You are on page 1of 29

BAB II

KONSEP DASAR MORBILI

A. Pengertian
Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala
gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam scarlet, pembesaran
serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan anak vol 2, Nelson, EGC, 2002 ). Morbili adalah
penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium
erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2010). Morbili adalah penyakit infeksi virus akut,
menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium
konvalesensi. (Mansjoer, 2004)
B. Etiologi dan faktor risiko
Virus RNA dari Famili Paramixoviridae, genus Morbillivirus. Virus ini sangat sensitif
terhadap panas dan dingin, dapat diinaktifkan pada suhu 30C - 20C, sinar ultraviolet, eter,
tripsin, dan betapropiolakton. Sedangkan formalin dapat memusnahkan daya infeksinya
tetapi tidak mengganggu aktivitas komplement, penyakit ini disebarkan secara droplet
melalui udara. Hanya satu tipe antigen yang diketahui yang strukturnya mirip dengan virus
penyebab parotis epidemis dan parainfluensa. Virus tersebut ditemukan didalam sekresi
nasofaring, darah dan air kemih ; paling tidak selama periode prodormal dan untuk waktu
singkat setelah munculnya ruam kulit. Pada suhu ruangan virus tersebut tetap aktif selama 34
jam.
Faktor risiko :
1.
2.
3.
4.

Daya tahan tubuh yang lemah


Belum pernah terkena campak
Belum pernah mendapat vaksinasi campak
Campak paling sering terjadi pada anak yang belum diimunisasi dan remaja atau dewasa
yang sudah diimunisasi (Nelson, 2002)

Sumber penularan:
3

1. Sekesi saluran pernapasan orang yang terinfeksi


2. Darah orang yang terinfeksi
3. Urin orang yang terinfeksi
Cara penularan :
droplet dan kontak langsung dengan penderita serta penggunaan peralatan makan dan minum
bersama.
C. Anatomi fisiologi
Saluran pernafasan
Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara luar agar bersentuhan dengan
membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah
hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai
bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia.
1. Hidung
Hidung terdiri atas bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal menonjol dari wajah
dan disanggah oleh tulang hidung dan kartilago. Nares anterior (lubang hidung)
merupakan ostium sebelah luar dari rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal
yang sempit yang disebut septum. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang
sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi
secara terus menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan
bergerak ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara
mengalir ke dan dari paru-paru. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut
oleh bulu-bulu hidung disaring oleh selaput mukosa lendir, dihangatkan dan
dilembabkan. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor
olfaksi terletak dalam mukosa hidung.
2. Faring/Tenggorokan
Faring/tenggorokan adalah suatu struktur tuba, yang menghubungkan hidung dan rongga
mulut ke laring. Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan terdapat di bawah dasar tengkorak di belakang rongga hidung. Faring
4

berhubungan ke atas dengan rongga hidung ke depan dengan rongga mulut. Faring terdiri
dari nasofaring, orofaring dan laringofaring. Nasofaring terletak di posterior hidung dan
di atas palatum mole. Pintu masuk laring dibentuk oleh epiglotis. Adenoid atau tonsil
yang terletak dalam langit-langit nasofaring. Fungsi faring untuk menyediakan saluran
traktus repiratorius terhadap serangan organisme yang memasuki tenggorokan.
3. Laring/organ suara
Adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama
laring adalah memungkinkan terjadinya vokalisasi, melindungi jalan nafas bagian bawah
dari obstruksi benda asing, dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak
suara.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya. Trakea disokong oleh cincin
tulang rawan yang berbentuk sepatu kuda, yang panjangnya kurang lebih 5 inci, serta
dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, dengan gerakan silia maka
debu yang masuk ke saluran pernafasan dapat dikeluarkan. Trakea ini berjalan dari laring
sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke-5 dan di tempat ini bercabang menjadi
dua bronkus. Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan
disebut karina.
5. Bronkus dan bronkiolus
Bronkus terbentuk dari belahan dua trakea. Bronkus kanan lebih pendek dari bronkus kiri
dan lebih besar daripada yang kiri. Pada bronkiolus (bronkus yang bercabang lebih kecil)
tidak terdapat cincin dan pada ujung bronkiolus terdapat gelembung paru atau alveoli.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi bronkus lobarus dan bronkus
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin
kecil, yang menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar
udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Setelah bronkus alveoli terdapat asinus yang
merupakan unit fungsional paru-paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : (1)
Bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kandung udara, kecil atau alveoli pada
dindingnya, (2) Duktus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolus, (3) Sakus alveolaris
terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.
6. Alveoli
Paru-paru ada 2 dan merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru mempunyai permukaan
luar yang menyentuh iga (pleura viseral) dan permukaan yang menyentuh paru-paru
5

(pleura parietal) antara kedua pleura terdapat ruangan yang mengandung cairan berfungsi
melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama
ventilasi. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga thoraks menjadi dua
bagian. Paru kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu lobus atas, tengah dan bawah, dan paru
kiri menjadi 2 lobus yaitu atas dan bawah.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juga alveoli dan berfungsi sebagai tempat pertukaran O2
dan CO2. Alveoli terdapat 3 jenis sel-sel alveolar tipe 1 adalah sel epitel yang
membentuk dinding alveolar. Tipe 2 sel-sel yang aktif secara metabolik mensekresi
surfaktan suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar
tidak kolaps.
Tipe 3 makrofag yang merupakan sel-sel fagositosis yang besar yang memakan benda
asing (lendir, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkialis yang berasal dari
aorta thorakalis berjalan sepanjang dinding posterior bronkiolus dan arteri pulmonalis
dari ventrikel kanan ke paru-paru.
Tiga proses yang berhubungan dengan pernafasan :
a. Ventilasi: adalah udara bergerak masuk dan keluar paru-paru. Karena ada selisih
antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot.
b. Difusi : adalah proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada tempat pertemuan
udara dan darah. Membran alveolar kapiler merupakan tempat yang ideal untuk difusi
karena membran ini mempunyai permukaan yang luas dan tipis.
c. Perfusi : pengisian kapiler pulmonar dengan darah, perfusi pulmonal adalah aliran
darah aktual melalui sirkulasi pulmonal. Darah dipompakan ke paru-paru oleh
ventrikel kanan melalui arteri pulmonal. Arteri pulmonal terbagi menjadi cabang
kanan dan kiri untuk mensuplai kedua paru normalnya sekitar 2%.
Mekanisme ventilasi perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan
kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi
(aliran darah) dalam kapiler. Mekanisme ventilasi disebut dengan istilah volume paru dan
kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi volume tidal (500 ml), volume cadangan
inspirasi (3000 ml), volume cadangan ekspirasi (1100 ml) dan volume residu (1200 ml)
dan ruang rugi pernafasan dimana tidak terjadi pertukaran gas 150 ml.
Anatomi kulit

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Merupakan salah satu organ yang
terbesar dari tubuh. Kulit membentuk 15% dari berat badan keseluruhan. Kulit terbagi
dua lapisan yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis. Kulit adalah organ tubuh terluas
yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma
ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk
mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum
korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah
kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam
jaringan subkutan. Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil
metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit,
selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan
untuk

mensintesis

vitamin

D.

Kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
Lapisan epidermis, terdiri atas:
1. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati dan
mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit
dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan
berlebihan dari tubuh.
2. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak
kaki.
3. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut
terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
4. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal
dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak
sudut dan mempunyai tanduk).
5. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian
basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel
induk.
Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
1. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang
menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
2. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).

Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat
serta sebasea dan akar rambut.
Lapisan endodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan adipose
yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.
Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan
suhu tubuh. Kelenjar Pada Kulit. Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar
permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar
keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin
ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini
terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.

Fungsi kulit:
1. Sebagai pelindung tubuh.
Kulit melindungi stuktur internal dari tubuh terhadap trauma dan terhadap invasi oleh
mikro organisme yang membahayakan. Sebagian besar organisme mengalami kesulitan
berpenetrasi pada kulit yang utuh tetapi dapat masuk melalui kulit yang terpotong atau
mengalami abrasi (lecet). Selain itu pula sebagai alat pelindung diberikan oleh lapisan zat
tanduk tambahan pula perlindungan diberikan oleh keasaman dari keringat dan terdapat
asam lemak pada sebum, yang dapat menghabat pertumbuhan mikro-organisma, dan oleh
aksi dari mikro-organisme yang membahayakan dari mikro-organisma , yang kurang
membahayakan secara normal terdapat pada permukaan kulit.
2. Sebagai alat peraba
Merasakan sentuhan , rasa nyeri , perubahan suhu dan tekanan kulit dan jaringan sub
cutan, dan ditransmisikan malalui saraf sensoris kemedula spinalis dan otak.
3. Sebagai alat pengatur panas
Pengaturan suhu diatur oleh sisitim saraf dan sistim endoktrin. Pemananasan dan
pendinginan kulit menstimulasi ujung syaraf yang sensitif terhadap suhu dengan
menghasilkan respon tergantung tempat - menggigil untuk kedinginan , berkeringan
untuk kepanasan
4. Sebagai alat penyimpan
8

Kulit bereaksi sebagai alat penampung air dan lemak . yang dapat melepaskan bilamana
diperlukan
5. Sebagai alat absorbsi
Kulit dapat mengabsorbsi Sinar ultraviolet, yang bereaksi perkuson vitamin D obat obat
tertentu yang digunakan sebagai salep dan sebagainya.

D. Patofisiologi
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan
infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi melalui droplet melalui udara, terjadi
antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat
awal infeksi, penggadaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus
masuk kedalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear
mencapai kelenjar getah bening lokal. Di tempat ini virus memperbanyak diri dengan sangat
perlahan dan dari tempat ini mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa.
Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak dari
Whartin, sedangkan limfosit T meliputi klas penekanan dan penolong yang rentan terhadap
infeksi, aktif membelah. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui
secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus
masuk kedalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva,
saluran napas, kulit, kandung kemih, usus.
Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel aluran nafas dan konjungtiva, satu
sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk
kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem saluran napas
diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon
imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernapasan diikuti
dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam yang

menyebar ke seluruh tubuh, tampa suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak
koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.
Akhirnya muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat
itu antibody humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat
respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian
ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh
ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak
berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan
bahwa antigen campak dan gambaran histologik di kulit diduga suatu reaksi Arthus. Daerah
epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan kesempatan serangan
infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan
tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak, selain itu
campak dapat menyebabkan gizi kurang.
E. Manifestasi klinik
a. Stadium inkubasi
Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika gejala-gejala prodromal pertama dipilih sebagai
waktu mulai, atau sekitar 14 hari jika munculnya ruam yang dipilih, jarang masa inkubasi
dapat sependek 6-10 hari. Kenaikan ringan pada suhu dapat terjadi 9-10 hari dari hari
infeksi dan kemudian menurun selama sekitar 24 jam.
b. Stadium kataral (prodormal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 C), malaise, batuk,
nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan
24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili,
tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum
dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar
bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Bercak ini timbul dan
menghilang dengan cepat, biasanya dalam 12-18 jam. Ketika mereka menghilang, bintik10

bintik perubahan warna merah mukosa mungkin tetap. Kadang-kadang terdapat makula
halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah
limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan
sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada
bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2
minggu terakhir.

c. Stadium erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum
dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik. Terjadinya eritema yang
berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara makula terdapat kulit
yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk,
sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan
pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga
dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar
getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit
splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini
adalah black measles, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung
dan traktus digestivus.
d. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang
lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering
ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik
untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan eksantema ruam kulit
menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada
komplikasi.
Panas
Panas dapat meningkat hingga hari ke-5 sampai hari ke-6 yaitu pada saat puncak
11

timbulnya erupsi. Kadang-kadang temperature dapat bifasis dengan peningkatan awal


yang cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti periode normal selama 1 hari dan selanjutnya
terjadi peningkatan yang cepat sampai 39C-40,6C pada saat erupsi rash mencapai
puncaknya. Pada morbili yang tidak mengalami komplikasi, temperatur turun secara lisis
diantara hari 2-3, sehingga timbulnya exantema. Bila tidak disertai komplikasi, maka 2
hari setelah timbul rash yang lengkap, panas biasanya turun. Bila panas menetap, maka
kemungkinan penderita mengalami komplikasi.
Coryza
Tidak dapat dibedakan dari common cold. Batuk dan bersin diikuti dengan hidung
tersumbat dan sekret yang mukopurulen dan menjadi profus pada saat erupsi mencapai
puncaknya serta menghilang bersamaan dengan hilangnya panas.
Konjungtivitis
Pada periode awal stadium prodromal dapat ditemukan transverse marginal line injection
pada palpebra inferior. Gambaran ini sering dikaburkan dengan adanya inflamasi
konjungtiva yang luas dengan disertai edema palpebra. Keadaan ini dapat disertai dengan
peningkatan lakrimasi dan fotofobia. Konjuntivitis akan menghilang setelah demam turun.
Batuk
Batuk disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernafasan. Intensitas batuk
meningkat dan mencapai puncaknya pada saat erupsi. Namun demikian batukk dapat
bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap dalam waktu 5-10 hari. Menurut
Rudolf juga dikatakan bahwa dengan turunnya temperature tiba-tiba setelah ruam
menutupi

seluruh

tubuh

batuk

tetap

ada

selama

sampai

10

hari

lagi.

Kopliks spot
Merupakan gambaran bercak-bercak kecil yang irregular sebesar ujung jarum/pasir yang
berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna putih kelabu. Gambaran ini
merupakan salah satu tanda patognomonik morbili. Pada hari pertama timbulnya rash
sudah dapat ditemukan adanya Kopliks spot dan menghilang pada hari ke-3 timbulnya
rash.

12

Rash
Timbul setelah 3-4 hari panas. Rash mulai sebagai eritema makulopapuler, mulai timbul
dari belakang telinga pada batas rambut, kemudian menyebar kedaerah pipi, leher, seluruh
wajah dan dada serta biasanya dalam waktu 24 jam sudah menyebar sampai ke lengan atas
dan selanjutnya ke seluruh tubuh, mencapai kaki pada hari ke-3. pada saat rash sudah
sampai kekaki, maka rash yang timbul lebih dulu mulai berangsur-angsur menghilang.
Selanjutnya rash akan mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.
Tidak semua kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang
mengalami gizi kurang ruamnya dapat berdarah dan mengelupas atau pasien sudah
meninggal sebelum ruamnya timbul. Kasus dengan gizi kurang dapat mengidap diare yang
berkepanjangan.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium : sel darah putih cenderung turun
2. Dalam sputum, sekresi nasal, sedimen urin dapat ditemukan adanya multinucleated giant
cells yang khas
3. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan complemen
fixation test akan ditemukan adanya antibodi Ig M yang spesifik dalam 1-3 hari setelah
timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian.
4. Punksi lumbal pada penderita dengan encephalitis campak biasanya menunjukkan
kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit.
5. Kadar glukosa normal
6. Pada pemerisaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopenia.

G. Penatalaksanaan medis
13

Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan
kalori, sedangkan pengobatan bersifat simptomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif,
ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan2,5. Sedangkan pada campak dengan penyulit,
pasien harus dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem
pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet
yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral satu kali pemberian, apabila terdapat
malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari. Apabila terdapat penyulit maka dilakukan
pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu:
1. Bronkopneumonia, diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
IV dikombinasikan dengan chloramfenicol 75 mg/kgBB/hari IV dalam 4 dosis, sampai
gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat peroral. Antibiotik diberikan sampai
3 hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberculin dilakukan
setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberculin biasanya
negatif (alergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed
hipersensitifity disebabkan oleh sel Limfosit-T yang terganggu fungsinya.
2. Enteritis, pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan IV
dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi.
3. Otitis media, seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, maka perlu mendapat
antibiotik Kotrimoxazol-Sulfametoksazol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis).
4. Ensefalopati, perlu direduksi pemberian cairan kebutuhan untuk mengurangi edema
otak disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan
gangguan gas darah. Dosis kortikosteroid: Hidrokortison 100-200 mg/hari selama 3-4
hari, Prednisone 2 mg/kgBB/hari untuk jangka waktu 1 minggu
Indikasi masuk Rumah Sakit bila Morbili dengan kemungkinan terjadinya komplikasi, yaitu
bila ditemukan: Bercak/exanthem merah kehitaman yang menimbulkan desquamasi dengan
squama yang lebar dan tebal. Suara parau, terutama disertai tanda penyumbatan seperti
laryngitis dan pneumonia. Dehidrasi berat. Kejang dengan kesadaran menurun
H. Komplikasi
1. Laringitis akut
14

Laryngitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, bertambah
parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres pernafasan, sesak,
sianosis dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan membaik dan gejala akan
menghilang.
2. Bronkopneumoni
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun oleh invasi bakteri, ditandai dengan batuk,
meningkatnya frekwensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu menurun,
gejala pneumoni karena virus akan menghilang, kecuali batuk yang terus sampai
beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan, dan gejala
saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri
yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran
infiltrat pada foto toraks dan adanya lekositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara
sedang berkembang malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumoni kerap terjadi
dan menjadi fatal bila tidak diberi antibiotic.
3. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam
keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.

4. Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada
hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1000 kasus
15

campak, dengan mortalitas berkisar antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui
mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak kedalam otak.
Gejala ensefalitis berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala,
frekwensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan
LCS menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuclear, peningkatan
protein ringan, sedang kadar glukosa normal
5. SSPE (Subacute Sclerosing Panenencephalitis)
Merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi
virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang
sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko
lebih besar pada umur yang lebih muda, masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun.
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif,
diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium
menunjukkan peningkatan globulin dalam LCS, antibody terhadap campak dalam serum
(CF dan HAI) meningkat(1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu
timbulnya gejala sampai meninggal antar 6-9 bulan.
6. Otitis media
Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga
biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri
pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus, terjadi otitis media purulenta.
7. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
prodromal. Keadan ini akibat invasi virus kedalam sel mukosa usus.

8. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya
mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang
terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada
lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit,. Konjungtiva dapat memburuk dengan
terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis dan menyebabkan kebutaan.
9. Sistem kardiovaskular

16

Pada ECG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T, kontraksi
prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V. perubahan tersebut bersifat sementara
dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.
I. Tahap tumbuh kembang anak usia 3 tahun
Pada tahap tumbuh kembang anak usia 3 tahun biasanya sudah bisa berpakaian sendiri
(tidak semua anak bisa). Mereka bisa mengendarai sepeda roda tiga tanpa bantuan anda,
memahami dan menanggapi permintaan yang lebih kompleks (seperti "tolong bawakan
kesini gelasnya"). Mereka membangun frase menggunakan 4-5 kata. Mereka mulai
menggunakan kata ganti seperti "Aku", "kamu", dll. Untuk menunjang tumbuh kembang
anak pada usia ini biasanya harus dilatih menggunakan toilet, walaupun sesekali ia masih
suka membasahi dan mengotori pakaian mereka, tapi itu harus dimaklumi. Ini juga
merupakan waktu yang paling penting untuk perkembangan bicara. Jangan lupa untuk
mengajarinya lagu anak-anak. Cobalah bacakan lebih banyak buku cerita, menggambarkan
kejadian yang ada di dalam buku cerita untuk membantu perkembangan imajinasi pada
tahap tumbuh kembang anak.

J. Hospitalisasi pada anak


1. Pengertian Hospitalisasi
Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak
untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan
kembali kerumah. Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga
mengalami kebiasaan yang asing, lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang
mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua
akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan tidak
hanya terfokus pada anak terapi juga pada orang tuanya.
2. Stressor umum pada hospitalisasi
a. Perpisahan
17

b. Kehilangan kendali
c. Perubahan gambar diri
d. Nyeri dan Rasa takut
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak
a. Berpisah dengan orang tua dan sparing.
b. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, monster, pembunuhan
dan binatang buas diawali dengan yang asing.
c. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan
d. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit.
e. Prosedur yang menyakitkan dan takut akan cacat dan kematian
4. Reaksi orang tua pada hospitalisasi anak
a. Denial tidak percaya akan penyakit anak
b. Marah/merasa bersalah, merasa bersalah karena tidak bisa merawat anaknya
c. Ketakutan, frustasi dan cemas, tingkat keseriusan penyakit, prosedur tindakan
medis, dan ketidaktahuan
d. Depresi, terjadi setelah masa
e. Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi
5. Pendekatan Empirik
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam
hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu ; Melalui
dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik.
Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka sendiri
dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
6. Pendekatan melalui metode permainan
Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan
konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang dilakukan sesuai keinginan
sendiri untuk memperoleh kesenangan.
Bermain merupakan kegiatanMenyenangkan / dinikmati :
a. Fisik
b. Intelektual
c. Emosi
d. Sosial
e. Untuk belajar
f. Perkembangan mental
g. Bermain dan bekerja
Tujuan bermain di rumah sakit
a. Untuk dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama di rawat.
18

b. Untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dan fantasinya melalui permainan.


Prinsip bermain di rumah sakit
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Tidak membutuhkan banyak energy


Waktunya singkat
Mudah dilakukan
Aman
Kelompok umur
Tidak bertentangan dengan terapi
Melibatkan keluarga

Fungsi bermain
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Aktifitas sensori motorik


Perkembangan kognitif
Sosialisasi
Kreatifitas
Perkembangan moral
Komunikasi

Klasifikasi bermain
a. Sosial affective play
Belajar memberi respon terhadap lingkungan. Orang tua berbicara / memanjakan
; anak senang, tersenyum, mengeluarkan suara, dan lain-lain.
b. Sense of pleasure play
Anak memperoleh kesenangan dari suatu obyek disekitarnya.
c. Skill play
Anak memperoleh keterampilan tertentu.
(Mengendarai sepeda, memindahkan balon, dan lain-lain)
d. Dramatic play / tole play
Anak berfantasi menjalankan peran tertentu , contohnya ; perawat, dokter, ayah,
ibu, dan lain-lain.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain
a. Tahap perkembangan anak
b. Status kesehatan
c. Jenis kelamin
d. Alat permainan

8. Stressor dan Reaksi sesuai tumbuh kembang pada anak


Reaksi anak pada hospitalisasi
19

Masa todler (2-3 tahun)


Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan
tahapnya.
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
b. Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat
c.
d.
e.
f.

bermain, sedih, apatis\


Pengingkaran / denial
Mulai menerima perpisahan
Membina hubungan secara dangkal
Anak mulai menyukai lingkungannya

9. Gangguan peran orang tua dan keluarg


Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi ;
a. Takut
b. Cemas
c. Perasaan sedih
d. Frustasi
e. Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
f. Marah
g. Cemburu
h. Benci
i. Rasa bersalah

K. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan : riwayat imunisasi, kontak dengan orang yang terinfeksi.
2. Pada pengkajian anak dengan campak dapat ditemukan adanya tanda-tanda:
1. Demam
2. Nyeri tenggorok
20

3. Nafsu makan menurun


4. Adanya bercak putih kelabu
5. Kelemahan pada ekstremitas
6. Batuk
7. Konjungtivitis
8. Eritema pada bagian belakang telinga, leher dan bagian belakang
9. Lemah, lesu
10. Apabila terjadi komplikasi pada telinga dapat ditemukan adanya serumen atau
cairan yang keluar dari telinga.
11. Apabila pada bronkhus dapat menyebabkan bronkhopneumonia, terjadi masalah
pernafasan.
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunitas
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan.
6. Nyeri akut berhubungan dengan keterbatasan agen injury.

21

M. INTERVENSI
1. Dx I
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan infeksi tidak terjadi.


NOC

: Immune status

Kriteria Hasil

1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.


2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya.
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Indikator Skala :
1

: Tidak pernah menunjukkan

Jarang menunjukkan

Kadang menunjukkan

Sering menunjukkan

Selalu menunjukkan

NIC
: Infection Control.
Intervensi :
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

22

2. Batasi pengunjung bila perlu


3. Pertahankan teknik isolasi
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
5. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung meninggalkan
pasien.
6. Tingkatkan intake nutrisi
7. Berikan antibiotik bila perlu
2. Dx II
Tujuan

: Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan jalan nafas efektif.


NOC

Respiratory status :

Kriteria Hasil
1.

Ventilation

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara, nafas yang bersih, tidak ada sianosis, dan.
dyspnen.

2. Menunjukkan jalan nafas yang paten


3. Mampu mencegah dan mengidentifikasi faktor yang dapat menghambat jalan nafas.
Indikator Skala :
1

: Tidak pernah menunjukkan

Jarang menunjukkan

Kadang menunjukkan

Sering menunjukkan

Selalu menunjukkan

NIC

: Air way management

23

Intervensi :
a.

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

b.

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alai jalan nafas buatan

c.

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

d.

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

e.

Monitor status respirasi dan O2.

3. Dx III
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi.


NOC

: Tissue integrity : Skin and mucous membranes

Kriteria Hasil

1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi.
2. Tidak ada luka, atau lesi pada kulit
3. Perfusi jaringan baik
4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera
berulang.
5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Indikator Skala :
1

: Tidak pernah menunjukkan

Jarang menunjukkan
24

Kadang menunjukkan

Sering menunjukkan

Selalu menunjukkan

NIC

: Pressure Management

Intervensi :
a. Anjurkan pasien untak menggunakan pakaian yang longgar.
b.

Hindari kerutan pada tempat tidur

c.

Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

d.

Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali

e.

Monitor kulit adanya kemerahan

f.

Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

g.

Monitor status nutrisi pasien

4. Dx IV
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan nutrisi pasien terpenuhi.


NOC

: Nutritional Status : Food and fluid intake

Kriteria Hasil

a. Adanya penigkatan berat badan sesuai dengan tujuan


b.

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

c.

Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi

d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi


e.

Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.

Indikator Skala :
1

: Tidak pernah menunjukkan

Jarang menunjukkan

Kadang menunjukkan

Sering menunjukkan

Selalu menunjukkan
25

NIC

: Nutrition management

Intervensi :
a.

Kaji adanya alergi makanan

b. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake protein, Fe, dan vitamin C
d. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
e. Berikan makanan yang terpilih.

5. Dx V
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya.


NOC

: Knowledge : Disease process

Kriteria Hasil

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis


dan program pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.
Indikator Skala :
1

: Tidak pernah menunjukkan

Jarang menunjukkan
26

Kadang menunjukkan

Sering menunjukkan

Selalu menunjukkan

NIC

: Mengajarkan proses penyakit

Intervensi :
a.

Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang

benar.
b.

Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

c.

Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat

d.

Hindarkan harapan yang kosong

e.

Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

f.

Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi

perawatan kesehatan dengan cara yang tepat.

6. Dx VI
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan nyeri dapat teratasi/hilang.


NOC

Pain Level

Kriteria Hasil

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik


nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri) .
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

27

Indikator Skala
1

: Tidak pernah menunjukkan

Jarang menunjukkan

Kadang menunjukkan

Sering menunjukkan

Selalu menunjukkan

NIC

: Management pain

Intervensi :
a.

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan faktor predisposisi.


b.

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c. Ajarkan teatang teknik nonfamakologi


d.

Kaji tipe dan untuk menentukan intervensi

e.

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

f. Tingkatkan istirahat

N. EVALUASI
1. Dx I
Kriteria Hasil
1.

Skala

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi


penularan serta, penatalaksanaannya
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
28

5. Menunjukkan perilaku hidup sehat


2.

Dx II
Kriteria Hasil
1.

Skala

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu

2. Menunjukkan jalan nafas yang paten


3. Mampu mencegah dan mengidentifikasi faktor yang dapat
menghambat jalan nafas.
3. Dx III
Kriteria Hasil
1.

Skala

Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi elastisitas, temperatur,


hidrasi, pigmentasi)

2. Tidak ada luka atau lesi pada kulit


3.

Perfusi jaringan baik

4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya


cedera berulang
5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan
alami

4. Dx IV
Kriteria Hasil

Skala

a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan


b.

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan


29

c.

Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi

d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi


e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
5. Dx V
Kriteria Hasil

Skala

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang


penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur
yang dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
pasien dan keluarga dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
6. Dx VI
Kriteria Hasil

Skala

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

30

DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis NANDA (NIC dan NOC). (2008). TIM


Hidayat. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika
Nelson. (2004). Ilmu Kesehatan Anak . vol 2. Jakarta : EGC
Ngastyah.(2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Suriadi. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Percetakan Penebar Surabaya

31

You might also like