Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing:
dr. Rio Purwanto, Sp.BA
Disusun oleh:
Yasir Hady
Mutiara Ratry Purwati
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan saluran pencernaan baik yang disebabkan oleh infeksi, trauma ataupun obstruksi
merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan pada anak, khususnya pada anak
dengan usia kurang dari lima tahun. Salah satu jenis gangguan saluran pencernaan yang
tergolong dalam kedawatdaruratan medis pada anak ialah invaginasi dan volvulus. Invaginasi
merupakan penyebab tersering obstruksi usus pada anak, walaupun bukan menjadi salah satu
penyakit dengan angka kejadian yang tinggi.
Gejala klinis intususepsi yang ditunjukan bersifat akut dan jika tidak segera dikenali
dan ditangani dapat semakin memburuk serta membahayakan jiwa. Keberhasilan tatalaksana
invaginasi tergantung dari cepatnya pertolongan diberikan, yaitu kurang dari 24 jam pertama
akan memberikan prognosis yang lebih baik.
Volvulus merupakan salah satu kegawatan pada bayi dan anak. Volvulus dapat
menyebabkan oklusi terhadap proksimal usus dan obstruksi didalam segmen tersebut (closed
loop obstruction) dan mengakibatkan strangulasi dan nekrosis jaringan usus bila tidak
ditangani dengan segera.
Penting bagi dokter umum untuk mengetahui definisi, manifestasi klinis intususepsi dan
volvulus, serta langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana yang dapat
diberikan sesuai kompetensi karena salah satu faktor yang mempengaruhi prognosis adalah
kecepatan dalam penanganan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus
sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada
kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen.
Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:
1. Duodenum
Berbentuk lengkungan dan pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian
kanan duodenum merupakan tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus)
dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar
brunner untuk memproduksi getah intestinum. Panjang duodenum sekitar 25 cm, mulai
dari pilorus sampai jejunum.
2. Jejunum
Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas intestinum
minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas (mesentrium)
memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe,
dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar,
dindingnya lebih tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah
3. Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya 4-5 m. Ileum
merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan
sekum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan
katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon
agar tidak masuk lagi ke dalam ileum.
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sekitar
2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Lapisan-lapisan
usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan
jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada
usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus ekterna
membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang
disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus
halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang
peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total aliran sebanyak
500 ml/hari.
Bagian-bagian usus besar terdiri dari:
1. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal
apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum.
2. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga
bagian.
a. Kolon ascenden: merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hepar di sebelah
kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
b. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung
sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik.
c. Kolon desenden: merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon
sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
3. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm.
Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus
2.2.
Invaginasi
2.2.1.
Definisi
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah keadaan ketika segmen usus masuk ke
dalam segmen lainnya, sehingga dapat mengakibatkan obstruksi atau strangulasi.
Umumnya bagian proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususipen).
Bagian yang masuk disebut intususeptum, dan yang menerima dinamakan intususipen.
Penamaan invaginasi tergantung dari hubungan antara intususeptum dan intususipen.
Misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi hanya melibatkan ileum saja. Ileo-colica
menunjukkan ileum sebagai intususeptum, dan colon sebagai intususipen. Kombinasi
lain berupa ileo-ileo colica, colo-colica, dan appendical-colica.
mukosa intususeptum akan mengalami edema dan kekakuan. Hal ini akan
mengakibatkan obstruksi dan akhirnya strangulasi dan perforasi usus.
dalam perut bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, atau kiri bawah sesuai letak
keterlibatan usus.
Tumor ini lebih mudah teraba bila terdapat peristaltik, sedangkan pada perut
bagian kanan bawah dapat teraba kosong dan hal ini disebut dances sign akibat
caecum dan kolon yang naik ke atas. Pembuluh darah mesenterium di bagian yang
terjepit akan mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, edema,
hiperfungsi sel goblet dan laserasi mukosa usus. Hal ini yang menyebabkan gejala
defekasi darah dan lendir. Tanda ini biasanya baru dijumpai 6-8 jam sesudah serangan
sakit yang pertama kali. Kadang sesudah 12 jam. Defekasi berupa darah dan lendir
kadang juga hanya ditemukan saat melakukan pemeriksaan rectal touche. 18-24 jam
setelah serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya mengalami obstruksi parsial
menjadi total diikuti proses edema yang semakin memberat. Saat ini pasien
menunjukkan tanda-tanda obstruksi seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik
usus yang jelas, muntah berwarna hijau, dan dehidrasi.
Bila keadaan terus berlanjut maka akan mengalami muntah feses, demam tinggi,
asidosis, toksis, dan terganggunya aliran darah arteri pada segmen yang terlibat. Hal ini
menyebabkan nekrosis usus, gangren, perforasi, peritonitis difusa, syok, dan kematian.
Pada pemeriksaan RT maka dapat ditemukan tonus sfingter yang melemah.
Invaginasi mungkin dapat teraba berupa massa seperti portio, dan bila jari ditarik keluar
maka tampak darah bercampur lendir.
Pada pasien dengan malnutrisi, gejala-gejala invaginasi dapat tidak khas,
sedangkan tanda-tanda obstruksi usus baru muncul berhari-hari kemudian. Pada pasien
tidak tampak sakit berat, pada defekasi tidak ada darah, dan invaginasi dapat prolaps
melalui anus. Hal ini mungkin disebabkan karena pada pasien malnutrisi tonus
melemah sehingga obstruksi tidak cepat timbul.
2.2.8. Diagnosis
Penegakkan diagnosis invaginasi dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, laboratorium dan radiologi.
1. Anamnesis
Trias gejala invaginasi adalah:
a. Nyeri perut tiba-tiba, bersifat serangan-serangan, nyeri menghilang selama
10-20 menit kemudian timbul serangan baru.
Bila kolom bubur barium bergerak maju, berarti proses reduksi sedang
berlangsung. Namun bila kolom bubur barium berhenti, dapat diulangi 2-3 kali
dengan jarak 3-5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan barium
dipertahankan selama 10-15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara
percobaan reduksi pertama, kedua, dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih
dahulu.
Reduksi dinyatakan berhasil apabila:
a. Rectal tube ditarik dari anus dan bubur barium keluar disertai feses dan
udara
b. Pada fluoroskopi terlihat bubur mengisi seluruh kolon dan sebagian usus
halus, menandai adanya refluks ke dalam ileum
c. Hilangnya massa tumor di abdomen
d. Perbaikan secara klinis pada anak, anak tertidur dan norit test positif
Setelah menjalani reduksi barium enema, pasien perlu dirawat inap selama 23 hari karena sering dijumpai kekambuhan selama 36 jam pertama.
Keberhasilan tindakan ini bergantung pada beberapa hal seperti waktu sejak
timbulnya gejala pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi, dan teknik
10
pelaksanaannya. Selain itu hasil reduksi akan memuaskan bila pasien dalam
keadaan tenang, oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu.
Barium enema dapat diberikan bila tidak terdapat kontraindikasi seperti:
a. Adanya tanda-tanda obstruksi usus yang jelas secara klinis ataupun pada
b.
c.
d.
e.
foto abdomen
Adanya tanda-tanda peritonitis
Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
Adanya tanda-tanda dehidrasi berat
Usia penderita di atas 2 tahun
pemeriksaan
laboratorium
menunjukkan
leukositosis,
maka
11
b. Reposisi usus
Tindakan selama operasi tergantung daripada keadaan usus saat operasi.
Reposisi manual dengan cara milking dilakukan dengan halus dan sabar,
juga tergantung dari ketrampilan dan pengalaman operator.
Insisi operasi dilakukan secara transversal (melintang), dan pada anak di
bawah usia 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal karena
letaknya relatif lebih tinggi. Tetapi ada juga yang berpendapat insisi
transversal infraumbilikal karena lebih mudah untuk melakukan eksplorasi
malrotasi usus, mereduksi invaginasi, dan tindakan apendektomi bila
dibutuhkan.
Belum ada batasan tegas untuk menghentikan percobaan reposisi manual.
Reseksi usus dilakukan pada kasus-kasus yang tidak berhasil direduksi
dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan, atau bila ditemukan
kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.
Setelah usus direseksi, dilakukan anastomosis
end-to-end
bila
12
13
14
Fase embriologi: (1) bakal lambung, (2) mesenterium, (3) peritoneum parietal,
(4) intestinal loop, (5) duktus omfalomesenterika, (6) caecum.
Kemudian, sewaktu usus menarik diri masuk kembali ke rongga perut yang
didahului intestinal loop, duodenum, dan caecum berputar di dorsal arteri dan vena
mesenterika superior, sedangkan caecum memutar di ventralnya, sehingga kemudian
caecum terletak di fosa iliaka kanan, dan dikelilingi oleh kolon yang membentang
horizontal dan kolon desenden. Putaran atau rotasi dengan arah berlawanan jarum jam
yang terbentuk sudah melebihi 180.
dinding belakang, atau caecum tidak berada di kanan bawah perut melainkan lebih jauh
ke kranial atau caecum ada di tempat normal, tetapi tidak stabil dan tidak terpancang
(disebut dengan caecum mobile atau mudah digerakan). Hal ini disebabkan oleh
malrotasi atau non rotasi dari pertumbuhan dan perkembangan intestinal loop.
Fase embriologi; Intestinal Loop telah masuk ke rongga perut, terus memanjang
dan berkembang serta berotasi hingga putaran lengkap 270: (1) lambung, (2)
mesenterium, (3) peritoneum parietal, (4) intestinal loop, (5) duktus
omfalomesenterika, (6) caecum.
2.3.4. Etiologi dan Klasifikasi
Sebagian besar kasus terjadi akibat abnormalitas saluran cerna saat proses
embriologi dan banyak ditemukan pada anak. Namun dapat juga pada orang dewasa
dengan etiologi dan faktor risiko yang berbeda. Volvulus diklasifikasikan sesuai dengan
struktur anatomi yang terlibat.
1. Volvulus Gaster
Kasus ini jarang terjadi, namun merupakan salah satu kasus kegawatan karena
menyebabkan inkarserata dan strangulasi. Volvulus gaster diklasifikasikan oleh
Singleton berdasarkan aksis putaran volvulus tersebut.
a. Organo-aksial
Gaster berotasi mengelilingi aksis yang menghubungkan gastroesophageal
junction dan bagian antrum pilorus berotasi ke arah yang berbeda dengan
rotasi bagian fundus. Volvulus gaster jenis ini lebih sering didapatkan
dibandingkan kasus jenis mesenterikoaksial, yaitu 59% dari seluruh kasus
volvulus gaster. Volvulus gaster tipe organoaksial berhubungan dengan
defek diafragmatika. Pada tipe ini komplikasi berupa inkarserasi dan
strangulasi lebih sering dijumpai.
16
b. Mesenteriko-aksial
Pada tipe mesenterikoaksial, antrum pilorus berotasi kearah anterior dan
superior sehingga permukaan posterior gaster berada di anterior. Volvulus
gaster tipe ini tidak berhubungan dengan defek diafragmatika dan jarang
menimbulkan komplikasi strangulasi, sehingga lebih sering bersifat kronis.
c. Kombinasi
Tipe kombinasi antara organoaksial dan mesenterikoaksial jarang
ditemukan.
keadaan yang disebabkan oleh kegagalan atau malrotasi intestinal loop saat masa
embriologi dan merupakan kasus kegawatan di bidang pediatrik karena
menyebabkan adanya obstruksi dan iskemia jaringan usus.
Kasus volvulus midgut banyak ditemukan pada satu tahun pertama kehidupan.
Beberapa kasus volvulus midgut bahkan ditemukan saat manusia masih menjadi
janin dan mungkin juga tanpa disertai malrotasi. Etiologi yang mungkin
menyebabkan volvulus midgut, selain akibat kegagalan rotasi adalah akibat tidak
adanya otot dari saluran cerna dan defek mesenterika.
3. Volvulus Caecum
Volvulus caecum terjadi akibat kelainan bawaan kolon kanan yang tidak
terletak retroperitoneal dan tidak terfiksasi dengan baik serta tergantung pada
perpanjangan mesenterium usus halus. Volvulus caecum melibatkan distal ileum
dan colon ascending, dimana keduanya saling terpuntir.
Pada studi otopsi oleh Anson, sebanyak 10% kolon ascending mempunyai
mesokolon yang mobile, sehingga memudahkan terjadinya volvulus. Selain
mesenterium yang panjang, Anomali dimana terdapat undescended right colon,
caecum yang mudah bergerak (mobile) serta adanya space occupying lession
pada pelvis seperti tumor ovarium merupakan faktor resiko terjadinya volvulus
pada caecum. Sebagai contoh, sebuah kasus volvulus juga ditemukan pada
kehamilan, walaupun kasus ini tergolong jarang.
4. Volvulus Colon Transversal
Volvulus pada kolon transversal merupakan kasus yang jarang terjadi, yaitu
sebanyak 4% dari seluruh kasus volvulus serta banyak menyerang perempuan.
Faktor predisposisi meliputi adanya mesokolon yang panjang serta jarak yang
dekat antara kolon bagian fleksura hepatik dan bagian fleksura splenik atau
interposisi hepatodiafragmatika kolon (Sindrom Chilaiditi). Obstruksi kolon
bagian
merupakan
ditempat
volvulus
dengan
lain. Volvulus
kejadian
sigmoid
terbanyak
terjadi akibat
menyatakan
bahwa
volvulus
sigmoid
dan enema, berhubungan dengan diet tinggi serat, dan adanya massa di cavum
pelvis serta Penyakit Chagas dan Hirschprung. Arah terjadinya puntiran sigmoid
adalah searah dengan jarum jam. Konstipasi kronis dan diet tinggi serat
menghasilkan sigmoid yang penuh dengan feses dan beratnya menghasilkan
momentum yang menginisiasi volvulus. Massa didalam usus berupa cacing juga
dapat menyebabkan momentum sehingga beresiko terjadi volvulus.
2.3.5. Patofisiologi
Pada masa embriologi, minggu ke 4 hingga ke 8, terjadi perkembangan intestinal
fetal yang pesat, dimana terjadi pemanjangan dan perkembangan tube serta rotasi
hingga 270. Jika loop duodenum tetap berada pada sisi kanan abdomen dan loop
sekokolik berada pada bagian kiri dari arteri mesenterika superior terjadilah nonrotasi
dari intestinal loop. Malrotasi terjadi jika terdapat gangguan rotasi duodenal, yang
seharusnya lengkap 270 menjadi hanya 180 dan loop sekokolik kehilangan rotasi
180 dari rotasi normalnya, menyebabkan caecum terletak diatas (mid-abdomen) atau
letak tinggi.
Malrotasi menyebabkan caecum terletak diatas, di mid abdomen beserta dengan
tangkai peritoneal yang disebut Ladds Bands. Ladds Bands merupakan jaringan
fibrosis dari peritoneal yang melekatkan caecum di dinding abdomen dan menimbulkan
obstruksi pada duodenum serta khas terdapat pada malrotasi intestinal. Malrotasi dari
intestinal loop dapat bersifat asimptomatik, namun beresiko terhadap adanya volvulus
dikemudian hari.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas
(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Peregangan usus yang terus menerus
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Pengaruh atas
kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan
19
Caecum letak tinggi akibat malrotasi saat masa embriologi; disertai Ladds
Bands yang menyebabkan obstruksi duodenum.
20
22
24
25
Birds Beak appearance; foto kontras khas pada volvulus sigmoid dan caecum.
2.3.9. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi
usus. Volvulus sendiri merupakan obstruksi usus yang cepat menyebabkan inkarserasi
dan strangulasi. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasilhasil produksi bakteri, jaringan nekrotik, yang jika terjadi perforasi makan akan
menyebabkan peritonitis. Namun tanpa terjadi perforasi, bakteri secara permeabel dapat
menuju pembuluh darah dan menyebabkan infeksi yang berlanjut menjadi sepsis.
26
2.3.10.Tatalaksana
Prioritas utama penyelamatan pasien adalah dengan mendiagnosis adanya
volvulus, letak volvulus dan kemudian mencegah adanya nekrosis jaringan dan syok
hipovolemik akibat muntah dan kehilangan cairan di abdomen. SIRS juga dapat
menyertai komplikasi dari volvulus, sehingga perlu untuk dilakukan tatalaksana
resusitasi yang cepat jika ada tanda-tanda komplikasi.
Prinsip resusitasi adalah dengan mengurangi kehilangan cairan dan mencegah
terjadinya inkarserasi dan strangulasi. Lakukan resusitasi cairan segera, sementara
menunggu untuk dilakukan tindakan operatif. Pipa nasogastrik direkomendasikan untuk
mengurangi muntah serta pipa rektal untuk dekompresi volvulus usus besar serta untuk
mengurangi obstruksi akibat feses dan gas.
Antibiotik spektrum luas direkomendasikan pada pasien dengan curiga adanya
nekrosis jaringan dan infeksi, terlebih jika didapatkan komplikasi perforasi, peritonitis
dan sepsis. Antibiotik spektrum yang disarankan adalah golongan ampisilin,
klindamisin dan gentamisin. Antibiotik ini terbukti efektif dalam menurunkan angka
kejadian infeksi post operatif.
Berikut adalah tatalaksana sesuai jenis-jenis volvulus:
1. Volvulus Gaster
Pengobatan volvulus gaster akut adalah dengan pembedahan, yaitu dengan
laparotomi, koreksi volvulus dan penilaian terhadap viabilitas gaster. Hernia
diafragmatika dikoreksi melalui abdomen, yaitu dengan memasukan pipa melalui
defek diafragma, menyedot tekanan dalam thorax dan pipa nasogastrik dapat
dimanipulasi kedalam gaster yang terdistensi untuk mengurangi ukuran gaster.
Jika tidak berhasil, gastrotomi diperlukan sebelum memasukan gaster ke dalam
abdomen.
Setelah hernia diatasi, kantung hernia dieksisi dan defek diafragmatika dijahit
dengan jahitan interuptus. Defek yang besar dapat diberikan prostesis walaupun
hal ini tidak dianjurkan. Selanjutnya adalah mencegah terjadinya volvulus
kembali. Beberapa peneliti menyarankan gastropeksi dengan pipa gastrostomi
dan menjahit gaster ke dinding abdomen. Jika ditemukan bagian yang nekrosis
dan terbentuk gangren, maka bagian tersebut harus dihilangkan dengan
gastrektomi total atau parsial. Pipa gastrostomi dimasukan untuk mendekompresi
gaster paska operasi.
27
2. Volvulus Midgut
Volvulus midgut disebabkan oleh adanya malrotasi akibat kelainan saat masa
embriologis. Penanganan volvulus midgut adalah dengan prosedur Ladds.
Setelah melakukan pembukaan abdomen, usus halus terlihat dan menutupi kolon
dibawahnya. Massa intestinal dirotasi untuk mereduksi volvulus, kemudian
intestinal di reposisi ke abdomen. Biasanya apendektomi juga dilakukan pada
prosedur ini karena ikatan peritoneal dianggap dapat menrusak pembuluh darah
appendiks.
3. Volvulus Colon Transversal
Penatalaksanaan volvulus kolon transversal meliputi laparotomi dan reseksi.
Detorsi sendiri, pada 75% kasus, diikuti dengan kejadian volvulus kambuhan.
Reseksi segmental dari kolon transversal atau hemicolektomi bagian yang meluas
lebih disarankan.
4. Volvulus Sigmoid
Pengobatan volvulus sigmoid telah dilakukan semenjak beberapa dekade yang
lalu, dari pembedahan segera untuk mengkoreksi volvulus dengan mortalitas yang
tinggi hingga tindakan sigmoidoskopi dan pembedahan elektif dengan mortalitas
yang lebih rendah. Bahkan sejak jaman hipokrates, penurunan mortalitas akibat
volvulus telah terlihat, dengan menggunakan suppositoria sepanjang 10 digit
melalui rektum. Metode ini kembali digunakan oleh Gay, 1859, namun tidak
banyak diikuti hingga pertengahan abad berikutnya. Di abad ke 20, deflasi
perkutaneus
menggunakan
trochar
diperkenalkan
oleh
Crips,
dengan
menggunakan cadaver sebagai alat coba. Laparotomy dengan fiksasi dan reseksi
sigmoid diperkenalkan oleh Atherton, 1883, walaupun angka mortalitasnya
tinggi, mencapai 50%. Begitupula dengan sigmoidopexy, angka mortalitasnya
juga tinggi. Metode lain berupa deflasi transanal dengan sigmoidoskopi
diperkenalkan Bruusgard, 1947, yang mempunyai angka mortalitas lebih rendah
sehingga lebih banyak diterima.
Disisi lain, penelitian yang dibawakan oleh Bak, menyatakan bahwa mortalitas
akibat operasi tidaklah besar, yaitu sekitar 6%. Arnold dkk, juga menambahkan
bahwa mortalitas yang tinggi terjadi pada populasi tua. Kemudian disimpulkanlah
bahwa operasi setelah episode pertama gejala dapat dilakukan pada umur
dibawah 70 tahun, sedangkan untuk umur diatas 70 operasi dilakukan setelah
episode ulangan.
28
Akhir-akhir
ini,
penatalaksanaan
volvulus
dengan
operatif,
pasien
sebaiknya
dilakukan
sigmoidektomi
untuk
mencegah
29
30
BAB III
KESIMPULAN
Invaginasi atau intususepsi adalah keadaan ketika segmen usus masuk ke dalam segmen
lainnya, sehingga dapat mengakibatkan obstruksi atau strangulasi. Umumnya bagian
proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususipen). Lebih dari 90% kasus bersifat
idiopatik, 10 % kasus terdapat penyebab spesifik seperti divertikulum Meckel, hiperplasia
ileum terminal dan polip. pada anak, kejadian invaginasi dipengaruhi oleh perubahan diet
anak (cair padat)dan adanya kuman rotavirus (gastroenteritis akut).
Jenis invaginasi dibagi atas dua yaitu invaginasi tunggal yang terdiri dari ileo-ileal;
pada colon colo-colica, dan pada perbatasan ileum dan caecum disebut ileo-caecal dan
Invaginasi ganda yang terdiri dari ileo-ileo colica, atau ileo-colo colica. Penegakan diagnosis
dapat dilakukan melaluis anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa
foto polos abdomen dan USG abdomen. gejala khas invaginasi ialah adanya trias invaginasi
berupa nyeri perut tiba-tiba, teraba massa dan buang air besar bercampur darah dan lendir.
pada rectal toucher didapatkan tonus sfingter yang melemah, invaginasi mungkin dapat
teraba berupa massa seperti portio, dan bila jari ditarik keluar maka tampak darah bercampur
lendir.
Manifestasi volvulus tergantung dari struktur anatomi yang terlibat dan secara umum
menunjukkan gambaran obstruksi saluran cerna. Pada volvulus gaster, dapat ditemukan trias
Borchardt, dan muntah tidak disertai cairan empedu. Sedangkan pada volvulus caecum pada
pemeriksaan radiologi tampak gambaran coffee bean atau tear drop (bascule). Volvulus
sigmoid, colon transversal dan caecum memiliki gejala yang mirip dengan manifestasi utama
berupa nyeri dan distensi perut, tidak dapat flatus ataupun buang air besar. Pada bayi dapat
terjadi muntah berisi cairan empedu. Sedangkan pada anak yang lebih besar, gejalanya
kurang jelas meliputi muntah kronis dengan kram perut. Penanganan volvulus yang
merupakan kasus kegawadaruratan meliputi pembedahan yang sesuai dengan anatomi yang
terlibat.
31
Daftar Pustaka
1. Townsend, Courtney. Et.al., Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of
Modern Surgical Practice 19th edition, Elsevier Saunders, Philadelphia, 2012
2. Schwartz, Shires, Spencer, Principles of Surgery 9th edition, The McGraw-Hill
Companies,Inc., 2010
3. De jong Wim, Sjamsuhidajat R, Buku ajar ilmu bedah edisi 3, Penerbit buku kedokteran
EGC, Jakarta, 2010
4. Diagnostic radiology. A Text book of medical imaging (3-volume set). Pdb.
5. Juhl-paul and juhls essentials of radiologic imaging 7th.Pdb
32