Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut laporan peneliti dari berbagai negara, cacat labio palatoschizis dapat muncul dari
1 : 800 sampai 1 : 2000 kelahiran. Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, tentu mempunyai
dan akan mempunyai banyak kasus labio palatoschizis.
Labio palatoschizis merupakan kelainan bibir dan langit langit, hal ini biasanya
disebabkan karena perkembangan bibir dan langit langit yang tidak dapat berkembang secara
sempurna pada masa pertumbuhan di dalam kandungan. Dimana biasanya penderita labio
palatoschizis mempunyai bentuk wajah kurang normal dan kurang jelas dalam berbicara
sehingga menghambat masa persiapan sekolahnya.
Labio palatoschizis sering dijumpai pada anak laki laki dibandingkan anak perempuan
(Randwick, 2002) kelainan ini merupakan kelainan yang disebabkan faktor herediter,
lingkungan, trauma, virus (Sjamsul Hidayat, 1997).
Kelainan ini dapat dilihat ketika bayi berada di dalam kandungan, melalui alat yang
disebut USG atau Ultrasonografi. Setelah bayi lahir kelainan ini tampak jelas pada bibir dan
langit
langitnya.
Tujuan Umum
Memberi pengetahuan tentang Labio palatoschizis
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi Labio palatoschizis
2. Menjelaskan etiologi Labio palatoschizis
3. Menjelaskan patofisiologi Labio palatoschizis
4. Menjelaskan klasifikasi Labio palatoschizis
5. Menjelaskan prevalensi Labio palatoschizis
6. Menjelaskan manifestasi klinis dan komplikasi Labio palatoschizis
7. Menjelaskan penatalaksanaan Labio palatoschizis
8. Menjelaskan asuhan keperawatan Labio palatoschizis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Labio palatoshizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit langit rongga mulut
dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit langit
tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan mesuderm pada saat kehamilan.
Labio palatoshizis yang terjadi seringkali berbentuk fistula, dimana fistula ini dapat
diartikan sebagai suatu lubang atau celah yang menghubungkan rongga mulut dan hidung
(Sarwoni, 2001)
2.2 Etiologi
Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio palatoschizis,
antara lain:
1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan pasti karena
berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 30 % penderita
labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen
merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik
yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam
penyatuan beberapa bagian kontak.
2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas
maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
Zat zat yang berpengaruh adalah:
Asam folat
Vitamin C
Zn
Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat
berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ
selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap
tumbuh kembang organ selama masa embrional.
Jamu. Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama
terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital
ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut
Kontrasepsi hormonal. Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal,
terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi
sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.
Obat obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio palatoschizis. Obat
obatan itu antara lain :
Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan alkohol
dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan
alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.
Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetessangat rentan
terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar
gula dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa
embrional.h
Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi
penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat mengganggu proses tumbuh
kembang organ selama masa embrional.
5. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus
(toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya kelainan
kongenital terutama labio palatoschizis.
Dari beberapa faktor tersebit diatas dapat meningkatkan terjadinya Labio palatoshizis,
tetapi tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian, lama pemakaian, dan wktu pemakaian.
2.3 Patofisiologi
Cacat tebentuk pada trimester pertama, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm
pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (Prosesus nasalis dan maksialis) pecah
kembali.
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Berdasarkan organ yang terlibat
Celah gusi ( gnatoscizis ) : celah terdapat pada gusi gigi bagian atas
7. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan
palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu. Akibatnya
bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan
bayi.
8. Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung alar cartilago dan kurangnya
penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah.
9. Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak
mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan medial
insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal.
10. Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan lebih
rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan terjadinya
crosbite.
11. Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta
terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri da citra tubuh.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan labio palatoschizis adalah dengan tindakan pembedahan. Tindakan
operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah bibir palatum berdasarkan kriteria rule of
ten , yaitu:
a.
Hb lebih 10 g / dl
Bila Ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar masih sengau dapat dilakukan
laringoplasti. Operasi ini adlah membuat bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi,
biasanya dilakukan pada umur 6 tahun keatas.
Pada umur 8 -9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah alveolus atau
maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti mengatur pertumbuhan gigi di kanan kiri celah
supaya normal. Graft tulang diambil dari dari bagian spongius kista iliaca. Tindakan operasi
terakhir yang mungkin perlu dikerjakan setelah pertumbuhan tulang tulang muka
mendekatiselesai, pada umur 15 17 tahun.
Sering ditemukan hiperplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligig depan atas atau
rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan bedah ortognatik memotong bagian
tulang yang tertinggal pertumbuhannya dan mengubah posisinya maju ke depan.
BAB 3
WEB OF CAUTION
Fakto genetik
kelainan
Virus
kromosom
Klamidial
Pengaruh obat
tumbuh kembang
teratogenik :
selama embrional
Anti konvulsan,
Kontrasepsi
hormonal
Infeksi
Jamu, Kortison,
(kualitas&kuantitas) :
Faktor lingkungan
Gx. Metabolik
Klorsiklizin,
LABIO PALATOSCIZIS
Sistem pencernaan
Sistem Pernapasan
Distorsi nasal
Aspirasi
Resiko tinggi infeksi
Dampak hospitalisasi
Anak
Keluarga
Cemas
Pre Op
Cemas
Post Op
Perub. Nutrisi kurang dari kebutuhan
Ketegangan
Nyeri
dari kebutuhan
Ketegangan
Kurang pengetahuan
Koping klg tidak efektif
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
A. BB normal neonatus : 2,75 3,00 kg
B. TB normal neonatus : 50 cm
C. LK normal neonatus : 43 -35 cm
D. LD normal neonatus : 32 -33 cm
E. Perkembangan motorik kasar
1. Usia 1 - 4 bulan
a.
f.
g.
h.
i.
Berusaha merangkak
2. Usia 4 -8 bulan
a.
Menjelajah
f.
Merangkak
g.
1. Usia 1 4 bulan
a.
f.
g.
2. Usia 4 - 8 bulan
a.
3. Usia 8 12 bulan
a.
Melambaikan tangan
f.
g.
h.
i.
j.
1. Usia 0 -1 bulan
a.
f.
g.
h.
Lebih berfokus pada wajah manusia dibandingkan benda benda lain yang ada dalam satu
lapang pandang
i.
Mempunyai ketajaman penglihatan 20 / 40, mampu berfokus pada objek yang berada pada jarak
20 cm
j.
2. Usia 1 4 bulan
a.
f.
g.
h.
4. Usia 8 12 bulan
a.
Perilaku involunter
b. Refleksif primer
c.
Orientasi autistik
f.
g.
h.
3. Usia 4 8 bulan
a.
f.
g.
4. Usia 8 12 bulan
a.
f.
g.
h.
i.
1. Usia 0 -1 bulan
a.
Mendengkur
2. Usia 1 -4 bulan
a.
Bersuara
d. Berceloteh
3. Usia 4 -8 bulan
a.
b. Menggunakan kata kata yang terdiri dari 2 suku kata (buu buu)
c.
f.
Berespon terhadap panggilan dan orang orang yang mirip anggota keluarga
g.
h.
i.
5.
3. Bermain interaksi dengan pemberi asuhan. Membentuk dasar dasar perkembangan hubungan
di kemudian hari
4. Peran orang tua bayi merumuskan sikap dasar terhadap kehidupan berdasarkan pengalamannya
bersama orang tua. Orang tua dapat dianggap sebagai sebagai seorang yang dapat dipercaya,
konsisten, selalu ada dan penyayang
L. Perilaku social
1. Usia 0 -1 bulan
a.
2. Usia 1 4 bulan
a.
f.
g.
3. Usia 4 8 bulan
a.
d. Mudah frustasi
e.
Lebih menyukai menyukai figure pemberi asuhan daripada orang dewasa lainnya
f.
M. Perkembangan moral
Perkembangan moral tidak dimulai sampai usia toddler, ketika kognitif awal sudah muncul
N. Perkembangan kepercayaan (tahap tidak membedakan)
Rasa percaya dan interaksi dengan pemberi asuhan membentuk dasar untuk perkembangan
kesetiaan selanjutnya
4.2 Observasi dan Pengkajian
4.2.1 Respiratory Sistem
o
Pada pt dengan labio palatoschizis system pernafasannya terganggu, karena bayi tidak dapat
bernafas melalui mulut apabila hidungnya tersumbat. Akibatnya dapat terjadi distress pernafasan
atausebagai kompensasi melakukan hiperventilasi dan selanjutnya dapat terjadi dispnea
4.2.2 Kardiovaskuler
o
A. Babinski
Jari jari kaki ekstensi ketika telapak kaki diusap. Pada penderita labio palatoschizis reflek
babinski positif
B. Galant
Melengkungkan badan ke arah sisi yang di stimulasi ketika dilakukan pengusapan di sepanjang
tulang belakang. Pada penderita labio palatoschizis reflek gallant positif
C. Moro
Ekstensi tiba tiba kea rah luar dan kembali kea rah garis tengah ketika bayi terkejut akibat suara
keras / perubahan posisi yang cepat. Pada penderita labio palatoschizis reflek moro positif
D. Palmar
Menggenggam objek dengan jari ketika telapak tangan disentuh. Pada penderita labio
palatoschizis reflek palmar positif
E. Placing
Usaha untuk mengangkat dan meletakkan kaki di tepi permukaan kaki ketika kaki disentuh di
bagian atasnya. Pada penderita labio palatoschizis reflek placing positif
F. Plantar
Fleksi jari jari kaki ke arah dalam, ketika tumit telapak kaki diusap. Pada penderita labio
palatoschizis reflek plantar positif
G. Righting
Berusaha untuk mempertahankan kepala pada posisi tegak. Pada penderita labio palatoschizis
reflek ini positif
H. Rooting
Memiringkan kepala ke arah pipi yang diberi stimulus sentuhan. Pada penderita labio
palatoschizis reflek ini positif
I.
Sucking
Menghisap objek yang diletakkan dalam mulut. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini
negative karena muara tuba eustachiinya terganggu
J.
Stepping
Membuat gerakan melangkah ketika digendong pada posisi tegak dengan kaki menyentuh
permukaan. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini positif.
4.2.4 Gastro Intestinal
Pada penderita labio palatoschizis, system ini mengalami gangguan dikarenakan bentuk
bibir. Labio palatoschizis pada bayi normal, jumlah nutrisi berdasarkan BB adalah :
BB
1 10 kg
100 cc / BB
11 20 kg
1000 + 50 cc ( BB 10 )
> 20 kg
1500 + 20 cc ( BB 20 )
Pada penderita
labio palatoschizis asupan kurang dari kebutuhan karena proses menghisap terganggu
4.2.5 Urinary Sistem
A. Jumlah urin = cairan yang masuk
B. Awal : urin keluar 20 ml dan meningkat sesuai dengan pemasukan
C. Frekuensi voiding : 2 -6 x selanjutnya 5 25 x / 24 jam
D. Pada bayi void : 15 60 ml/kg BB/24 jam
E. BJ urin : 1,005 1,015
F. Standar volume urin
4.2.6 Muskuloskeletal
A. Jumlah kartilago > osifikasi tulang
B. Pertumbuhan ukuran otot karena hipertropi dibanding hiperplasia
4.3 Pemeriksaan Diagnostik
MRI
Rontgen
Nyeri
Cemas
Ketegangan
Resiko aspirasi
Kurang informasi
4.5 Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan: Resiko tinggi trauma sisi pembedahan berhubungan dengan prosedur
pembedahan, disfungsi menelan
Kriteria hasil :
-
Rasional
1. Untuk mencegah trauma pada sisi operasi
2. Untuk melindungi garis jahitan
3. Untuk meminimalkan resiko trauma
traumatik
4. Gunakan jaket restrein pada bayi lebih besar
menggaruk wajah
5. Untuk mencegah trauma pada sisi operasi
setelah perbaikan PS
(kateter penhisap, spatel lidah, dot, sendok
kecil)
6. Jaga agar bayi tidak menangis keras dan terus 6. Karena dapat menyebabkan tegangan pada jahitan
menerus
7. Bersihkan garis jahitan dengan perlahan setelah7. Karena inflamasi dan infeks akan mempengruhi
memberi makan
8. Ajari tentang pembersihan dan prosedur
restrein khususnya bila pulang sebelum jahitan
dilepas
2. Diagnosa Keperawatan: Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan makan setelah prosedur pembedahan
Kriteria hasil :
-
Rasional
1. Bayi mendapat nutrisi yang adekuat
rumah
3. Untuk menyesuaikan diri efek pembedahan
4. Untuk meminimalkan resiko aspirasi
5. Kecenderungan menelan banyak udara
6. Untuk menjamin perawatan di rumah
keluarga
3. Diagnosa Keperawatan: Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan
Kriteria Hasil : Bayi tampak nyaman dan tenang
Intervensi
1. Kaji perilaku dan TTV
2. Berikan analgetik / sedatife sesuai instruksi
3. Beri stimulasi belaian dan taktil
4. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi
Rasional
1. Untuk adanya bukti nyeri
2. Untuk meminimalkan nyeri
3. Untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal
4. Untuk memberikan rasa nyaman dan aman
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1
Labio palatoschizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit langit rongga mulut
dapat melalui palatum durum maupum palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit langit
tiadak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan mesuderm pada saat kehamilan
Beberapa penyebab labio palatoschizis antara lain : faktor genetik, insufisiensi zat untuk tumbuh
kembang, pengaruh obat teratogenik, faktor lingkungan maupun infeksi khususnya toxoplasma
dan klamidial
Labio palatoshizis dibagi menjadi tiga klasifikasi: berdasarkan organ yang terlibat, berdasarkan
lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk, berdasarkan letak celah.
Labio palatoshizis adalah suatu kelainan kongenital sehingga insidensnya adalah kongenital.
Insiden tertinggi terdapat pada orang Asia dengan prevalensi 1:1000 kelahiran.
Asuhan keperawatan ditegakkan untuk mengatasi masalah dan dampak hospitalisasi yang
ditimbulkan.
5.2 Saran
Bagi masyarakat khusunya ibu hamil dapat sesering mungkin untuk memeriksakan
kehamilannya dan menghindari seminimal mungkin hal hal yang dapat menyebabkan
terjadinya kelainan kongenital pada janin atau organ yang dikandungnya
DAFTAR PUSTAKA
Suradi, S.Kp, dan Yuliani, Rita. S.Kp.2001. Asuhan keperawatan pada anak. PT Fajar
Interpratama, Jakarta.
Wong, Donna L.1996. Pedoman klinis keperawatan pediatrik. EGC. Jakarta
Mansyoer, Arif. Dkk.2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi III jilid II. Media Aesculapius FK
UI. Jakarta.
Dr . Bisono, SpBp. Operasi bibir sumbing. EGC. Jakarta.
TINJAUAN KASUS
Tanggal pengkajian
: 7 Februari 2013
Nama pengkaji
Ruang
: Peristi
Waktu pengkajian
A. IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama
: By Ny. Partiyah
Tanggal lahir
Umur
Jenis kelamin
: Laki-laki
BB
: 2750 gram
PB/TB
: 48 cm
Alamat
Agama
: Islam
Pendidikan
:--
Suku bangsa
: Jawa
Tanggal masuk
: 6 Februari 2013
No. RM
: 851755
Diagnosa Medik
: Asfiksia berat
: Ny. T
Umur
: 60 thn
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Petani
: Nenek bayi
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan utama
Bayi lahir post SC dengan sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
Bayi baru lahir post SC dengan indikasi gagal vakum 1x, bayi di vakum 1x 15 menit kemudian
gagal. 1 jam sebelum lahir direncanakan SC, bayi lahir secara SC, jenis kelamin laki-laki, bayi
tidak langsung nangis, nafas tidak spontan, BB 2750 gram, PB: 48cm, Apgar skor : 3-4-5, tonus
otot lemah, bayi pucat, air ketuban hijau. Hasil TTV : Nadi : 105 x/m, RR : 46 x/m, S : 35 0C.
Pada jam 23.46 bayi dapat bernafas spontan, jam 00.00 bayi dibawa ke peristi, jam 00.05 di cek
TTV( Nadi : 140x/m, RR : 80x/m), bayi mengalami sianosis, tonus otot sangat lemah, bayi agak
pucat.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 februari 2013 jam 07.30 WIB keadaan bayi masih
lemah, tonus otot lemah, agak sianosis, bayi menangis. Hasil TTV( N : 148x/m, S : 35,5 0C, RR :
55x/m).
3. Riwayat penyakit dahulu
Tidak terkaji
4. Riwayat penyakit keluarga
Di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun dan menular seperti
HIV, hepatitis, TBC, DM, HT.
5. Riwayat kehamilan
G1 P0 A0, umur kehamilan 38 minggu lebih 4 hari, ANC: 9x, presentasi kepala
6. Riwayat persalinan
Bayi baru lahir post SC a/i gagal vakum 1x, bayi di vakum 1x15 menit kemudian gagal. 1 jam
sebelum lahir direncanakan SC, bayi lahir secara SC, bayi tidak langsung nangis, nafas tidak
spontan, air ketuban hijau, APGAR Score: 1-2-3.
1.
2.
3.
4.
5.
APGAR Score
Appearance/ warna kulit
Pulse/ nadi
Grimace
Respiratory
Activity/ tonus otot
TOTAL
1 menit
0
1
0
0
0
1
5 menit
0
1
0
1
0
2
10 menit
1
1
0
1
0
3
7. Riwayat imunisasi
Belum mendapat imunisasi Hbo dan lainnya
8. Genogram
Tidak terkaji
9. Kebutuhan cairan
Bayi usia 0 hari, rumus: 100ml/BB(kg) /hari atau 120-140ml/kg BB/hari
Jadi
kebutuhannya
100ml/2,75kg/hari=275ml/hari
atau
120/2,75kg/hari=330ml/hari.
bayi sudah BAK 3x bau khas, warna kuning jernih dan BAB 1x mekonium warna hijau
kehitaman
4. Pola Aktivitas dan Latihan
bayi belum bergerak aktif disebabkan tonus otot masih lemah , gerakannya masih lemah
5. Pola Tidur/Istirahat
bayi tidur selama 5jam dan terbangun menangis jika BAB/BAK atau sebab lain yang
mengganggu kenyamanan bayi
6. Pola Persepsi Kognitif
tidak terkaji
7. Pola Konsep Diri
tidak terkaji
2. Keadaan umum
: lemah
3. Antropometri
4. Kepala
:simetris, sklera tak ikterik, konjungtiva tak anemis, tidak ada kotoran
7. Mulut
: mukosa bibir agak kering, tidak ada labio palatoschizis, agak sianosis
8. Hidung
9. Leher
:tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada peningkatan vena
jugulasis
10. Dada
Jantung
a.
b.
c.
d.
Inspeksi
Perkusi
Palpasi
Auskultasi
a.
b.
c.
d.
Paru
Inspeksi
Perkusi
Palpasi
Auskultasi
11. Abdomen
a.
b.
c.
d.
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
12. Punggung
: simetris
13. Kulit
14. Ekstermitas
a.
Atas
tangan
b. Bawah
15. Genetalia
: lengkap kedua tangan, untuk bergerak masih lemah, tidak ada kelainan bentuk
:lengkap kedua kaki, untuk bergerak masih lemah, masih pucat, akral dingin
: alat kelamin yaitu antara kedua testis dan penis sudah terbentuk
E. REFLEK
1. Moro
2. Roothing
3. Walking
4. Grosping
5. Sucking
6. Tonick neck
7. Swallowing
F. ELIMINASI
1. Miksi
2. Mekonium
G. HASIL KOLABORASI
1. IVFD RL 10 tpm mikro
2. Inj. Vit K 1mg
3. Inj. Hepatitis B0
4. inj. ampicilin 2x140 mg
5. Erlamicetin salep mata
6. O2 headbox 10 L/mnt
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 7 Februari 2013, jam 00:59:09 WIB.
Pemeriksaan
Parameters
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
RDW-CV
RDW-SD
PDW
MPV
P-LCR
DIFFERENTIAL
NEUT#
LYMPH#
MONO#
EO#
BASO#
NEUT%
LYMPH%
MONO%
EO%
BASO%
Hasil
Satuan
Nilai Normal
26,19
4,19
14,8
44,6
106,4
35,3
33,2
287
16,1 +
61,9 +
8,7 8,6
14,2
(10^3/uL)
(10^6/uL)
(g/dl)
(%)
(fl)
(pg)
(g/dl)
(10^3/uL)
(%)
(fl)
(fl)
(fl)
(%)
M: 4,8-10,8 F: 4,8-10,8
M: 4,7-6,1 F: 4,2-5,4
M: 14-18 F: 12-16
M: 42-52 F: 37-47
79,0-99,0
27,0-31,0
33,0-37,0
150-450
11,5-14,5
35-47
9,0-13,0
7,2-11,1
15,0-25,0
10,54
13,64
1,73
0,19
0,09
40,3
52,1
6,6
0,7
0,3
(10^3/uL)
(10^3/uL)
(10^3/uL)
(10^3/uL)
(10^3/uL)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
1,8-8
0,9-5,2
0,16-1
0,045-0,44
0-0,2
50-70
25-40
2-8
2-4
0-1
Hasil
Satuan
Nilai Normal
GDS
188
Mgr%
70-120
I.
ANALISA DATA
tgl/jam
7/2/2013
Jam
07.40
7/2/2013
Jam
07.40
7/2/2013
Jam
07.40
J.
1.
2.
3.
DATA
DS : DO:
Terlihat sianosis
Ada bunyi ronkhi pada auskultasi paru
RR : 55x/mnt
DS : DO :
S : 35,5OC
Terlihat pucat, agak sianosis
Akral teraba dingin
DS : DO:
WBC : 26.19 10^3/uL
tampak bekas luka di kaput ektrasi
tali pusat masih basah
terpasang infus umbilikal
ETIOLOGI
Penumpukan sekret
PROBLEM
Bersihan jalan
tidak efektif
Terpajan
lingkungan hipotermia
dingin
Prosedur invasif
Resiko infeksi
na
K. RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/jam
7/2/2013
No.DP
1
Jam
07.45
selama
60 x/mnt
Dapat menangis keras
Tak tampak retraksi dinding
7/2/2013
Jam
07.45
7/2/2013
Jam
07.45
dada
Setelah di lakukan tindakankeperawatan
selama
keperawatan
selama
L. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tgl/jam
7/2/2013
No.DX
08.00
1,2,3
Implementasi
Respon
Melakukan suction
TTD
tersorot
lampu
tubuhnya
untuk
didalam
menempatkan
bayi
didalam
dengan
mencuci
tangan
tindakan
dan bayi tidak menangis saat
Memberikan imunisasi Hbo diawali
disuntik
dengan cuci tangan dan diakhiri
09.00
2
3
3
Mengukur TTV
Mengukur dan memantau KU
Mengukur TTV
N : 128 x/m, S : 35,80C, RR : 45
Mengganti popok dan bedong
x/m
KU: lemah
Mengobservasi KU bayi
10.00
S : 36,20C, N: 114x/m, RR : 45
terapi
injeksi
x/m
Bayi dibedong dan diganti popok
dengan kain yang diganti
KU : lemah
ampicillin 140 mg
11.00
2,3
2,3
16.00
2,3
Menyeka bayi dan merawat tali
2,3
pusat
S : 35,50C, RR : 37 x/m, N : 86
x/m
Bayi menangis saat disekah, tali
21.00
1,2,3
2,3
22.00
Mengobservasi KU
Mengganti popok dan bedong
Memberikan inj. Ampicilin 140 mg
Mengukur TTV
Mengobservasi KU
Memberikan minum pengganti asi
KU : Lemah
Bayi terpakai popok dan bedong
dengan kain kering
Injeksi ampicillin 140 mg
S: 35,80C, N: 100 x/mnt, RR: 40
x/mnt
KU lemah
Minum 5 cc gumoh 2x
Mengukur TTV
8/2/2013
04.00
2,3
05.00
Memberikan minum
Memasang NGT
1,2,3
2,3
x/mnt
5 cc gumoh lagi
NGT terpsang, residu 1cc lendir
Memberi minum
Mengobservasi KU
Memberikan inj. Ampicilin 140 mg
Memberikan minum dan mengecek
07.00
residu
residu
Mengukur TTV
Menyeka bayi, dressing infus, dan
11.00
13.30
2,3
2,3
14.30
16.00
2,3
17.30
19.00
20.30
21.00
2,3
22.00
23.30
9/2/2013
02.30
04.00
2,3
04.30
05.30
07.00
2,3
10.00
2,3
10.30
2,3
14.00
2,3
15.00
2,3
16.00
2,3
Mengobservasi KU
Mengganti popok
Mengukur TTV
Mengobservasi KU
Mengganti popok
Mengukur TTV
2,3
x/mnt
KU lemah
BAB dan BAK
S:36,9OC, N:140 x/mnt. RR: 45
x/mnt
KU lemah, kembung, gumoh
Mengobservasi KU
21.00
KU lemah, menangis
BAK
S: 37OC, N: 139 x/mnt, RR: 36
M. EVALUASI KEPERAWATAN
Tgl/jam
7/2/2013
No.DP
1,2,3
SOAP
S:-
Jam 14.00
TTD
O:
Masih agak terlihat sianosis, pucat, akral agak teraba
dingin
KU : Lemah, bayi menangis keras
N : 128 x/m, S : 35,8 0C, RR : 45 x/m
A: masalah
O:
2,3
KU : Lemah
S : 36,2 0 c, N : 114 x/m, RR : 45 x/m.
Tidak sianosis, pucat berkurang, akral masih hangat
Tidak ada tanda-tanda infeksi
A : hipotermi teratasi sementara, resiko infeksi teratasi
Jam 21.00
8/2/2013
sementara
P : pertahankan intervensi memberikan kehangatan
S:-
2,3
Jam 07.00
O:
Masih pucat, sianosis
Akral teraba dingin, S : 35,10C, N : 86 x/m, RR : 37 x/m
KU : Lemah
A : hipotermi, resiko infeksi teratasi sementara
P : pertahankan intervensi
-
S:O:
Jam 14.00
2,3
Jam 21.00
2,3
9/2/2013
2,3
Jam 07.00
O:
Tidak terlihat adanya tanda dan gejala infeksi
Tidak tampak sianosis, akral hangat, tidak pucat
S : 36,40c, N : 140 x/m, RR : 48 x/m
Terpasang NGT
Injeksi mpicillin 140mg masuk
KU : masih lemah, bayi menangis
Tali pusat mulai kering
A : hipotermi, resiko infeksi teratasi, resiko nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
P : pertahankan intervensi
-
Monitor TTV
Pantau tanda dan gejala infeksi
Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan tindakan
Lanjutkan terapi program injeksi
S :O:
Jam 14.00
2,3
1,2,3