami
14

proliferasi. Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual, stres dan hormon dapat me


rubah lingkungan vagina tersebut dan memacu pertumbuhan bakteri patogen. Pada va
ginosis bacterial, diyakini bahwa faktor-faktor itu dapat menurunkan jumlah hidr
ogen peroksida yang dihasilkan oleh Lactobacillus acidophilus sehingga terjadi p
erubahan pH dan memacu pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis dan
Mobiluncus yang normalnya dapat dihambat. Organisme ini menghasilkan produk met
abolit misalnya amin, yang menaikkan pH vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel
vagina. Amin juga merupakan penyebab timbulnya bau pada flour albus pada vagino
sis bacterial.10 Flour albus mungkin juga didapati pada perempuan yang menderita
tuberculosis, anemia, menstruasi, infeksi cacing yang berulang, juga pada perem
puan dengan keadaan umum yang jelek, higiene yang buruk dan pada perempuan yang
sering menggunakan pembersih vagina, desinfektan yang kuat.10
d. Gejala Klinis11 Segala perubahan yang menyangkut warna dan jumlah dari sekret
vagina merupakan suatu tanda infeksi vagina. Infeksi vagina adalah sesuatu yang
sering kali muncul dan sebagian besar perempuan pernah mengalaminya dan akan me
mberikan beberapa gejala flour albus:
15

1) Keputihan yang disertai rasa gatal, ruam kulit dan nyeri. 2) Sekret vagina ya
ng bertambah banyak 3) Rasa panas saat kencing 4) Sekret vagina berwarna putih d
an menggumpal 5) Berwarna putih keabu-abuan atau kuning dengan bau yang menusuk
Vaginosis bacterial. Sekret vagina yang keruh, encer, putih abu-abu hingga kekun
ing-kuningan dengan bau busuk atau amis. Bau semakin bertambah setelah hubungan
seksual. Trikomoniasis. Sekret vagina biasanya sangat banyak kuning kehijauan, b
erbusa dan berbau amis. Kandidiasis. Sekret vagina menggumpal putih kental. Gata
l dari sedang hingga berat dan rasa terbakar kemerahan dan bengkak di daerah gen
ital. Tidak ada komplikasi yang serius. Infeksi klamidia biasanya tidak bergejal
a. Sekret vagina yang berwarna kuning seperti pus. Sering kencing dan terdapat p
erdarahan vagina yang abnormal.
e.
Pemeriksaan Penunjang 11,12 Pemeriksaan penunjang yang dilakukan : 1) Pemeriksaa
n darah lengkap, pemeriksaan biokimia dan urinalisis. 2) Kultur urin untuk menyi
ngkirkan infeksi bakteri pada traktus urinarius.
16

3) Sitologi vagina atau kultur sekret vagina. 4) Vaginoskopi. 5) Sitologi dan bi


opsi jaringan abnormal. 6) Tes serologis untuk Brucellosis dan herpes. 7) Pemeri
ksaan PH vagina. 8) Penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam fisiol
ogis dan KOH 10 %. 9) Pulasan dengan pewarnaan gram. 10) Pap smear. 11) Biopsi.
12) Test biru metilen.
f.
Diagnosis Diagnosis fluor albus ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemer
iksaan penunjang. 1) Anamnesis12 Ditanyakan mengenai usia, metode kontrasepsi ya
ng dipakai oleh akseptor KB, kontak seksual, perilaku, jumlah, bau dan warna leu
kore, masa inkubasi, penyakit yang diderita, penggunaan obat antibiotik atau kor
tikosteroid dan keluhankeluhan lain. 2) Pemeriksaan Fisik dan Genital15 Inspeksi
kulit perut bawah, rambut pubis, terutama perineum, dan anus. Inspeksi dan palp
asi genitalia eksterna.
17

Pemeriksaan spekulum untuk vagina dan serviks, pemeriksaan bimanual pelvis, palp
asi kelenjar getah bening dan femoral. 3) Laboratorium15 Hasil pengukuran pH cai
ran vagina dapat ditentukan dengan kertas pengukur pH dan pH diatas 4,5 sering d
isebabkan oleh trichomoniasis tetapi tidak cukup spesifik. Cairan juga dapat dip
eriksa dengan melarutkan sampel dengan 2 tetes larutan normal saline 0,9% di ata
s objek glass dan sampel kedua dilarutkan dalam KOH 10%. Penutup objek glass dit
utup dan diperiksa dibawah mikroskop. Sel ragi atau pseudohyphae dari candida le
bih mudah didapatkan pada preparat KOH. Namun kultur T. vaginalis lebih sensitif
dibanding pemeriksaan mikroskopik. Secara klinik, untuk menegakkan diagnosis va
ginosis bakterial harus ada tiga dari empat kriteria sebagai berikut, yaitu: a.
Adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah. b. Adanya bau amis s
etelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina. c. Duh yang homogen, kental, tipis,
dan berwarna seperti susu. d. pH vagina lebih dari 4.5 dengan menggunakan nitra
zine paper.
18

g.
Penatalaksanaan16 Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan (flour
albus), sebaiknya penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk meny
ingkirkan kemungkinan adanya penyebab lain seperti kanker leher rahim yang juga
memberikan gejala keputihan berupa sekret encer, berwarna merah muda, coklat men
gandung darah atau hitam serta berbau busuk. Penatalaksanan keputihan tergantung
dari penyebab infeksi seperti jamur, bakteri atau parasit. Umumnya diberikan ob
at-obatan untuk mengatasi keluhan dan menghentikan proses infeksi sesuai dengan
penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam
mengatasi keputihan biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk mengatasi in
feksi candida dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan para
sit. Sediaan obat dapat berupa sediaan oral (tablet, kapsul), topikal seperti kr
em yang dioleskan dan uvula yang dimasukkan langsung ke dalam liang vagina. Untu
k keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual, terapi juga diberikan kepa
da pasangan seksual dan dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual selama masih
dalam pengobatan. Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah
intim sebagai tindakan pencegahan sekaligus mencegah berulangnya keputihan yaitu
dengan:
19

1) Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat cukup,
hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan. 2) Setia kepada pa
sangan. Hindari promiskuitas atau gunakan kondom untuk mencegah penularan penyak
it menular seksual. 3) Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjagany
a agar tetap kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan b
ahan yang menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan un
tuk mengganti pembalut atau pantyliner pada waktunya untuk mencegah bakteri berk
embang biak. 4) Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yai
tu dari arah depan ke belakang. 5) Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya
tidak
berlebihan karena dapat mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsu
ltasi medis dahulu sebelum menggunakan cairan pembersih vagina. 6) Hindari pengg
unaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi pada daerah vagina karena d
apat menyebabkan iritasi. 7) Hindari penularan pemakaian seperti barang-barang m
eminjam yang memudahkan mandi dan
perlengkapan
sebagainya. Sedapat mungkin tidak duduk di atas kloset di WC umum atau biasakan
mengelap dudukan kloset sebelum menggunakannya.
20

Tujuan pengobatan dari keputihan adalah: 1) Menghilangkan gejala 2) Memberantas


penyebabnya 3) Mencegah terjadinya infeksi ulang 4) Pasangan diikutkan dalam pen
gobatan Fisiologis : tidak ada pengobatan khusus, penderita diberi penerangan un
tuk menghilangkan kecemasannya.
h. Prognosis Biasanya kondisi-kondisi yang menyebabkan flour albus memberikan re
spon terhadap pengobatan dalam beberapa hari. Kadang-kadang infeksi akan berulan
g. Dengan perawatan
kesehatan akan menentukan pengobatan yang lebih efektif.10
4. Perilaku Hygiene Organ Reproduksi Hygiene adalah berbagai usaha untuk mempert
ahankan atau memperbaiki kesehatan, jadi perilaku hygiene organ reproduksi adala
h usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan dengan memelihara kebers
ihan organ reproduksi.17 Organ Reproduksi Wanita a. Anatomi Perempuan mempunyai
organ reproduksi yang berfungsi sebagai jalan masuk sperma ke dalam tubuh peremp
uan dan
21

sebagai pelindung organ kelamin dalam dari berbagai organisme penyebab infeksi.
Organisme penyebab infeksi dapat masuk ke organ dalam perempuan karena saluran r
eproduksi perempuan memiliki lubang yang berhubungan dengan dunia luar, sehingga
mikroorganisme penyebab penyakit bisa masuk dan menyebabkan infeksi. Anatomi or
gan reproduksi perempuan terdiri atas vulva, vagina, serviks, rahim, saluran tel
ur dan indung telur.18 1) Vulva Vulva merupakan suatu daerah yang menyelubungi v
agina. Vulva terdiri atas mons pubis, labia (labia mayora dan labia minora), kli
toris, daerah ujung luar vagina dan saluran kemih.19 2) Vagina Vagina merupakan
saluran elastis, panjangnya sekitar 8-10 cm, dan berakhir pada rahim. Vagina dil
alui oleh darah pada saat menstruasi dan merupakan jalan lahir. Karena terbentuk
dari otot, vagina bisa melebar dan menyempit. Ujung yang terbuka, vagina ditutu
pi oleh selaput tipis yang disebut selaput dara.18 3) Serviks Serviks dikenal ju
ga sebagai mulut rahim. Serviks merupakan bagian terdepan dari rahim yang menonj
ol ke dalam vagina sehingga berhubungan dengan vagina.18
22

4) Rahim (uterus) Uterus merupakan organ yang memiliki peranan besar dalam repro
duksi perempuan, yakni saat menstruasi hingga
melahirkan. Uterus terdiri dari 3 lapisan, yaitu : lapisan perimetrium, lapisan
myometrium dan lapisan endometrium.19 5) Saluran telur (tuba fallopi) Tuba fallo
pi membentang sepanjang 5-7 cm, 6 cm dari tepi atas rahim kearah ovarium. Ujung
dari tuba kiri dan kanan membentuk corong sehingga memiliki lubang yang lebih be
sar agar sel telur jatuh kedalamnya ketika dilepaskan dari ovarium.19 6) Indung
telur (ovarium) Ovarium atau indung telur tidak menggantung pada tuba falllopi t
etapi menggantung dengan bantuan sebuah ligamen. Sel telur bergerak di sepanjang
tuba fallopi dengan bantuan silia (rambut getar) dan otot pada dinding tuba. Se
jak pubertas setiap bulan secara bergantian ovarium melepas satu ovum dari folik
el de graaf (folikel yang telah matang).18
b.
Cara menjaga kebersihan organ reproduksi Organ reproduksi perempuan mudah terken
a bateri yang dapat menimbulkan bau tak sedap di daerah kelamin dan infeksi. Mak
a perempuan perlu menjaga kebersihan organ reproduksi seperti:3
23

1) Mencuci vagina setiap hari dengan cara membasuh dari arah depan (vagina) ke b
elakang (anus) secara hati-hati
menggunakan air bersih dan sabun yang lembut setiap habis buang air kecil, buang
air besar dan mandi. 2) Sering ganti pakaian dalam, paling tidak sehari dua kal
i di saat mandi. 3) Pada saat menstruasi, gunakan pembalut berbahan lembut, meny
erap dengan baik, tidak mengandung bahan yang membuat alergi (misalnya parfum at
au gel) dan merekat dengan baik pada celana dalam. Pembalut perlu diganti
sekitar 4-5 kali dalam sehari untuk menghindari pertumbuhan bakteri yang dapat m
asuk ke dalam vagina. 4) Selalu mencuci tangan sebelum menyentuh vagina. 5) Sela
lu gunakan celana dalam yang bersih, kering dan terbuat dari bahan katun. 6) Hin
dari menggunakan handuk atau waslap milik orang lain untuk mengeringkan vagina.
7) Mencukur sebagian dari rambut kemaluan untuk menghindari kelembaban yang berl
ebihan di daerah vagina.
24

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Hygiene Organ Reproduksi. Faktor-fak


tor yang mempengaruhi perilaku Hygiene Organ Reproduksi dapat dibedakan menjadi
2, yaitu :9 a. Faktor internal : yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, ya
ng bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat pendidikan, tingkat emosional, k
onsep diri, jenis kelamin dan sebagainya . b. Faktor eksternal : yaitu lingkunga
n, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Fakto
r lingkungan ini merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang
dalam menjaga kesehatan organ reproduksi, karena seseorang akan cenderung menyes
uaikan dan mengikuti perilaku hygiene organ reproduksi sesuai dengan kebiasaan y
ang ada di lingkungannya. Selain faktor di atas Burns, 1993 (dalam Arya, 2010) m
enyatakan bahwa konsep diri memiliki peran yang penting dalam tingkah laku manus
ia, karena cara individu memandang dirinya akan tampak dari seluruh perilakunya.
6.
Pembentukan Perilaku Hygiene Organ Reproduksi Menurut Green, ada 3 faktor yang b
erpengaruh terhadap pembentukan Perilaku Hygiene Organ Reproduksi, yaitu :9 a. F
aktor yang mempermudah (predisposing factor) Faktor utama yang mempengaruhi peri
laku adalah sikap,
pengetahuan, konsep diri, kepercayaan, nilai dan informasi. Selain
25

itu faktor demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin dan jumlah kelu
arga juga mempengaruhi perubahan perilaku hygiene organ reproduksi. b. Faktor pe
ndukung (enabling factors) Faktor yang mentukan keinginan terlaksana seperti sum
ber daya, sarana, prasarana, keahlian dan ketrampilan. c. Faktor pendorong (renf
orcing factor) Faktor yang memperkuat perubahan perilaku hygiene organ reproduks
i seseorang dikarenakan adanya perilaku dan sikap orang lain seperti guru, kelua
rga teman sebaya dan lingkungan sekitar.
7.
Aspek-aspek Perilaku Hygiene Organ Reproduksi Aspek-aspek Perilaku Hygiene Organ
Reproduksi terdiri dari :9 a. Aspek fisik, berhubungan dengan keinginan remaja
untuk memperlihatkan jati diri pada orang lain, keadaan fisik dapat membedakan p
erilaku seseorang. Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang terlihat se
cara fisik karena tidak terpeliharanya kebersihan organ reproduksi perorangan de
ngan baik. b. Aspek psikis, behubungan dengan faktor yang mendorong remaja melak
ukan perilaku hygiene organ reproduksi, misalnya: persepsi, motivasi, emosi, dan
belajar. c. Aspek sosial, berhubungan dengan keinginan remaja untuk diterima da
lam lingkungan kelompok tertentu, sehingga remaja
26

akan berperilaku sesuai dengan aturan dan norma yang ada di lingkungannya. Aspek
-aspek perilaku Hygiene Organ Reproduksi adalah sebagai berikut:12 a. Aspek iden
titas diri, berhubungan dengan keinginan remaja untuk memperlihatkan jati diri p
ada orang lain, sehingga dapat dibedakan ciri seseorang dengan orang lainnya. b.
Aspek emosi, berhubungan erat dengan hal-hal yang menjadi faktor pendorong peri
laku hygiene organ reproduksi. c. Aspek penyesuaian, behubungan erat dengan kein
ginan remaja untuk menyesuaikan diri dengan aturan yang ada di lingkungan sekita
r sehingga perilaku hygiene organ reproduksi yang dilakukan dapat diterima. Dari
pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa aspekaspek perilaku hygiene orga
n reproduksi adalah aspek fisik, psikis dan sosial.
g.
Kerangka Konsep
Pengetahuan
Perilaku
VARIABEL INDEPENDEN
Kejadian Keputihan
VARIABEL DEPENDEN
27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A.
Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendek
atan secara cross sectional yaitu variabel bebas dan variabel tergantung di obse
rvasi hanya sekali pada saat yang sama.
B.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMPN 85 yang bertempat d
i JL. Margasatwa Raya No. 3 Pondok Labu Jakarta Selatan. Waktu penelitian yaitu
bulan Desember 2010.
C.
Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas IX di
SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan jumlahnya 100 orang.
D.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakt
eristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang a
kan diteliti, yakni siswi kelas IX, siswi yang sudah menstruasi dan siswi yang s
udah menerima mata pelajaran sistem reproduksi.
28

2.
Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subje
k yang memenuhi inklusi dari studi, yaitu siswi kelas IX yang tidak hadir pada s
aat pengambilan sampel, siswi yang bukan kelas IX, siswi kelas IX yang belum men
galami menstruasi dan tidak bersedia menjadi responden.
E.
Besar Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil yang akan diteliti. Sampel dalam
penelitian ini yaitu siswi kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan yang
dipilih secara random yaitu sebanyak 80 siswa. Cara menentukan besar sampel, yai
tu menggunakan rumus: n= N 1 + N (d)2 Keterangan : n = Perkiraan jumlah sampel N
= Jumlah populasi d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05) n= 100 1 + 100
(0,05)2 n = 80
F.
Teknik Sampling Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahn
ya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya dengan
memperhatikan sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang represen
tatif. Teknik sampling yang akan digunakan
29

adalah Simple Random Sampling, yaitu dimana semua individu mempunyai kesempatan
yang sama terpilih sebagai sampel. Penentuan sampel dengan cara menggunakan sist
em acak dari absensi setiap kelas IX SMPN 85 Jakarta Selatan.
G.
Instrumen Penelitian Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer
dengan menggunakan alat kuesioner (lampiran 2).
H.
Variabel Penelitian 1. Variabel dependen : Keputihan. 2. Variabel independen : a
. b. Pengetahuan murid kelas IX. Perilaku higienitas murid kelas IX.
30

I.
Definisi Operasional Tabel.1. Definisi Operasional
NO. VARIABEL Dependen Keputihan
DEFINISI
ALAT UKUR
HASIL UKUR
SKALA
Cairan yang berlebihan yang keluar dari vagina
Kuesioner y
y
Ya (jika pernah mengalami keputihan) Tidak (jika tidak pernah mengalami keputiha
n)
Nominal
Independen 1. Pengetahuan Kuesioner Dinilai dari hasil Ordinal Segala sesuatu ya
ng kuesioner : diketahui remaja y Baik, bila tentang jawabannya kebersihan organ
80% benar reproduksi y Kurang, bila jawabannya < 80% benar Semua kegiatan Kuesi
oner Dinilai dari hasil Ordinal atau aktifitas kuesioner : remaja, untuk y Baik,
bila mempertahankan jawabannya atau 80% benar memperbaiki y Kurang, bila keseha
tan organ jawabannya < reproduksi. 80% benar
2.
Perilaku higienitas
31

J.
Cara Kerja Penelitian Penelitian diawali dengan uji presampling untuk menguji va
liditas dan reliabilitas kuesioner. Setelah diperoleh kuesioner yang valid dan r
eliabel, dilanjutkan dengan pengambilan data, selanjutnya dilakukan analisis dat
a penelitian.
Identifikasi Perumusan Masalah
Perumusan hipotesis
Penentuan jumlah sample
Menyusun Kuesioner
Presentasi Proposal Penelitian
Perbaikan Kuesioner
Pengambilan data pada kelas IX di SMPN 85 Jakarta Selatan periode desember 2010
Analisis data dengan SPSS 17.0
Hasil
Laporan
32

K.
Analisis Data Data dianalisis secara komputerisasi dengan menggunakan program SP
SS
17.0 for Windows Evaluation Version.
33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A.
Gambaran Umum SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan Lokasi dan Gambaran SMPN 85 SM
PN 85 terletak di Jalan Margasatwa Raya No.3 Pondok Labu Jakarta Selatan. SMPN 8
5 merupakan salah satu sekolah rintisan bertaraf internasional, dan juga menggun
akan kurikulum berdasarkan standar Departemen Pendidikan Menengah Tinggi yaitu I
SI bekerjasama dengan Balingo Australia.
B.
Analisis Hasil Penelitian Karakteristik Responden Penelitian Responden yang terp
ilih dalam penelitian ini adalah siswi SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan kelas
IX. Alasan dipilihnya siswi tersebut diharapkan dapat memberikan hasil perbedaa
n dari pengetahuan dan perilaku terhadap kejadian keputihan antara siswi kelas I
X di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan. Jumlah responden dalam penelitian ini
adalah sebanyak 80 siswi.
C.
Analisis Univariat a. Faktor Pengetahuan Yang dimaksud dengan pengetahuan disini
adalah penilaian sejauh mana responden mengetahui tentang keputihan dan higieni
tas organ
34

reproduksi. Meliputi ciri khas, cara pencegahan, apa yang dilak ukan jika mengal
ami keputihan, ketidakbersihan dapat menyebabkan keputihan, dan kapan harus menj
aga organ reproduksi. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan tentang k
eputihan di kelompokkan seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Keputihan pada Siswi K
elas IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan Periode Desember 2010
Frekuensi No. Pengetahuan Responden N 1. 2. Baik Kurang Total 72 8 80 % 90 10 10
0.0
Pada penelitian ini, tingkat pengetahuan responden tentang keputihan menunjukkan
72 responden (90%) berpengetahuan baik, dan 8 responden (10%) berpengetahuan ku
rang baik.
b.
Faktor Perilaku Perilaku merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan para siswi kel
as IX. Kebiasaan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai cara menjaga
higienitas perorangan yang biasa dilakukan siswi kelas IX.
35

Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Perilaku Hygiene Perorangan pada Siswi Kel
as IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan Periode Desember 2010
Frekuensi No. Pengetahuan Responden N 1. 2. Baik Kurang Total 59 21 80 % 73.8 26
.2 100.0
Pada penelitian ini, dapat diketahui perilaku responden dalam usaha untuk menjag
a higienitas organ reproduksinya menunjukkan 59 responden (73.8%) berperilaku ba
ik, dan 21 respoden (26.2%) berperilaku kurang baik.
c.
Kejadian Keputihan Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner pada 80 respond
en siswi kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan periode Desember 2010 d
iketahui bahwa 62 siswi (77,5%) pernah mengalami keputihan, dan 18 responden (22
,5%) belum pernah mengalami keputihan seperti yang dapat dilihat pada tabel beri
kut:
36

Tabel 4. Distribusi Kejadian Keputihan pada Siswi Kelas IX di SMPN 85 Pondok Lab
u Jakarta Selatan Periode Desember 2010
No. 1. 2.
Keputihan Ya Tidak
Jumlah 62 18
Persentase 77,5% 22,5%
d. Analisa Pengetahuan
Diagram 1. Pengetahuan 1 Pada diagram 1 dapat dilihat 51,25% responden menjawab
ganti celana dalam seperlunya, 36,25% responden menjawab tidak tahu dan 12,50% m
enjawab tidak memakai celana dalam dari nylon. (Lampiran 2).
37

Diagram 2. Pengetahuan 2 Pada diagram 2 dapat dilihat 71,25% responden menjawab


ya, 20,00% responden menjawab tidak tahu dan 8,75% menjawab tidak. (Lampiran 2).
Diagram 3. Pengetahuan 3 Pada diagram 3 dapat dilihat 86,25% responden menjawab
usaha untuk mempertahankan dan memperbaiki kesehatan, 8,75% responden menjawab p
angkal kesehatan dan 5,00% menjawab tidak tahu. (Lampiran 2).
38

Diagram 4. Pengetahuan 4 Pada diagram 4 dapat dilihat 87,50% responden menjawab


ya, 10,00% responden menjawab tidak tahu dan 2,50% menjawab tidak. (Lampiran 2).
Diagram 5. Pengetahuan 5 Pada diagram 5 dapat dilihat 83,75% responden menjawab
sehabis BAK/BAB cebok dengan air bersih, 12,50% responden menjawab cebok sesuai
kebutuhan dan 3,75% menjawab tidak tahu. (Lampiran 2).
39

e. Analisa Perilaku
Diagram 6. Perilaku 1 Pada diagram 6 dapat dilihat 46,25% responden menjawab dib
ersihkan dengan sabun, 30,00% responden menjawab tidak tahu dan 23,75% menjawab
memeriksakan ke dokter. (Lampiran 2).
Diagram 7. Perilaku 2 Pada diagram 7 dapat dilihat 53,75% responden menjawab dar
i arah depan ke belakang, 42,50% responden menjawab dari arah belakang ke depan
dan 3,75% menjawab dari samping ke depan. (Lampiran 2).
40

Diagram 8. Perilaku 3 Pada diagram 8 membersihkan dapat dilihat 83,75% responden


dengan air kemudian menjawab dikeringkan
kemaluan
menggunakan tissue, 12,50% responden menjawab membasuh dengan air dan 3,75% menj
awab langsung memakai celana dalam. (Lampiran 2).
Diagram 9. Perilaku 4 Pada diagram 9 dapat dilihat 50,00% responden menjawab kad
angkadang, 45,00% responden menjawab selalu dan 5,00% menjawab tidak pernah. (La
mpiran 2).
41

D.
Analisis Bivariat Untuk mengetahui beberapa variabel yang mungkin berhubungan de
ngan kejadian keputihan pada siswi kelas IX, dilakukan analisis bivariat antara
variabel independen dengan variabel dependen. Adapun variabel independen yang di
analisis dengan jumlah kejadian keputihan adalah pengetahuan dan perilaku.
1.
Hubungan Pengetahuan Higienitas Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada
Siswi Kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan Periode Desember 2010 Hasi
l uji statistik mengenai hubungan pengetahuan tentang higienitas organ reproduks
i dengan angka kejadian keputihan di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan ditunju
kkan pada tabel 5. Diketahui dari 50 responden yang pengetahuannya baik, 45% men
galami keputihan dan 14% tidak mengalami keputihan. Sedangkan dari 30 responden
yang memiliki pengetahuan yang kurang, diketahui 32,5% pernah mengalami keputiha
n dan 5,0% tidak mengalami keputihan.
42

Tabel.5. Distribusi Data Menurut Hubungan Pengetahuan Higienitas Organ Reproduks


i dengan Kejadian Keputihan di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Baik Kurang Total N 36 26 62
Kejadian Keputihan Total Ya % 45.,0 32,5 77,5 N 14 4 18 Tidak % 17,5 5,0 22,5 N
50 30 80 % 62,5 37,5 100 0,170 p-value
Dari hasil uji chi square didapatkan p-value = 0,170
2.
Hubungan Perilaku Higienitas Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Sis
wi Kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan Periode Desember 2010 Pada ta
bel 6 diketahui dari 61 responden yang perilakunya baik, terdapat perbedaan yang
signifikan antara responden yang mengalami keputihan dengan yang tidak yaitu 61
,72% dan 13,59%, sedangkan dari 20 responden yang memiliki perilaku yang kurang
baik, terdapat perbedaaan antara yang mengalami keputihan dan yang tidak mengala
mi keputihan, yaitu 16,05% dan 8,64 %.
43

Tabel.6. Distribusi Data Menurut Hubungan Perilaku Higienitas Organ Reproduksi d


engan Kejadian Keputihan di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan
Higienitas Organ Reproduksi Baik Kurang Total N 48 14 62
Kejadian Keputihan Total Ya % 60 17,5 77,5 N 11 7 18 Tidak % 13,8 8,7 22,5 N 59
21 80 % 73,8 26,2 100 0,224 p-value
Dari hasil uji chi square didapatkan p-value =0,224
3.
Hubungan
Pengetahuan dengan
Perilaku Higienitas
Organ
Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Siswi Kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu
Jakarta Selatan Periode Desember 2010 Pada tabel 7 diketahui dari 50 responden y
ang berpengetahuan baik, terdapat perbedaan yang signifikan antara responden yan
g perilaku baik dan kurang yaitu 52,5% dan 21,3%, sedangkan dari 30 responden ya
ng memiliki pengetahuan yang kurang baik, terdapat persamaan antara yang berperi
laku baik dan kurang, yaitu masingmasing 10% dan 16,2%.
44

Tabel.7. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Higienitas Organ Reproduksi dengan


Kejadian Keputihan di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan Perilaku Total Penget
ahuan N Baik Kurang Total 42 17 59 baik % 52,5 21,3 73,8 N 8 13 21 kurang % 10 1
6,2 26,2 N 50 30 80 % 62,5 37,5 100 0,010 p-value
Dari hasil uji chi square didapatkan p-value = 0,010
E.
Pembahasan Dilakukan setelah melakukan pengumpulan data dan analisa data sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perilak
u higienitas organ reproduksi siswi-siswi SMPN 85 terhadap kejadian keputihan. 1
. Distribusi Kejadian Keputihan pada Siswi Kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakar
ta Selatan Periode Desember 2010 Dari data diatas membuktikan bahwa tidak ada pe
rbedaan yang signifikan antara angka kejadian keputihan yang dilakukan pada pene
litian saat ini sebesar 77,7% dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya ole
h Putu (prevalensi kejadian keputihan) sebesar 75%.8 Hal ini menunjukkan bahwa k
eputihan dapat terjadi pada semua kalangan tanpa membedakan usia, kalangan sosia
l maupun kebiasaan dari manusia itu sendiri.
45

Pada penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dimana keputihan menyerang seki
tar 50% populasi perempuan dan mengenai hampir pada semua umur. Data penelitian
tentang kesehatan reproduksi wanita menunjukkan 75% wanita di dunia menderita ke
putihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya bisa mengalaminya s
ebanyak dua kali atau lebih.8
2.
Hubungan Pengetahuan Higienitas Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada
Siswi Kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan Periode Desember 2010 Hasi
l uji statistik mengenai hubungan pengetahuan tentang higienitas organ reproduks
i dengan angka kejadian keputihan di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan ditunju
kkan pada tabel 5. Diketahui dari 50 responden yang pengetahuannya baik, terdapa
t perbedaan angka yang signifikan antara jumlah responden yang mengalami keputih
an dengan responden yang tidak mengalami keputihan, dimana diketahui 45,0% menga
lami keputihan dan 17,5% tidak mengalami keputihan. Sedangkan sedangkan dari 30
responden yang memiliki pengetahuan yang kurang, diketahui 32,5% pernah mengalam
i keputihan dan 5,0% tidak mengalami keputihan. Dari hasil uji chi square didapa
tkan bahwa hubungan pengetahuan siswi kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Se
latan bermakna secara statistik yaitu nilai p-value = 0,170 Berarti p > 0,005 ya
ng artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan siswi kelas IX di
46

SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan terhadap kejadian keputihan. Dengan demikian
hipotesa Alternatif (Ha) ditolak dan hipotesa Nol (H0) diterima sehingga dapat
disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan organ reproduksi
dengan kejadian keputihan. Pada penelitian yang kami lakukan, didukung oleh teo
ri yang dikemukakan oleh Amiruddin (2003) yang menyebutkan bahwa tidak hanya pen
getahuan yang baik saja yang dapat menekan angka kejadian keputihan. Faktor emos
i dan lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya keputihan. Keputihan
itu sendiri mungkin juga didapati pada perempuan dengan keadaan umum yang jelek
, higiene yang buruk dan pada perempuan yang sering menggunakan pembersih vagina
, disinfektan yang kuat.10 Sehingga tidak hanya pengetahuan saja yang berpengaru
h terhadap tingkat kejadian keputihan, tetapi faktor-faktor lain ikut berperan d
idalamnya.
3.
Hubungan Perilaku Higienitas
Organ Reproduksi dengan
Kejadian Keputihan pada Siswi Kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan Pe
riode Desember 2010 Hasil uji statistik mengenai hubungan perilaku higienitas or
gan reproduksi dengan angka kejadian keputihan pada siswi kelas IX di SMPN 85 Po
ndok Labu Jakarta Selatan ditunjukkan pada tabel 6. Diketahui dari 61 responden
yang perilakunya baik, terdapat perbedaan yang signifikan antara responden yang
mengalami
47

keputihan dengan yang tidak mengalami keputihan yaitu 61,72% dan 13,59%. sedangk
an dari 20 responden yang memiliki perilaku yang kurang, terdapat perbedaaan ant
ara yang mengalami keputihan dan yang tidak mengalami keputihan, yaitu 16,05 % d
an 8,64 %. Dari hasil uji chi square didapatkan p-value = 0,130. Berarti p > 0,0
05 yang artinya tidak ada hubungan antara perilaku siswi-siswi kelas IX SMPN 85
Pondok Labu Jakarta Selatan terhadap kejadian keputihan. Dengan demikian hipotes
a Alternatif (Ha) ditolak dan
hipotesa Nol (H0) diterima sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan be
rmakna antara perilaku higienitas organ reproduksi dengan kejadian keputihan. Pe
nelitian yang dilakukan di Dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan tenta
ng kebersihan alat kelamin pada saat keputihan, dari 69 responden yang memiliki
kategori baik terdapat 36 orang (52,17%), cukup sebanyak 30 orang (43,48%) dan k
urang sebanyak 3 orang (4,35%). Hasil penelitian yang dilakukan Daiyah di SMU Nege
ri 2 Medan tahun 2004 tentang perawatan organ reproduksi bagian luar dari 58 res
ponden, yang memiliki kategori baik sebanyak 15 orang (25,86%), cukup 39 orang (
67,24%) dan kategori kurang 4 orang (6,8%).4 Hasil penelitian yang kami lakukan
ini, didukung oleh hasil penelitian yang telah dilakukan di Dusun Serbajadi Keca
matan Natar Lampung Selatan, dimana jumlah responden yang memiliki kategori baik
lebih besar daripada yang memiliki kategori kurang. Kesamaan
48

ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti merokok, penggunaan cairan pemb
ersih vagina dimana cairan ini dapat mengubah tingkat keasaman normal vagina seh
ingga meningkatkan risiko infeksi serta menimbulkan peradangan, penggunaan pakai
an atau celana yang ketat yang dapat menghalangi aliran udara dan yang tidak kal
ah penting adalah kebersihan diri sendiri serta kurangnya asupan nutrisi yang ba
ik.20,21 Perilaku manusia yang mempengaruhi kesehatan dapat
digolongkan dalam dua kategori, yaitu perilaku yang terwujud sengaja atau sadar
dan perilaku yang disengaja atau tidak disengaja merugikan atau tidak disengaja
membawa manfaat bagi kesehatan baik bagi diri individu yang melakukan perilaku t
ersebut maupun masyarakat. Sebaliknya ada perilaku yang disengaja atau tidak di
sengaja merugikan kesehatan baik bagi diri individu yang melakukan maupun masyar
akat.9
4. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Higienitas Organ Reproduksi dengan Kejad
ian Keputihan di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan Periode Desember 2010 Penge
tahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindak
an seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih lan
ggeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Kebiasaan
membersihkan organ kewanitaan sebagai bentuk perilaku yang
49

didasari oleh pengetahuan akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan organ
kewanitaan tersebut, selanjutnya juga akan mempengaruhi angka kejadian keputihan
. Diketahui dari 50 responden yang pengetahuannya baik, terdapat perbedaan angka
yang signifikan antara jumlah responden yang berperilaku baik dengan responden
yang berperilaku kurang baik, dimana diketahui 52,5% berperilaku baik dan 10% be
rperilaku kurang baik. Sedangkan sedangkan dari 30 responden yang memiliki penge
tahuan yang kurang, diketahui 21,3% berperilaku baik dan 16,2% berperilaku kuran
g baik. Dari hasil uji chi square didapatkan bahwa hubungan pengetahuan siswi ke
las IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan bermakna secara statistik yaitu ni
lai p-value = 0,010 Berarti p > 0,005 yang artinya tidak ada hubungan antara pen
getahuan dengan perilaku higienitas organ reproduksi dengan kejadian keputihan p
ada siswi kelas IX di SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan siswi. Dengan demikian
hipotesa Alternatif (Ha) ditolak dan hipotesa Nol (H0)
diterima sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara peng
etahuan dan perilaku higienitas organ
reproduksi dengan kejadian keputihan. Mengenai hasil hubungan pengetahuan dengan
perilaku yang tidak bermakna ini menurut penulis banyak yang dapat dikaitkan. D
imana pengetahuan yang baik belum tentu perilaku yang dilakukan baik juga. Hal t
ersebut terjadi karena pengetahuan hanyalah sebatas
50

perilaku tertutup, artinya masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, dan
persepsi. Sedangkan perilaku merupakan perilaku terbuka artinya telah dilakukan
atau telah dipraktekkan.
F.
Keterbatasan Penelitian 1. Waktu yang digunakan untuk penelitian relatif pendek
hanya dalam waktu kurang lebih 3 minggu keseluruhan kegiatan tersebut mulai dari
perumusan masalah hingga laporan penelitian dilaksanakan. 2. Pengumpulan data d
engan kuesioner bersifat subjektif sehingga kebenaran data sangat bergantung pad
a kejujuran responden. 3. Diperlukan subjek penelitian yang besar. Pada peneliti
an ini, peneliti hanya mengambil 80 responden. Hal ini dikarenakan keterbatasan
waktu dan tenaga.
51

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Hasil pengisian kuesioner oleh 80 responden (siswi kelas IX) di
SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan, diketahui bahwa 62 responden (77,5%) perna
h mengalami keputihan dan 18 responden (22,5%) belum pernah mengalami keputihan.
2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan (p=0,367) dengan ke
jadian keputihan di SPMN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan. 3. Tidak terdapat hubun
gan yang bermakna antara perilaku (p=0,130) dengan kejadian keputihan di SPMN 85
Pondok Labu Jakarta Selatan.
B. Saran 1. Bagi siswi kelas IX SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan perlu diberi
kan masukan agar dapat melakukan kebiasaan yang baik dalam menjaga higienitas or
gan reproduksi mereka untuk mencegah keputihan serta agar para siswi memiliki pe
ngetahuan yang lebih dalam mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan keputih
an. 2. Bagi Instansi Sekolah SMPN 85 Pondok Labu Jakarta Selatan perlu memberika
n penyuluhan tentang kesehatan organ reproduksi sedini mungkin agar para siswa d
apat memperoleh pengetahuan sehingga
52

mereka dapat melakukan kebiasaan yang baik dalam menjaga higienitas organ reprod
uksi mereka sejak dini. 3. Bagi peneliti lain perlu dilakukan penelitian lebih l
anjut mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan keputihan serta angka kejadi
an keputihan yang patologis.
53

You might also like