Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke
2.1.1 Definisi
Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dalam beberapa
detik atau secara cepat dalam beberapa jam dengan gejala atau tanda-tanda
sesuai dengan daerah yang terganggu. Menurut WHO: stroke adalah
terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak
dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah
otak. Menurut Neil F. Gordon: stroke adalah gangguan potensial yang fatal
pada suplai darah bagian otak. Tidak ada satupun bagian tubuh manusia
yang dapat bertahan bila terdapat gangguan suplai darah dalam waktu relatif
lama sebab darah sangat dibutuhkan dalam kehidupan terutama oksigen
pengangkut bahan makanan yang dibutuhkan pada otak dan otak adalah
pusat control system tubuh termasuk perintah dari semua gerakan fisik.
Dengan kata lain stroke merupakan manifestasi keadaan pembuluh darah
cerebral yang tidak sehat sehingga bisa disebut juga cerebral arterial
disease atau cerebrovascular disease. Cedera dapat disebabkan oleh
sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah, semua ini menyebabkan
kurangnya pasokan darah yang memadai (Irfan, 2010).
2.1.2 Epidemiologi
Di antara penyakit-penyakit neurologi yang terjadi pada orang
dewasa, stroke menduduki rangking pertama baik pada frekuensinya
maupun pada pentingnya (emergensi) penyakit tersebut. Lebih dari 50
8
faktor-faktor
risiko,
lama
perawatan
mortalitas
dan
Stroke Hemoragik
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang
Stroke iskemik akut adalah gejala klinis defisit serebri fokal dengan
onset yang cepat dan berlangsung lebih dari 24 jam dan cenderung
menyebabkan kematian. Oklusi pembuluh darah disebabkan oleh proses
trombosis atau emboli yang menyebabkan iskemia fokal atau global. Oklusi
ini mencetuskan serangkaian kaskade iskemik yang menyebabkan kematian
sel neuron atau infark serebri (Adam et al., 2001; Becker et al., 2006).
Aliran darah ke otak akan menurun sampai mencapai titik tertentu yang
seiring dengan gejala kelainan fungsional, biokimia dan struktural dapat
menyebabkan kematian sel neuron yang irreversible (WHO, 1989; Adam et
al., 2003; Bandera et al., 2006).
Stroke Trombosis
Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran lambat biasanya
terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika
sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik
yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau,
yang lebih jarang di pangkal arteria serebri media atau di taut ateria
vertebralis dan basilaris. Stroke trombotik dapat dari sudut pandang klinis
tampak gagap dengan gejala hilang timbul bergantiganti secara cepat.
Mekanisme pelannya aliran darah parsial adalah defisit perfusi yang dapat
terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik.
Agar dapat melewati lesi stenotik intra-arteri, aliran darah yang mungkin
bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak
tekanan darah tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF,
iskemia otak, dan stroke (Sylvia A.P. & Lorraine M.W., 2006).
11
b. Stroke embolik
Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit
neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.
Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga
jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan kecil, fragmen
fragmen dari jantung mencapai otak melalui arteria karotis atau vertebralis.
Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya tergantung pada
bagian mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan
di percabangan arteri sebelum tersangkut. Embolisme dapat terurai dan
terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejalagejala mereda.
Namun, fragmenfragmen tersebut kemudian tersangkut di sebelah hilir dan
menimbulkan gejalagejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik
memiliki risiko yang lebih besar terkena stroke hemoragik, karena terjadi
perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang
mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah emboli pertama.
Perdarahan tersebut disebabkan karena struktur dinding arteri sebelah distal
dari okulasi embolus melemah atau rapuh karena perfusi. Dengan demikian,
pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau
kapiler di pembuluh tersebut. Stroke kriptogenik adalah stroke iskemik
akibat sumbatan mendadak pembuluh intrakranium besar tetapi tanpa
penyebab yang jelas (Sylvia A.P. & Lorraine M.W., 2006).
12
1.
2.
3.
4.
2.1.4 Patofisiologi
Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan
hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai
yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya.
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti
(core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini
akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar
daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan
jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsifungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologik. Tingkat iskeminya
makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat
dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya aliran darah kolateral
(luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi
sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat di reperfusi dan sel-sel otak
berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tak
terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami
kematian.
Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme kematian
sel otak. Pertama proses nekrosis, suatu kematian berupa ledakan sel akut
akibat penghancuran sitoskeleton sel, yang berakibat timbulnya reaksi
inflamasi dan proses fagositosis debris nekrotik. Proses kematian kedua
adalah proses apoptosis atau silent death, sitoskeleton sel neuron mengalami
penciutan atau shrinkage tanpa adanya reaksi inflamasi seluler. Nekrosis
seluler dipicu oleh exitotoxic injury dan free radical injury akibat bocornya
neurotransmitter glutamate dan aspartat yang sangat toksik terhadap
struktur sitoskeleton otak. Demikian pula lepasnya radikal bebas membakar
membran lipid sel dengan segala akibatnya. Kematian Apoptotic mungkin
lebih berkaitan dengan reaksi rantai kaskade iskemik yang berlangsung
14
lebih lambat melalui proses kelumpuhan pompa ion Natrium dan Kalium,
yang diikuti proses depolarisasi membran sel yang berakibat hilangnya
kontrol terhadap metabolisme Kalsium dan Natrium intraseluler. Ini
memicu mitokondria untuk melepaskan enzim caspase-apoptosis (Misbach
dkk., 2007).
adalah
aterosklerosis
(aterotrombotik).
Pada
aterotrombotik
akan
berakibat
pada
pengerasan
pembuluh
arteri
hiperurisemia, (11) infeksi, (12) faktor genetik atau keluarga, dan (13) lainlain (migren, suhu dingin, kontrasepsi tinggi estrogen, status sosio-ekonomi,
hematokrit, peningkatan kadar fibrinogen, proteinuria dan intake garam
berlebih).
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk usia, jenis
kelamin, dan hereditas. Walaupun faktor ini tidak dapat diubah, namun
tetap berperan sebagai pengidentifikasi yang penting pada pasien yang
berisiko terjadinya stroke, di mana pencarian yang agresif untuk
kemungkinan faktor risiko yang lain sangat penting (Gofir, 2009).
Usia
Siapa pun tidak akan pernah bisa menaklukkan usia. Sudah
Garis Keturunan
Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis keturunan saling
berkaitan. Dalam hal ini, hipertensi, diabetes, dan cacat pada pembuluh
darah menjadi faktor genetik yang berperan. Cadasil, yaitu suatu cacat
17
stroke
dan
studi
epidemiologi
prospektif
telah
1997-2003
menunjukkan
bahwa
prevalensi
stroke
di
mana
penyelidikan
terhadap
penelitian
kohort
d. Merokok
Tingkat kematian penyakit stroke karena merokok di Amerika
Serikat
pertahunnya
diperkirakan
sekitar
21.400
(tanpa
ada
risiko stroke rekuren dan atau kematian lebih tinggi pada minor
ischemic stroke (stroke iskemik ringan) walaupun perbedaan yang
signifikan hanya pada kematian. Perbedaan prognosis yang tampak
mungkin disebabkan karena prognosis yang baik pada pasien dengan
amaurosis fugax di antara pasien dengan transient ischemic attack.
h. Penyakit Jantung
Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak
menyerang pria dewasa, AF ditemukan pada 11,5% populasi di
negaranegara barat dan merupakan salah satu faktor risiko independen
stroke. AF dapat menyebabkan risiko stroke atau emboli menjadi 5 kali
lipat daripada pasien tanpa AF. Kejadian stroke yang didasari oleh AF
sering diikuti dengan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan
penurunan kemampuan fungsi daripada stroke karena penyebab yang
lain. Risiko stroke karena AF meningkat jika disertai dengan beberapa
faktor lain, yaitu jika disertai usia > 65 tahun, hipertensi, diabetes
melitus, gagal jantung, atau riwayat stroke sebelumnya seperti yang
dikategorikan dalam CHAD. Pada CHAD umur > 65 tahun, gagal
jantung, hipertensi, dan DM dinilai 1 point setiap kali ditemukan dan
riwayat stroke atau emboli sebelumnya dinilai 2 point (Gage et al.,
2004).
i. Peningkatan Kadar Hematokrit
Berdasarkan penelitian La Rue et al. (1987), pasien dengan kadar
hematokrit tinggi memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena infark
lakuner, tetapi tidak untuk stroke oleh karena trombus atau emboli atau
stroke perdarahan. Diduga kenaikan hematokrit akan meningkatkan
viskositas darah dan ada hubungan terbalik antara viskositas dengan
aliran darah otak. ADO yang rendah viskositas yang tinggi berakibat
konsumsi oksigen oleh jaringan otak akan berkurang, dan jelas lebih
21
rendah pada daerah yang disuplai oleh arteriarteri yang kecil yang
tidak memiliki kolateral seperti yang terjadi pada infark lakunar. Dalam
penelitian tersebut juga ditemukan kenaikan hematokrit secara
signifikan disertai kenaikan tekanan darah sistolik.
j. Peningkatan Kadar Fibrinogen
Penelitian metaanalisis (Rothwell., 2004) terhadap 3 penelitian
prospektif dengan 5.113 pasien TIA dan stroke iskemik minor yang di
followup selam 5 tahun mengungkapkan bahwa kadar fibrinogen
pasien di atas median berhubungan dengan risiko stroke iskemik,
dibandingkan dengan kadar fibrinogen yang berada di bawah median
(HR: 1,34; 95% CI: 1,13 hingga 1,60). Terdapat hubungan lebih kuat
pada pasien dengan sindrom lakunar (HR: 1,42; 95% CI: 1,131,78)
dibandingkan lakunar (HR: 1,09; 95% CI: 0,80 hingga 1,49) tetapi
hasilnya tidak terlalu signifikan (p = 0,018).
k. Migren
Migren dan penyakit serebrovaskuler memiliki hubungan dalam
cara yang berbeda. Migren merupakan kemungkinan penyebab untuk
stroke seperti dalam migrainous infarction. Nyeri kepala mungkin
adalah sebuah gejala dari penyakit serebrovaskuler dan juga faktor
risiko untuk stroke. Banyak gangguan serebrovaskuler seperti
perdarahan serebri, trombosis sinus vena, diseksi arteri karotis atau
vertebralis, dan stroke iskemik yang mungkin muncul dengan atau
diikuti nyeri kepala. Konsep stroke yang dipicu migrain telah
digambarkan dengan baik oleh migrainous infarction, yang telah
dijelaskan dengan baik dalam klasifikasi International Headache
Society (IHS) yang telah direvisi, dan mewakili gambaran paling kuat
hubungan antara stroke iskemik dan migren adalah patent foramen
ovale (PFO) yang mungkin memainkan sebuah peranan patogenesis
22
23
b. Aktivitas fisik
Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke
setara dengan merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanya
melakukan sedikit latihan fisik atau bahkan tidak sama sekali, semua
pasien harus diberitahu untuk melakukan aktivitas aerobik sekitar 3045 menit setiap hari (Goldszmidt et al., 2011). Latihan fisik rutin
seperti olahraga dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat,
sensitivitas insulin dan fungsi kardiovaskular (jantung). Latihan juga
merupakan komponen yang berguna dalam memaksimalkan program
penurunan berat badan, meskipun pengaturan pola makan lebih efektif
dalam menurunkan berat badan dan pengendalian metabolisme
(Sweetman, 2009).
Usia 18 tahun
Diagnosis stroke iskemik menyebabkan defisit neurologis yang secara klinis jelas
Tidak ada gejala yang hilang dengan cepat atau gejala stroke yang ringan
26
Lanjutan
Tidak ada perdarahan gastrointestinal atau perdarahan traktus urinarius dalam 21 bulan
sebelumnya
Tidak ada pungsi arteri pada lokasi yang noncompressible dalam 7 hari sebelumnya
Waktu protrombin 15 detik atau international normalized ratio 1,7 tanpa penggunaan
obat antikoagulan
Waktu partial-protrombin dalam rentang normal, jika heparin diberikan selama 48 jam
sebelumnya
Tidak ada kebutuhan untuk langkah agresif dalam menurunkan tekanan darah hingga batas
yang telah disebutkan di atas
(Gofir, 2009)
b. Antiplatelet
The American Heart Association/ American Stroke Association
(AHA/ASA) merekomendasikan pemberian terapi antitrombotik digunakan
sebagai terapi pencegahan stroke iskemik sekunder. Aspirin, klopidogrel
maupun extended-release dipiridamol-aspirin (ERDP-ASA) merupakan
terapi antiplatelet yang direkomendasikan (Fagan and Hess, 2008).
Berbagai obat antiplatelet, seperti asetosal, sulfinpirazol, dipiridamol,
tiklopidin, dan klopidogrel telah dicoba untuk mencegah stroke iskemik.
Agen ini umumnya bekerja baik dengan mencegah pembentukan
tromboksan A2 atau meningkatkan konsetrasi prostasiklin. Proses ini dapat
membangun kembali keseimbangan yang tepat antara dua zat, sehingga
mencegah adesi dan agregasi trombosit. Belum ada data penelitian yang
merekomendasikan obat golongan antiplatelet selain dari aspirin. Aspirin
merupakan antiplatelet yang lebih murah, sehingga akan berpengaruh pada
tingkat kepatuhan jangka panjang. Bagi pasien yang tidak tahan terhadap
aspirin karena alergi atau efek samping pada saluran cerna yaitu mengiritasi
27
Pemberian Neuroprotektan
Pada stroke iskemik akut, dalam batasbatas waktu tertentu sebagian
Atrial Fibrilasi Trial (EAFT), dengan sampel sebanyak 669 pasien yang
mengalami fibrilasi atrial nonvalvular dan sebelumnya pernah mengalami
stroke atau TIA. Pasien pada kelompok plasebo, mengalami stroke, infark
miokardium atau kematian vaskular sebesar 17% per tahun, 8% per tahun
pada kelompok warfarin dan 15% per tahun pada kelompok asetosal. Ini
menunjukan
pengurangan
sebesar
53%
risiko
pada
penggunaan
29
2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi
Hipertensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan tekanan
darah manusia. Tekanan darah itu sendiri didefinisikan sebagai tekanan
yang terjadi di dalam pembuluh arteri manusia ketika darah dipompa oleh
jantung ke seluruh anggota tubuh. Penyakit hipertensi lebih akrab disebut
sebagai penyakit darah tinggi. Penyakit ini sebenarnya sebuah hipertensi
arteri yang diakibatkan tekanan darah yang meningkat secara kronis.
Penyakit ini terjadi tanpa gejala yang dapat meningkatkan penyakit stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, sampai kerusakan ginjal (Wiwit
S., 2010).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg sampai lebih dari
140 mmHg atau aliran tekanan darah diastolik 90 mmHg sampai lebih dari
90 mmHg pada individu. Hipertensi berat meningkatkan stroke hingga 7
kali lipat, dan hipertensi perbatasan meningkatkan risiko hingga 1,5 kali
lipat (Goldszmidt et al., 2011).
2.2.2 Epidemiologi
Data
epidemiologis
menunjukkan
bahwa
dengan
makin
2.2.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
yaitu:
a)
sindrom
cushing,
feokromositoma,
koarketasioaorta
serta
2.2.4 Patofisiologi
Mengenal patofisiologi hipertensi masih banyak terdapat ketidak
pastian. Sebagian kecil pasien (2%-5%) menderita penyakit ginjal atau
adrenal sebagai penyebab meningkatnya tekanan darah. Pada sisanya tidak
dijumpai penyebabnya dan keadaan ini dinamai hipertensi esensial.
Beberapa mekanisme fisiologis terlibat dalam mempertahankan tekanan
darah yang normal, dan gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi esensial. Mungkin banyak faktor yang saling berkaitan
ikut berperan dalam terjadinya peningkatan tekanan darah, dan faktor-faktor
ini dapat berbeda pada masing-masing pasien (Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2008).
Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal
pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mmHg dan tekanan darah diastolik
(TDD) < 80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit
tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung
meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua
tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus diberi
terapi obat (Anonim, 2006).
32
Tekanan Darah
Darah
(mmHg)
Diastolik (mmHg)
< 120
< 80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi stage 1
140-159
90-99
Hipertensi stage 2
160
100
Normal
(JNC, 2003)
Dari hasil penelitian pada penduduk desa dan kota didapatkan bahwa
faktor herediter (turunan) juga ada peranannya, bersifat poligenik, di
samping pengaruh faktor lingkungan (Davies, 1983). Faktor yang telah
banyak diteliti ialah: asupan-garam, obesitas, resistensi terhadap insulin,
sitem rennin-angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Selama beberapa tahun
terakhir faktor-faktor lain dievaluasi, termasuk faktor genetik, disfungsi
endothelial (yang bermanifestasi pada perubahan endotelin dan oksidanitrogen) I, berat badan lahir yang rendah dan nutrisi intrautenin dan
anomaly neurovascular (Beevers, 2001).
2.2.5
Patogenesis
Mekanisme hipertensi tidak dapat dijelaskan dengan suatu
Frekuensi dosis
(mg)
Diuretic tiazid
Klortalidon (higroton)
12,5 25
Hidrokortiazid
12,5 25
Indapamid
1,25 2,5
Metolazon
0,5
Bumetanid
0,2 2
Furosemid
20 80
Torsemid
2,5 5
Diuretic loop
1 atau 2
Spironolakton
25 50
2 atau 3
Triamteren
50 100
1 atau 2
Atenolol
25 50
Betaxolol
5 20
Bisoprolol
2,5 10
Metoprolol
50 100
1 atau 2
Nadolol
40 80
Propanolol
40 120
Timolol
10 40
Beta-bloker
200 800
Carteolol
2,5 5
Penbutolol
20
10 40
Pindolol
Alfa/beta bloker
35
Kelas Obat
Frekuensi dosis
(mg)
Carvedilol
12,5 25
Labetalol
200 800
Benazepril
10 20
1 atau 2
Captopril
12,5 100
Enalapril
2,5 20
1 atau 2
Fisinopril
10 20
Lisinopril
5 20
Moexipril
7,5 - 30
Quinapril
5 40
Ramipril
1,5 - 10
ACE inhibitors
8 32
Eprosartan
400 - 800
1 atau 2
Irbesartan
150 - 300
Losartan
25 - 100
1 atau 2
Olmesartan
20 40
Telmisartan
20 80
Valsartan
80 - 320
180 360
Verapamil
180 480
1 atau 2
Amlodipin
5 20
Felopodipin
5 20
Isradipin
2,5 5
Nicardipin
20 40
Nifedipin
30 120
Nisoldipin
20 60
36
banyak
penelitian
berbagai
klinis
dan
meta-analisis
adhesi
lekosit,
dan
peningkatan
permeabilitas
untuk
yang
peka
terhadap
perubahan
kadar
oksigen
dan
obat antihipertensi yang ada sebelum serangan stroke diteruskan pada fase
awal serangan stroke dan menunda pemberian obat antihipertensi yang baru
sampai dengan 710 hari paska serangan stroke (PERDOSSI., 2004).
Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau
> 110 mmHg bila akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai
penderita hipertensi emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem,
nimodipin dan lain-lain. Jika tekanan sistolik > 230 mmHg dan atau tekanan
darah diastolik 121-140 mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1-2 menit.
Dosis labetalol dapat diulang atau digandakan setiap 1-2 menit sampai
tekanan darah yang memuaskan dapat tercapai atau sampai dosis komulatif
300 mg yang diberikan melalui teknik bolus mini, setelah dosis awal,
labetalol dapat diberikan setiap 6-8 jam bila diperlukan (PERDOSSI.,
2004).
Jika tekanan sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan darah
diatolik 15-120 mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali ada bukti
perdarahan intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut,
gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan
sebagainya. Jika pengukuran tekanan darah tersebut menetap pada dua kali
pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan 200-300 mg labetalol 23 kali sehari sesuai kebutuhan. Pengobatan alternatif yang memuaskan
selain labetalol adalah nifedipin oral 60 mg setiap 6 jam atau 6,25-25 mg
kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil atau obat tidak
dapat diberikan peroral, maka diberikan labetalol i.v. batas penurunan
tekanan darah sebanyakbanyaknya sampai 20%-25% dari tekanan darah
arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus perkasus
(PERDOSSI., 2004).
40
Metolazon),
Loop
Diuretic
(Bumetanida,
Furosemida,
impotensi.
Contoh:
Asebutolol,
Atenolol,
Betaksolol,
Bisoprolol/
samping yang mungkin adalah kemerahan pada kulit atau reaksi alergi lain,
hilang selera makan, batuk kering kronis, dan kerusakan ginjal. Selain
gejala-gejala tersebut, penghambat EPA secara umum ditoleransi dengan
baik. Contoh: Benazepril, Kaptopril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril,
Moeksipril (Kowalski, 2010).
6. Calcium Channel Blocker (CCB)
Kategori obat antihipertensi ini, disebut juga antagonis kalsium.
Mengganggu jalan masuk kalsium menuju sel otot jantung dan arteri. Ini
akan membatasi penyempitan arteri, memungkinkan aliran darah yang lebih
lancar untuk menurunkan tekanan darah. Golongan obat ini juga diresepkan
untuk mengatasi gangguan irama jantung disertai nyeri dada yang disebut
sebagai angina pektoris (biasanya disebut angina saja). Efek samping
meliputi jantung berdebar, bengkak pada pergelangan kaki, ruam,
konstipasi, sakit kepala, dan pening. Setiap obat dalam golongan ini
memiliki efek samping khusus. Contoh: Amlodipin, Bepridil, Diltiazem,
Felodipin, Nifedipin, Nimodipin, Nisoldipin (Kowalski, 2010).
7. Angiotensin Reseptor Bloker (ARB)
Pentingnya angiotensin II dalam mengatur fungsi kardiovaskular
menyebabkan perkembangan antagonis nonpeptide dari reseptor angiotensin
II tipe 1 (AT1) untuk penggunaan klinis. Losartan, candesartan, irbesartan,
valsartan, telmisartan, dan eprosartan
tipe 2 (AT2) ditemukan di medula adrenal, ginjal, sistem saraf pusat, dan
memiliki peran dalam pengembangan vaskular (Horiuchi et al., 1999).
Angiotensin II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim: RAAS
(Renin Angiotensin Aldosteron System) yang melibatkan ACE (Angiotensin
Converting Enzym), dan jalan alternatif yang menggunakan enzim lain
seperti chymase. ACEI hanya menghambat efek angiotensinogen yang
dihasilkan melalui RAAS, dimana ARB menghambat angiotensin II dari
semua jalan. Oleh karena perbedaan ini, ACEI hanya menghambat sebagian
dari efek angiotensin II. ARB bertindak sebagai antagonis reseptor
angiotensin II dengan cara memblok reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1)
yang memediasi efek angiotensin II yang sudah diketahui pada manusia:
vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon
antidiuretik dan konstriksi arteriol efferent dari glomerulus. ARB tidak
memblok reseptor angiotensin II tipe 2 (AT2). Jadi efek yang
menguntungkan dari stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi, perbaikan
jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel) tetap utuh dengan
penggunaan ARB (Anonim, 2006).
ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi
dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan
hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin
yang rendah. Pemberian
diperkirakan dapat mendorong remodeling, menghambat endoteliumdependen relaksasi dan mengganggu darah di barier otak. Sehingga
penggunaan ARB ini dapat untuk cerebroprotection. Menurut hipotesis
yang diusulkan oleh Boutitie et al dalam uji klinik, ARB dapat memberikan
perlindungan terhadap stroke selain menurunkan tekanan darah karena
mereka menghambat efek angiotensin I pada sirkulasi serebral, tetapi disini
dikatakan memungkinkan angiotensin II untuk berpotensi memberikan
perlindungan terhadap stroke melalui reseptor angiotensin II (Wang, 2009).
ARB mempunyai kurva dosis-respon yang datar, berarti menaikkan
dosis diatas dosis rendah atau sedang tidak akan menurunkan tekanan darah
yang drastis. Penambahan diuretik dosis rendah akan meningkatkan efikasi
antihipertensi dari ARB. Seperti ACEI, Kebanyakan ARB mempunyai
waktu paruh cukup panjang untuk pemberian 1 kali / hari. Tetapi
kandesartan, eprosartan, dan losartan mempunyai waktu paruh paling
pendek dan diperlukan dosis pemberian 2 kali / hari agar efektif
menurunkan tekanan darah (Anonim, 2006).
Perbandingan interaksi obat dari semua golongan angiotensin reseptor
bloker menunjukkan bahwa losartan memiliki potensi tertinggi untuk
interaksi obat karena dimetabolisme oleh isoenzim sitokrom P450.
Sedangkan pada valsartan, irbesartan, dan candesartan tidak ditemukan
adanya interaksi obat yang signifikan (Barreras et al., 2003).
ARB mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan dengan
obat antihipertensi lainnya. Karena tidak mempengaruhi bradikinin, ARB
tidak menyebabkan batuk kering seperti ACEI. Sama halnya dengan ACEI,
ARB dapat menyebabkan insufisiensi ginjal, hiperkalemi, dan hipotensi
ortostatik. Hal-hal yang harus diperhatikan lainnya sama dengan pada
penggunaan ACEI. Kejadian batuk sangat jarang, demikian juga angiedema;
45
manfaat
dalam
mengendalikan
hipertensi,
penurunan
46
Losartan
Valsartan
Valsartan merupakan
Irbesartan
irbesartan terjadi 1,5 sampai 2 jam setelah dosis oral. Irbesartan terikat pada
protein plasma sekitar 96%. Irbesartan mengalami metabolisme di hati,
terutama oleh sitokrom P450 isoenzim CYP2C9, sebagai metabolit aktif.
Irbesartan diekskresikan tanpa merubah obat dan metabolit melalui empedu
dan urin, sekitar 20% dari dosis oral atau intravena diekskresikan dalam
urin, dengan kurang dari 2%. Waktu paruh eliminasi adalah sekitar 11
sampai 15 jam. Irbesartan digunakan untuk pengobatan hipertensi, termasuk
pengobatan penyakit ginjal pada pasien diabetes hipertensi. Irbesartan juga
termasuk pengobatan untuk gagal jantung. Puncak efek hipotensi dalam
waktu 3 sampai 6 jam dan berlangsung setidaknya selama 24 jam. Efek
hipotensif maksimum dicapai dalam waktu 4 sampai 6 minggu setelah
memulai terapi. Pada hipertensi, irbesartan diberikan dalam dosis 150 mg
sekali sehari ditambah, kalau perlu, sampai 300 mg sekali sehari. Dosis
awal yang lebih rendah dari 75 mg sekali sehari dapat dipertimbangkan
pada pasien usia lanjut lebih dari 75 tahun, untuk pasien dengan penurunan
volume intravaskular, dan mereka yang menerima hemodialisis. Untuk
pengobatan penyakit ginjal dalam tipe hipertensi penderita diabetes 2,
irbesartan harus diberikan dalam dosis awal 150 mg sekali sehari,
meningkat menjadi 300 mg sekali sehari selama perawatan.
Meskipun irbesartan tampaknya ditoleransi dengan baik pada anakanak dengan hipertensi dan telah terbukti menurunkan tekanan darah dalam
studi kecil, catatan informasi dari produk lisensi US, dosis hingga 4,5 mg/kg
sekali sehari tidak efektif pada anak usia 6 sampai 16 tahun dan tidak lagi
merekomendasikan penggunaan pada pasien tersebut. Pada anak-anak
dengan penyakit ginjal kronis, irbesartan telah dilaporkan dapat mengurangi
tekanan darah dan proteinuria. Dosis awal adalah 37,5 mg sekali sehari
untuk anak-anak dengan berat 10 sampai 20 kg, 75 mg sekali sehari pada
orang dengan berat 21 hingga 40 kg, dan 150 mg sekali sehari pada orang
50
dengan berat lebih dari 40 kg, dosis bisa dua kali lipat jika respon tekanan
darah tidak memadai (Sweetman, 2009).
4.
Candesartan Cilexetil
candesartan ialah 5-9 jam, dan tidak ada akumulasi yang bermakna setelah
dosis ganda diberikan (konsentrasi plasma 3-17%). Klirens plasma total
candesartan sekitar 0,37 ml/ min/kg, dengan klirens renal sekitar 0,19 ml/
min/kg. Setelah pemberian oral CC, sekitar 20-30% diekskresi dalam urin
dan 60-70% dalam feses. Volume distribusi candesartan ialah 0,1 L/kg
(Chung et al., 1999).
Pengaruh CC pada hyperplasia intima, secara eksperimental diteliti
oleh Miyakzaki et al., (1999). CC secara bermakna menekan pembentukkan
hyperplasia intima pada arteri karotis dan fermoralis, sementara enalapril
secara bermakna menekan hyperplasia intima pada arteri femoralis, tetapi
tidak pada arteri karotis. Pada suatu studi klinis yang melibatkan 15
penderita stroke dengan hipertensi, CC 2-8 mg sekali sehari yang diberikan
selama 8 minggu dapat mempertahankan aliran darah otak (ADO) di
samping menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Pengaruh CC
pada hemodinamik menunjukkan bahwa CC menurunkan resistensi
vaskuler sistemik di samping mempertahankan curah jantung dan denyut
nadi (McClellan & Goa, 1998).
52
5.
Telmisartan
53
6.
Eprosartan
pada
protein
plasma
sekitar
98%.
Eprosartan
diekskresikan tanpa diubah melalui empedu dan urin, dosis oral sekitar 7%
dari dosis oral eprosartan diekskresikan dalam urin, dengan sekitar 2%
sebagai asil glukuronida. Waktu paruh eliminasi half life sekitar 5 sampai 9
jam. Eprosartan digunakan dalam pengobatan hipertensi. Eprosartan
diberikan secara oral sebagai mesilat, tetapi dosis yang dinyatakan dalam
dasar eprosartan mesilat 1,2 mg setara dengan sekitar 1 mg eprosartan.
Timbulnya efek antihipertensi terjadi sekitar 1 sampai 2 jam setelah
pemberian dan efek maksimum dicapai dalam waktu 2 sampai 3 minggu
setelah memulai terapi. Dalam pengobatan hipertensi, eprosartan diberikan
dalam dosis awal 600 mg sekali sehari. Dosis awal yang lebih rendah dari
300 mg sekali sehari dapat digunakan pada pasien usia lanjut lebih dari 75
54
tahun dan telah direkomendasikan pada gangguan ginjal atau hati. Dosis
harus disesuaikan dengan respon, dosis pemeliharaan yang biasa adalah
400-800 mg per hari dalam satu dosis atau dalam dua dosis terbagi
(Sweetman, 2009).
7.
Olmesartan
55