Professional Documents
Culture Documents
1. Pengertian
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses
patologi pada pembuluh darah (Pricedan Wilson).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah kebagian
otak (bruner dan suddarth, 2000 : 2123).
Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah keotak dan mengakibatkan deficit
neurologik (lewis, etc, 2000 : 1645).
Stroke non hemorogik adalah bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara,
beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit) tapi kurang dari 24jam.
(AriefInansjoer, 2000 : 17).
Stroke non hemorogik adalah penyakit atau kelainan dan penyakit pembuluh darah otak, yang
mendasari terjadinya stoke misalnya arteriosclerosis otak, aneurisma, angioma pembuluh
darah otak. (dr. Harsono, 1996: 25).
Stroke non hemorogik adalah penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan
dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian arterosklerosis (trombosis) dan
penyakit jantung (emboli) yang dicetus oleh adanya faktor predisposisi hipertensi
(Satyanegara, 1998 : 179).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian
yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau
sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit
jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
3. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada
stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang
terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering
terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak
melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan
suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahanperubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran
darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan
darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area
dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik
berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal
yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan
terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah
arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
4. Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit
stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh,
hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat
pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang
jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak
mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.
5. Penatalaksaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
a.
Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi
otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen
suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima
akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi
ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
c.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit
stroke adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli
serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak
dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
8.
a.
1)
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian primer
Airway: pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi pada jalan napas
Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, nadi, dan adanya perdarahan.
Disability: yang dinilai adalah tingkat kesadran serta ukutan dan reaksi pupil.
Exposure/ kontrol lingkungan: penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.
2) Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe) termasuk
reevaluasi pemeriksaan TTV.
Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat perlukaan.
Riwayat AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, event/environment) perlu
diingat.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya luka, kontusio atau fraktuf.
Pemeriksaan maksilofasialis, vertebra sevikalis, thoraks, abdomen, perineum,
muskuloskeletal dan pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan dalam secondary survey.
Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan haluaran urin penting dilakukan.
Tambahan pada secondary survev
Selama secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih
spesifik seperti foto tambahan dari tulang belakang serta ekstremitas, CT-Scan kepala, dada,
abdomen dan prosedur diagnostik lain.
(TIK).
Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).
Rasional:
menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan
terganggu.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional:
program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang
berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional:
pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau
masalah pemahaman.
minimal
Intervensi;
Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional:
Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam
perawatan diri
Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional:
memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
aspirasi.
Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional:
meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang meningkatkan perasaan
berfikir
Rasional:
Hipertensi
2.
Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit
jantung kongestif)
3.
Kolesterol tinggi
4.
Obesitas
5.
6.
7.
Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
8.
9.
Konsumsi alkohol
Patways
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri
3. Pungsi Lumbal
-
tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
H.KOMPLIKASI
Hipoksia Serebral
Penurunan darah serebral
Luasnya area cedera
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
I.
a.
Pengkajian
Pengkajian Primer
-
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan
reflek batuk
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan /
atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada
tahap lanjut
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
-
Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
-
gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
-
Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis
bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
Inkontinensia, anuria
distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral
( sisi yang sama )
Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku
(seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata
kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
8. Respirasi
Data Subyektif:
-
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
Dibuktikan oleh :
-
Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor
Intervensi :
Independen
-
Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma /
penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK
Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang /
persepsi lapang pandang
Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi
Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi
Kolaborasi
-
Antihipertensi
Manitol
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir
Kriteria hasil:
-
Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan
pengeluaran sekresi yang optimal
Penghisapan sekresi
Tujuan :
Pola nafas efektif
Kriteria hasil:
-
RR 18-20 x permenit
Intervensi :
o Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
o Auskultasi bunyi nafas.
o Pantau penurunan bunyi nafas.
o Pastikan kepatenan O2 binasal
o Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
o Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
o Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
DAFTAR PUSTAKA