You are on page 1of 42

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN LABIOPALATOSKISIS

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut laporan peneliti dari berbagai negara, cacat labio palatoschizis dapat muncul dari
1 : 800 sampai 1 : 2000 kelahiran. Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, tentu mempunyai
dan akan mempunyai banyak kasus labio palatoschizis.
Labio palatoschizis merupakan kelainan bibir dan langit langit, hal ini biasanya
disebabkan karena perkembangan bibir dan langit langit yang tidak dapat berkembang secara
sempurna pada masa pertumbuhan di dalam kandungan. Dimana biasanya penderita labio
palatoschizis mempunyai bentuk wajah kurang normal dan kurang jelas dalam berbicara
sehingga menghambat masa persiapan sekolahnya.
Labio palatoschizis sering dijumpai pada anak laki laki dibandingkan anak perempuan
(Randwick, 2002) kelainan ini merupakan kelainan yang disebabkan faktor herediter,
lingkungan, trauma, virus (Sjamsul Hidayat, 1997).
Kelainan ini dapat dilihat ketika bayi berada di dalam kandungan, melalui alat yang
disebut USG atau Ultrasonografi. Setelah bayi lahir kelainan ini tampak jelas pada bibir dan
langit

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud Labio palatoschizis ?
2) Apa yang menyebabkan Labio palatoschizis ?
3) Bagaimana patofisiologi Labio palatoschizis?
4) Apa sajakah klasifikasi Labio palatoschizis?
5) Bagaimana prevalensi Labio palatoschizis?
6) Apa manifestasi klinis dan komplikasi Labio palatoschizis?
7) Bagaimana penatalaksanaan Labio palatoschizis?

langitnya.

8) Bagaimana asuhan keperawatan untuk anak dengan Labio palatoschizis ?


1.3 Tujuan
1.3.1

Tujuan Umum
Memberi pengetahuan tentang Labio palatoschizis

1.3.2

Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi Labio palatoschizis
2. Menjelaskan etiologi Labio palatoschizis
3. Menjelaskan patofisiologi Labio palatoschizis
4. Menjelaskan klasifikasi Labio palatoschizis
5. Menjelaskan prevalensi Labio palatoschizis
6. Menjelaskan manifestasi klinis dan komplikasi Labio palatoschizis
7. Menjelaskan penatalaksanaan Labio palatoschizis
8. Menjelaskan asuhan keperawatan Labio palatoschizis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Labio palatoshizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit langit rongga mulut
dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit langit
tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan mesuderm pada saat kehamilan.
Labio palatoshizis yang terjadi seringkali berbentuk fistula, dimana fistula ini dapat
diartikan sebagai suatu lubang atau celah yang menghubungkan rongga mulut dan hidung
(Sarwoni, 2001)
2.2 Etiologi
Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio palatoschizis,
antara lain:
1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan pasti karena
berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 30 % penderita
labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen
merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik
yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam
penyatuan beberapa bagian kontak.
2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas
maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
Zat zat yang berpengaruh adalah:

Asam folat

Vitamin C

Zn

Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat
berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ
selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap
tumbuh kembang organ selama masa embrional.

3. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:

Jamu. Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama
terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital
ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut

Kontrasepsi hormonal. Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal,
terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi
sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.

Obat obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio palatoschizis. Obat
obatan itu antara lain :

Talidomid, diazepam (obat obat penenang)

Aspirin (Obat obat analgetika)

Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream pemutih)


Sehingga penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan dokter.
4. Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio
palatoschizis, yaitu:

Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan alkohol
dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan
alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.

Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetessangat rentan
terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar
gula dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa
embrional.h

Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi
penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat mengganggu proses tumbuh
kembang organ selama masa embrional.
5. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus
(toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya kelainan
kongenital terutama labio palatoschizis.
Dari beberapa faktor tersebit diatas dapat meningkatkan terjadinya Labio palatoshizis,
tetapi tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian, lama pemakaian, dan wktu pemakaian.

2.3 Patofisiologi
Cacat tebentuk pada trimester pertama, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm
pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (Prosesus nasalis dan maksialis) pecah
kembali.
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Berdasarkan organ yang terlibat

Celah bibir ( labioscizis ) : celah terdapat pada bibir bagian atas

Celah gusi ( gnatoscizis ) : celah terdapat pada gusi gigi bagian atas

Celah palatum ( palatoscizis ) : celah terdapat pada palatum


2.4.2 Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk

Komplit : jika celah melebar sampai ke dasar hidung

Inkomplit : jika celah tidak melebar sampai ke dasar hidung


2.4.3 Berdasarkan letak celah

Unilateral : celah terjadi hanya pada satu sisi bibir

Bilateral : celah terjadi pada kedua sisi bibir

Midline : celah terjadi pada tengah bibir


2.5 Prevalensi penyakit

Labio palatoschizis adalah suatu kelainan kongenital sehingga insidensnya adalah


neonatus, dengan prevalensi penyakit 1:1000 kelahiran. Insiden dari Labio palatoschizis tertinggi
terdapat pada orang Asia dan insiden paling rendah pada orang amerika keturunan Afrika.
2.6 Manifestasi Klinis
a) Tampak ada celah
b) Adanya rongga pada hidung
c) Distorsi hidung
d) Kesukaran dalam menghisap atau makan.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:
1. Kesulitan berbicara hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya celah
pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang keluar menjadi
sengau.
2. Maloklusi pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang alveol, alveol ridge
terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi.
3. Masalah pendengaran otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya celah pada
paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat terjadi otitis media
rekurens sekunder.
4. Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap dan
menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.
5. Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini, akan
mengakibatkan distress pernafasan
6. Resiko infeksi saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum dapat mengakibatkan
udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga kuman kuman dan
bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.

7. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan
palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu. Akibatnya
bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan
bayi.
8. Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung alar cartilago dan kurangnya
penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah.
9. Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak
mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan medial
insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal.
10. Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan lebih
rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan terjadinya
crosbite.
11. Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta
terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri da citra tubuh.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan labio palatoschizis adalah dengan tindakan pembedahan. Tindakan
operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah bibir palatum berdasarkan kriteria rule of
ten , yaitu:
a.

Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan )

b. Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg )


c.

Hb lebih 10 g / dl

d. Leukosit lebih dari 10.000 / ul


Cara operasi yang umum dipakai adalah cara millard. Tindakan operasi selanjutny adalah
menutup bagian langitan ( palatoplasti ), dikerjakan sedini mungkin ( 15 24 bulan ) sebelum
anak mampu berbicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara.
Kalau operasi dikerjakan terlambat, seringkali hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan
suara normal ( tidak sengau ) sulit dicapai.

Bila Ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar masih sengau dapat dilakukan
laringoplasti. Operasi ini adlah membuat bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi,
biasanya dilakukan pada umur 6 tahun keatas.
Pada umur 8 -9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah alveolus atau
maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti mengatur pertumbuhan gigi di kanan kiri celah
supaya normal. Graft tulang diambil dari dari bagian spongius kista iliaca. Tindakan operasi
terakhir yang mungkin perlu dikerjakan setelah pertumbuhan tulang tulang muka
mendekatiselesai, pada umur 15 17 tahun.
Sering ditemukan hiperplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligig depan atas atau
rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan bedah ortognatik memotong bagian
tulang yang tertinggal pertumbuhannya dan mengubah posisinya maju ke depan.
BAB 3

WEB OF CAUTION

Fakto genetik

kelainan
Virus
kromosom
Klamidial

Insufisiensi zat untuk

Pengaruh obat

tumbuh kembang

teratogenik :

selama embrional

Anti konvulsan,

Kontrasepsi

hormonal

Infeksi

Zat kimia, Radioaktif

Jamu, Kortison,

(kualitas&kuantitas) :

asam folat, Zn, Vit C

Faktor lingkungan

Gx. Metabolik

Klorsiklizin,

Mesoderm tdk terbentuk pada trimester I kehamilan

Prosesus nasalis & maksialis tdk menyatu

LABIO PALATOSCIZIS

Sistem pencernaan

Sistem Pernapasan

Ada celah pada bibir & palatum

Ada celah pada bibir& palatum

Spingter di muara tuba eustachia terganggu

Tidak dapat menghisap

Distorsi nasal

Dispnea & maloklusi

Perub. Nutrisi kurang dari kebutuhan

Aspirasi
Resiko tinggi infeksi

Dampak hospitalisasi

Anak

Keluarga
Cemas
Pre Op
Cemas

Post Op
Perub. Nutrisi kurang dari kebutuhan

Ketegangan

Nyeri

Perub. Nutrisi kurang

Resiko tinggi trauma insisi pembadahan

dari kebutuhan

Ketegangan
Kurang pengetahuan
Koping klg tidak efektif

Resiko tinggi infeksi

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
A. BB normal neonatus : 2,75 3,00 kg
B. TB normal neonatus : 50 cm
C. LK normal neonatus : 43 -35 cm
D. LD normal neonatus : 32 -33 cm
E. Perkembangan motorik kasar
1. Usia 1 - 4 bulan
a.

Mengangkat kepala saat tengkurap

b. Dapat duduk sebentar dengan ditopang


c.

Dapat duduk dengan kepala tegak

d. Jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri


e.

Kontrol kepala keluar

f.

Mengangkat kepala sambil berbaring terlentang

g.

Berguling dari terlentang kemiring

h.

Posisi lengan dan tungkai kurang flexi

i.

Berusaha merangkak

2. Usia 4 -8 bulan
a.

Menahan kepala tegak terus menerus

b. Berayun ke depan dan ke belakang


c.

Berguling dari terlentang ke tengkurap

d. Dapat duduk dengan bantuan selama interval singkat


3. Usia 8 -12 bulan
a.

Duduk dari posisi tegak tanpa bantuan

b. Dapat berdiri tegak dengan bantuan


c.

Menjelajah

d. Berdiri tegak tanpa bantuan walaupun sebentar


e.

Membuat posisi merangkak

f.

Merangkak

g.

Berjalan dengan bantuan


F. Perkembangan motorik halus

1. Usia 1 4 bulan
a.

Melakukan usaha yang bertujuan untuk memegang suatu obyek

b. Mengikuti obyek dari sisi ke sisi


c.

Mencoba memgang benda tapi terlepas

d. Memasukkan benda ke dalam mulut


e.

Memperhatikan tangan dan kaki

f.

Memegang benda dengan kedua tangan

g.

Mempertahankan benda di tangan walaupun hanya sebentar

2. Usia 4 - 8 bulan
a.

Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk memegang

b. Mengeksplorasi benda yang sedang dipegang


c.

Mampu menahan menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan

d. Menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan


e.

Memindahkan objek dari satu tangan ke tangan yang lainnya

3. Usia 8 12 bulan
a.

Melepas objek dengan jari lurus

b. Mampu menjepit benda


c.

Melambaikan tangan

d. Menggunakan tangan untuk bermain


e.

Menempatkan objek ke dalam wadah

f.

Makan biskuit sendiri

g.

Minum dengan cangkir engan bantuan

h.

Menggunakan sendok dengan bantuan

i.

Makan dengan jari

j.

Memegang krayon dan membuat coretan di atas kertas


G. Perkembangan sensoris

1. Usia 0 -1 bulan
a.

Membedakan rasa manis dan asam

b. Menari diri dari stimulus yang menyakitkan


c.

Membedakan bau, mampu mendeteksi bau ibu

d. Memalingkan kepala dari bau yang tidak disukai


e.

Membedakan bunyi berdasarkan perbedaan nada, frekuensi dan durasi

f.

Berespon terhadap penurunan cahaya

g.

Mudah melacak objek tetapi mudah juga kehilangan objek tersebut

h.

Lebih berfokus pada wajah manusia dibandingkan benda benda lain yang ada dalam satu
lapang pandang

i.

Mempunyai ketajaman penglihatan 20 / 40, mampu berfokus pada objek yang berada pada jarak
20 cm

j.

Terdiam jika mendengar bunyi suara

2. Usia 1 4 bulan
a.

Membedakan wajah dan suara ibu

b. Menunjukkan pelacakan visual yang akurat


c.

Membeda-bedakan antar pola penglihatan

d. Membeda-bedakan wajah yang dikenal dan tidak kenal


3. Usia 4 8 bulan
a.

Berespon terhadap perubahan warna

b. Mengikuti objek dari garis tengah ke samping


c.

Mengikuti objek dari berbagi arah

d. Mencoba mencari sumber bunyi


e.

Berusaha mengkoordinasikan tangan mata

f.

Indera penciuman sudah berkembang dengan baik

g.

Mencapai batas ketajaman penglihatan dewasa

h.

Berespon terhadap suara yang tidak terlihat

4. Usia 8 12 bulan
a.

Persepsi ke dalam telah meningkat

b. Mengenali namanya sendiri


H. Perkembangan kognitif
1. Usia 0 -1 bulan
a.

Perilaku involunter

b. Refleksif primer
c.

Orientasi autistik

d. Tidak ada konsep baik diri sendiri maupun orang lain


2. Usia 1 4 bulan
a.

Perilaku reflektif secara bertahap diagantikan gerakan volunter

b. Aktifitas berpusat di sekitar tubuh


c.

Membuat usaha awal untuk mengulang atau menirukan tindakan

d. Banyak menunjukkan perilaku trial dan error


e.

Berusaha memodifikasi perilaku sebagai respon terhadap berbagai stimulus (menghisap


payudara vs botol)

f.

Menunjukkan orientasi simbolitik

g.

Tidak mampu membedakan diri sendiri dan orang lain

h.

Terlibat dalam suatu aktifitas, karena aktifitas tersebut menyenangkan

3. Usia 4 8 bulan
a.

Menunjukkan pengulangan tindakan yang bertujuan

b. Menunjukkan keinginan berperilaku untuk mencapai tujuan


c.

Menentukan perbedaan intensitas (suara dan penglihatan)

d. Menunjukkan tindakan sederhana


e.

Menunjukkan permulaan objek permanent

f.

Antisipasi kejadiaan kejadian di masa akan datang (makan)

g.

Menunjukkan kesadaran bahwa diri sendiri terpisah dengan orang tua

4. Usia 8 12 bulan
a.

Mengantisipasi kejadian sebagai suatu yang menyenangkan dan tidak menyenangkan

b. Menunjukkan tingkat kegawatan pada kesengajaan perilaku


c.

Menunjukkan perilaku perilaku yang mengarah pada tujuan

d. Membuktikan kepermanenan objek


e.

Mencari objek objek yang hilang

f.

Dapat mengikuti sejumlah besar tindakan

g.

Memahami dari kata kata dan perintah sederhana

h.

Menghubungkan sikap dan perilaku dengan symbol

i.

Menjadi lebih mandiri dan figur keibuan


I. Perkembangan bahasa

1. Usia 0 -1 bulan
a.

Mendengkur

b. Membuat suara tanpa huruf hidup


c.

Membuat suara merengek ketika sedang kesal

d. Membuat suara berdeguk ketika sedang kenyang


e.

Tersenyum sebagai respon terhadap pembicaraan orang dewasa

2. Usia 1 -4 bulan
a.

Bersuara dan tersenyum

b. Dapat membuat bunyi huruf hidup


c.

Bersuara

d. Berceloteh
3. Usia 4 -8 bulan
a.

Menggunakan vokalisasi yang semakin banyak

b. Menggunakan kata kata yang terdiri dari 2 suku kata (buu buu)
c.

Dapat membuat dan bunyi vokal bersamaan

4. Usia 8 -12 bulan


a.

Mengucapkan kata kata pertama

b. Menggunakan bunyi untuk mengidentifikasikan objek, orang dan aktifitas


c.

Menirukan berbagai bunyi kata

d. Mengucapkan serangkaian suku kata


e.

Memahami arti larangan misal : jangan

f.

Berespon terhadap panggilan dan orang orang yang mirip anggota keluarga

g.

Menunjukkaninfleksi kata kata yang nyata

h.

Menggunakan 3 kosa kata

i.

Menggunakan kalimat satu kata


J. Perkembangan psikoseksual (Tahap oral)

1. Berfokus pada tubuh mulut


2. Tugas perkembangan gratifikasi kebutuhan dasar (makanan, kehangatan dan kenyamanan)
3. Krisis perkembangan dan penyapihan; bayi dipaksa untuk menghentikan kesenangannya untuk
minum ASI / menyusu dari botol
4.

Keterampilan koping yang umum menghisap, menangis, mendengkur, berceloteh, memukul


dan bentuk perilaku lainnya sebagai respon iritan

5.

Kebutuhan seksual menggeneralisasikan sensasi tubuh yang menyenangkan. Meskipun


berfokus pada kebutuhan oral, bayi mendapat kesenangan fisik dari digendong, ditimang, diayun

6. Bermain stimultan taktil diberikan melalui aktifitas pengasuhan


K. Perkembangan psikososial
1. Tugas perkembangan perkembangan rasa percaya terhadap pemberian asuhan primer
2. Krisis perkembangan disapih dari ASI / susu botol

3. Bermain interaksi dengan pemberi asuhan. Membentuk dasar dasar perkembangan hubungan
di kemudian hari
4. Peran orang tua bayi merumuskan sikap dasar terhadap kehidupan berdasarkan pengalamannya
bersama orang tua. Orang tua dapat dianggap sebagai sebagai seorang yang dapat dipercaya,
konsisten, selalu ada dan penyayang
L. Perilaku social
1. Usia 0 -1 bulan
a.

Bayi tersenyum tanpa membeda -bedakan

2. Usia 1 4 bulan
a.

Tersenyum pada wajah manusia

b. Waktu tidur dalam sehari lebih sedikit daripada waktu terjaga


c.

Membentuk siklus tidur bangun

d. Menangis menjadi sesuatu yang berbeda


e.

Membeda bedakan wajah yang dikenal dan tidak dikenal

f.

Senang menatap wajah wajah yang dikenalnya

g.

Diam saja jika ada orang asing

3. Usia 4 8 bulan
a.

Merasa terpaksa jika ada orang asing

b. Mulai bermain dengan mainan


c.

Takut akan kehadiran orang asing

d. Mudah frustasi
e.

Memukul - mukul lengan dan kaki jika sedang kesal

4. Usia 8 -12 bulan


a.

Bermain permainan sederhana (cilukba)

b. Menangis jika dimarahi


c.

Membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh

d. Menunjukkan peningkatan ansietas terhadap perpisahan


e.

Lebih menyukai menyukai figure pemberi asuhan daripada orang dewasa lainnya

f.

Mengenali anggota keluarga

M. Perkembangan moral
Perkembangan moral tidak dimulai sampai usia toddler, ketika kognitif awal sudah muncul
N. Perkembangan kepercayaan (tahap tidak membedakan)
Rasa percaya dan interaksi dengan pemberi asuhan membentuk dasar untuk perkembangan
kesetiaan selanjutnya
4.2 Observasi dan Pengkajian
4.2.1 Respiratory Sistem
o

RR neonatus normal : 30 50 x/menit

RR bayi normal : 26 40 x/menit

Pernafasan abdominal dan diafragma

Pernafasan dangkal dan iregular

Pada pt dengan labio palatoschizis system pernafasannya terganggu, karena bayi tidak dapat
bernafas melalui mulut apabila hidungnya tersumbat. Akibatnya dapat terjadi distress pernafasan
atausebagai kompensasi melakukan hiperventilasi dan selanjutnya dapat terjadi dispnea

4.2.2 Kardiovaskuler
o

TD neonatus normal 80/50 mmHg

TD bayi normal 90/61 mmHg

Nadi neonatus normal 70 -170 mmHg

Nadi bayi normal 80 160 mmHg

Pada pasien labio palatoscizis, sistem kardiovaskuler tidak mengalami gangguan


4.2.3 Persyarafan
Reflek pada bayi :

A. Babinski
Jari jari kaki ekstensi ketika telapak kaki diusap. Pada penderita labio palatoschizis reflek
babinski positif
B. Galant

Melengkungkan badan ke arah sisi yang di stimulasi ketika dilakukan pengusapan di sepanjang
tulang belakang. Pada penderita labio palatoschizis reflek gallant positif
C. Moro
Ekstensi tiba tiba kea rah luar dan kembali kea rah garis tengah ketika bayi terkejut akibat suara
keras / perubahan posisi yang cepat. Pada penderita labio palatoschizis reflek moro positif
D. Palmar
Menggenggam objek dengan jari ketika telapak tangan disentuh. Pada penderita labio
palatoschizis reflek palmar positif
E. Placing
Usaha untuk mengangkat dan meletakkan kaki di tepi permukaan kaki ketika kaki disentuh di
bagian atasnya. Pada penderita labio palatoschizis reflek placing positif
F. Plantar
Fleksi jari jari kaki ke arah dalam, ketika tumit telapak kaki diusap. Pada penderita labio
palatoschizis reflek plantar positif
G. Righting
Berusaha untuk mempertahankan kepala pada posisi tegak. Pada penderita labio palatoschizis
reflek ini positif
H. Rooting
Memiringkan kepala ke arah pipi yang diberi stimulus sentuhan. Pada penderita labio
palatoschizis reflek ini positif
I.

Sucking
Menghisap objek yang diletakkan dalam mulut. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini
negative karena muara tuba eustachiinya terganggu

J.

Stepping
Membuat gerakan melangkah ketika digendong pada posisi tegak dengan kaki menyentuh
permukaan. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini positif.
4.2.4 Gastro Intestinal
Pada penderita labio palatoschizis, system ini mengalami gangguan dikarenakan bentuk
bibir. Labio palatoschizis pada bayi normal, jumlah nutrisi berdasarkan BB adalah :
BB

Kebutuhan Nutrisi / Hari

1 10 kg

100 cc / BB

11 20 kg

1000 + 50 cc ( BB 10 )

> 20 kg

1500 + 20 cc ( BB 20 )
Pada penderita

labio palatoschizis asupan kurang dari kebutuhan karena proses menghisap terganggu
4.2.5 Urinary Sistem
A. Jumlah urin = cairan yang masuk
B. Awal : urin keluar 20 ml dan meningkat sesuai dengan pemasukan
C. Frekuensi voiding : 2 -6 x selanjutnya 5 25 x / 24 jam
D. Pada bayi void : 15 60 ml/kg BB/24 jam
E. BJ urin : 1,005 1,015
F. Standar volume urin

Bayi baru lahir : 10 90 ml/kg BB/ hari

Bayi : 80 90 ml/kg BB/hari

G. GFR bayi baru lahir : 30 50 % dewasa


H. Rata rata bayi BAK : 8 -12 x/hari
I.

Pada penderita labio palatoschizis system ini mengalami gangguan

4.2.6 Muskuloskeletal
A. Jumlah kartilago > osifikasi tulang
B. Pertumbuhan ukuran otot karena hipertropi dibanding hiperplasia
4.3 Pemeriksaan Diagnostik

MRI

Rontgen

4.4 Daftar Prioritas Masalah

Resiko tinggi trauma

Nyeri

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Cemas

Ketegangan

Resiko aspirasi

Kurang informasi

4.5 Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan: Resiko tinggi trauma sisi pembedahan berhubungan dengan prosedur
pembedahan, disfungsi menelan
Kriteria hasil :
-

Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah

Sisi operasi tetap tidak rusak


Intervvensi
1. Beri posisi telentang / miring / duduk
2. Pertahankan alat pelindung bibir
3. Gunakan teknik pemberian makan non

Rasional
1. Untuk mencegah trauma pada sisi operasi
2. Untuk melindungi garis jahitan
3. Untuk meminimalkan resiko trauma

traumatik
4. Gunakan jaket restrein pada bayi lebih besar

4. Untuk mencegahnya agar tidak berguling dan

5. Hindari menempatkan objek di dalam mulut

menggaruk wajah
5. Untuk mencegah trauma pada sisi operasi

setelah perbaikan PS
(kateter penhisap, spatel lidah, dot, sendok
kecil)
6. Jaga agar bayi tidak menangis keras dan terus 6. Karena dapat menyebabkan tegangan pada jahitan
menerus
7. Bersihkan garis jahitan dengan perlahan setelah7. Karena inflamasi dan infeks akan mempengruhi
memberi makan
8. Ajari tentang pembersihan dan prosedur
restrein khususnya bila pulang sebelum jahitan
dilepas

penyembuhan dan efek kosmetik dari perbaikan


pembedahan
8. Untuk meminimalkan komplikasi setelah pulang

2. Diagnosa Keperawatan: Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan makan setelah prosedur pembedahan
Kriteria hasil :
-

Bayi mengkonsumsi jumlah nutrient yang adekuat

Keluarga mendemonstrasikan kemampuan untuk menjalankan perawatan pasca operasi

Bayi menunjukkan penambahan BB yang adekuat


Intervensi
1. Beri diet sesuai usia dan ketentuan selama

Rasional
1. Bayi mendapat nutrisi yang adekuat

periode pasca operasi


2. Libatkan keluarga dalam metode pemberian

2. Memegang tanggung jawab pemberian makan di

makan yang terbaik


3. Ubah teknik pemberian makan
4. Beri makan dalam posisi duduk
5. Sendawakan dengan sering
6. Bantu dalam menyusui, ajarkan teknik pada

rumah
3. Untuk menyesuaikan diri efek pembedahan
4. Untuk meminimalkan resiko aspirasi
5. Kecenderungan menelan banyak udara
6. Untuk menjamin perawatan di rumah

keluarga
3. Diagnosa Keperawatan: Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan
Kriteria Hasil : Bayi tampak nyaman dan tenang
Intervensi
1. Kaji perilaku dan TTV
2. Berikan analgetik / sedatife sesuai instruksi
3. Beri stimulasi belaian dan taktil
4. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi

Rasional
1. Untuk adanya bukti nyeri
2. Untuk meminimalkan nyeri
3. Untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal
4. Untuk memberikan rasa nyaman dan aman

BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1

Labio palatoschizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit langit rongga mulut
dapat melalui palatum durum maupum palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit langit
tiadak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan mesuderm pada saat kehamilan

Beberapa penyebab labio palatoschizis antara lain : faktor genetik, insufisiensi zat untuk tumbuh
kembang, pengaruh obat teratogenik, faktor lingkungan maupun infeksi khususnya toxoplasma
dan klamidial

Labio palatoshizis dibagi menjadi tiga klasifikasi: berdasarkan organ yang terlibat, berdasarkan
lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk, berdasarkan letak celah.

Labio palatoshizis adalah suatu kelainan kongenital sehingga insidensnya adalah kongenital.
Insiden tertinggi terdapat pada orang Asia dengan prevalensi 1:1000 kelahiran.

Penatalaksanaan Labio palatoshizis adalah dengan tindakan pembedahan

Asuhan keperawatan ditegakkan untuk mengatasi masalah dan dampak hospitalisasi yang
ditimbulkan.

5.2 Saran
Bagi masyarakat khusunya ibu hamil dapat sesering mungkin untuk memeriksakan
kehamilannya dan menghindari seminimal mungkin hal hal yang dapat menyebabkan
terjadinya kelainan kongenital pada janin atau organ yang dikandungnya

DAFTAR PUSTAKA

Suradi, S.Kp, dan Yuliani, Rita. S.Kp.2001. Asuhan keperawatan pada anak. PT Fajar
Interpratama, Jakarta.
Wong, Donna L.1996. Pedoman klinis keperawatan pediatrik. EGC. Jakarta
Mansyoer, Arif. Dkk.2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi III jilid II. Media Aesculapius FK
UI. Jakarta.
Dr . Bisono, SpBp. Operasi bibir sumbing. EGC. Jakarta.

TINJAUAN KASUS
Tanggal pengkajian

: 7 Februari 2013

Nama pengkaji

: Windra, Umiati, Heni, Rian

Ruang

: Peristi

Waktu pengkajian

: Jam 07.30 WIB

A. IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama

: By Ny. Partiyah

Tanggal lahir

: 6 Februari 2013, jam 23.45 WIB

Umur

: 0 hari 7 3/4 jam

Jenis kelamin

: Laki-laki

BB

: 2750 gram

PB/TB

: 48 cm

Alamat

: Kalirancang 3/2 Alian

Agama

: Islam

Pendidikan

:--

Suku bangsa

: Jawa

Tanggal masuk

: 6 Februari 2013

No. RM

: 851755

Diagnosa Medik

: Asfiksia berat

2. Identitas penanggung jawab :


Nama

: Ny. T

Umur

: 60 thn

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Kalirancang RT/RW 3/2 Alian

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Petani

Hubungan dengan klien

: Nenek bayi

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan utama
Bayi lahir post SC dengan sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
Bayi baru lahir post SC dengan indikasi gagal vakum 1x, bayi di vakum 1x 15 menit kemudian
gagal. 1 jam sebelum lahir direncanakan SC, bayi lahir secara SC, jenis kelamin laki-laki, bayi
tidak langsung nangis, nafas tidak spontan, BB 2750 gram, PB: 48cm, Apgar skor : 3-4-5, tonus
otot lemah, bayi pucat, air ketuban hijau. Hasil TTV : Nadi : 105 x/m, RR : 46 x/m, S : 35 0C.
Pada jam 23.46 bayi dapat bernafas spontan, jam 00.00 bayi dibawa ke peristi, jam 00.05 di cek
TTV( Nadi : 140x/m, RR : 80x/m), bayi mengalami sianosis, tonus otot sangat lemah, bayi agak
pucat.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 februari 2013 jam 07.30 WIB keadaan bayi masih
lemah, tonus otot lemah, agak sianosis, bayi menangis. Hasil TTV( N : 148x/m, S : 35,5 0C, RR :
55x/m).
3. Riwayat penyakit dahulu
Tidak terkaji
4. Riwayat penyakit keluarga
Di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun dan menular seperti
HIV, hepatitis, TBC, DM, HT.

5. Riwayat kehamilan
G1 P0 A0, umur kehamilan 38 minggu lebih 4 hari, ANC: 9x, presentasi kepala
6. Riwayat persalinan
Bayi baru lahir post SC a/i gagal vakum 1x, bayi di vakum 1x15 menit kemudian gagal. 1 jam
sebelum lahir direncanakan SC, bayi lahir secara SC, bayi tidak langsung nangis, nafas tidak
spontan, air ketuban hijau, APGAR Score: 1-2-3.
1.
2.
3.
4.
5.

APGAR Score
Appearance/ warna kulit
Pulse/ nadi
Grimace
Respiratory
Activity/ tonus otot
TOTAL

1 menit
0
1
0
0
0
1

5 menit
0
1
0
1
0
2

10 menit
1
1
0
1
0
3

7. Riwayat imunisasi
Belum mendapat imunisasi Hbo dan lainnya
8. Genogram
Tidak terkaji
9. Kebutuhan cairan
Bayi usia 0 hari, rumus: 100ml/BB(kg) /hari atau 120-140ml/kg BB/hari
Jadi

kebutuhannya

100ml/2,75kg/hari=275ml/hari

atau

120/2,75kg/hari=330ml/hari.

140ml/2,75kg/hari=385ml/hari, jadi kebutuhannya 330-385ml/hari.


10. Kebutuhan kalori
Bayi usia 0 hari, rumus: 80-90kkal/kgBB/hari
= 80x2.75kg =220kkal/hari
= 90x2,75kg =247,5kkal/hari
Jadi kebutuhan kalorinya 220-247,5kkal/hari
C. PENGKAJIAN FUNGSIONAL (GORDON)
1. Pola persepsi Manajemen Kesehatan
Jika ada keluarga yang sakit maka langsung di bawa ke mantri/ bidan terdekat.
2. Pola Nutrisi/Metabolik
Diit ditunda
3. Pola Eliminasi

bayi sudah BAK 3x bau khas, warna kuning jernih dan BAB 1x mekonium warna hijau
kehitaman
4. Pola Aktivitas dan Latihan
bayi belum bergerak aktif disebabkan tonus otot masih lemah , gerakannya masih lemah
5. Pola Tidur/Istirahat
bayi tidur selama 5jam dan terbangun menangis jika BAB/BAK atau sebab lain yang
mengganggu kenyamanan bayi
6. Pola Persepsi Kognitif
tidak terkaji
7. Pola Konsep Diri
tidak terkaji

8. Pola Peran dan Hubungan


Bayi adalah anak pertama yang kelahirannya sangat diharapkan oleh kedua orang tuanya dan
keluarga lain, hubungan dengan ibunya kurang karena harus terpisah dengan ibunya sementara
waktu untuk menjalani perawatan di ruang peristi.
9. Pola Seksualitas/Reproduksi
Alat reproduksi lengkap yaitu antara testis dan penis ada dan sudah terbentuk alat kelamin yang
sempurna, tidak ada kelainan pada lubang saluran urinnya, dapat BAK tanpa kesulitan dan
kesakitan.
10. Pola Koping dan Toleransi Stress
bayi selalu menangis jika merasa tidak nyaman
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Setelah bayi lahir di adzani, bayi beragama islam sama dengan orang tuanya.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. TTV

: S: 35,50C, N: 148x/menit, RR: 55x/menit

2. Keadaan umum

: lemah

3. Antropometri

: BB: 2750 gram, PB: 48cm, LILA: 11cm, LK: 32cm,LD:31cm

4. Kepala

:Mesocepal, tampak bekas luka di kaput ektrasi, ubun-ubun/fontanel

anterior dan pesterior belum menutup


5. Mata

:simetris, sklera tak ikterik, konjungtiva tak anemis, tidak ada kotoran

yang melekat di mata


6. Telinga

: simetris, tidak ada serumen, tidak ada kelainan bentuk telinga

7. Mulut

: mukosa bibir agak kering, tidak ada labio palatoschizis, agak sianosis

8. Hidung

: simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret

9. Leher

:tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada peningkatan vena

jugulasis
10. Dada
Jantung
a.
b.
c.
d.

Inspeksi
Perkusi
Palpasi
Auskultasi

: tampak retraksi dinding dada interkostalis dan suprasternalis


: bunyi pekak
: tidak teraba ictus cordis, tidak ada nyeri tekan
: S1-S2 Reguler, tidak ada bunyi tambahan

a.
b.
c.
d.

Paru
Inspeksi
Perkusi
Palpasi
Auskultasi

: expansi dada tidak optimal


: terdengar bunyi sonor
: fokal fremitus seimbang antara kanan dan kiri
: bunyi vesikuler, ada bunyi nafas tambahan ronkhi.

11. Abdomen
a.
b.
c.
d.

Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: tali pusat masih basah, perut cembung, agak sianosis


: peristaltik 12 x/mnt
: tympani
: tidak teraba pembesaran hepar

12. Punggung

: simetris

13. Kulit

: elastis, akral dingin, terlihat sianosis

14. Ekstermitas
a.

Atas

tangan
b. Bawah
15. Genetalia

: lengkap kedua tangan, untuk bergerak masih lemah, tidak ada kelainan bentuk
:lengkap kedua kaki, untuk bergerak masih lemah, masih pucat, akral dingin
: alat kelamin yaitu antara kedua testis dan penis sudah terbentuk

sempurna, tidak ada kelainan pada anatomi fisiologinya.


16. Anus

: Berlubang, tidak ada kecacatan, sudah dilakukan colok dubur

E. REFLEK
1. Moro

: (+) masih lemah

2. Roothing

: (+) masih lemah

3. Walking

: (+) masih lemah

4. Grosping

: (+) masih lemah

5. Sucking

: (+) masih lemah

6. Tonick neck

: (+) masih lemah

7. Swallowing

: (+) masih lemah

F. ELIMINASI
1. Miksi

: (+) kuning jernih

2. Mekonium

: (+) hijau kehitaman

G. HASIL KOLABORASI
1. IVFD RL 10 tpm mikro
2. Inj. Vit K 1mg
3. Inj. Hepatitis B0
4. inj. ampicilin 2x140 mg
5. Erlamicetin salep mata
6. O2 headbox 10 L/mnt
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 7 Februari 2013, jam 00:59:09 WIB.
Pemeriksaan
Parameters
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
RDW-CV
RDW-SD
PDW
MPV
P-LCR
DIFFERENTIAL
NEUT#
LYMPH#
MONO#
EO#
BASO#
NEUT%
LYMPH%
MONO%
EO%
BASO%

Hasil

Satuan

Nilai Normal

26,19
4,19
14,8
44,6
106,4
35,3
33,2
287
16,1 +
61,9 +
8,7 8,6
14,2

(10^3/uL)
(10^6/uL)
(g/dl)
(%)
(fl)
(pg)
(g/dl)
(10^3/uL)
(%)
(fl)
(fl)
(fl)
(%)

M: 4,8-10,8 F: 4,8-10,8
M: 4,7-6,1 F: 4,2-5,4
M: 14-18 F: 12-16
M: 42-52 F: 37-47
79,0-99,0
27,0-31,0
33,0-37,0
150-450
11,5-14,5
35-47
9,0-13,0
7,2-11,1
15,0-25,0

10,54
13,64
1,73
0,19
0,09
40,3
52,1
6,6
0,7
0,3

(10^3/uL)
(10^3/uL)
(10^3/uL)
(10^3/uL)
(10^3/uL)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)

1,8-8
0,9-5,2
0,16-1
0,045-0,44
0-0,2
50-70
25-40
2-8
2-4
0-1

Pemeriksaan kimia darah pada tanggal 7 Februari 2013


Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Normal

GDS

188

Mgr%

70-120

I.

ANALISA DATA
tgl/jam
7/2/2013
Jam
07.40
7/2/2013
Jam
07.40
7/2/2013
Jam
07.40

J.
1.
2.
3.

DATA
DS : DO:
Terlihat sianosis
Ada bunyi ronkhi pada auskultasi paru
RR : 55x/mnt
DS : DO :
S : 35,5OC
Terlihat pucat, agak sianosis
Akral teraba dingin
DS : DO:
WBC : 26.19 10^3/uL
tampak bekas luka di kaput ektrasi
tali pusat masih basah
terpasang infus umbilikal

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret
Hipotermi b.d terpajan lingkungan dingin
Resiko infeksi b.d prosedur invasif

ETIOLOGI
Penumpukan sekret

PROBLEM
Bersihan jalan
tidak efektif

Terpajan

lingkungan hipotermia

dingin

Prosedur invasif

Resiko infeksi

na

K. RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/jam
7/2/2013

No.DP
1

Jam

Tujuan dan KH ( NOC)


Intervensi ( NIC )
TTD
Setelah di lakukan tindakan- Cek dan observasi KU
keperawatan

1x15 dan TTV


Atur posisi untuk
menit di harapkan bersihan
memaksimalkan
jalan nafas efektif dengan KH
ventilasi
:
Lakukan pengisapan
Tidak ada secret
menggunakan suction
Tidak sianosis
Beri oksigen sesuai
Tidak ada bunyi tambahan
RR dapat dipertahankan 30 program

07.45

selama

60 x/mnt
Dapat menangis keras
Tak tampak retraksi dinding
7/2/2013

Jam
07.45

7/2/2013
Jam
07.45

dada
Setelah di lakukan tindakankeperawatan

selama

keperawatan

selama

Cek dan observasi KU

3x24 dan TTV


Selimuti bayi dan
jam di harapkan hipotermi
gunakan tutup kepala
teratasi dengan KH :
Gunakan
pakaian
Suhu tubuh bayi normal 36hangat dan kering
37OC
- Tempatkan bayi dalam
Akral hangat
incubator
Tidak sianosis
Pelihara
suhu
Tidak pucat
lingkungan stabil
- cek dan pantau suhu
Setelah di lakukan tindakan- Cek dan observasi KU
3x24 dan TTV
- Pantau tanda dan gejala
jam di harapkan resiko
infeksi
infeksi tidak terjadi dengan
- Cuci tangan sesudah
KH :
dan sebelum melakukan
Tidak di temukan tandatindakan
tanda infeksi
- Gunakan teknik aseptic
Suhu tubuh normal
dan antiseptic
Leukosit
turun
atau
- Kolaborasi pemberian
normal(4,8-10,8)
antibiotik

Pantau hasil lab(WBC)

L. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tgl/jam
7/2/2013

No.DX

08.00

1,2,3

Implementasi

Respon

Mengobservasi KU dan mengecek


TTV

KU lemah, TTV : S: 35,70C N:


125x/m, RR:47x/m.
Lendir dihisap sampai bersih

Melakukan suction

dantidak ada suara tambahan


Terapi headbox 10L x/mnt lancar
Bayi dibedong, dikepala tertutup

Melanjutkankan terapi headbox


Mengganti popok, membedong kain,
08.30

TTD

tersorot

dengan kain yang kering, menutupi kehangatan

lampu

tubuhnya

untuk
didalam

kepala dengan kain kering, tetap inkubatotor


2

menempatkan

bayi

didalam

inkubator dan memberikan lampu


penghangat untuk kehangatan bayi
Memelihara suhu ruangan dan
lingkugan tetap stabil
Memantau tanda dan gejala infeksi
Memberikan terapi injeksi amicillin
140mg

dengan

mencuci

tangan

sebelum dan sesudah melakukan

Suhu ruangan inkubator 29,8 0C


Tidak ada tanda-tanda infeksi
yang muncul
Injeksi ampicillin 140mg masuk

tindakan
dan bayi tidak menangis saat
Memberikan imunisasi Hbo diawali
disuntik
dengan cuci tangan dan diakhiri
09.00

2
3
3

dengan cuci tangan

Imunisasi Hbo masuk

Mengukur TTV
Mengukur dan memantau KU
Mengukur TTV
N : 128 x/m, S : 35,80C, RR : 45
Mengganti popok dan bedong

x/m
KU: lemah

Mengobservasi KU bayi
10.00

S : 36,20C, N: 114x/m, RR : 45

Mengganti popok dan bedong


Memberikan

terapi

injeksi

x/m
Bayi dibedong dan diganti popok
dengan kain yang diganti
KU : lemah

ampicillin 140 mg
11.00

Popok dan bedong bayi sudah

2,3

diganti dengan kain yag kering


Injeksi ampicillin 140 mg masuk
14.00

2,3

dan bayi menangis saat disuntik


Mengukur TTV

16.00

2,3
Menyeka bayi dan merawat tali
2,3

pusat

S : 35,50C, RR : 37 x/m, N : 86
x/m
Bayi menangis saat disekah, tali

21.00

1,2,3
2,3

22.00

Mengobservasi KU
Mengganti popok dan bedong
Memberikan inj. Ampicilin 140 mg
Mengukur TTV
Mengobservasi KU
Memberikan minum pengganti asi

KU : Lemah
Bayi terpakai popok dan bedong
dengan kain kering
Injeksi ampicillin 140 mg
S: 35,80C, N: 100 x/mnt, RR: 40
x/mnt
KU lemah
Minum 5 cc gumoh 2x

Mengukur TTV

8/2/2013

S: 36,2 0C, N: 125 x/mnt. RR: 36

04.00

2,3

05.00

Memberikan minum
Memasang NGT

1,2,3
2,3

x/mnt
5 cc gumoh lagi
NGT terpsang, residu 1cc lendir

Memberi minum
Mengobservasi KU
Memberikan inj. Ampicilin 140 mg
Memberikan minum dan mengecek
07.00

pusat bersih tetapi masih basah

residu

5cc masuk lewat NGT


KU lemah
Inj. Ampicilin 140 mg masuk
Minum 15 cc, residu 1cc

Memberikan minum dan mengecek


10.00

residu
Mengukur TTV
Menyeka bayi, dressing infus, dan

11.00
13.30

2,3
2,3

14.30

16.00

2,3

17.30
19.00
20.30
21.00

2,3

22.00

23.30
9/2/2013
02.30
04.00

2,3

04.30
05.30

merawat tali pusat


Memberi minum dan mengecek
residu

Minum 5cc, residu 1cc


S : 36,40c, N : 140 x/m, RR : 48
x/m
Bayi bersih
5c masuk lewat NGT, residu
0,8cc

07.00

2,3

10.00

2,3

10.30

2,3

14.00

2,3

15.00

2,3

16.00

2,3

Mengobservasi KU
Mengganti popok
Mengukur TTV
Mengobservasi KU
Mengganti popok
Mengukur TTV

2,3

x/mnt
KU lemah
BAB dan BAK
S:36,9OC, N:140 x/mnt. RR: 45
x/mnt
KU lemah, kembung, gumoh

Mengobservasi KU
21.00

KU lemah, menangis
BAK
S: 37OC, N: 139 x/mnt, RR: 36

M. EVALUASI KEPERAWATAN
Tgl/jam
7/2/2013

No.DP
1,2,3

SOAP
S:-

Jam 14.00

TTD

O:
Masih agak terlihat sianosis, pucat, akral agak teraba
dingin
KU : Lemah, bayi menangis keras
N : 128 x/m, S : 35,8 0C, RR : 45 x/m
A: masalah

bersihan jalan nafas teratasi sebagian,

hipotermi, resiko infeksi teratasi sementara ditandai dengan


suhu meningkat menjadi 35,8 0 C, masih sianosis
P : pertahankan intervensi sampai tercapai kriteria hasil
Pantau KU dan TTV
Berikan terapi injeksi dan lanjutkan terapi oksigen sesuai
program
Pantau tanda-tanda infeksi
S:7/2/2013

O:

2,3

KU : Lemah
S : 36,2 0 c, N : 114 x/m, RR : 45 x/m.
Tidak sianosis, pucat berkurang, akral masih hangat
Tidak ada tanda-tanda infeksi
A : hipotermi teratasi sementara, resiko infeksi teratasi

Jam 21.00

8/2/2013

sementara
P : pertahankan intervensi memberikan kehangatan
S:-

2,3

Jam 07.00

O:
Masih pucat, sianosis
Akral teraba dingin, S : 35,10C, N : 86 x/m, RR : 37 x/m
KU : Lemah
A : hipotermi, resiko infeksi teratasi sementara
P : pertahankan intervensi
-

Monitor KU dan TTV


Selimuti bayi dan gunakan tutup kepala

Gunakan pakaian hangat dan kering


Tempatkan bayi dalam incubator
Pelihara suhu lingkungan/Inkubator stabil
Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan tindakan

S:O:

Jam 14.00

Tidak terlihat pucat, tidak sianosis, akral dingin


S : 35,70C, N : 139 x/m, RR : 36x/m
KU : Lemah
Minum ditunda
Tidak ada tanda-tanda klinis infeksi

2,3

A : hipotermi, resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,


resiko infeksi
P : pertahankan dan lanjutkan intervensi
-

Monitor KU dan TTV


Selimuti bayi dan gunakan tutup kepala
Gunakan pakaian hangat dan kering
Pelihara suhu lingkungan/Inkubator stabil
Pantau tanda-tanda infeksi
Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan tindakan
S:O:
Tidak terlihat pucat, tidak sianosis, akral hangat
Akral teraba dingin, S : 36,90C, N : 140 x/m, RR : 45x/m,
terpasang NGT karena selalu gumoh jika diberi minum
KU : Lemah
Tidak ada tanda-tanda klinis infeksi
A : hipotermi, resiko infeksi, resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
P : pertahankan intervensi

Jam 21.00

2,3

9/2/2013

2,3

Monitor KU dan TTV


Pantau tanda-tanda dan gejala infeksi
Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan tindakan
S :-

Jam 07.00

O:
Tidak terlihat adanya tanda dan gejala infeksi
Tidak tampak sianosis, akral hangat, tidak pucat
S : 36,40c, N : 140 x/m, RR : 48 x/m
Terpasang NGT
Injeksi mpicillin 140mg masuk
KU : masih lemah, bayi menangis
Tali pusat mulai kering
A : hipotermi, resiko infeksi teratasi, resiko nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
P : pertahankan intervensi
-

Monitor TTV
Pantau tanda dan gejala infeksi
Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan tindakan
Lanjutkan terapi program injeksi
S :O:

Jam 14.00

Tidak terlihat adanya tanda dan gejala infeksi


Tidak tampak sianosis, akral hangat, tidak pucat
S : 36,10c, N : 125 x/m, RR : 50x/m
KU : masih lemah, bayi menangis
Residu 2 cc
Minum 15cc
Tali pusat mulai kering

2,3

A : hipotermi, resiko infeksi,masalah baru : resiko nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi
P : pertahankan intervensi
-

Monitor TTV dan KU


Pantau tanda dan gejala infeksi
Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan tindakan
Lanjutkan terapi program injeksi
Pantau minum dan residunya
Jaga kehangatan
S :O:
Tidak terlihat adanya tanda dan gejala infeksi

Tidak tampak sianosis, akral hangat, tidak pucat


S : 36,70c, N : 136 x/m, RR : 42x/m
KU : masih lemah
Terpasang NGT
Residu 0,4 cc
Minum 30 cc
Tali pusat kering
A : hipotermi, resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Jam 21.00

1,2,3

belum teratasi, resiko infeksi teratasi


P : pertahankan intervensi
-

Monitor TTV dan KU


Pantau tanda dan gejala infeksi
Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan tindakan
Lanjutkan terapi program injeksi
Pantau minum dan residunya
Jaga kehangatan

You might also like