You are on page 1of 33

TOPIC LIST

INVAGINASI dan VOLVULUS

Pembimbing:
dr. Rio Purwanto, Sp.BA

Disusun oleh:
Yasir Hady
Mutiara Ratry Purwati

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


RSUD R. SYAMSUDIN SH SUKABUMI
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan saluran pencernaan baik yang disebabkan oleh infeksi, trauma ataupun obstruksi
merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan pada anak, khususnya pada anak
dengan usia kurang dari lima tahun. Salah satu jenis gangguan saluran pencernaan yang
tergolong dalam kedawatdaruratan medis pada anak ialah invaginasi dan volvulus. Invaginasi
merupakan penyebab tersering obstruksi usus pada anak, walaupun bukan menjadi salah satu
penyakit dengan angka kejadian yang tinggi.
Gejala klinis intususepsi yang ditunjukan bersifat akut dan jika tidak segera dikenali
dan ditangani dapat semakin memburuk serta membahayakan jiwa. Keberhasilan tatalaksana
invaginasi tergantung dari cepatnya pertolongan diberikan, yaitu kurang dari 24 jam pertama
akan memberikan prognosis yang lebih baik.
Volvulus merupakan salah satu kegawatan pada bayi dan anak. Volvulus dapat
menyebabkan oklusi terhadap proksimal usus dan obstruksi didalam segmen tersebut (closed
loop obstruction) dan mengakibatkan strangulasi dan nekrosis jaringan usus bila tidak
ditangani dengan segera.
Penting bagi dokter umum untuk mengetahui definisi, manifestasi klinis intususepsi dan
volvulus, serta langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana yang dapat
diberikan sesuai kompetensi karena salah satu faktor yang mempengaruhi prognosis adalah
kecepatan dalam penanganan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus
sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada
kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen.
Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:
1. Duodenum
Berbentuk lengkungan dan pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian
kanan duodenum merupakan tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus)
dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar
brunner untuk memproduksi getah intestinum. Panjang duodenum sekitar 25 cm, mulai
dari pilorus sampai jejunum.
2. Jejunum
Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas intestinum
minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas (mesentrium)
memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe,
dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar,
dindingnya lebih tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah
3. Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya 4-5 m. Ileum
merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan
sekum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan
katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon
agar tidak masuk lagi ke dalam ileum.

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sekitar
2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Lapisan-lapisan
usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan
jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada
usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus ekterna
membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang
disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus
halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang
peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total aliran sebanyak
500 ml/hari.
Bagian-bagian usus besar terdiri dari:
1. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal
apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum.
2. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga
bagian.
a. Kolon ascenden: merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hepar di sebelah
kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
b. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung
sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik.

c. Kolon desenden: merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon
sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
3. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm.
Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus

2.2.
Invaginasi
2.2.1.

Definisi
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah keadaan ketika segmen usus masuk ke
dalam segmen lainnya, sehingga dapat mengakibatkan obstruksi atau strangulasi.
Umumnya bagian proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususipen).
Bagian yang masuk disebut intususeptum, dan yang menerima dinamakan intususipen.
Penamaan invaginasi tergantung dari hubungan antara intususeptum dan intususipen.
Misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi hanya melibatkan ileum saja. Ileo-colica
menunjukkan ileum sebagai intususeptum, dan colon sebagai intususipen. Kombinasi
lain berupa ileo-ileo colica, colo-colica, dan appendical-colica.

2.2.2 Epidemiologi dan Insidensi

Kelainan ini umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan


frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Insidensi meningkat di musim
penghujan dan kemungkinan berubungan dengan peningkatan insiden infeksi saluran
napas dan gastroenteritis. Sehingga banyak ahli menganggap hipermotilitas usus
merupakan salah satu faktor penyebab.
Dari keseluruhan tipe invaginasi, tipe ileo-colica yang paling banyak ditemukan
(75%), kemudian diikuti ileo-ileocolica 15%, lain-lain 10%, dan paling jarang tipe
appendicalcolica. Invaginasi sering dijumpai pada umur 3 bulan-2 tahun, dan paling
banyak 5-9 bulan. Prevalensi penyakit diperkirakan 1-2 penderita di antara 1000
kelahiran hidup. Anak lelaki lebih banyak daripada perempuan yaitu 3 : 1. Pada umur
5-9 bulan sebagian besar belum diketahui penyebabnya. Penderita biasanya bayi sehat,
menyusui, gizi baik dan dalam pertumbuhan optimal. Ada yang menghubungkan
terjadinya invaginasi karena gangguan peristaltik, 10% didahului oleh pemberian
makanan padat dan diare.
2.2.3. Etiologi
Secara umum etiologi invaginasi terbagi menjadi dua, yaitu idiopatik dan kausal.
1. Idiopatik
Berdasarkan literatur, 90-95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun
tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai infatile
idiophatic intussusceptions. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari
dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan folikel submukosa yang
diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead
point) terjadinya invaginasi.
2. Kausal
Pada pasien invaginasi berusia lebih dari 2 tahun, adanya kelainan usus
sebagai penyebab invaginasi seperti inverted Meckels diverticulum, polip usus,
leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, limfoma, duplikasi
usus.
Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa divertikulum Meckel, polip,
duplikasi usus dalam feses pasien invaginasi. dan limfoma pada 42 kasus dari 702
kasus invaginasi anak.
Ein dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan specific leading
points berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid
5

hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan submukosa karena


hemophilia atau Henochs purpura. Limfosarkoma sering dijumpai sebagai
penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas enam tahun. Invaginasi dapat
juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca
bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi
usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.
2.2.4. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Invaginasi
Penyakit ini sering terjadi pada usia 3-12 bulan, di mana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai
sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang-kadang terjadi setelah atau
selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus.
Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman rotavirus adalah agen
penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam fesesnya
sebanyak 37%.
2.2.5. Jenis Invaginasi
Invaginasi dapat dibagi berdasarkan lokasi bagian usus yang terlibat. Invaginasi
tunggal adalah ketika bagian usus yang terlibat memiliki dinding dengan tiga lapisan,
sedangkan pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi invaginasi ganda dengan
dinding terdiri dari lima lapisan.
1. Invaginasi tunggal
Pada ileum dikenal sebagai ileo-ileal; pada colon colo-colica, dan pada
perbatasan ileum dan caecum disebut ileo-caecal.
2. Invaginasi ganda
Contohnya adalah ileo-ileo colica, atau ileo-colo colica.
2.2.6. Patologi
Invaginasi dapat mengakibatkan obstruksi strangulasi. Obstruksi yang mendadak
akan menyebabkan bagian apeks invaginasi menjadi edema dan kaku. Jika hal ini
terjadi maka tidak mungkin untuk kembali normal secara spontan. Pada sebagian besar
kasus, keadaan ini terjadi pada daerah ileo-caecal.
Bila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial seiring progresivitas
penyakit ketika ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, maka
6

mukosa intususeptum akan mengalami edema dan kekakuan. Hal ini akan
mengakibatkan obstruksi dan akhirnya strangulasi dan perforasi usus.

2.2.7. Gambaran klinis


Secara klasik, invaginasi akan memperlihatkan gambaran sebagai berikut: anak
atau bayi yang semula sehat dengan keadaan gizi yang baik, menangis kesakitan, kedua
kaki terangkat ke atas seperti kejang dan pucat menahan sakit. Serangan ini
berlangsung selama beberapa menit. Di luar serangan, anak atau bayi akan terlihat
normal kembali. Saat ini sudah terjadi proses invaginasi.
Serangan terjadi berulang dengan jarak 15-20 menit dengan lama serangan 2-3
menit. Umumnya serangan diikuti muntah berisi cairan atau makanan dalam lambung.
Bila telah terjadi beberapa kali, pasien akan kelelahan, maka di luar serangan pasien
akan nampak lesu, tertidur hingga serangan datang kembali.
Pada awal proses invaginasi belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total
sehingga pasien masih dapat defekasi normal, namun kemudian feses bercampur darah
segar dan lendir. Selanjutnya defekasi hanya berupa darah segar dan lendir tanpa feses.
Bila sumbatan belum total, maka perut belum kembung dan tidak tegang. Saat ini
mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi seperti massa yang membujur di
7

dalam perut bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, atau kiri bawah sesuai letak
keterlibatan usus.
Tumor ini lebih mudah teraba bila terdapat peristaltik, sedangkan pada perut
bagian kanan bawah dapat teraba kosong dan hal ini disebut dances sign akibat
caecum dan kolon yang naik ke atas. Pembuluh darah mesenterium di bagian yang
terjepit akan mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, edema,
hiperfungsi sel goblet dan laserasi mukosa usus. Hal ini yang menyebabkan gejala
defekasi darah dan lendir. Tanda ini biasanya baru dijumpai 6-8 jam sesudah serangan
sakit yang pertama kali. Kadang sesudah 12 jam. Defekasi berupa darah dan lendir
kadang juga hanya ditemukan saat melakukan pemeriksaan rectal touche. 18-24 jam
setelah serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya mengalami obstruksi parsial
menjadi total diikuti proses edema yang semakin memberat. Saat ini pasien
menunjukkan tanda-tanda obstruksi seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik
usus yang jelas, muntah berwarna hijau, dan dehidrasi.
Bila keadaan terus berlanjut maka akan mengalami muntah feses, demam tinggi,
asidosis, toksis, dan terganggunya aliran darah arteri pada segmen yang terlibat. Hal ini
menyebabkan nekrosis usus, gangren, perforasi, peritonitis difusa, syok, dan kematian.
Pada pemeriksaan RT maka dapat ditemukan tonus sfingter yang melemah.
Invaginasi mungkin dapat teraba berupa massa seperti portio, dan bila jari ditarik keluar
maka tampak darah bercampur lendir.
Pada pasien dengan malnutrisi, gejala-gejala invaginasi dapat tidak khas,
sedangkan tanda-tanda obstruksi usus baru muncul berhari-hari kemudian. Pada pasien
tidak tampak sakit berat, pada defekasi tidak ada darah, dan invaginasi dapat prolaps
melalui anus. Hal ini mungkin disebabkan karena pada pasien malnutrisi tonus
melemah sehingga obstruksi tidak cepat timbul.
2.2.8. Diagnosis
Penegakkan diagnosis invaginasi dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, laboratorium dan radiologi.
1. Anamnesis
Trias gejala invaginasi adalah:
a. Nyeri perut tiba-tiba, bersifat serangan-serangan, nyeri menghilang selama
10-20 menit kemudian timbul serangan baru.

b. Teraba massa berbentuk membujur di perut bagian kanan atas, kanan


bawah, atas tengah, kiri bawah, atau kiri atas.
c. Buang air besar bercampur darah dan lendir.
Karena invaginasi sering terjadi pada anak di bawah usia 1 tahun, sedangkan
disentri umumnya terjadi pada anak yang mulai berjalan atau bermain sendiri,
maka bila pasien berumur di bawah 1 tahn dengan nyeri perut bersifat kolik
sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari atau malam, terdapat muntah, buang
air besar bercampur darah dan lendir, maka harus dipikirkan kemungkinan
invaginasi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis >10.000/mm3.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara dalam usus tidak merata,
usus terdesak ke kiri atas. Bila lanjut, terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan
gambaran air-fluid level. Dapat terlihat free air bila telah terjadi perforasi.
Pemeriksaan barium enema dapat dilakukan untuk tujuan diagnosis dan terapi.
Untuk diagnosis dikerjakan bila gejala-gejala klinis meragukan, dan akan tampak
gambaran cupping, coiled-spring appearance.
2.2.9. Diagnosis Banding
Gastroenteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai
perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan
demam.
Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
Rectal prolaps, biasanya terjadi berulang kali dan pada rectal touche
didapatkan hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada
invaginasi didapatkan adanya celah.
2.2.10. Tatalaksana

Keberhasilan tatalaksana invaginasi tergantung dari cepatnya pertolongan


diberikan, yaitu kurang dari 24 jam pertama akan memberikan prognosis yang lebih
baik. Sejak dulu tatalaksana invaginasi pada bayi dan anak mencakup dua tindakan,
yaitu:
1. Reduksi dengan barium enema
Reduksi dilakukan dengan cara memasukkan kateter yang telah diolesi
pelicin ke rektum dan difiksasi dengan plester. Melalui kateter, bubur barium
dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki (90 cm) di atas meja penderita dan
aliran bubur dideteksi dengan alat fluoroskopi hingga meniskus intususepsi
teridentifikasi dan dilakukan foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon
transversum dan bagian proksimal kolon descenden.

Bila kolom bubur barium bergerak maju, berarti proses reduksi sedang
berlangsung. Namun bila kolom bubur barium berhenti, dapat diulangi 2-3 kali
dengan jarak 3-5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan barium
dipertahankan selama 10-15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara
percobaan reduksi pertama, kedua, dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih
dahulu.
Reduksi dinyatakan berhasil apabila:
a. Rectal tube ditarik dari anus dan bubur barium keluar disertai feses dan
udara
b. Pada fluoroskopi terlihat bubur mengisi seluruh kolon dan sebagian usus
halus, menandai adanya refluks ke dalam ileum
c. Hilangnya massa tumor di abdomen
d. Perbaikan secara klinis pada anak, anak tertidur dan norit test positif
Setelah menjalani reduksi barium enema, pasien perlu dirawat inap selama 23 hari karena sering dijumpai kekambuhan selama 36 jam pertama.
Keberhasilan tindakan ini bergantung pada beberapa hal seperti waktu sejak
timbulnya gejala pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi, dan teknik

10

pelaksanaannya. Selain itu hasil reduksi akan memuaskan bila pasien dalam
keadaan tenang, oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu.
Barium enema dapat diberikan bila tidak terdapat kontraindikasi seperti:
a. Adanya tanda-tanda obstruksi usus yang jelas secara klinis ataupun pada
b.
c.
d.
e.

foto abdomen
Adanya tanda-tanda peritonitis
Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
Adanya tanda-tanda dehidrasi berat
Usia penderita di atas 2 tahun

2. Reduksi dengan tindakan operasi


Operasi dilakukan dengan pertama-tama memperbaiki keadaan umum, baru
kemudian dilakukan reposisi usus.
a. Perbaikan keadaan umum
Keadaan umum pasien sangat menentukan prognosis. Operasi baru
dilakukan bila perfusi jaringan telah baik, yang ditandai dengan produksi urin
sekitar 0.5-1 cc/kgBB/jam, nadi kurang 120 kali/menit, pernapasan tidak
lebih dari 40 kali/menit, akral hangat dan kering, turgor kulit membaik, suhu
tubuh tidak lebih dari 38oC. Hal ini dikarenakan obat anestesi dan stress
operasi akan memperberat keadaan umum pasien dan menyebabkan
penumpukan hasil metabolik di jaringan yang seharusnya dibuang lewat
ginjal dan pernapasan. Selain itu, perfusi jaringan yang buruk menyebabkan
oksigenasi jaringan juga tidak optimal. Biasanya perfusi jaringan akan baik
apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya dapat
diberikan saat operasi berjalan dan paska bedah. Hal-hal yang dilakukan
untuk memperbaiki keadaan umum adalah:
Resusitasi: pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi
Dekompresi: pemasangan nasogastric tube
Antibiotik dan sedatif: bila telah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan
hasil

pemeriksaan

laboratorium

menunjukkan

leukositosis,

maka

antibiotik spektrum luas dapat diberikan.

11

b. Reposisi usus
Tindakan selama operasi tergantung daripada keadaan usus saat operasi.
Reposisi manual dengan cara milking dilakukan dengan halus dan sabar,
juga tergantung dari ketrampilan dan pengalaman operator.
Insisi operasi dilakukan secara transversal (melintang), dan pada anak di
bawah usia 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal karena
letaknya relatif lebih tinggi. Tetapi ada juga yang berpendapat insisi
transversal infraumbilikal karena lebih mudah untuk melakukan eksplorasi
malrotasi usus, mereduksi invaginasi, dan tindakan apendektomi bila
dibutuhkan.
Belum ada batasan tegas untuk menghentikan percobaan reposisi manual.
Reseksi usus dilakukan pada kasus-kasus yang tidak berhasil direduksi
dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan, atau bila ditemukan
kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.
Setelah usus direseksi, dilakukan anastomosis

end-to-end

bila

memungkinkan. Bila tidak memungkinkan maka dilakukan eksteriorisasi


atau enterostomi.

12

2.2.11. Perawatan Paska Operasi


Pada kasus tanpa reseksi usus, nasogastric tube berguna untuk dekompresi
saluran cerna selama 1-2 hari, dan pada pasien tetap terpasang jalur intravena. Setelah
edema usus menghilang, maka pasase dan peristaltik akan segera terdengar.
Kembalinya fungsi usus ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari
nasogastric tube, abdomen menjadi lunak, tidak terdistensi. Peningkatan suhu tubuh
paska operasi juga akan turun perlahan. Antibiotik dapat diberikan satu kali pada kasus
dengan reduksi. Sedangkan pada kasus dengan reseksi, perawatan akan menjadi lebih
lama.
2.3. Volvulus
2.3.1. Definisi
Volvulus merupakan kelainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap usus itu
sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dengan mesenterium sebagai aksis
longitudinal, sehingga menyebabkan obstruksi saluran cerna.
2.3.2. Insidensi
Insidensi volvulus di dunia bervariasi, dengan kejadian volvulus usus besar
berkisar 1-5% dari seluruh penyebab obstruksi letak rendah. Di dunia bagian barat,
populasi volvulus usus besar 80% adalah volvulus sigmoid, diikuti dengan volvulus
caecum sebanyak 15%, kolon transversal 3% dan fleksura splenik (kolon antara bagian
transversal dan asending) 2%. Kondisi ini juga serupa dengan kondisi di daerah Afrik,
Asia bagian selatan dan Amerika selatan. Di daerah "volvulus belt" di Afrika dan Timur
Tengah, kejadian volvulus bahkan mencapai 50% dari penyebab obstruksi usus besar.
Volvulus lainnya dapat terjadi di gaster dan midgut.
Volvulus lebih sering terjadi pada anak yaitu akibat abnormalitas mesenterium
yang terlalu panjang, dengan basis yang sempit, usus yang tidak terfiksasi dengan baik
dan malrotasi saat masa embriologi. Volvulus banyak menyerang usia neonatus 6871%. Infant dengan malrotasi, sebanyak 40% bermanifestasi klinis saat minggu
pertama kelahiran, 50% pada bulan pertama, sisanya bermanifestasi lebih dari 1 bulan.
2.3.3. Embriologi dan Anatomi

13

Dalam permulaan perkembangannya, saluran cerna hanya berupa suatu tabung


sederhana dengan beberapa benjolan. Bakal lambung, pada saat ini, berupa suatu
pelebaran kerucut, sedangkan bakal caecum ditandai dengan pelebaran yang asimetris.
Pada usia janin bulan kedua dan ketiga, terjadi suatu proses yang dapat menimbulkan
cacat bawaan pada bayi dikemudian hari. Usus fetus mengalami perkembangan yang
pesat saat kehamilan umur 4-8 minggu. Arteri mesenterika superior yang berfungsi
memperdarahi usus halus dan kolon proksimal berperan sebagai aksis rotasi. Usus
tumbuh dengan cepat, memperluas diri dan berada dalam tali pusat (umbilical coelom)
serta membentuk umbilical loop. Masih dalam perkembangan awal, umbilical loop
diposisikan dengan arah sagital. Pada perkembangan berikutnya, dapat terbentuk suatu
duktus omfalomesenterik yang jika tidak terkonstriksi akan menjadi kelainan
Divertikulum Meckel.
Sewaktu memanjang dan bergerak di umbilical ceolom, umbilical loop berotasi
sebanyak 90 searah jarum jam, sehingga umbilical loop berada di posisi horizontal.
Kira-kira minggu ke-5 dan 6, umbilical loop terus memanjang hingga mencapai
panjang maksimum. Kelainan kongenital yang dapat terbentuk adalah omfalokel atau
hernia umbilikalis.

14

Fase embriologi: (1) bakal lambung, (2) mesenterium, (3) peritoneum parietal,
(4) intestinal loop, (5) duktus omfalomesenterika, (6) caecum.
Kemudian, sewaktu usus menarik diri masuk kembali ke rongga perut yang
didahului intestinal loop, duodenum, dan caecum berputar di dorsal arteri dan vena
mesenterika superior, sedangkan caecum memutar di ventralnya, sehingga kemudian
caecum terletak di fosa iliaka kanan, dan dikelilingi oleh kolon yang membentang
horizontal dan kolon desenden. Putaran atau rotasi dengan arah berlawanan jarum jam
yang terbentuk sudah melebihi 180.

Fase embriologi; umbilical loop terus memanjang: (1) lambung, (2)


mesenterium, (3) peritoneum parietal, (4) intestinal loop, (5) duktus
omfalomesenterika, (6) caecum.
Setelah intestinal loop kembali ke rongga perut, rotasi terus berlanjut, melebihi
270, kira-kira minggu ke-9 hingga 11, sehingga mesenterium juga berotasi dan akan
berpindah kebagian inferior duodenum dan usus halus.
Gangguan perkembangan selama minggu ke-10 atau 11 akan mengakibatkan
kelainan yang ditandai dengan misalnya, tidak terbentangnya mesenterium pada
15

dinding belakang, atau caecum tidak berada di kanan bawah perut melainkan lebih jauh
ke kranial atau caecum ada di tempat normal, tetapi tidak stabil dan tidak terpancang
(disebut dengan caecum mobile atau mudah digerakan). Hal ini disebabkan oleh
malrotasi atau non rotasi dari pertumbuhan dan perkembangan intestinal loop.

Fase embriologi; Intestinal Loop telah masuk ke rongga perut, terus memanjang
dan berkembang serta berotasi hingga putaran lengkap 270: (1) lambung, (2)
mesenterium, (3) peritoneum parietal, (4) intestinal loop, (5) duktus
omfalomesenterika, (6) caecum.
2.3.4. Etiologi dan Klasifikasi
Sebagian besar kasus terjadi akibat abnormalitas saluran cerna saat proses
embriologi dan banyak ditemukan pada anak. Namun dapat juga pada orang dewasa
dengan etiologi dan faktor risiko yang berbeda. Volvulus diklasifikasikan sesuai dengan
struktur anatomi yang terlibat.
1. Volvulus Gaster
Kasus ini jarang terjadi, namun merupakan salah satu kasus kegawatan karena
menyebabkan inkarserata dan strangulasi. Volvulus gaster diklasifikasikan oleh
Singleton berdasarkan aksis putaran volvulus tersebut.
a. Organo-aksial
Gaster berotasi mengelilingi aksis yang menghubungkan gastroesophageal
junction dan bagian antrum pilorus berotasi ke arah yang berbeda dengan
rotasi bagian fundus. Volvulus gaster jenis ini lebih sering didapatkan
dibandingkan kasus jenis mesenterikoaksial, yaitu 59% dari seluruh kasus
volvulus gaster. Volvulus gaster tipe organoaksial berhubungan dengan
defek diafragmatika. Pada tipe ini komplikasi berupa inkarserasi dan
strangulasi lebih sering dijumpai.
16

b. Mesenteriko-aksial
Pada tipe mesenterikoaksial, antrum pilorus berotasi kearah anterior dan
superior sehingga permukaan posterior gaster berada di anterior. Volvulus
gaster tipe ini tidak berhubungan dengan defek diafragmatika dan jarang
menimbulkan komplikasi strangulasi, sehingga lebih sering bersifat kronis.
c. Kombinasi
Tipe kombinasi antara organoaksial dan mesenterikoaksial jarang
ditemukan.

Gambar 2.4Volvulus gaster tipe organoaksial (gambar kiri) dan tipe


mesenterikoaksial (gambar kanan)
Etiologi dari volvulus gaster diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya,
yaitu idiopatik (tipe 1) dan kongenital (tipe 2). Tipe 1 atau tipe idiopatik
lebih sering terjadi dibandingkan tipe 2, yaitu sebanyak 2 dari 3 kasus dan
lebih sering terjadi pada orang dewasa. Tipe ini terjadi oleh karena
abnormalitas kelenturan dari ligamen gastrosplenik, gastroduodenal,
gastrofrenik dan gastrohepatik. Abnormalitas ini menyebabkan bagian
cardiak dan pilorus gaster menjadi dekat ketika gaster penuh dengan
makanan, sehingga mempermudah terjadinya volvulus.
Tipe 2 atau tipe kongenital disebabkan oleh defek kongenital berupa defek
pada diafragmatika 43%, ligamen 32%, perlekatan abnormal 9%,
asplenisme 5%, malformasi usus kecil dan usus besar 4%, stenosis pilorus
2%, distensi kolon 1% dan atresia rektal 1%. Penyebab kelainan
neuromuskular seperti poliomielitis juga beresiko terhadap terjadinya
volvulus gaster.
2. Volvulus Midgut
Midgut merupakan bagian embriologis yang kemudian menjadi duodenum,
jejunum, ileum, caecum, apendiks, kolon asending, kolon bagian fleksura hepatik
dan kolon transversal pada manusia pasca lahir. Volvulus midgut merupakan
17

keadaan yang disebabkan oleh kegagalan atau malrotasi intestinal loop saat masa
embriologi dan merupakan kasus kegawatan di bidang pediatrik karena
menyebabkan adanya obstruksi dan iskemia jaringan usus.
Kasus volvulus midgut banyak ditemukan pada satu tahun pertama kehidupan.
Beberapa kasus volvulus midgut bahkan ditemukan saat manusia masih menjadi
janin dan mungkin juga tanpa disertai malrotasi. Etiologi yang mungkin
menyebabkan volvulus midgut, selain akibat kegagalan rotasi adalah akibat tidak
adanya otot dari saluran cerna dan defek mesenterika.
3. Volvulus Caecum
Volvulus caecum terjadi akibat kelainan bawaan kolon kanan yang tidak
terletak retroperitoneal dan tidak terfiksasi dengan baik serta tergantung pada
perpanjangan mesenterium usus halus. Volvulus caecum melibatkan distal ileum
dan colon ascending, dimana keduanya saling terpuntir.
Pada studi otopsi oleh Anson, sebanyak 10% kolon ascending mempunyai
mesokolon yang mobile, sehingga memudahkan terjadinya volvulus. Selain
mesenterium yang panjang, Anomali dimana terdapat undescended right colon,
caecum yang mudah bergerak (mobile) serta adanya space occupying lession
pada pelvis seperti tumor ovarium merupakan faktor resiko terjadinya volvulus
pada caecum. Sebagai contoh, sebuah kasus volvulus juga ditemukan pada
kehamilan, walaupun kasus ini tergolong jarang.
4. Volvulus Colon Transversal
Volvulus pada kolon transversal merupakan kasus yang jarang terjadi, yaitu
sebanyak 4% dari seluruh kasus volvulus serta banyak menyerang perempuan.
Faktor predisposisi meliputi adanya mesokolon yang panjang serta jarak yang
dekat antara kolon bagian fleksura hepatik dan bagian fleksura splenik atau
interposisi hepatodiafragmatika kolon (Sindrom Chilaiditi). Obstruksi kolon
bagian

distal juga dapat memperpanjang dan memperluas kolon transversal

sehingga beresiko terjadi volvulus.


5. Volvulus Sigmoid
Volvulus sigmoid
dibandingkan volvulus

merupakan
ditempat

volvulus

dengan

lain. Volvulus

kejadian

sigmoid

terbanyak

terjadi akibat

perpanjangan sigmoid sehingga panjang sigmoid berlebihan disertai dengan basis


mesenterium yang sempit.
Studi di beberapa penelitian

menyatakan

bahwa

volvulus

sigmoid

berhubungan dengan konstipasi kronik, ditemukan pada pengguna obat laksatif


18

dan enema, berhubungan dengan diet tinggi serat, dan adanya massa di cavum
pelvis serta Penyakit Chagas dan Hirschprung. Arah terjadinya puntiran sigmoid
adalah searah dengan jarum jam. Konstipasi kronis dan diet tinggi serat
menghasilkan sigmoid yang penuh dengan feses dan beratnya menghasilkan
momentum yang menginisiasi volvulus. Massa didalam usus berupa cacing juga
dapat menyebabkan momentum sehingga beresiko terjadi volvulus.

2.3.5. Patofisiologi
Pada masa embriologi, minggu ke 4 hingga ke 8, terjadi perkembangan intestinal
fetal yang pesat, dimana terjadi pemanjangan dan perkembangan tube serta rotasi
hingga 270. Jika loop duodenum tetap berada pada sisi kanan abdomen dan loop
sekokolik berada pada bagian kiri dari arteri mesenterika superior terjadilah nonrotasi
dari intestinal loop. Malrotasi terjadi jika terdapat gangguan rotasi duodenal, yang
seharusnya lengkap 270 menjadi hanya 180 dan loop sekokolik kehilangan rotasi
180 dari rotasi normalnya, menyebabkan caecum terletak diatas (mid-abdomen) atau
letak tinggi.
Malrotasi menyebabkan caecum terletak diatas, di mid abdomen beserta dengan
tangkai peritoneal yang disebut Ladds Bands. Ladds Bands merupakan jaringan
fibrosis dari peritoneal yang melekatkan caecum di dinding abdomen dan menimbulkan
obstruksi pada duodenum serta khas terdapat pada malrotasi intestinal. Malrotasi dari
intestinal loop dapat bersifat asimptomatik, namun beresiko terhadap adanya volvulus
dikemudian hari.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas
(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Peregangan usus yang terus menerus
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Pengaruh atas
kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan
19

hipovolemi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis


metabolik. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Bakteriemia dan
hipovolemi ini kemudian menyebabkan proses sistemik menyebabkan SIRS (systemic
inflammatory response syndrome).

Caecum letak tinggi akibat malrotasi saat masa embriologi; disertai Ladds
Bands yang menyebabkan obstruksi duodenum.

20

2.3.6. Manifestasi Klinis


1. Anamnesis
Volvulus secara garis besar bermanifestasi sebagai obstruksi saluran cerna.
Volvulus gaster yang akut bermanifestasi adanya nyeri pada epigastrium yang
sifatnya akut, nyeri dada yang sifatnya tajam, distensi abdomen dan biasanya juga
disertai hematemesis akibat iskemia mukosa. Trias Borchardt khas menunjukan
adanya obstruksi saluran cerna bagian atas, yaitu adanya nyeri, muntah tanpa
pengeluaran isi lambung (isi lambung naik ke esofagus namun tidak memasuki
faring sehingga tidak terjadi pengeluaran isi lambung) dan pipa nasogastrik yang
tidak dapat masuk hingga ke lambung.
Sedangkan volvulus gaster yang kronis bermanifestasi nyeri dan cepat merasa
kenyang saat makan. Pasien juga mengeluhkan adanya sulit napas, nyeri dada dan
disfagia. Karena gejala ini tidak khas maka pasien seringkali didiagnosis dengan
ulkus peptikum dan kolelithiasis.
Volvulus gaster pada anak kurang dari 5 tahun menyebabkan manifestasi klinis
berupa muntah yang tidak berwarna kehijauan (nonbilious emesis), distensi pada
bagian epigastrium dan nyeri perut, sedangkan pada bayi kurang dari 1 tahun juga
disertai penurunan nafsu makan dan kegagalan tumbuh kembang.
Berbeda dengan volvulus pada gaster, manifestasi klinis yang khas dari
volvulus caecum adalah tanda-tanda obstruksi saluran cerna, disertai distensi
abdomen dan timpani abdomen. Diagnosis volvulus caecum jarang ditegakkan
melalui gejala klinis, 50% ditegakan melalui gambaran radiologi dengan
karakteristik coffee bean atau tear drop (bascule) appearances.
Pasien dengan volvulus sigmoid, kolon transversal dan caecum menunjukan
gejala yang hampir sama. Manifestasi klinis utama yang sering dikeluhkan adalah
nyeri perut, distensi perut disertai tidak bisa flatus dan buang air besar (konstipasi
kronis). Pada volvulus sigmoid, episode gejala yang pertama dapat hilang atau
sembuh sendiri. Namun gejala tersebut dapat timbul kembali. Setiap episode
volvulus, basis mesokolon akan semakin menyempit sehingga pada episode
berikutnya volvulus lebih mungkin terjadi kembali dan sulit untuk kembali.
Kasus volvulus pada bayi, manifestasi klinis yang sering terjadi dan
merupakan gejala khas serta ditemukan di 77-100% kasus meliputi adanya
penurunan nafsu makan dan muntah berwarna kehijauan (bilious vomiting).
Pertimbangkan diagnosis yang diarahkan ke volvulus akibat malrotasi midgut
hingga terbukti adanya penyebab lain. Pada anak yang lebih besar, gejala sifatnya
tidak jelas meliputi muntah kronis dengan kram perut. Gejala lain yang muncul
21

diantaranya adanya gangguan tumbuh kembang, konstipasi kronis, diare lendir


darah dan muntah darah. Anak dengan gejala tersebut seringkali terdiagnosis
dengan irritable bowel syndrome, ulkus peptikum, batu ginjal atau psikogenik.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan klinis, pasien dapat tampak baik-baik saja, dengan
pemeriksaan abdomen tanpa kelainan, hal ini ditemukan pada 50% pasien,
biasanya karena obstruksi usus sifatnya sangat proksimal. Sisanya didapatkan
tanda distensi abdomen. Pada palpasi abdomen yang dalam, mungkin didapatkan
suatu massa akibat statis makanan di usus dan massa puntiran usus. Pada kasus
yang sudah berulang dan tidak ditangani, kejadian iskemia jaringan usus dan
distensi abdomen masif akibat produksi gas berlebihan seringkali ditemukan, juga
disertai dengan sepsis, bahkan syok hipovolemi akibat peritonitis. Pada
pemeriksaan fisik dengan curiga volvulus hendaknya mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya komplikasi berupa peritonitis, sepsis dan syok
hipovolemia.
Pada volvulus sigmoid, distensi abdomen biasanya bersifat masif, besar dan
mengganggu. Pada perkusi perut didapatkan bunyi hipertimpani karena
penimbunan gas yang berlebihan. Pada inspeksi dan palpasi abdomen, biasanya
kontur sigmoid dapat tampak atau teraba di dinding abdomen seperti ban mobil.
Jika didapatkan tanda-tanda peritonitis maka curiga adanya ruptur pada usus. Jika
perforasi sudah berlanjut menjadi peritonitis maka juga mungkin didapatkan
tanda toksisitas sistemik atau SIRS. Adanya komplikasi dicurigai jika ditemukan
adanya takikardi, pireksia, rebound tenderness, defense muscular dan gangguan
bising usus. Monitoring terhadap tanda vital sangat penting untuk memantau
terjadinya komplikasi.
2.3.7. Diagnosis Banding
Gejala berupa nyeri abdomen menyerupai dengan nyeri abdomen pada obstruksi
usus (ileus obstruksi, intusepsi), gastroenteritis, kolesistitis, infeksi saluran kemih, batu
saluran kemih dan ulkus peptikum. Distensi abdomen juga terdapat pada obstruksi usus.
Pada bayi dan anak, diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan adalah intusepsi,
megakolon kongenital, divertikulum Meckel dan penyakit Hirschprung. Untuk

22

menyingkirkan diagnosis banding perlu dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium


dan radiologi.
2.3.8. Diagnosis
Diagnosis volvulus didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Secara garis besar pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
didapatkan gejala dan tanda obstruksi saluran pencernaan.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah
rutin untuk mendapatkan jumlah leukosit dan hemoglobin, pemeriksaan kadar
elektrolit darah dan gula darah. Pemeriksaan penunjang laboratorium tidak
banyak membantu diagnosis volvulus, namun berguna untuk persiapan operasi.
Pemeriksaan penunjang laboratorium juga dapat mengkonfirmasi adanya
komplikasi dari volvulus.
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang
abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan pada obstruksi saluran
cerna. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi. Hematokrit
yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya
gangguan elektrolit. Analisa gas darah menunjukan abnormalitas pada pasien
dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada
tanda-tanda syok dan dehidrasi.
2. Pemeriksaan Radiologis
Untuk mendapatkan diagnosis pasti, pemeriksaan imaging atau radiologis
diperlukan. Secara umum, pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah:
a. Foto abdomen
Foto polos abdomen anterior-posterior dan lateral dapat menunjukan
adanya obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop, dilatasi lambung dan
duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta batas antara udara dengan cairan
(air-fluid level). Foto dengan kontras dapat menunjukan adanya obstruksi,
baik bagian proksimal maupun distal. Malrotasi dengan volvulus midgut patut
dicurigai bila duodenojejunal junction berada di lokasi yang tidak normal atau
ditunjukan dengan letak akhir dari kontras berada. Foto dengan kontras juga
dapat menunjukan obstruksi bagian bawah, dilakukan juga pada pasien dengan
gejala bilious vomiting untuk mencurigai adanya penyakit Hirschsprung,
meconium plug syndrome dan atresia.
23

Volvulus gaster dapat didiagnosis dengan foto thorax, dimana terdapat


gambaran air fluid level di retrocardiaka. Dengan kontras, gambaran obstruksi
lambung di tempat volvulus terjadi dapat mengkonfirmasi adanya volvulus.
b. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi tidak banyak membantu diagnosis volvulus,
namun pada pemeriksaan ini dapat didapatkan cairan intraluminal dan edema
di abdomen. Kemudian, adanya perubahan anatomikal arteri dan vena
mesenterika superior dapat terlihat, hal ini menunjukan adanya malrotasi,
walaupun tidak selalu.
b. CT scanning
CT scanning mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik untuk
mendiagnosis adanya obstruksi usus, termasuk volvulus. Pengambilan titik
transisi di beberapa lokasi dengan CT scan signifikan untuk mendiagnosis
volvulus. Titik transisi yang berhubungan dengan volvulus cenderung terlokasi
lebih dari 7 cm anterior spinal. The Whirl Sign merupakan gambaran khas
pada CT scan yang menunjukan adanya volvulus. Arah putaran volvulus juga
dapat dilihat pada CT scan.

24

Volvulus Gaster; gambar menunjukan distensi gaster mengisi hemitoraks


bagian kiri dan mendesak mediastinum (gambar kiri) Gambar menunjukan
gaster berada di dada bagian bawah pada hernia hiatal yang besar. Gaster
berotasi dengan putaran organoaksial. Inkarserata tidak terjadi secara
komplit.

CT Scan menunjukan gambaran khas The Whirl Sign (panah); Volvulus


intestinal (kanan) dan Volvulus Midgut (kiri)
Diagnosis volvulus caecum jarang ditegakkan melalui gejala klinis, 50%
ditegakan melalui gambaran radiologi dengan karakteristik coffee bean atau tear
drop (bascule) appearances. Foto dengan kontras barium beresiko terjadi
perforasi karena agar kontras barium mencapai kolon bagian kanan, insuflasi
yang ekstensif diperlukan. Namun jika diagnosis belum dapat dipastikan dari
foto, kontras water soluble dapat dimasukan melalui kolonoskopi. Laparotomi
juga dapat dilakukan dalam rangka diagnosis volvulus.

25

Coffee bean appearance; gambaran di tengah bawah abdomen terlihat dilatasi


usus; khas pada volvulus caecum dan sigmoid.
Berdasarkan penelitian, volvulus sigmoid paling sering terjadi diantara
volvulus lainnya. Volvulus sigmoid ditegakan melalui gambaran radiologi foto
polos abdomen dimana menggambarkan karakteristik "omega" atau "inverted
loop". Pada kasus yang meragukan, foto dengan kontras dapat menunjukan
adanya gambaran "beaked apperances" yaitu gambaran seperti paruh burung di
bagian kolon sigmoid.

Birds Beak appearance; foto kontras khas pada volvulus sigmoid dan caecum.

2.3.9. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi
usus. Volvulus sendiri merupakan obstruksi usus yang cepat menyebabkan inkarserasi
dan strangulasi. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasilhasil produksi bakteri, jaringan nekrotik, yang jika terjadi perforasi makan akan
menyebabkan peritonitis. Namun tanpa terjadi perforasi, bakteri secara permeabel dapat
menuju pembuluh darah dan menyebabkan infeksi yang berlanjut menjadi sepsis.
26

2.3.10.Tatalaksana
Prioritas utama penyelamatan pasien adalah dengan mendiagnosis adanya
volvulus, letak volvulus dan kemudian mencegah adanya nekrosis jaringan dan syok
hipovolemik akibat muntah dan kehilangan cairan di abdomen. SIRS juga dapat
menyertai komplikasi dari volvulus, sehingga perlu untuk dilakukan tatalaksana
resusitasi yang cepat jika ada tanda-tanda komplikasi.
Prinsip resusitasi adalah dengan mengurangi kehilangan cairan dan mencegah
terjadinya inkarserasi dan strangulasi. Lakukan resusitasi cairan segera, sementara
menunggu untuk dilakukan tindakan operatif. Pipa nasogastrik direkomendasikan untuk
mengurangi muntah serta pipa rektal untuk dekompresi volvulus usus besar serta untuk
mengurangi obstruksi akibat feses dan gas.
Antibiotik spektrum luas direkomendasikan pada pasien dengan curiga adanya
nekrosis jaringan dan infeksi, terlebih jika didapatkan komplikasi perforasi, peritonitis
dan sepsis. Antibiotik spektrum yang disarankan adalah golongan ampisilin,
klindamisin dan gentamisin. Antibiotik ini terbukti efektif dalam menurunkan angka
kejadian infeksi post operatif.
Berikut adalah tatalaksana sesuai jenis-jenis volvulus:
1. Volvulus Gaster
Pengobatan volvulus gaster akut adalah dengan pembedahan, yaitu dengan
laparotomi, koreksi volvulus dan penilaian terhadap viabilitas gaster. Hernia
diafragmatika dikoreksi melalui abdomen, yaitu dengan memasukan pipa melalui
defek diafragma, menyedot tekanan dalam thorax dan pipa nasogastrik dapat
dimanipulasi kedalam gaster yang terdistensi untuk mengurangi ukuran gaster.
Jika tidak berhasil, gastrotomi diperlukan sebelum memasukan gaster ke dalam
abdomen.
Setelah hernia diatasi, kantung hernia dieksisi dan defek diafragmatika dijahit
dengan jahitan interuptus. Defek yang besar dapat diberikan prostesis walaupun
hal ini tidak dianjurkan. Selanjutnya adalah mencegah terjadinya volvulus
kembali. Beberapa peneliti menyarankan gastropeksi dengan pipa gastrostomi
dan menjahit gaster ke dinding abdomen. Jika ditemukan bagian yang nekrosis
dan terbentuk gangren, maka bagian tersebut harus dihilangkan dengan
gastrektomi total atau parsial. Pipa gastrostomi dimasukan untuk mendekompresi
gaster paska operasi.
27

2. Volvulus Midgut
Volvulus midgut disebabkan oleh adanya malrotasi akibat kelainan saat masa
embriologis. Penanganan volvulus midgut adalah dengan prosedur Ladds.
Setelah melakukan pembukaan abdomen, usus halus terlihat dan menutupi kolon
dibawahnya. Massa intestinal dirotasi untuk mereduksi volvulus, kemudian
intestinal di reposisi ke abdomen. Biasanya apendektomi juga dilakukan pada
prosedur ini karena ikatan peritoneal dianggap dapat menrusak pembuluh darah
appendiks.
3. Volvulus Colon Transversal
Penatalaksanaan volvulus kolon transversal meliputi laparotomi dan reseksi.
Detorsi sendiri, pada 75% kasus, diikuti dengan kejadian volvulus kambuhan.
Reseksi segmental dari kolon transversal atau hemicolektomi bagian yang meluas
lebih disarankan.
4. Volvulus Sigmoid
Pengobatan volvulus sigmoid telah dilakukan semenjak beberapa dekade yang
lalu, dari pembedahan segera untuk mengkoreksi volvulus dengan mortalitas yang
tinggi hingga tindakan sigmoidoskopi dan pembedahan elektif dengan mortalitas
yang lebih rendah. Bahkan sejak jaman hipokrates, penurunan mortalitas akibat
volvulus telah terlihat, dengan menggunakan suppositoria sepanjang 10 digit
melalui rektum. Metode ini kembali digunakan oleh Gay, 1859, namun tidak
banyak diikuti hingga pertengahan abad berikutnya. Di abad ke 20, deflasi
perkutaneus

menggunakan

trochar

diperkenalkan

oleh

Crips,

dengan

menggunakan cadaver sebagai alat coba. Laparotomy dengan fiksasi dan reseksi
sigmoid diperkenalkan oleh Atherton, 1883, walaupun angka mortalitasnya
tinggi, mencapai 50%. Begitupula dengan sigmoidopexy, angka mortalitasnya
juga tinggi. Metode lain berupa deflasi transanal dengan sigmoidoskopi
diperkenalkan Bruusgard, 1947, yang mempunyai angka mortalitas lebih rendah
sehingga lebih banyak diterima.
Disisi lain, penelitian yang dibawakan oleh Bak, menyatakan bahwa mortalitas
akibat operasi tidaklah besar, yaitu sekitar 6%. Arnold dkk, juga menambahkan
bahwa mortalitas yang tinggi terjadi pada populasi tua. Kemudian disimpulkanlah
bahwa operasi setelah episode pertama gejala dapat dilakukan pada umur
dibawah 70 tahun, sedangkan untuk umur diatas 70 operasi dilakukan setelah
episode ulangan.
28

Penelitian ini juga diinterpretasikan dengan makna lain. Angka kejadian


ulangan pada pasien diatas umur 70 tahun kemungkinan karena pasien meninggal
akibat keadaan lain atau karena tua. Sedangkan yang dibawah 70 tahun dapat
mengalami kejadian ulangan karena masa hidup yang masih lama. Hal lain yang
dipertimbangkan adalah keadaan umum, status kardiorespirasi dan metabolik
pasien.

Akhir-akhir

ini,

penatalaksanaan

volvulus

dengan

operatif,

sigmoidoskopi, dan perkutaneus deflasi diperbaharui dan angka mortalitas turun


drastis.
Terapi non-operatif yang dapat dilakukan adalah pertama dengan memasukan
pipa melalui anus, ukuran 30-36 panjang 50 cm, menuju tempat obstruksi.
Barium dimasukan ke dalam pipa dan tekanan hidrostatik untuk memasukan
barium akan membuka puntiran volvulus. Foto dengan kontras barium melalui
anus yang dilakukan oleh radiologis ternyata dapat mendetorsi volvulus.
Keberhasilan akan dikonfirmasi dengan dekompresi atau keluarnya feses dan gas.
Cara lainya adalah dengan menggunakan rektoskopi atau dengan kolonoskopi
yang dimasukan melalui anus menuju tempat obstruksi.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa setelah dilakukan dekompresi volvulus
sigmoid

pasien

sebaiknya

dilakukan

sigmoidektomi

untuk

mencegah

kekambuhan. Setengah dari pasien volvulus sigmoid setelah dekompresi akan


mengalami satu kali episode kekambuhan dan biasanya ahli bedah melakukan
reseksi setelah timbul episode kekambuhan.
Pasien dengan strangulasi dan nekrosis disarankan untuk dilakukan
pembedahan. Terapi operatif untuk volvulus sigmoid adalah dengan laparotomi
yaitu dengan melakukan dekompresi dan koreksi terhadap puntiran volvulus dan
memasukan pipa rektal ke segmen yang terdilatasi.
Saat ini, pada pasien yang dilakukan operasi emergensi untuk volvulus
sigmoid, ususnya tidak lagi viabel. Oleh karena itu, prosedur pilihannya adalah
reseksi sigmoid, baik dengan anastomosis kolorektal atau dengan prosedur
Hartmann. Pembedahan laparotomi dengan reseksi dilakukan atas dasar anatomis,
dimana proksimal rektum dekat dengan distal kolon, akibat basis mesokolon yang
menyempit, memfasilitasi end-to-end anastomosis. Untuk pasien yang kolon
sigmoidnya masih viabel dapat dilakukan sigmoidopexy, fiksasi sigmoid ke
dinding lateral abdomen.
5. Volvulus Caecum

29

Prinsip penanganan volvulus caecum adalah dengan mengoreksi volvulus atau


mengurangi volvulus dan fiksasi atau reseksi. Dekompresi dengan kolonoskopi
biasanya menghasilkan kegagalan sehingga tidak dilakukan dan tidak disarankan.
Penanganan dengan melakukan operasi pada pasien dengan volvulus caecum
menuai banyak kontroversi. Operasi sederhana dengan melakukan detorsi
volvulus biasanya diikuti dengan kejadian kambuhan, sekitar 4% dari kasus.
Tindakan reseksi dan hemikolektomi dilakukan untuk mencegah kekambuhan dan
direkomendasikan pada pasien yang sudah terdapat gangren. Jika caecum masih
viabel maka selamatkan bagian yang sehat dan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan dilakukanlah sekopeksi. Sekopeksi (cecopexy) dilakukan dengan
sederhana yaitu dengan menjahit caecum ke dinding lateral abdomen yaitu
saluran lateral parakolik atau fiksasi menggunakan lambaian peritoneum, namun
angka kejadian kekambuhan juga dilaporkan pada beberapa penelitian. Reseksi
kolon Sekostomi dianggap sebagai tindakan yang rumit dan menimbulkan
komplikasi infeksi dan nekrosis sehingga tidak disarankan.
2.3.11.Prognosis
Prognosis pasien dengan volvulus tergantung dari komplikasi yang menyertai
serta cepatnya penanganan. Volvulus midgut mempunyai angka mortalitas 3-15%.
Penundaan operasi akan meningkatkan angka mortalitas. Pada pasien dengan nekrosis
saluran cerna, reseksi dapat meningkatkan angka kelangsungan hidup. Angka kejadian
kekambuhan juga banyak dilaporkan pada tindakan sekopeksi dan sigmoidopeksi serta
tindakan dekompresi tanpa tindakan operatif.

30

BAB III
KESIMPULAN

Invaginasi atau intususepsi adalah keadaan ketika segmen usus masuk ke dalam segmen
lainnya, sehingga dapat mengakibatkan obstruksi atau strangulasi. Umumnya bagian
proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususipen). Lebih dari 90% kasus bersifat
idiopatik, 10 % kasus terdapat penyebab spesifik seperti divertikulum Meckel, hiperplasia
ileum terminal dan polip. pada anak, kejadian invaginasi dipengaruhi oleh perubahan diet
anak (cair padat)dan adanya kuman rotavirus (gastroenteritis akut).
Jenis invaginasi dibagi atas dua yaitu invaginasi tunggal yang terdiri dari ileo-ileal;
pada colon colo-colica, dan pada perbatasan ileum dan caecum disebut ileo-caecal dan
Invaginasi ganda yang terdiri dari ileo-ileo colica, atau ileo-colo colica. Penegakan diagnosis
dapat dilakukan melaluis anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa
foto polos abdomen dan USG abdomen. gejala khas invaginasi ialah adanya trias invaginasi
berupa nyeri perut tiba-tiba, teraba massa dan buang air besar bercampur darah dan lendir.
pada rectal toucher didapatkan tonus sfingter yang melemah, invaginasi mungkin dapat
teraba berupa massa seperti portio, dan bila jari ditarik keluar maka tampak darah bercampur
lendir.
Manifestasi volvulus tergantung dari struktur anatomi yang terlibat dan secara umum
menunjukkan gambaran obstruksi saluran cerna. Pada volvulus gaster, dapat ditemukan trias
Borchardt, dan muntah tidak disertai cairan empedu. Sedangkan pada volvulus caecum pada
pemeriksaan radiologi tampak gambaran coffee bean atau tear drop (bascule). Volvulus
sigmoid, colon transversal dan caecum memiliki gejala yang mirip dengan manifestasi utama
berupa nyeri dan distensi perut, tidak dapat flatus ataupun buang air besar. Pada bayi dapat
terjadi muntah berisi cairan empedu. Sedangkan pada anak yang lebih besar, gejalanya
kurang jelas meliputi muntah kronis dengan kram perut. Penanganan volvulus yang
merupakan kasus kegawadaruratan meliputi pembedahan yang sesuai dengan anatomi yang
terlibat.

31

Daftar Pustaka
1. Townsend, Courtney. Et.al., Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of
Modern Surgical Practice 19th edition, Elsevier Saunders, Philadelphia, 2012
2. Schwartz, Shires, Spencer, Principles of Surgery 9th edition, The McGraw-Hill
Companies,Inc., 2010
3. De jong Wim, Sjamsuhidajat R, Buku ajar ilmu bedah edisi 3, Penerbit buku kedokteran
EGC, Jakarta, 2010
4. Diagnostic radiology. A Text book of medical imaging (3-volume set). Pdb.
5. Juhl-paul and juhls essentials of radiologic imaging 7th.Pdb

32

You might also like