You are on page 1of 32

BAB I

ILUSTRASI KASUS

Data Umum
Nama Pasien : Ny. K
Umur

: 43 tahun

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: IRT

Nama Suami : Tn. A


Umur

: 44 tahun

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Kuli

Medrek

: 831xxx

MRS

: 18- 01 - 2016

Jam MRS

: 10.45 WIB

KRS

: 22 - 01 2016

ANAMNESIS
Dikirim oleh

: Puskesmas

Sifat

: Rujukan, Rujukan, dengan surat rujukan

Keterangan

: Mola Hidatidosa

ANAMNESA (SUBYEKTIF)
Keluhan utama

: Perdarahan dari jalan lahir

Anamnesa khusus

G4P3A0 merasa hamil 2 bulan, pasien datang ke poli kandungan dan


kebidanan RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan adanya darah yang keluar dari
jalan lahir sejak 20 hari sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan yang keluar dari
jalan lahir awalnya sedikit hanya

berupa flek-flek kecoklatan, namun lama

kelamaan perdarahan semakin banyak membasahi 1 pembalut perhari namun tidak


penuh disertai terlihat ada gumpalan-gumpalan kecil- keci seperti telur ikan.

Gumpalan seperti ati ayam sisangkal oleh pasien , Pasien juga mengeluhkan
mual-mual sejak 3 hari yang lalu, dan pada waktu yang bersamaan pasien juga
baru menyadari teraba benjolan di perut bagian bawah disertai dengan nyeri bila
ditekan
Riwayat trauma yang mendahului sebelum terjadi perdarahan disangkal
oleh pasien, Keluhan ini merupakan keluhan yang pertama, tidak ada keluarga
yang memiliki keluhan yang sama. Pergerakan janin belum dirasakan oleh pasien,
keluar cairan bening dan mules-mules disangkal oleh pasien.
RIWAYAT OBSTETRI

KETERANGAN TAMBAHAN
Menikah pertama

: 17 tahun, SD , IRT
18 tahun, SD , Kuli

HPHT

: Lupa

Siklus: teratur

Darah: Biasa

Lama: 7 hari

Nyeri: Tidak

Menarche : 17 tahun
Kontrasepsi terakhir : Tidak pernah
PNC

: Tidak pernah

Keluhan selama hamil: Tidak ada keluhan


Riwayat penyakit

: Asma Bronchial

STATUS PRAESENS
Keadaan Umum

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

: Komposmentis

Tanda Vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi

: 80x/mnt

Pernapasan

: 20x/mnt

Suhu

: 36,6 oC

Kepala

: Conjuctiva: anemis -/-, Sklera: ikterik -/-

Leher

: Tiroid: tidak ada kelainan, KGB: tidak ada kelainan

Thorak

: Pergerakan paru simetris

Jantung

: BJ I & II murni reguler, Gallops (-), Murmur (-)

Paru

: VBS kanan=kiri, Rh(-), Wh(-)

Abdomen

: cembung lembut, NT (+), DM (-), PS/PP (-/-)

Hepar

: Hepatomegali (-)

Lien

: Splenomegali (-)

Ekstremitas

: Edema: -/-

Varises: -

STATUS GINEKOLOGI

Inspeksi : Perdarahan pervaginam dan tampak massa didaerah abdomen


bagian bawah

Palpasi

o Fundus uteri : sepusat


o Masa tumor

: teraba massa, ukuran 10 x 7 cm, letak sental,

permukaan rata, berbatas tegas, mobile, konsistensi padat, NT (+)

Gambar 1.1 Status Lokalis Abdomen

Perkusi

: Timpanik

Auskultasi

: BU (+), tidak terdengar bunyi denyut

jantung

janin

Inspekulo

:Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-),

tampak jaringan mola, perdarahan aktif (-), massa (+).


Pemeriksaan dalam

Vulva

: Tak

Vagina

: Dinding Vagina Licin

Portio

: Tebal, lunak, licin

Ostium uteri eksternum: Tertutup

Corpus uteri

: Teraba Massa

Parametrium kiri

: T.A.K

Parametrium kanan

: T.A.K

Cavum Douglas

: Tidak menonjol, tidak teraba dan tidak ada nyeri

tekan

Ballotment

:(-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM (18- januari - 2016 )
Darah Rutin
Hemoglobin

: 11,1 g/dl

Hematokrit

: 32 %

Leukosit

: 6.240 /mm3

Trombosit

: 303.000 /mm3

Eritrosit

: 3.62/mm3

Kimia Klinik
AST (SGOT)

: 43 U/L

ALT (SGPT)

: 72 U/L

Ureum

: 46 mg/dL

Kreatinin

: 0.6 mg/dL

Glukosa darah sewaktu : 199 mg/dL


Kolestrol total

: 99 mg/dL

Asam Urat

: 5.7 mg/dl

Urine
Test Kehamilan

: positif

Pemeriksaan USG Abdomen :

Gambar 1.2 USG Abdomen


Kesan :
Tampak jaringan mola pada cavum uterin
Usulan Pemeriksaan
Kadar -hCG urin atau serum
Diagnosis :

Mola Hidatidosa
5

Rencana Pengelolaan
-

Observasi KU, TTV, Perdarahan

Infus RL 500cc 20gtt

Cek hematologi rutin

Pro USG

Pro LS

Pro Kuretase

Informed Consent

LAPORAN OPERASI
Tanggal

: 25- januari- 2016

Operator

: dr. Dhanny. Sp.OG

Ahli Anastesi

: dr. Dadi Sp.An

Diagnosis pra bedah

: Mola Hidatidosa

Indikasi Operasi

: Mola Hidatidosa

Jenis Operasi

: Kuretase

Diagnosis Pasca bedah

: Mola Hidatidosa

Kategori Operasi

: Sedang

Desinfektan Kulit dengan

: Betadine

Jaringan yang dieksisi

: Dikirim ke PA

Penderita diletakkan dalam posisi litotomi


Dilakukan tindakan a dan antiseptic di daerah vulva, dan sekitarnya
Kandung kencing dikosongkan
Dipasang spekulum bawah dan dipegang oleh asisten
Dengan pertolongan spekulum atas, bibir porsio diidentifikasi dan dijepit
dengan tenakulum
Sonde dimasukkan sedalam 12 cm uterus
Dilakukan vakum kuretase kuretase secara sistematis dan hati-hati, dengan
sendok kuret no. 10
Berhasil dikeluarkan jaringan mola sebanyak 200 gram

dan perdarahan sebanyak 50 cc


PENGOBATAN PASCA BEDAH

Asam mefenamat 3 x 500mg

Cefadroxil 2 x 500mg

Methergin 3 x 0,125mg

FOLLOW UP
Tanggal/ Jam
20-01-2016

Catatan

Instruksi

S/ nyeri perut, mual, muntah 4 kali

P/ Observasi Ku, Ttv

O/ KU: Cm

TD: 110/70MmHg

Cek kadar TSH dan T4

N: 90 x/mnt

R: 20x/mnt

Cek darah rutin

S: 36.6

Mata : CA (-/-) SI (-/-)

Pro kuretase

Abdomen : datar lembut, DM (-)

Konsul IPD

NT (-) PS/PP (-/-)

TFU : 2 jari dibawah pusat

Lochia : (-)

BAB/ BAK : (-/+)

A/ Mola Hidatidosa
21-01-2016

S/ nyeri perut

P/ Konsul IPD

O/ KU: Cm

TD: 130/80MmHg

Observasi Ku, Ttv

N: 90 x/mnt

R: 20x/mnt

Pro kuretase

S: AF

Mata : CA (-/-) SI (-/-)

Abdomen : datar lembut, DM (-)


NT (-) PS/PP (-/-)

TFU : 2 jari dibawah pusat

Lochia: (-)

BAB/ BAK: (-/+)

A/ Mola Hidatidosa

23-01-2016

S/ mual, muntah

P/ Observasi Ku, Ttv

O/ KU: Cm

TD: 110/70MmHg

N: 80 x/mnt

R: 20x/mnt

S: AF

Mata : CA (-/-) SI (-/-)

Abdomen : datar lembut, DM (-)

Ondansetron 1 x 1
As. Mefenamat 3 x 500mg

NT (+) PS/PP (-/-)

24-12-2015

TFU : 2 jari dibawah pusat

Lochia: (-)

BAB/ BAK: (+/+)

A/ Mola Hidatidosa
S/ pusing

P/ Observasi Ku, Ttv

O/ KU: Cm

TD: 110/70MmHg

N: 88 x/mnt

R: 20x/mnt

Pro Kuretase

S: AF

Mata : CA (-/-) SI (-/-)

Abdomen : datar lembut, DM (-)


NT (-) PS/PP (-/-)

TFU : 2 jari dibawah pusat

Lochia: (-)

BAB/ BAK: (+/+)

A/ Mola Hidatidosa

25-12-2015

S/ mual

P/ Observasi Ku, Ttv

O/ KU: Cm

TD: 90/60MmHg

N: 80 x/mnt

R: 18x/mnt

S: AF

Mata : CA (-/-) SI (-/-)

Abdomen : datar lembut, DM (-)

Cefadroxil 2 x 500mg
As. Mefenamat 3 x 500mg
Methergin 3 x 0,125mg

NT (-) PS/PP (-/-)

TFU : 2 jari diatas symphisis

Lochia: (-)

BAB/ BAK: (+/+)

A/ post kuretase ai Mola Hidatidosa


PASIEN PULANG

BAB II
PEMBAHASAN KASUS
Pembahasan pada kasus ini antara lain mencakup :
1. Apakah penentuan diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?\
-

Anamnesis :

Perdarahan per vaginam sejak 20 hari SMRS keluar gumpalan darah


seperti telur ikan

Mual, Muntah terus menerus sejak 3 hari SMRS

Teraba benjolan dan Nyeri jika di tekan

Pemeriksaan fisik, fundus uteri teraba setinggi pusat, tidak teraba bagianbagian janin, balotement negatif, tidak dirasakan gerakan janin, darah dan
gelembung mola keluar.
9

Pemeriksaan Penunjang, dilakukan pemeriksaan laboratorium dalam batas


normal. Dari USG : didapatkan hasil Tampak jaringan mola pada cavum
uterin

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?


Tatalaksana pada pasien dengan mola hidatidosa dilakukan perbaikan keadaan
umum, evakuasi Jaringan, diberikan profilaksis, harus melakukan follow up. Pada
pasien ini dilakukan tindakan kuretase, sebelum dilakukan kuretase kondisi pasien
dalam keadaan baik atau tidak ada kelainan, diberikan pengobatan setelah
dilakukan kuretase dan pasien dianjurkan untuk melakukan follow up.
3. Bagaimanakah fungsi reproduksi pasien selanjutnya pada kasus ini ?
Khususnya fungsi kehamilannya ?
Pada kasus ini, pasien harus rutin mengkontrol fungsi organ reproduksinya
dan untuk mengetahui sedini mungkin adanya perubahan ke arah keganasan atau
tidak. Lama pengawasan selama 1 tahun dan pasien dianjurkan jangan hamil
terlebih dulu.
Apabila setelah pengawasan 1 tahun, kadar -HCG dalam batas normal atau
bila telah hamil lagi. Jadwal pengawasan dilakukan 3 bulan pertama (dua minggu
sekali), 3 bulan kedua (satu bulan sekali), 6 bulan terakhir (dua bulan sekali).
Pasien tidak dianjurkan untuk hamil kembali.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
MOLA HIDATIDOSA
DEFINISI
Mola hidatidosa adalah Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio
yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai
anggur. Pada beberapa pasien mola parsialis biasanya ditemukan unsur janin dan
pada mola komplit tidak ditemukan unsur janin.1
EPIDEMIOLOGI
Pada kebanyakan kasus, mola tidak berkembang menjadi keganasan, namun
sekitar 2-3 kasus per 1000 wanita, mola dapat berubah menjadi ganas dan disebut
koriokarsinoma. Kemungkinan terjadinya mola berulang berkisar 1 dari 1000

10

wanita. Di Indonesia kira kira 1 diantara 80 persalinan dan di negara lain


misalnya : USA (1 : 2.000 kehamilan), Hongkong (1 : 530 kehamilan), Taiwan (1 :
125 kehamilan).1
ETIOLOGI
Etiologi penyakit trofoblas sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Namun ada beberapa teori yang mencoba menerangkan terjadinya penyakit
trofoblas yaitu teori desidua, teori telur, teori infeksi dan teori hipofungsi ovarium:
1. Teori Desidua
Menurut teori ini terjadinya mola hidatidosa ialah akibat perubahanperubahan degeneratif sel-sel trofoblas dan stroma vili korialis. Dasar teori ini
adalah selalu ditemukan desidual endometritis, pada binatang percobaan dapat
terjadi mola hidatidosa bila pembuluh darah uterus dirusak sehingga terjadi
gangguan sirkulasi pada desidua.2
2. Teori Telur
Menurut teori ini mola hidatidosa dapat terjadi bila terdapat kelainan pada
telur, baik sebelum diovulasikan maupun setelah dibuahi.3
3. Teori Infeksi
Bagshawe, melaporkan bahwa ada sarjana yang dapat mengisolasi sejenis
virus pada mola hidatidosa. Virus ini kemudian ditransplantasikan pada selaput
korioalantoin mudigah ayam, ternyata kemudian terjadi perubahan-perubahan
khas menyerupai mola hidatidosa, baik secara makroskopik maupun mikroskopik.
Selain itu mola hidatidosa diduga disebabkan oleh toksoplasmosis, teori ini
dikemukakan oleh Bleier. Teori ini didasarkan pada penemuan toksoplasmosis
Gondii dalam jumlah besar pada darah penderita mola hidatidosa.2
4. Teori Hipofungsi Ovarium
Teori ini dikemukakan oleh Hasegawa, berdasarkan penelitian beberapa
orang ahli yaitu Courrier dan Gros yang melakukan kastrasi pada seekor
kucing, 1517 hari setelah pembuahan. Ternyata kemudian pada plasentanya
ditemukan perubahan-perubahan yang menyerupai mola hidatidosa. Karzafina
melaporkan bahwa 60% penderita mola hidatidosa yang ditelitinya berumur
1821 tahun, disertai oleh hipofungsi ovarium.Smalbreak melaporkan bahwa dari
hasil penelitiannya ditemukan angka kejadian mola hidatidosa yang tinggi pada

11

perempuan muda, dimana fungsi seksualnya masih imatur. Menurut Hasegawa


mola hidatidosa diduga disebabkan oleh teori defisiensi estrogen, yang didukung
oleh data-data penelitian yang melaporkan bahwa 60% penderita mola hidatidosa
berumur 1821 tahun dan disertai hipofungsi ovarium.

Serta insidens mola

hidatidosa yang tinggi pada perempuan muda dan pada perempuan tua dimana
fungsi ovarium telah menurun.3
5. Faktor Lain
Selain teori-teori tersebut di atas, masih ada beberapa teori lain yang
menghubungkan dengan faktor-faktor yang diduga mempunyai peranan dalam
etiologi penyakit trofoblas. Faktor-faktor tersebut ialah faktor malnutrisi, faktor
golongan darah dan faktor sitogenetik.4
a. Faktor Nutrisi
Penelitian-penelitian awal yang dilakukan pada tahun 1960 di Meksiko
dan Filipina menggambarkan bahwa frekuensi penyakit trofoblas gestasional yang
terjadi diantara kelompok sosial rendah di negara-negara berkembang dapat
dijelaskan dengan keadaan malnutrisi dan terutama rendahnya asupan protein. 4
Dikatakan bahwa malnutrisi memegang peranan dalam terjadinya mola
hidatidosa.

Terlihat di negara-negara miskin dimana banyak kasus defisiensi

protein, angka kejadian mola hidatidosa jauh lebih tinggi. Tetapi penelitianpenelitian di Iran, Alaska, Jepang dan Malaysia mendapatkan angka kejadian mola
hidatidosa yang tinggi dengan makanan sehari-hari mereka yang tinggi protein,
atas dasar ini maka diragukan defisiensi protein sebagai faktor yang berperan
dalam timbulnya mola hidatidosa. Akhir-akhir ini diduga bahwa penderita mola
hidatidosa kurang mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber vitamin A
dan lemak hewani. Dikatakan bahwa terjadinya penyakit ini berbanding terbalik
dengan konsumsi beta karoten.

Juga dikatakan risiko untuk mendapat mola

hidatidosa pada perempuan dengan konsumsi beta karoten di atas rata-rata adalah
0,6 kali. 4
Risiko mola hidatidosa akan meningkat 6,29 kali jika terjadi pada
perempuan kurang dari 24 tahun, hamil dan mengalami defisiensi vitamin A yang
berat.4
b. Faktor Golongan Darah

12

Bagshawe mengemukakan bahwa perempuan dengan golongan darah A,


mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya koriokarsinoma bila
mempunyai suami golongan darah O, dibandingkan dengan perempuan golongan
darah A, tetapi dengan suami golongan darah A. Faktor golongan darah Rhesus
juga dianggap berperan, berdasarkan kenyataan bahwa angka kejadian mola
hidatidosa lebih tinggi pada orang Timur yang hampir seluruhnya mempunyai
faktor Rhesus positif.5
c. Faktor Sitogenetik
Penelitian tentang sitogenetik pada mola hidatidosa mulai berkembang
pada pertengahan tahun enam puluhan, dipelopori oleh Carr, Baggish dan Pattillo.
Beberapa peneliti melakukan kariotipe pada mola hidatidosa komplit dan mola
hidatidosa parsial, mereka melaporkan bahwa mola hidatidosa komplit umumnya
(95%) mempunyai kromosom diploid 46 XX, hanya 5% yang mempunyai
kariotipe 46 XY, hasil dari fertilisasi sperma 23 X dengan telur kosong yang
kemudian membelah diri / homozigot / monospermik atau fertilisasi telur kosong
oleh 2 spermatosoon yang heterozigot / dispermik. Mola dispermik lebih sering
berkembang menjadi ganas.

Pada mola hidatidosa parsial sering dijumpai

kromosom triploidi / trisomi yang terdiri dari dua set kromosom paternal dan satu
set kromosom maternal yang terjadi karena telur yang normal oleh dua buah
sperma. Mola parsial jarang menjadi ganas. Telah banyak penulis melaporkan
bahwa mola hidatidosa secara genetik umumnya berjenis kelamin perempuan ,
dengan kata lain bahwa kromatin seks positif banyak ditemukan pada mola
hidatidosa dibandingkan dengan abortus. Moegni dan kawan-kawan melaporkan
semakin besar jumlah sel sitotrofoblas yang mengandung kromatin seks, semakin
besar pula kemungkinan menjadi ganas. 5
FAKTOR RESIKO
1. Faktor Umur
Risiko MH paling rendah pada kelompok umur 20-35 tahun. Risiko MH
naik pada kehamilan remaja < 20 tahun, naik sangat tinggi pada kehamilan
remaja < 15 tahun, kira-kira 20 x lebih besar. tinggi pada umur > 40tahun,
naikan sangat menyolok pada umur 45 tahun.
2. Faktor Riwayat Kehamilan MH Sebelumnya

13

Wanita MH sebelumnya, punya risiko lebih besar naiknya kejadian MH


berikutnya.
3. Faktor Kehamilan Ganda
Mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya MH.
4. Faktor Graviditas
Risiko kejadian MH makin naik,dengan meningkatnya graviditas.
(kontroversial).
5. Faktor Kebangsaan / Etnik
Wanita kulit hitam meningkat, dibanding wanita lainnya. Euroasian turun
dua kali lipat dibanding wanita Cina, India atau Malaysia.
6. Faktor Genetika
Frekuensi Balance Tranlocation, wanita dengan MH komplit lebih banyak
dibandingkan dengan yang didapatkan pada populasi normal.6
KLASIFIKASI
1.

Mola hidatidosa komplit (MHK)


Suatu konseptus abnormal tanpa embrio fetus, dengan pembengkakan
hidropik dari vili plasenta dan hiperplasia kedua lapisan trofoblas. Pembengkakan
vili mengakibatkan terbentuknya gelembung - gelembung jaringan ikat yang telah
kehilangan vaskularisasinya.7

2.

Mola hidatidosa parsialis (MHP)


Suatu konseptus abnormal dengan suatu embrio fetus yang biasanya
cepat mati, dengan suatu plasenta dimana sebagian vilinya membengkak
membentuk gelembung-gelembung dan dengan fokal-fokal hiperplasia trofoblas,
biasanya hanya sinsisiotrofoblas saja. Vili yang tidak terkena tampak normal dan
vaskularisasi vili menghilang setelah kematian fetus.7
A. MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT (MHK)
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
1. Usia < 20 th
2. Sosio ekonomi kurang
3. Jumlah paritas tinggi
4. Riwayat kehamilan mola sebelumnya
PATOGENESIS

14

Banyak teori yang telah dilontarkan tentang patogenesis MHK ini, antara
lain teori Hertig dan teori Park.
1.

Pada MH terjadi insufisiensi peredaran darah akibat matinya embrio pada

minggu ke 3 5 (missed abortion), sehinggga terjadi penimbunan cairan dalam


jaringan mesenhin vili dan terbentukah kista kista yang makin lama makin
besar, sampai akhirnya terbentuklah gelembung mola, sedangkan proliferasi
trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi.7
2.

Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan

trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasi, displasi, maupun neoplasi.


Bentuk yang abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal. Keadaan ini
menekan pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio.7
3.

Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik

umumnya kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti
(kosong) atau yang intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh sperma yang
mengandung haploid 23 X, terjadilah hasil konsepsi dengan kromosom 23 X,
yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya MHK
bersifat homozigot, wanita dan berasal dari bapak (androgenetik). Jadi tidak ada
unsur ibu sehingga disebut Diploid Androgenetik.7

Endoreduplikasi
Ovum Kosong

Homozigot
23 X
46 XX

Ovum Kosong
23 X

Heterozigot
Ovum
Ovumkosong
Kosong
A.

46 XY
23 Y
15

46 YY

Nonviable

Teori Diploid Androgenetik


Sumber : Novaks Gynecology

Kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan
membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk
membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll) secara seimbang.
Karena tidak ada unsur ibu, pada MHK tidak ada bagian embrional (janin). Yang
ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis berupa vili korialis yang
mengalami degenerasi hidropik seperti anggur.11
Ovum yang kosong dapat terjadi karena gangguan pada proses meosis,
yang seharusnya diploid 46 XX pecah menjadi 2 haploid 23 X, terjadi peristiwa
yang disebut nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46 XX.
Pada MHK ovum inilah yang dibuahi. Gangguan proses meosis ini, antara lain
terjadi pada kelainan struktural kromosom, berupa balance translocation.
MHK dapat terjadi pula akibat pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma
sekaligus (dispermi). Bisa oleh dua haploid 23X, atau satu haploid 23 X dan atau
haploid 23Y. Akibatnya bisa terjadi 46 XX atau 46 XY, karena pada pembuahan
dengan dispermi tidak terjadi endoreduplikasi. Kromosom 46 XX hasil
reduplikasi dan

46 XX hasil pembuahan dispermi, walaupun tampak sama,

namun sesungguhnya berbeda, karena yang pertama berasal dari satu sperma
(homozigot) sedangkan yang kedua berasal dari dua sperma (heterozigot). Ada
yang menganggap bahwa 46XX heterozigot mempunyai potensi keganasan lebih
besar. Pembuahan dispermi dengan dua haploid 23 Y (46 YY) dianggap tidak
pernah bisa terjadi (nonviable).11
MANISFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran uterus lebih

16

besar dari kehamilan biasa, pembesaran uterus yang terkadang diikuti perdarahan,
dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada
pakaian dalam. Tanda dan gejala mola yaitu :
1. Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan pervaginam.
2. Hiperemesis gravidarum
3. Tanda toksemia / pre-eklampsia pada kehamilan trimester I
4. Kista lutein unilateral / bilateral
5. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilan
6. Tidak terdengar denyut jantung janin
7. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin, tidak teraba bagian janin
(balottement), kecuali pada mola parsial
8. Kadar gonadotropin korion tinggi dalam darah dan urin
9. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan
10. Mola hidatidosa parsial biasanya ditemukan pada saat evaluasi pasien yang
didiagnosis sebagai abortus inkomplit atau missed abortion.
11. Kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak berhubungan dengan keluhan
obstetri, seperti tirotoksikosis, perdarahan gastrointestinal, dekompensasi kordis,
perdarahan intrakranial, perdarahan gastrointestinal, dan hemoptoe.
Hipertiroidisme pada mola hidatidosa dapat berkembang dengan cepat
menjadi tirotoksikosis. Berbeda dengan tirotoksikosis pada penyakit tiroid,
tirotoksikosis pada mola hidatidosa muncul lebih cepat dan gambaran klinisnya
berbeda. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih
buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan.
Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.9
Pemicu tirotoksikosis pada mola hidatidosa adalah tingginya kadar hCG.
Tirotoksikosis merupakan salah satu penyebab kematian penderita mola. Kariadi
menemukan bahwa kadar -hCG serum (RIA) > 300.000 ml pada penderita mola
sebelum jaringan molanya dievakuasi. Hal ini merupakan faktor risiko yang
sangat bermakna untuk terjadinya tirotoksikosis. Hipertiroid dapat diketahui
secara klinis terutama bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan T3 dan T4, yaitu
dengan menggunakan Indeks Wayne.10

17

Mola Hidatidosa Komplit


Sumber : Williams Obstetrics

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis.8
1. Anamnesis
Keluhan utama :
a. terlambat haid (amenorea)
b. adanya perdarahan pervaginam
c. perut merasa lebih besar dari lamanya amenorea
d. walaupun perut besar, tidak merasa adanya pergerakan anak
e. hyperemesis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan.
b. Palpasi
1. Didapatkan umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus
(tinggi fundus uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini
disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya
darah dalam uterus.
2. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus
dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300

18

mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang


didapatkan.
3. Sering ditemukan Kista theca lutein, yakni kista ovari yang diameternya
berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak
selalu dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat
diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon terhadap
tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi bila mola telah
dievakuasi.
4. Tidak teraba bagian-bagian janin, balotement negatif, tidak dirasakan
gerakan janin
5. Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar, fundus
uteri turun, kemudian naik lagi karena terkumpulnya darah
c. Auskultasi
Tidak terdengar BJA
3. Pemeriksaan dalam
Uterus membesar, bagian bawah uterus lembut dan tipis, serviks terbuka
dapat diketemukan gelembung MH, perdarahan, sering disertai adanya Kista Teka
Lutein Ovarium (KTLO).
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
A. Reaksi kehamilan
a. Kadar HCG serum yang sangat tinggi sesudah periode menstruasi terakhir
- Galli Mainini 1/300 (+) suspek mola hidatidosa
- Galli Mainini 1/200 (+) kemungkinan mola hidatidosa atau hamil kembar
b. Hematologi lengkap dan faktor koagulasi, karena anemia merupakan
komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya
koagulopati. Dilakukan juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin serta
thyroxin dan serum inhibin A dan activin A.
B. Rontgen foto abdomen
Tidak terlihat perkembangan janin (pada kehamilan 3-4 bulan)
C. Pemeriksaan T3 dan T4
Bila ada gejala tirotoksikosis

19

D. Pemeriksaan ultrasonografi

Gambaran USG pada Mola Complete


Sumber : emedicine.medscape.com

Pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi kehamilan mola. Dari


gambaran USG tampak gambaran sarang tawon (honey comb) atau badai salju
(snowstorm) yang mengindikasikan vili khoriales yang hidropik. Dengan resolusi
yang tinggi didapatkan massa intra uterin yang kompleks dengan banyak kista
yang kecil-kecil.
e. Patologi anatomi
a. Makroskopis
Gambaran khas MH berupa kista / gelembung dengan berbagai macam
ukuran, Dindingnya tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan. Tangkai
melekat pada endometrium. Bila tangkainya terlepas, terjadi perdarahan.
b. Mikroskopis :
Stroma villi mengalami degenerasi hidropik, yang tampak sebagai
kista,Proliferasi trofoblast ( baik sel Langhans / sitotrofoblast maupun
sinsisiotrofoblast ), sehingga terbentuk beberapa lapisan,Tidak ada atau
berkurangnya pembuluh darah pada villi.8
DIAGNOSIS BANDING
1. Diagnosis banding uterus yang ukurannya lebih besar dari pada umur
kehamilan :
Hidramnion, Kehamilan Multipel,dan Uterus hamil disertai adanya
Mioma Uteri.

20

2. Diagnosis banding perdarahan uterus dan nyeri perut pada trimester I atau
trimester II kehamilan :
Abortus Mengancam & Abortus Incomplet.
3. Diagnosa banding pemeriksaan USG :
Missed abortion, Massa dirongga panggul, Massa plasenta yang
besar pada kehamilan ganda, Kematian janin dalam rahim.9
TATALAKSANA
Terdiri dari 4 tahap, yaitu :
1. Perbaikan Keadaan Umum
2. Evakuasi Jaringan
3. Profilaksis
4. Follow up
1. Perbaikan Keadaan Umum
Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum
penderita harus distabilkan dahulu. Tergantung pada bentuk penyulitnya, kepada
penderita harus diberikan :
a. Tranfusi darah, untuk mengatasi syok hipovolemik
b. Anti hipertensi / konvulsi, seperti pada terapi Th / pre-eklamsi /
eklamsia
c. Obat anti tiroid, bekerja sama dengan penyakit dalam
2. Evakuasi Jaringan
Mola hidatidosa Komplit merupakan suatu bentuk kehamilan yang
patologis yang disertai dengan penyulit, pada prinsipnya gelembung harus
dievakuasi secepat mungkin ada 2 cara yaitu :
a. Kuret vakum
Setelah sebagian besar jaringan dikeluarkan dengan vakum, sisanya
dibersihkan dengan kuret tajam. Tindakan kuret hanya dilakukan satu kali.
Kuretase berikutnya harus ada indikasi.
b. Histerektomi
Hanya dilakukan pada penderita umur 35 tahun ke atas dengan jumlah
anak hidup tiga atau lebih. Yang sering menyulitkan ialah bahwa status eutiroid

21

klinis tidak selalu tercapai secara sempurna setelah pemberian OAT (obat anti
tiroid) karena jaringan mola belum dikeluarkan, sehingga hCG tetap tinggi dan
tetap bertindak sebagai stimulator.11
3. Profilaksis
Ada dua cara :
a. Histerektomi Totalis
b. Kemoterapi diberikan pada GRT yang menolak atau tidak bisa
dilakukan HT, atau wanita muda dengan hasil PA yang
mencurigakan. Caranya :
MTX 20 mg/hari, IM, Asam folat 10 mg 3dd1 dan cursil
35mg 2dd1, selama 5 hari berturut-turut. Profiklaksis
dengan tablet MTX, dianggap tidak bemanfaat. Asam folat
adalah antidote dari MTX, cursil sebagai hepatoprotektor.
Actinomycin D 1 flacon sehari, selama 5 hari berturut-turut.
Tidak perlu antidote ataupun hepatoprotektor.11

4. Follow Up
Seperti diketahui, 15-20% dari penderita pasca MHK bisa mengalami
transformasi keganasan menjadi TTG. Menurut hertig, keganasan bisa dalam
waktu satu minggu sampai tiga tahun pasca evakuasi.10
Tujuan dari follow up ada dua :
a. Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal. Baik
anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus, turunnya
kadar -hCG dan kembalinya fungsi haid.11
b. Untuk menentukan adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat
yang sangat dini.
Follow

up

bertujuan

menentukan

secara

dini

adanya

transformasi keganasan.
Dalam tiga bulan pertama pasca evakuasi, dimana dilakukan
pemeriksaan kadar -hCG.
Lamanya adalah satu tahun dengan jadwal 3 bulan pertama

22

setiap 2 minggu, 3 bulan kedua setiap 1 bulan dan 6 bulan


terakhir setiap 2 bulan.
Dengan syarat selama follow up tidak boleh hamil dan kontrasepsinya
adalah kondom atau bila haid sudah teratur dapat digunakan pil. 11
Pengawasan Lanjut
Tujuan pengawasan lanjut yaitu untuk mengetahui sedini mungkin adanya
perubahan keganasan, Lamanya berkisar antara 6 bulan sampai 3 tahun.
1. Anamnesis
Kunjungan ulang : Perdarahan pervaginam yang tidak teratur, Perdarahan
dari tempat lainnya, Kelainan susunan saraf pusat dan Gejala kelainan paru-paru.
2. Pemeriksaan Perut dan Panggul
Untuk mencari adanya subinvolusi uterus, kista

teka lutein ovarium,

dan metastasis ke vagina. Adanya perdarahan, Dalam keadaan normal harus tidak
ada perdarahan 7 atau 8 hari setelah evakuasi MH. Uterus tetap besar / sub
involusi, atau bertambah besarnya uterus yang tidak normal. Dalam keadaan
normal uterus harus involusi sempurna pada akhir minggu ke 4 setelah evakuasi.
Adanya massa di panggul. Adanya benjolan berwarna ungu (purplish nodule") di
vagina.
3. Pemeriksaan HCG
Setelah evakuasi MH, terjadi penurunan cepat kadar HCG.
a. Pemeriksaan kadar HCG berulang (dengan radio - immunoassay
HCG),tiap minggu sampai kadar menjadi negative selama 3
minggu selanjutnya tiap bulan selama 6 bulan.Pengamatan lanjutan
dilakukan sampai kadar HCG menjadi negative selama 6 bulan.
b. Jika HCG tidak turun dalam 3 minggu berturut - turut atau naik,
dapat diberi kemoterapi kecuali pasien tidak menghendaki, dalam
hal ini dilakukan histerektomi.
c. Pola penurunan HCG abnormal, yang menunjukkan dugaan kuat
adanya keganasan, yaitu :
Kadar HCG yang tetap tinggi ("PERSISTENT")
Penurunan kadar HCG mendatar ("PLATEAU")

23

Kadar HCG yang sudah pernah negatif mengalami kenaikan


lagi (SECONDARY RISE)
d. Penderita tidak boleh hamil selama dilakukan pemeriksaan HCG.
Pemberian pil kontrasepsi, untuk :
Mencegah kehamilan baru
Menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat
mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG.11
PROGNOSIS
Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian besar
penderita MHK akan sehat kembali, kecuali 15 20% yang mungkin akan
mengalami keganasan (TTG).
Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko
tinggi, seperti :
1. Umur diatas 35 tahun
2. Besar uterus di atas 20 minggu
3. Kadar -hCG di atas 105 mIU/ml
4. Gambaran PA yang mencurigakan
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada mola hidatidosa adalah :
1. Perdarahan hebat
2. Anemia
3. Syok
4. Infeksi, sepsis
5. Perforasi uterus
6. Emboli udara
7. Koagulopati
8. Keganasan (Gestational trophoblastic neoplasia)
Sekitar 50% kasus berasal dari mola, 30% kasus berasal dari abortus, dan
20% dari kehamilan atau kehamilan ektopik. Gejalanya dijumpai peningkatan
hCG yang persisten pasca mola, perdarahan yang terus-menerus pasca evakuasi
(pada kasus pasca evakuasi dengan perdarahan yang terus-menerus dan kadar
24

hCG yang menurun lambat, dilakukan kuretase vakum ulangan atau USG dan
histeroskopi), perdarahan rekurens pasca evakuasi. Bila sudah terdapat metastase
akan menunjukkan gejala organ spesifik tempat metastase tersebut.11
B. MOLA HIDATIDOSA PARSIAL (MHP)
MHP harus dipisahkan dari MHK, karena keduanya terdapat perbedaan
yang mendasar, baik dilihat dari segi patogenesisnya (sitogenetik), klinis,
prognosis, maupun gambaran PA-nya.5
Pada MHP hanya sebagian dari vili korialis yang mengalami degenerasi
hidropik sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan tergantung
kepada luasnya plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak
dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim, walaupun dalam kepustakaan
ada yang melaporkan tentang kasus MHP yang janinnya hidup sampai aterm.8
Secara epidemiologi klinis, MHP tidak sejelas MHK, kita tidak
mengetahui dengan tepat berapa insidensinya, apa yang menjadi faktor resikonya
dan bagaimana penyebaran penyakitnya.7
PATOGENESIS
Secara sitogenetik MHP terjadi karena ovum normal dari ibu (23 X)
dibuahi secara dispermi. Bisa oleh dua haploid 23 X, satu haploid 23 X san satu
haploid 23Y atau dua haploid 2Y. Hasil konsepsi bisa berupa 69 XXX, 69 XXY,
69 XYY. Kromosom 69 YYY tidak pernah ditemukan. Jadi MHP mempunyai satu
haploid ibu dan dua haploid ayah sehingga disebut Diandro Triploid. Karena
disini ada unsur ibu, ditemukan bayi. Tetapi komposisi unsur ibu dan unsur ayah
tidak seimbang, satu berbanding dua. Unsur ayah yang tidak normal itu
menyebabkan pembentukan plasenta yang tidak wajar, yang merupakan gabungan
dari vili korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi hidropik. Oleh
karena itu fungsinya pun tidak bisa penuh sehingga janin tidak bisa bertahan
sampai besar. Biasanya kematian terjadi sangat dini.9

Ovum Kosong

69 XXX 46 XX

23 23 X

Homozigot
23 X
Ovum Kosong

69 XXY
25

23 X
Heterozigot
23 23 X
Ovum
Kosong

69 XYY
23 Y

69 YYY

Nonviable
Teori Diandro Triploid
Sumber : Novaks Gynecology

MANIFESTASI KLINIS
Berbeda dengan MHK, pada MHP sama sekali tidak ditemukan gejala
maupun tanda-tanda yang khas. Keluhannya pada permulaan sama seperti
kehamilan biasa. Kalau ada perdarahan sering dianggap seperti abortus biasa.
Jarang sekali ditemukan MHP dengan besar uterus yang melebihi tuanya
kehamilan. Biasanya sama atau lebih kecil. Dalam hal terakhir disebut Dying
Mole.3
Gambaran USG tidak selalu khas, tapi MHP dapat didiagnosis bila
ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1. Pada jaringan plasenta tampak gambaran yang menyerupai kista-kista
kecil disertai peningkatan diameter transversa dari kantong janin.
2. Kadar -hCG juga meninggi, tetapi biasanya tidak setinggi MHK. Hal
ini mungkin disebabkan pada MHP masih ditemukan vili korialis
normal.
3. Jarang sekali ditemukan kista lutein. Di samping itu, MHP jarang sekali
disertai penyulit seperti PEB, tiroktosikosis atau emboli paru.9

26

DIAGNOSIS
Dengan tidak ditemukannya tanda-tanda yang khas, maka sulit untuk
membuat diagnosis kerja, kecuali pada kehamilan yang cukup besar, yang
diagnosisnya dapat ditentukan oleh hasil USG, dimana kita akan melihat
gambaran vesikuler yang khas di samping kantong janin, dengan atau tanpa janin.6
Biasanya diagnosis dibuat setelah dilakukan tindakan dan diperkuat
dengan hasil pemeriksaan PA, dimana ditemukan gambaran khas sebagai berikut :
1. Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropk,
kavitasi, dan hiperplasia trofoblas
2. Scalloping yang berlebihan dari vil
3. Inklusi stroma trofoblas yang menonjol

4. Ditemukan jaringan embrionik atau janin

Mola Hidatidosa Parsialis


Sumber : http://adln.lib.unair.ac.id

1. Anamnesis
Keluhan utama :
1. Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan amenore,
perdarahan pervaginan, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan
tidak ditemukan tanda kehamilan dan tidak ditemukan tanda pasti kehamilan,
seperti balotement dan detak jantung janin.4
2. Perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien sudah menurun.
2. Pemeriksaan fisik
a.

Palpasi Abdomen
27

Teraba uterus membesar, tidak teraba bagian janin, gerakan janin dan
balotemen.
b.

Auskultasi
Tidak terdengar BJA atau terdengar BJA

c.

Periksa dalam Vagina


Uterus membesar, bagian bawah uterus lembut dan tipis, serviks terbuka
dapat diketemukan gelembung MH, perdarahan, sering disertai adanya
janin.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Histologi
Terlihat jaringan janin (fetal tissue), amnion, sel-sel darah merah janin, vili
hidropik, dan proliferasi trofoblas.
Memiliki gambaran yang khas :
1. Villi korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik,
kavitasi, dan hiperplasi trofoblas
2. Scalloping yang berlebihan dari villi
3. Inklusi stroma trofoblsa yang menonjol
4. Ditemukan jaringan embrionik atau janin
Pemeriksaan Laboratorium
1.

Kuantitatif beta HCG


Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL mengindikasikan pertumbuhan

trofoblas yang berlebihan (exuberant trophoblastic growth) dan dugaan adanya


kehamilan mola harus disingkirkan. Pemeriksaan HCG ini dapat dilakukan dalam
darah atau urin, baik secara bioassay, immunoassay maupun radioimmunoassay.
Peninggian HCG terutama setalah hari ke 100.2
2.

Hitung darah Lengkap dengan trombosit


Anemia merupakan komplikasi medis yang umum terjadi, sebagai

perkembangan dari proses koagulopati.


3.

Fungsi pembekuan (clotting function)


Tes ini untuk menyingkirkan dugaan adanya komplikasi akibat proses

perkembangan koagulopati
4.

Tes fungsi hati

28

5.

Blood urea nitrogen

6.

Thyroxin

Pemeriksaan USG :
Pada pemeriksaan ultrasonografi mola menunjukkan gambaran yang khas
yaitu beupa badai salju (snowstorm pattern) yang mengidentifikasikan villi
korionik hidrofik. Sementara USG yang high resolution mampu menunjukan
suatu massa intrauterine complex yang berisi banyak kista kecil (small cysts).
Pemeriksaan ronegen dada harus dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis
(penyebaran) primer tumor trofoblas ganas (malignant trophoblastic tumor).1
TATALAKSANA
Biasanya dilakukan evakuasi dengan kuret biasa. Selanjutnya tidak perlu
tindakan apa-apa. Histerektomi dan upaya profilaksis lainnya tidak dianjurkan.11
PROGNOSIS
Dibandingkan dengan MHK, prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu
disebabkan oleh tidak adanya penyulit dan derajat keganasannya rendah (4%).
Walupun demikian, dalam kepustakaan ditemukan laporan tentang kasus MHP
yang disertai metastase ke tempat lain. Penderita pasca-MHP harus difollow up
sama ketatnya seperti MHK.9
KOMPLIKASI MOLA HIDATIDOSA
Penyakit trofoblastik ganas (Tumor Trofoblastik Gestasional)
1. Mola Invasif (MI)
2. Koriokarsinoma (Kg)
3. Placental Site Trophoblastic Tumour (PSTT)
4. Persistent Trophoblastic Disease (PTD).10

29

PERBEDAAN MHK DAN MHP


Gambaran

Mola hidatidosa parsialis

Mola hidatidosa komplit

Kariotipe

Paling sering

46, XX. Atau 46, XY

69, XXX, atau 69, XXY


Patologi
Fetus

Sering ada

Tidak ada

Amnion, sel-sel darah

Sering ada

Tidak ada

Fokal, bervariasi

Diffuse

Fokal, bervariasi dari ringan

Bervariasi dari ringan

sampai sedang

sampai berat

Diagnosa

Abortus tertunda

Kehamilan mola

Ukuran uterus

Lebih kecil dari usia

50% lebih besar dari usia

kehamilan

kehamilan

fetal
Edema vili
Proliferasi trofoblast

Gambaran Klinis

30

Kista theca-lutein
Komplikasi medis

25-30%
Jarang

Sering

Jarang

Tabel Perbedaan MHK dan MHP


Sumber : American college of Obstetricians and Gynecologists

Daftar Pustaka

1. Kenny L, Seckl JM. Treatments for gestational trophoblastic disease.


Diunduh dari : http://medscape.com/viewarticle/718375 , 4Januari 2016
2. Cunnigham F.G, Gant N.F, Leveno K.J, Gilstrap III L.C, Hauth J.C,
Wenstrom KD. Williams Obstetrics 23rd ed. 2010. USA : The McGraw-Hill
Companies.
3. Bangun TP, Agus S, editor. Ilmu kandungan sarwono prawirohardjo. Edisi
ke-2. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2009.
4. Hernandez E. Gestational trophoblastic neoplasia. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/279116-overview, 4 Januari 2016.
5. Berkowits RS, Goldstein DP. Gestational trophoblastic disease. Diunduh
dari: www.scribd.com, 4 Januari 2016.
6. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology,
clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease,
and

management

of

hydatidiform

mole.

Diunduh

dari

http://www.journalsconsultapp.elseviereprints.com/uploads/articles/ajog1.pdf, 4Januari 2016.

31

7. Martadisoebrata D. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin.


Dalam : Ilmu Kebidanan. Editor Wiknjosastro H. Saifuddin AB,
Rachimhadhi T. Edisi ketiga, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo ; 2012
8. Mochtar R. Penyakit Trofoblas. Dalam : Sinopsis Obstetri. Editor Lutan D.
Jilid I. Edisi2.Jakarta : EGC ; 1998.p.238-45.
9. Kariadi SH. Identifikasi Penduga Potensial untuk Diagnosis Tiroktosikosis
Pada Penderita Mola Hidatidosa. Disertasi UNPAD 2013.
10. William W. Beck,jr. Obstrics and Gynecology 2nd edition. Gestational
Trophoblastic Disease. John Wiley & Sons: USA.19: 193-196
11. Prawirohardjo, S. Mola Hidatidosa dalam Ilmu Kandungan. Yayasan
BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo, Edisi ke 2. Jakarta. 2005

32

You might also like