You are on page 1of 44

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN

ACUTE MYOCARD INFARK


(Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Kardiovaskular)
Pembimbing : Firmina Theresia Kora S.Kep,.M.P.H

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Desi Setiyaningsih
Desi Ratnasari
Agustinus A.B
Ema Yulani L
Rio Ahadinata
Deni Yatno
Abdullah Tauhid L

(151100281)
(151100280)
(151100275)
(151100284)
(151100303)
(151100282)
(151100271)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Kardiovaskuler tentang Acute Myocard Infark
Kami mengucapkan terima kasih kepada Firmina Theresia Kora S.Kep,.M.Ph,
selaku pembimbing, teman-teman yang membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Kami harap setelah membaca makalah ini, dapat mengetahui tentang Acute
Myocard Infark, yang kami bahas di dalam makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan dan
perbaikan makalah ini.

Yogyakarta, 19 Mei 2016

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung
merupakan jaringan istimewa, karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya
sama dengan otot serat lintang, tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos, yaitu
diluar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom).
Pekerjaan jantung adalah memompa darah keseluruh tubuh untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh setiap saat, baik saat istirahat maupun
saat bekerja atau menghadapi beban. Acut Miocard Infark (AMI) adalah suatu
keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke
jantung, yang menyebabkan otot jantung mati karena kekurangan oksigen. Satu
dari tiga penderita AMI meninggal karena gagal jantung. Gagal jantung adalah
suatu keadan yang serius, dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap
menitnya(cardiac output, curah jantung) tidak mampu memenuhi kebutuhan
normal tubuh akan oksigen dan zat makanan. Insiden penyakit pada pria lebih
tinggi dibandingkan pada wanita dengan rata-rata mortalitas selama lima tahun
untuk pria 60% dan wanita 40%.
Dari data Rekam Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, angka
kematian pada AMI tahun 2006 sebanyak 27 pasien dari 118 kasus dan sejak 01
januari tahun 2007 sampai 30 april tahun 2007 sebanyak 3 pasien meninggal dari
30 kasus. Diperkirakan jumlahnya semakin bertambah tiap tahunnya. Konsekuensi
jangka panjang dari Acut Miocard Infark(AMI) cacat fisik, psikologis, sosial, dan
pekerjaan telah lama diabaikan, karena pasien dengn AMI curah jantungnya tidak
mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen dan nutrisi secara normal.
Apabila pasien banyak beraktivitas, maka kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh
semakin meningkat, sedangkan curah jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan
tubuh, maka pesien dengan AMI intoleransi aktivitas. Komplikasi penyakit
miocardium tak terbatas hanya saat pasien dirawat di rumah sakit saja, demikian
pula tanggung jawab para ahli kesehatan agar pasien hidup sehat sejahtera, tidak
berarti selesai dengan keluarnya pasien dari rumah sakit.
Dalam bidang praktik keperawatan profesional, salah satu masalah
keperawatan penderita Acut Myocard Infark (AMI) adalah intoleransi aktivitas.

Peran perawat sebagai komunitas pelayanan profesional yaitu mengembangkan


dan memberikan metode dan sistem pemberian asuhan keperawatan yang
profesional, tepat, akurat dan meningkatkan kualitas layanan, salah satunya
pemenuhan kebutuhan aktivitas yang tepat dan akurat dalam mempertahankan
fungsi optimal jantung sehingga dapat mencegah komplikasi lanjut dan
menurunkan angka mortalitas pada pasien dengan diagnosa Acut Myocard Infark
(AMI). Dengan melihat permasalahan tersebut diatas, penulis tertarik melakukan
studi kasus tentang pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien dengan Acut
Myocard Infark (AMI).
2. Rumusan Masalah
Bagaimana Pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien dengan Acut Miocard
Infark (AMI) di ruang wijaya kusuma Rumah Sakit Harapan Kita.
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran tentang pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien
dengan Acut Myocard Infark (AMI) di ruang wijaya kusuma Rumah Sakit
Harapan Kita.
b. Tujuan Khusus
Melaksanakan pengkajian adanya intoleransi aktivitas pada pasien dengan Acut
Myocard Infark (AMI).
4. Manfaat
a. Bagi Peneliti
Mendapatkan pengalaman secara langsung dalam menyusun suatu hasil asuhan
keperawatan pada pasien dengan Acut Myocard Infark (AMI). Memperdalam
dan menambah wawasan pengetahuan perawatan tentang pemenuhan
kebutuhan aktivitas pada pasien dengan Acut Myocard Infark (AMI).
b. Bagi Akademi Keperawatan Panti Rapih
Sebagai bahan bacaan pada mata pelajaran Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan system kardiovaskuler dan menambah pengetahuan
mahasiswa tentang pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien dangan Acute
Myocard Infark (AMI).
Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien dengan Acut Myocard Infark
(AMI).
c. Bagi Rumah Sakit Harapan Kita

Memberikan informasi tentang bagaimana pemenuhan kebutuhan aktivitas


pada pesien dengan Acut Myocard Infark (AMI).

BAB II
TINJAUAN TEORI
I.

DEFINISI
Infark miokard akut merupakan sumbatan total pada arteri koronaria, dimana
sumbatan ini mungkin kecil dan focal atau besar dan difusi (Depkes RI, 1998)
Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkrang. (Brunner and
Suddarth, 2005).

Infark miokardium akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang


disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri
koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh repture flak ateroma pada
arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis, vasokontriksi, reaksi
inflamasi, dan mikroembolisasing-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan
oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis. (Arif Muttaqin, 2009)
Infark miokard mengacu pada kerusakan bagian jaringan miokard saat suplai
darah secara tiba-tiba terganggu baik oleh penyempitan arteri koroner kronis dari
aterosklerosis atau adanya obstruksi dari embolus atau thrombus. (Barbara Engram,
1999)
Infark miokard disebabkan oleh penurunan aliran darah melalui satu atau lebih
II.

arteri koroner, mengakibatkan iskemia, miokard dan nekrosis (Dongoes, 2000)


KLASIFIKASI
Secara morfologis IMA dibedakan atas dua jenis yaitu : IMA transmural, yang
mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri
koroner (Sylvia A. Price, 2005) :
1. IMA sub-endokardial dimana nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding
ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluens.
2. IMA sub-endokardial dapat regional (terjadi pada distribusi satu arteri koroner)
atau difusi (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner).

Berdasarkan kelainan pada gelombang ST (Aru W. Sudoyo, 2006) :


1.

STEMI
IMA dengan elevasi segmen ST (ST elevasion myocardialinfarcion=
STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrome koroner akut (SKA) yang
terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan

elevasi ST.
2. NSTEMI
Angina pectoris tak stabil (unstable angina= UA) dan miokard akut tanpa
elevasi ST (non elevation myokadial infarction= NSTEMI) diketahui
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan
gambaran klinis sehingga pada prinsip penatalaksanaan keduannya tidak
berbeda. Diagnose NSTEMI ditegakan jika pasien dengan manifestasi klinis

UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan


III.

biomarker jantung.
ETIOLOGI
Menurut fakih ruhyanudin (2006), penyebab akut miokard infark adalah :
1. Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan atherosclerosis, kekakuan, atau
penyumbatan total pada arteri oleh emboli dan thrombus.
2. Penurunan aliran darah system koronaria menyebabkan ketidakseimbangan antara
miokardial O2, suplai dan kebutuhan cairan terhadap O2.
Penyebab suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1. Faktor pembulih darah :
- Aterosklerosis
- Spasme
- Arteritis
2. Faktor sirkulasi :
- Hipotensi
- Stenosis aorta
- Insufisiensi
3. Faktor darah
- Anemia
- Hipoksemia
- Polisitemia
Penyebab lain :
1. Curah jantung yang meningkat :
- Aktifitas berlebihan
- Emosi
- Makan terlalu banyak
- Hypertiroidisme
2. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada :
- Kerusakan miokard
- Hypertropi miokard
- Hypertensi diastolic
3. Faktor predisposisi :
- Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita

meningkat setelah menopouse


c. Hereditas
d. Ras : lebih tingi insiden pada kulit hitam
Faktor resiko yang dapat diubah :
a. Mayor :

Hiperlipidemia
Hipertensi
Merokok
Diabetes militus
Obesitas
Diet tinggi lemak jenuh, kalori

b. Minor :
In aktifitas fisik
Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius

kompetitif)
Stres psikologis berlebihan ketidakadekuatan aliran darah
akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat
terjadinya aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat

syok atau perdarahan.


Faktor resiko menurut Framingham :
Hiperkolesterolemia : > 275 mg/dl
Merokok sigaret : > 20/ hari
Kegemukan : > 120 % dari BB ideal
Hipertensi : > 160/90 mmHg
Gaya hidup monoton
PATOFISIOLOGI
IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak seperti iskemia sementara
-

IV.

yang terjadi dengan angina, iskemia jangka panjang yang tidak berkurang akan
menyebabkan kerusakan ireversibel terhadap miokardium. Sel-sel jantung dapat
bertahan dari iskemia selama 15 menit sebelum akhirnya mati. Manifestasi iskemia
dapat dilihat dalam 8-10 detik setelah aliran darah turun karena miokardium aktif
secara metabolic. Ketika jantung tidak mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung
akan menggunakan metabolisme anaerobic, menciptakan lebih seditik adenisine
trifosfat (ATP) dan lebih banyak asam laktat sebagai hasil sampingannya. Sel
miokardium sangat sensitif terhadap perubahan pH dan fungsinya akan menurun.
Asidosis akan menyebabkan miokardium lebih rentan terhadap efek dari enzim
lisosom dalam sel. Asidosis menyebabkan gangguan sistem konduksi dan terjadi
disritmia. Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan kemampuan
jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium mengalami nekrosis, enzim

intraseluler akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang kemudian dapat dideteksi
dengan pengujian laboratorium. (M.Black Joyce, 2014: 345)
Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu proses yang
disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivitas neurohormonal
yang terjadi pada IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan aktifitas
dari system renin-angiotensin akan meningkatkan preload selama IMA untuk menjaga
curah jantung. Infark transmural akan sembuh dengan menyisakan pembentukan
jaringan parut diventrikel kiri, yang disebut remodeling. Ekspansi dapat teruss
berlanjut hingga enam minggu setelah IMA dan disertai oleh penipisan progresif serta
perluasan dari area infark dan non infark. Ekspansi gen dari sel-sel jantung yang
mengalami perombakan akan berubah, menyebakan perubahan struktural permanen
ke jantung. Jaringan yang mengalami remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan
dapat berakibat pada gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi ventrikel kiri,
serta peningkatan volume serta tekanan ventrikel. Remodeling dapat berlangsung
bertahun-tahun setelah IMA. (M.Black, Joyce. 2004: 345).
Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri didekat apeks,
yang terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri koroner kiri. Lokasi umum
lainnya adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri didekat dasar dan dibelakang
daun katup/kuspis posterior dari katup mitral dan (2) permukaan inferior
(diafragmatik) jantung. Infark pada ventrikel kiri posterior terjadi akibat oklusi arteri
coroner kanan atau cabang sirkumfleksi arteri coroner kiri. Infark inferior terjadi saat
arteri coroner kanan mengalami oklusi. Pada sekitar 25 % dari IMA dinding inferior.
Ventrikel kanan merupakan lokasi infark. Infark atrium terjadi pada kurang dari 5%.
Peta konsep menjelaskan efek selular yang terjadi selama infark miokard. (M.Black
Joyce. 2014 : 346

V.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan IMA berasal dari iskemia otot
jantung dan penurunan fungsi serta asidosis yang terjadi. Manifestasi klinis utama
dari IMA adalah nyeri dada yang serupa dengan angina pectoris tetapi lebih parah dan
tidak berkurang dengan nitrogliserin. Nyeri dapat menjalar ke leher, rahang, bahu,
punggung, atau lengan kiri. Nyeri juga dapat ditemukan didekat epigastrium.
Menyerupai nyeri pencernaan. IMA juga dapat berhubungan dengan manifestasi
klinis yang jarang terjadi berikut ini. (M.Black Joyce, 2014 : 346)
a. Nyeri dada, perut, punggung, lambung yang tidak khas
b. Mual atau pusing
c. Sesak nafas dan kesulitan bernafas
d. Kecemasan, kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan
e. Palpitasi, keringat dingin, pucat
Wanita yang mengalami IMA sering kali datang dengan satu atau lebih

VI.

manifestasi yang jarang terjadi diatas. (M.Black Joyce, 2014 : 346)


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sel darah putih : leukositosis (10.000-20.000 mm3) muncul hari kedua setelah
serangan infark karena inflamasi.
2. Sedimentasi : meningkat pada hari ke 2-3 setelah serangan yang menunjukkan
adanya inflamasi
3. Kardiak iso-enzim : menunjukan pola kerusakan khas, untuk membedakan
kerusakan otot jantung dengan otot lain
a. CPK (creatinin Phospokinase) > 50 u/L
b. CK-MB (creatinin Kinase-MB) > 10 u/L
c. LDH (Lactate Dehydrogenase) > 240 u/L
d. SGOT ( Serum Glitamic Oxalo Transamenase) > 18 u/L
e. Cardiac Tropinin : positif
4. Tes fungsi ginjal : peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin
karena penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerulo filtrasi rate /GFR) terjadi
akibat penurunan curah jantung
5. Analisa gas darah (Blood Gas Analysis, BGA) : menilai oksigenasi jaringan
(hipoksia) dan perubahan keseimbangan asam basa darah
6. Kadar elektrolit : menilai abnormalitas kadar natrium, kalium, atau kalsium yang
membahayakan kontraksi otot jantung
7. Peningkatan kadar serum kolesterol atau trigeliserida : dapat meningkatkan resiko
arterosklerosis (Coronary Artery Disease)
8. Kultur darah : mengesampingkan septikemia yang mungkin menyerang otot
jantung

9. Level obat : menilai derajat toksisitas obat tertentu (seperti digoxin)


10. EKG
a. Segmen ST elevasi abnormal menunjukkan adanya injury miokard
b. Gelombang T inversi (arrow head) menunjukkan adanya iskemia miokard
c. Q patologis menunjukkan adanya nekrosis miokard
11. Radiologi
a. Thorax rontgen: menilai kardiomegali (dilatasi sekunder) karena gagal jantung
kongestif
b. Echocardiogram : menilai struktur dan fungsi abnormal otot dan katup jantung
c. Radioactive isotope : menilai area iskemia serta non-perfusi koroner dan
miokard
Tabel perjalanan waktu enzim jantung pada infark miokard akut
Enzim

Onset
Puncak
Kembali normal
CK
3-6 jam
12-24 jam
3-5 hari
CK-MB
2-4 jam
12-20 jam
48-72 jam
LDH
24 jam
48-72 jam
7-10 hari
LDH1
4 jam
48 jam
10 hari
LDH2
4 jam
48 jam
10 hari
Sumber : Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner And Suddart, Edisi 8

VII.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga
mengurang kemungkinan terjadinya komplikasi.kerusakan jantung diperkecil dengan
cara, segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
jantung, terapi obat-obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara
bersamaan untuk mempertahankan jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan
untuk meningkatkan suplai oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk
mengurangi kebutuhan oksigen (Brunner And Suddarth, 2005)
Farmakoterapi
3 kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen
(Brunner dan Suddarth, 2005) :
1. Vasodilator
Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah Nitrogliserin
(NTG) intravena.
2. Antikoagulan

Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan


integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah,
sehingga dapat menurunkan kemungkinan pembekuan thrombus dan
selanjutnya menurunkan aliran darah
3. Trombolitik
Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah
diarteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark. Agar
efektif, obat ini harus diberikan pada awal awitan nyeri dada. Tiga macam
obat trobolitik yang terbukti bermanfaat melarutkan trombus adalah :
streptokinase, aktifator plasminogen jaringan (t-PA = tissue plasminogen
activator) dan anistreplase.
Pemberian oksigen , terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri oksigen yang
dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Efektifitas terapeutik
oksigen ditentukan dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran
pernafasan, dan pasien mampu bernafas dengan mudah. Saturasi oksigen
dalam darah secara bersamaan diukur dengan pulsa oksimetri
Amalgesik, pemberian analgesik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak
efektif diobati dengan nitrat dan antikoagulan. Analgesik pilihan masih
tetap morfin sulfat yang diberikan secara intravena dengan dosis
meningkat 1-2 mg.
VIII.

KOMPLIKASI
1. Disritmia
Komplikasi paling sering dari infark miokard akut adalah ganguan irama jantung
(90%). Faktor predisposisi adalah : 1) iskemia jaringan, 2) hipoksemia, 3)
pengaruh sistem saraf parasispatis dan simpatis, 4) asidosis laktat, 5) kelainan
hemodinamik, 6) keracunan obat, dan 7) gangguan keseimbangan elektrolit.
2. Gagal jantung kongestif dan syok kardiogenik
10-15 % pasien IM mengalami syok kardiogenik, dengan mortalitas antara 8095%
3. Tromboemboli
Studi pada 942 kasus kematian akibat IM akut menunjukkan adanya tromboli
mural pada 44% kasus pada endokardium. Studi autopsy menunjukkan 10 %
kasus IM akut yang meninggal mempunyai emboli arteritial ke otak, ginjal, limpa,
atau mesenterium.

4. Perikarditis
Sindrom ini dihubungkan dengan IM yang digambarkan pertama kali oleh
Dressier dan sering disebut sindrome dressier. Biasanya terjadi setelah infark
transmural tetapi dapat menyertai infark subepikardial. Perikarditis biasanya
sementara, yang tampak pada minggu pertama setelah infark. Nyeri dada dari
perikarditis akut terjadi tiba-tiba dan berat serta konstan pada dada anterior. Nyeri
ini memburuk dengan inspirasi dan biasanya dihubungkan dengan ktakikardia,
demam ringan, dan friction rub perikardial yang trifasik dan sementara.
5. Reptura miokardium
Reptur dinding bebas dari ventrikel kiri menimbulkan kematian sebanyak 10%
dirumah sakiat karena IM akut. Reptur ini menyebabkan tamponade jantung dan
kematian. Reptur septum interventrikuler jarang terjadi,yang terjadi pada
kerusakan miokard luas, dan menimbulkan defek septum ventrikel
6. Aneurisma ventrikel
Kejadian ini adalah komplikasi lambat dari IM yang meliputi penipisan,
penggembungan, dan hipokinesis dari dinding ventrikel kiri setelah infark
transmural. Aneurisma ini sering menimbulkan gerakan paroksimal pada dinding
ventrikel, dengan penggembungan keluar segmen aneurisma pada kontraksi
ventrikel. Kadang-kadang aneurisma ini repture dan menimbulkan tamponade
jantung, tetapi biasanya masalah yang terjadi disebabkan oleh penurunan
kontraktilitas ventrikel atau embolisasi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN DIAGNOSA AKUT MIOKARD
INFARK DI RUANG WIJAYA KUSUMA
RUMAH SAKIT HARAPAN KITA
KASUS :
Tn.A mengakatan nyeri yang timbulnya mendadak (skala nyeri 1-10),pasien tidak menyatakan
tidak bisa tidur,pasien menyatakan nyeri ulu hati atau rasa terbakar dan mual,pasien juga seriur
atau pada saat bangun merasa pusing,berdenyut selama tidur atau pada saat bangun (duduk/
istirahat).
FORMAT PENGKAJIAN :
1. Identitas Pasien :
Nama
: Tn. A
Umur
: 42 tahun
No. Registrasi
: 322256
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Nitikan Baru No 69 Yogyakarta
Pendidikan
: SMU
Pekerjaan
: Swasta
Tanggal suk RS
: 20 Mei 2016, pukul : 10.00 am
Diagnosa Medis
: Acute miokard infark
2. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan nyeri dada (sesak nafas) dari malam hari dan terasa sangat sakit, sakit
seperti tertimpa benda yang berat kadang seperti tertusuk-tusuk, merasa mual dan pusing
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang kerumah sakit bersama istrinya dengan keadaan pasien terlihat pucat
(sianosis), konjungtiva anemis, turgor kulit tidak elastis, berkeringat, mual, pasien juga
terlihat lemah. Pemeriksaan tanda-tanda vital :
TD
: 160/90 mmHg
RR
: 30x/mnt
Nadi : 110x/mnt
T
: 36,5o C
Pengkajian nyeri :
O : sejak malam
P : nyeri memberat saat melakukan aktivitas dan berkurang saat istirahat
Q : seperti tertindih beban berat, kadang seperti tertusuk-tusuk
R : dada anterior sinistra, dibawah atau sekitar leher, dan sekitar bahu dan lengan
S : 10 (1-10)
T : berlangsung selama 10-20 menit dan secara berkala
4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pernah mengalami hipertensi dan pasien adalah seorang perokok


5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah dari pasien juga memiliki riwayat penyakit hipertensi
6. Pola Kesehatan Sehari-hari
POLA-POLA
a. Nutrisi
b. Eliminasi

c. Istirahat

SEBELUM SAKIT
Ma : 3x/hari (habis)
Menu : nasi sayur dan lauk
Mi : 8 gelas/ hari
BAB : 1x/hari (normal)
BAK : 5-6x/hari (warna

SAAT SAKIT
Ma : 3x/hari (tidak habis)
Jika makan langsung mual
Mi : 5 gelas/ hari
BAB : belum BAB
BAK : 5-6x//hari (warna

kuning jernih)
Tidur malam : 7-8 jam/hari

kuning keruh)
Sering terbangun saat tidur
karena nyeri timbul secara
mendadak

dan

d. Personal hygiene

Mandi : 2x/hari
Sikat gigi : 2x/hari
Keramas : 1x/2 hari

berdenyut saat tidur


Mandi : 1x/hari
Sikat gigi : 2x/hari
Keramas : belum kerasmas

e. Aktivitas

ADL : mandiri

(karena merasa pusing)


ADL : dibantu oleh keluarga

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien
: lemah
b. Kesadaran
: sopor
c. GCS
: 7 E3M2V2
d. Antropometri BB : 85 kg TB : 170 cm
IMT : BB /(TB/100)=
85/(170/100)2
= 29,41 (kriteria obesitas)
e. Pemeriksaan kepala dan muka :
keadaan rambut kotor, tidak ada uka pada kepala, bentuk muka oval simetris, dahi
berkeringat.
f. Pemeriksaan telinga :
Pendengaran kurang baik, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak ada pengeluaran
g.
h.
i.
j.

terus

serumen berlebih.
Pemeriksaan mata
Konjungtiva anemis, pupil isokor 2/2 mm, lensa mata tidak keruh
Pemeriksaan hidung
RR : 30x/mnt (dipnea), pernafasan dangkal dan lemah, nafas cuping hidung
Pemeriksaan Mulut dan Faring
Lidah kotor, ada caries gigi, mukosa bibir kering
Pemeriksaan Leher

Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid


k. Pemeriksaan payudara dan Ketiak
Payudara normal tidak terdapatt benjolan
l. Pemeriksaan Thorax
a) Pemeriksaan Paru-paru
- Inspeksi : terdapat retraksi dada, tidak ada lesi, napas pendek
- Palpasi : tidak ada nyeri dada, terdapat palpitasi
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler
b) Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi : dada simetris
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : redup, tidak ada hipertrofi ventrikel
- Auskultasi : bunyi jantung ekstra : S3 (menunjukan gagal jantung dan
penurunan kontraktilitas)
m. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : tidak terdapat benjolan pada abdomen, warna normal, tidak
acites
- Auskultasi : bisisng usus normal 20x/mnt
- Perkusi : tympani
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan distensi
n. Pemeriksaan Integumen
Turgor kulit kering, warna kulit pucat, akral teraba dingin, kuku datar
o. Pemeriksaan anggota gerak (ekstremitas)
Keterbatasan kemampuan melakukan aktivitas (dibantu oleh keluarga)
Tangan kanan : 3
tangan kiri : 3
Kaki kanan : 3
kaki kiri: 3
Keterangan:
0 = paralisis total
1 = tidak ada gerakan, teraba atau terlihat adanya kontraksi oto
2 = gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan sokongan
3 = gerakan normal menentang gravitasi
4 = gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit penahanan
5 = gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan penahanan penuh
- Ekstremitas atas : Tidak mampu bergerak bebas dan lemah, tangan kiri terpasang
infuse RL 14 tetes/menit, kulit pucat dan dingin.
- Ekstremitas bawah : Tidak mampu bergerak bebas, lemas, tidak ada lesi dan edema
p. Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
Bersih, tidak ada lesi dan tidak terpasang kateter intermiten
q. Pemeriksaan status neurologis
Sopor (penurunan kesadaran)
8. Riwayat Psikososial
a. Persepsi dan harapan klien terhadap masalahnya

Rangsang panas/ dingin baik, pasien berharap ingin cepat sembuh


b. Persepsi dan harapan keluarga terhadap masalah klien
Keluarga berharap pasien bisa cepat sembuh dan dapat beraktifitas seperti semula
c. Pola interaksi dan komunikasi
Memakai bahasa jawa dan bahasa indonesia saat berbicara dengan anggota
keluarga dan petugas kesehatan (perawat)
d. Pola nilai dan kepercayaan
Pasien percaya bahwa penyakitnya adalah ujian dari Allah dan jika Allah
menghendaki akan sembuh
e. Pengkajian konsep diri :
Klien mengatakan : apakah saya bisa sembuh ?
9. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
ST elevasi pada lead II, III, aVF
2. Pemeriksaan Laboratorium
Range
RBC : 5,47 106/mm3 3,80 5,80
HGB : 6 g/dl
11,5 16,00
HCT : 36,5 %
37,0 47.0
MCV : 67 m3 80 100
WBC : 12,5 h 103/mm3 4 10
NEU : 75 lt
40,0 74,0
PCT : 0,426 %
0.150 0,500
PDW : 9,81 %
11,0 18,0
MPV : 7 m3 6,0 11,0
PLT : 605 103/mm3 150 500
RDW : 15,7 %
11,0 16,0
MCHC: 32,7 g/dl
32 36
CKMB : 100
LDH : 4000
10. Penatalaksanaan Medis
Klien mendapatkan terapi cairan infus RL 500 cc/24 jam, oksigen 5 liter/menit melalui
binasal cannula dengan posisi tidur high fowler. Klien juga mendapatkan terapi obatobatan sebagai berikut:
Morphin 25 mg IV untuk mengatasi nyeri pada klien.
Plavix 75 mg tiap 24 jam per oral untuk mengurangi aterosklerotik.
Ascardia 160 mg tiap 24 jam per oral untuk mengurangi aktivitas platelet yang

dapat menyebabkan pembentukan thrombus dan menghambat aliran darah.


Laksadine 30 mg per 24 jam per oral untuk menghindari mengejan saat BAB

yang dapat memperberat kerja jantung.


Ulsidex 500 mg per 8 jam untuk mencegah perdarahan GI karena efek obat
Ascardia.

ANALISA DATA
Nama : Tn. A
Umur : 42 tahun

No. Reg

: 322256

A. Data subyektif (DS)


1. Klien juga mengatakan lemah, sesak napas, sehingga tidak dapat melakukan aktivitas
mandiri.
2. Klien mengaku memiliki riwayat penyakit hipertensi.
3. Klien mengeluh nyeri pada dada sebelah kiri yang menjalar ke bahu kiri dan
punggung dengan skala nyeri 10 (tak terhingga), yang berlangsung selama 20-30
menit dengan kualitas nyeri seperti ditindih beban berat dan seperi ditusuk-tusuk.
Nyeri bertambah jika berbaring dan beraktivitas berat, namun nyeri berkurang jika
klien beristirahat dan berbaring dengan posisi high fowler.
B. Data obyektif (DO)
1. Klien nampak lemah, ekspresi wajahnya menahan nyeri.
2. TTV menunjukkan BP: 160/90 mmHg, T: 36,5 oC, Nadi: 110 x/mnt, RR: 30 x/mnt.
3. Hasil EKG menunjukkan ST elevasi pada lead II, III, aVF.
4. Pemeriksaan laboratorium CKMB 100 U/L, LDH 4000 U/L, Troponin T 2,5 /L,
kolesterol 240 mg/dl, trigliserida 210 mg/dl, LDL 170 mg/dl, HDL 38 mg/dl.
5. Pada AGD didapatkan pH 7,30, PCO2 49 mmHg, HCO3 30 mEq/L.
6. Aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien dibantu oleh keluarga.
7. Pemeriksaan Echokardiografi menunjukkan fungsi ejeksi jantung masih 50%
ANALISA DATA

Tanggal
20/05/201

Jam
10.00

Data Fokus
Etiologi
Problem
DS : pasien mengatakan nyeri dada (sesak Iskemia jaringan Nyeri akut

WIB

nafas) sebelah kiri yang menjalar hingga sekunder terhadap


bahu, sering merasa pusing, mual, dan lelah

sumbatan

O : sejak malam

ditandai

P : nyeri memberat saat melakukan aktivitas (penurunan


dan berkurang saat istirahat

arteri
dengan
curah

jantung)

Q : seperti tertindih beban berat, kadang


seperti tertusuk-tusuk
R : dada anterior sinistra, dibawah atau
sekitar leher, dan sekitar bahu dan lengan
S : 10 (1-10)
T : berlangsung selama 10-20 menit dan
secara berkala
DO :
TTV : RR: 30x/mnt, Nadi : 110x/mnt TD :
160/90 mmHg
Paseien terlihat tegang/ gelisah, wajah
20/05/201

10.00

terlihat meringis.
DS : pasien mengatakan sering merasa Ketidakseimbanga

WIB

pusing dan mengeluh lemah tidak dapat n suplai oksigen aktivitas


melakukan aktivitas

miokard

Intoleransi

dengan

DO : klien nampak lemah berbaring dengan kebutuhan (tekanan


posisi high fowler, ADL dibantu oleh darah

dalam

keluarga, Pasien terlihat pucat (sianosis)

aktivitas

cukup

TTV : TD : 160/90 mmHg, T : 36,5 o C

tinggi/hipertensi)

20/05/201

10.00

Kesaadaran : sopor
DS : pasien mengatakan sesak nafas saat Iskemia

WIB

melakukan aktivitas, pasien mengatakan (penurunan suplai perfusi jaringan


nyeri dada dengan skala 10 (1-10)

darah ke miokard

DO : akral teraba dingin, warna kulit pucat, menjadikan


turgor kulit tidak elastis

ketidakseimbangan

Gangguan

TTV : T : 36,5 o C, nadi : 110x/mnt, RR : kebutuhan dengan


30x/mnt, TD : 160/90 mmHg

suplai oksigen

DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA)


(Disusun Berdasarkan Prioritas Masalah)
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan Iskemia (penurunan suplai darah ke
miokard menjadikan ketidakseimbangan kebutuhan dengan suplai oksigen).
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
(ditandai dengan penurunan curah jantung)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen miokard
dengan kebutuhan (tekanan darah dalam aktivitas cukup tinggi/hipertensi)

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (INTERVENSI KEPERAWATAN)


Nama : Tn. A

No.Reg : 322256

Umur : 42 tahun

Tgl. Pengkajian : 20 mei 2016 (pukul 10.00 WIB)

DIAGNOSA

TUJUAN (NOC)

INTERVENSI (NIC)

KEPERAWATAN
Gangguan perfusi Setelah dilakukan tindakan O :
jaringan

b.d keperawatan

Iskemia

3x24

jam

(penurunan suplai kriteria hasil :

TTV

normal
Dapat

menjadikan
ketidakseimbangan

dalam

suplai oksigen).

dengan

jelas

batas

penurunan

fungsi diagnosis gagal jantung

kardiopulmuner,

dan

Infark

miokard

kontraktilitas

dan

pengembangan miokard
2. Pertahankan intake serta

sesuai kemampuan
Menunjukkan
dan orientasi

kiri.

curah menurunkan

N:

kosentrasi, perhatian

tentang

gejala klien bermanfaat dalam

jantung

berkomunikasi

data

tanda

penurunan

kebutuhan dengan

1-3.

1. Monitor TTV dan perubahan kondisi fisik

diharapkan pasien memnuhi

darah ke miokard

RASIONAL

cairan

mengakibatkan

maksimal disritmia.

2000 ml/24 jam


E:

Penurunan

curah

jantung

mengakibatkan
3. Ajarkan

pasien penurunan tekanan darah

Menunjukkan fungsi sensori

mengatur

motorik carnial yang utuh

pergantian

posisi baring untuk denyut jantung sebagai

tingkat

kesadaran

membaik)

mengurangi

dan
dalam /organ.

kompensasi

mempertahankan

curah jantung.

C:
Kolaborasi

jaringan

Peningkatan

mekanisme

tekanan pada satu untuk


titik

perfusi

2.mempertahankan
tim

medis keseimbangan cairan dan

untuk terapi dan tindakan mencegah

overload

(oksigenasi per nasal kanul cairan ekstraslulaer


atau

masker

sesuai 4. terapi oksigen dapat

indikasi)

meningkatkan
oksigen

suplai

miokard

jika

sturasi oksigen kurang


Nyeri
iskemia

akut

b.d Setelah dilakukan tindakan O :

jaringan keperawatan

3x24

sekunder terhadap diharapkan


sumbatan arteri

dari normal
1-2-7.
data

jam

1. Monitor

pasien

Mampu mengontrol

nyeri
Melaporkan

nyeri berkurang
Menyatakan
rasa
nyaman

penyebab

nafas, kelelahan
dan efek nyeri dada, serta
2. Monitor
TTV
menjadi
dasar
sebelum
dan
perbandingan
dengan
setelah pemberian
gejala dan tanda pasca
obat-obat
serta
terapi.
Nyeri
dada
catat reaksi yang
disertai
tanda/gejala
timbul
tersebut mengindikasikan

bahwa

setelah

nyeri berkurang

dalam

dada, tanda sesak menentukan

memenuhi kriteria hasil :

nyeri bermanfaat

tersebut

N:

iskemik
3. Berikan

latihan

rentan gerak sendi


(ROM)

pada

lengan dan bahu


setelah fase akut

dan

injury

miokard
3-6. lingkungan tenang
mendukung istirahat dan
tidur nyaman sehingga

mengurangi
konsumsi
mereda
oksigen
miokard.
4. Nilai respon klien
Aktivitas setelah makan
terhadap aktivitas
akan
meningkatkan
yang dilakukan :
konsumsi
oksigen
catat
adanya
miokard
dispnea, kelelahan,
4-5.
aktivitas
yang
sianosis, penurunan
disertai tanda dan gejala
kesadaran, pucat,
tersebut
mengindikasi
pusing, dan nyeri

dada
tidak
adekuatnya
5. Menilai TTV saat
sirkulasi koroner yang
istirahat
dan
mengakibatkan iskemik
setelah aktivitas
dan injury miokard
6. Upayakan rencana
8.menurunnya intensitas
tindakan
dan
nyeri
menurunkan
latihan
aktivitas
konsumsi
oksigen
tidak mengganggu
miokard
periode tidur dan
istirahat klien
E:
7. Anjurkan

kepada

klien untuk segera


minta

bantuan

perawat atau dokter


bila

merasakan

serangan

nyeri

kembali
C:
8. Kolaborasi dengan
dokter : pemberian
analgesik
( morphin sulfat
atau

pethidine

HCL)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan O :
berhubungan

keperawatan

dengan

diharapkan

ketidakseimbangan

memenuhi kriteria hasil :

suplai

oksigen

miokard

dengan

kebutuhan (tekanan

3x24
pasien

jam
dapat

1-2-3-4data

tersebut

1. Monitor nyeri dada bermanfaat

dalam

dan TTV
N:

penyebab

dan efek nyeri dada, serta

Mampu melakukan

2. Berikan

aktivitas sehari-hari

aktivitas

(ADLs)

(ROM)

secara

menentukan
latihan menjadi
fisik perbandingan

dasar
dengan

gejala dan tanda pasca

darah

dalam

aktivitas

cukup

tinggi/hipertensi)

mandiri
TTV dalam

E:

normal
Status respirassi :

batas

terapi.
3. Ajarkan

pasien disertai

Nyeri

dada

tanda/gejala

cara latihan (ROM) tersebut mengindikasikan


4. Beritahu
pasien
iskemik
dan
injury
dan keluarga untuk
miokard
segera
minta

pertukaran gas dan


ventilasi adekuat

bantuan

tim

jika

kes

pasien

merasakan

nyeri

kembali

dan

membutuhkan
bantuan

mobilitas

fisik

atau

pemenuhan ADL
C:
5. Kolaborasi dengan
dokter jika pasien
sewaktu-waktu
merasakan
saat
aktivitas

nyeri

melakukan

CATATAN TINDAKAN KEPERAWATAN


(IMPLEMENTASI)
Nama : Tn. A

No. Reg : 322256

Umur : 42 tahun
Implementasi hari ke-1, 20 Mei 2016
TANGGAL

JAM

NO.

IMPLEMENTASI

RESPON

DX
Jumat

10.00

20/05/2016

10.15

10.20

KEP
1

1. Monitor TTV dan tanda gejala penurunan 1) S: tidak ada


O : TD 160/90
fungsi kardiopulmuner, penurunan curah
mmHg,
nadi
jantung
110x/mnt, suhu 36,5
o C, RR 30x/mnt
2. Pertahankan intake cairan maksimal 2000 2) S : tidak ada
O : terpasang infus
ml/24 jam
RL 14 tpm
3) S : keluarga pasien
3. Ajarkan pasien mengatur pergantian dalam
mengatakan akan
posisi baring untuk mengurangi tekanan

membantu

pada satu titik

mengatur
pergantian

posisi

baraing agar pasien


merasa nyaman
O: bed pasien
dengan posisi high
fowler
4) S : pasien terlihat
4. Kolaborasi tim medis untuk
10.25

terapi dan

tindakan (oksigenasi per nasal kanul atau

nyaman

setelah

pemasangan
oksigenisasi

nasal

masker sesuai indikasi)

kanul
O:

terpasang

oksigenisasi

liter/menit

nasal

kanul
Jumat
20/05/2016

10.15

1. Memonitor nyeri dada, tanda sesak nafas, 1) S:


kelelahan

Pengkajian

nyeri :
O : sejak malam
P : nyeri memberat saat
melakukan
aktivitas

dan

berkurang

saat

istirahat
Q : seperti tertindih

beban

berat,

kadang

seperti

tertusuk-tusuk
: dada anterior
sinistra,

dibawah

atau sekitar leher,


dan sekitar bahu
dan lengan
S : 10 (1-10)
T : berlangsung selama
10-20 menit dan
secara berkala
O : ada gerakan cuping
hidung,

pasien

terlihat

susah

untuk
terlihat
dada,

bernafas,
retraksi

2) S : tidak ada
O : TD 160/90 mmHg,
nadi

2. Memonitor TTV sebelum dan setelah


10.15

110x/mnt,

suhu 36,5 o C, RR

pemberian obat-obat serta catat reaksi yang

30x/mnt

timbul

3) S:

pasien

mengatakan setuju
untuk

3. Memberikan latihan rentan gerak sendi


10.20

dilakukan

ROM
(ROM) pada lengan dan bahu setelah fase O :terlihat tidak ada
akut mereda
gangguan
ekstremitas (hanya
kekuatan

ototnya

lemah)
4) S : tidak ada
O : pasien terlihat
lemas,

tingkat

kesadaran
4. meniilai respon klien terhadap aktivitas
10.30

sopor,

pucat (sianosis)

yang dilakukan : catat adanya dispnea,

5) S : tidak ada
kelelahan, sianosis, penurunan kesadaran, O : TD 160/90 mmHg,
pucat, pusing, dan nyeri dada

nadi

110x/mnt,

suhu 36,5 o C, RR
30x/mnt

5. Menilai TTV saat istirahat dan setelah

6) S : tidak ada
O:pasien
terlihat

aktivitas
10.30

nyaman saat posisi


bed (high fowler)
7) S : keluarga pasien
6. mengupayakan

rencana

tindakan

dan

latihan aktivitas tidak mengganggu periode


10.35

tidur dan istirahat klien

mengatakan YA
: pasien tidak
nampak

sakit

( tidak merasakan

nyeri dada)
7. menganjurkan kepada klien untuk segera

8) S : tidak ada
minta bantuan perawat atau dokter bila O : obat masuk dengan
merasakan serangan nyeri kembali

baik

10.45

8. Melakukan kolaborasi dengan dokter :


memberikan analgesik ( morphin sulfat

Jumat

10.45
10.00

atau pethidine HCL) 25 mg IV


3

1. Monitor nyeri dada dan TTV

1) S : tidak ada
O : TD 160/90

20/05/2016

mmHg,

nadi

110x/mnt, suhu 36,5


o

C, RR 30x/mnt
2) S:
pasien
10.20

mengatakan

2. Berikan latihan aktivitas fisik (ROM)

untuk

setuju

dilakukan

ROM
O :terlihat tidak ada
gangguan

10.20

10.40

merasakan

tim

nyeri

kes

jika

kekuatan

ototnya

otot

lemah
4) S: keluarga pasien

4. Beritahu pasien dan keluarga untuk segera


bantuan

(hanya

lemah)
3) S: tidak ada
O: kekuatan

3. Ajarkan pasien cara latihan (ROM)

minta

ekstremitas

mengtakan YA
O : tidak ada

pasien

kembali

dan 5) S: tidak ada


O:
obat
membutuhkan bantuan mobilitas fisik atau

masuk

pemenuhan ADL
5. Kolaborasi dengan dokter jika pasien
sewaktu-waktu

10.45

melakukan

merasakan

aktivitas

nyeri

saat

(pemberian

obat

dengan baik

analgesik) morphin 25 mg IV

Implementasi hari ke-2, 21 Mei 2106, Shift Pagi.


Ketika dilakukan operan jaga, didapatkan informasi dari perawat yang jaga malam, klien tadi
malam sudah diberikan obat Laksandine 30 mg pukul 21.00 WIB, dan tadi pagi pukul 05.30
WIB klien sudah BAB dengan lancar. Klien juga sudah meminum obat Ulsidex 500 mg per oral
pada pukul 05.15 WIB, dan klien sudah sarapan pukul 07.20 WIB. Kondisi klien masih lemah
dan nyeri.
TANGGAL

JAM

NO.

IMPLEMENTASI

RESPON

DX
Sabtu

08.00

21/05/2016

08.00

08.15

KEP
1

1. Monitor TTV dan tanda gejala penurunan 1) S: tidak ada


O : TD 150/60
fungsi kardiopulmuner, penurunan curah
mmHg,
nadi
jantung
100x/mnt, suhu 36,5
o

C, RR 26x/mnt
2)
S
: tidak ada
2. Pertahankan intake cairan maksimal 2000
O : terpasang infus
ml/24 jam
RL 14 tpm
3) S : keluarga pasien
3. Ajarkan pasien mengatur pergantian dalam
mengatakan
akan
posisi baring untuk mengurangi tekanan

membantu mengatur

pada satu titik

pergantian

posisi

baraing agar pasien


merasa nyaman
O:
bed
pasien

dengan posisi high


fowler
4) S : pasien merasa
nyaman
08.00

4. Kolaborasi tim medis untuk

setelah

pemasangan

terapi dan

oksigenisasi

tindakan (oksigenasi per nasal kanul atau

kanul
O:

masker sesuai indikasi)

nasal

terpasang

oksigenisasi
liter/menit

5
nasal

kanul

Sabtu
21/05/2016

08.10

1. Memonitor nyeri dada, tanda sesak nafas, 1) S: O : sejak malam


P : nyeri memberat saat
kelelahan
melakukan
aktivitas

dan

berkurang

saat

istirahat
Q : seperti tertindih

beban

berat,

kadang

seperti

tertusuk-tusuk
: dada anterior
sinistra,

dibawah

atau sekitar leher,


dan sekitar bahu
dan lengan
S : 8 (1-10)
T : berlangsung selama
10-20 menit
O : ada gerakan cuping
hidung,

pasien

terlihat

susah

untuk

bernafas,

terlihat

retraksi

dada,
2) S : tidak ada
O : TD 150/60 mmHg,
2. Memonitor TTV sebelum dan setelah
08.00

pemberian obat-obat serta catat reaksi yang


timbul

nadi

100x/mnt,

suhu 36,5 o C, RR
26x/mnt
3) S:

pasien

mengatakan setuju
3. Memberikan latihan rentan gerak sendi
08.30

(ROM) pada lengan dan bahu setelah fase


akut mereda

untuk

dilakukan

ROM
O :terlihat tidak ada
gangguan
ekstremitas (hanya
kekuatan

ototnya

lemah)
4) S : tidak ada
O : pasien terlihat
lemas,
4. meniilai respon klien terhadap aktivitas
08.00

yang dilakukan : catat adanya dispnea,

kesadaran

tingkat
sopor,

pucat (sianosis)

kelelahan, sianosis, penurunan kesadaran, 5) S : tidak ada


O : TD 150/60 mmHg,
pucat, pusing, dan nyeri dada
nadi
100x/mnt,
suhu 36,5 o C, RR
26x/mnt
5. Menilai TTV saat istirahat dan setelah
08.00

aktivitas

6) S : tidak ada
O:pasien
terlihat
nyaman saat posisi
bed (high fowler)
7) S : keluarga pasien
mengatakan YA

6. mengupayakan
08.15

rencana

tindakan

dan O

pasien

tidak

latihan aktivitas tidak mengganggu periode

nampak

sakit

tidur dan istirahat klien

( tidak merasakan
nyeri dada)

7. menganjurkan kepada klien untuk segera 8) S : tidak ada


O : obat masuk dengan
minta bantuan perawat atau dokter bila
baik
merasakan serangan nyeri kembali

08.30

8. 8. Melakukan kolaborasi dengan dokter :


memberikan analgesik ( morphin sulfat

08.45
Sabtu

08.00

atau pethidine HCL) 25 mg IV


1. Monitor nyeri dada dan TTV

21/05/2016

1) S : tidak ada
O : TD 150/60
mmHg,

nadi

100x/mnt, suhu 36,5


o

C, RR 26x/mnt
2) S:
pasien
08.30

2. Berikan latihan aktivitas fisik (ROM)

mengatakan
untuk

setuju

dilakukan

ROM
O :terlihat tidak ada
gangguan

08.30

3. Ajarkan pasien cara latihan (ROM)

4. Beritahu pasien dan keluarga untuk segera

ekstremitas

(hanya

kekuatan

ototnya

lemah)
3) S: tidak ada
O: kekuatan

otot

lemah
4) S: keluarga pasien
mengtakan YA
O : tidak ada

08.45

minta bantuan tim kes jika pasien merasakan


nyeri kembali dan membutuhkan bantuan
mobilitas fisik atau pemenuhan ADL

5) S: tidak ada
O:
obat

masuk

dengan baik
5. Kolaborasi
08.45

dengan

sewaktu-waktu
melakukan

dokter

merasakan

aktivitas

jika

pasien

nyeri

saat

(pemberian

obat

analgesik) morphin 25 mg IV

Implementasi hari ke-3, 22 Mei 2016, shift pagi.


Ketika dilakukan operan jaga, didapatkan informasi dari perawat yang jaga malam, klien tadi
malam sudah diberikan obat Laksandine 30 mg pukul 21.00 WIB, dan tadi pagi pukul 05.00
WIB klien sudah BAB dengan lancar. Klien juga sudah meminum obat Ulsidex 500 mg per oral
pada pukul 05.15 WIB, dan klien sudah sarapan pukul 07.00 WIB. Kondisi klien masih lemah
dan nyeri sudah sedikit berkurang. Klien sudah tidak menggunakan selang oksigen sejak tadi
malam pukul 20.00 WIB, karena sesak napas sudah berkurang.
TANGGAL

JAM

NO.

IMPLEMENTASI

RESPON

DX
Minggu

08.00

22/05/2016

08.00

08.15

KEP
1

1. Monitor TTV dan tanda gejala penurunan 1) S: tidak ada


O : TD 145/60
fungsi kardiopulmuner, penurunan curah
mmHg,
nadi
jantung
100x/mnt, suhu 36,5
o

C, RR 24x/mnt
2)
S
: tidak ada
2. Pertahankan intake cairan maksimal 2000
O : terpasang infus
ml/24 jam
RL 14 tpm
3) S : keluarga pasien
3. Ajarkan pasien mengatur pergantian dalam
mengatakan
akan
posisi baring untuk mengurangi tekanan

membantu mengatur

pada satu titik

pergantian

posisi

baraing agar pasien


merasa nyaman
O:
bed
pasien
dengan posisi fowler
4) S : tidak ada
O:sudah
tidak
4. Kolaborasi tim medis untuk

08.00

terapi dan

tindakan (oksigenasi per nasal kanul atau


masker sesuai indikasi)

Minggu
22/05/2016

08.10

1. Memonitor nyeri dada, tanda sesak nafas,


kelelahan

terpasang
oksigenisasi

liter/menit

nasal

kanul

1) S:

dari

bangun tidur
P : nyeri saat
melakukan
aktivitas

dan

berkurang saat
istirahat
Q : seperti
tertindih beban
berat,

kadang

seperti tertusuktusuk
R
:

dada

anterior
sinistra,
dibawah
sekitar

atau
leher,

dan

sekitar

bahu

dan

lengan
S : 5 (1-10)
T : berlangsung
selama

10-20

menit

dan

secara berkala
O: tidak ada gerakan
cuping

hidung,

pasien terlihat lebih


nyaman

untuk

bernafas,

tidak

terlihat

retraksi

dada,
2) S : tidak ada
O:
TD
145/60
2. Memonitor TTV sebelum dan setelah
08.00

pemberian obat-obat serta catat reaksi yang


timbul

mmHg,

nadi

100x/mnt, suhu 36,5


o C, RR 24x/mnt
3) S:

pasien

mengatakan
3. Memberikan latihan rentan gerak sendi
08.30

(ROM) pada lengan dan bahu setelah fase


akut mereda

untuk

setuju

dilakukan

ROM
O:terlihat tidak ada
gangguan
ekstremitas

(hanya

kekuatan

ototnya

lemah)
4) S : tidak ada
O: pasien terlihat
4. meniilai respon klien terhadap aktivitas

lemas,
kesadaran

tingkat
compos

yang dilakukan : catat adanya dispnea,


08.00

kelelahan, sianosis, penurunan kesadaran,


pucat, pusing, dan nyeri dada

mentis,

pucat

(sianosis)
5) S : tidak ada
O:
TD
145/60
mmHg,

nadi

100x/mnt, suhu 36,5


5. Menilai TTV saat istirahat dan setelah
aktivitas

08.00

o C, RR 24x/mnt
6) S : tidak ada
O:pasien
terlihat
nyaman saat posisi
bed ( fowler)

:
pasein
dan 7) S
mengatakan merasa
latihan aktivitas tidak mengganggu periode
nyeri
berkurang
tidur dan istirahat klien

6. mengupayakan
08.15

rencana

tindakan

keluarga

08.30

pasien

7. menganjurkan kepada klien untuk segera

mengatakan YA
O: pasien tidak

minta bantuan perawat atau dokter bila

nampak sakit ( tidak

merasakan serangan nyeri kembali

merasakan
dada)
8) S : tidak ada
O
:dosis

nyeri

obat

diturunkan 10 mg
IV dan obat masuk
dengan baik

8. 8. Melakukan kolaborasi dengan dokter :


memberikan analgesik ( morphin sulfat
atau pethidine HCL) 25 mg IV
Minggu
22/05/2016

08.45
08.00

1. Monitor nyeri dada dan TTV

1) S

mengatakan

pasien

nyerinya berkurang
O : TD 145/60
mmHg,

nadi

100x/mnt, suhu 36,5


08.30

C, RR 24x/mnt
2) S:
pasien

2. Berikan latihan aktivitas fisik (ROM)

mengatakan
untuk

setuju

dilakukan

ROM
O :terlihat tidak ada
gangguan
ekstremitas

(hanya

kekuatan

ototnya

lemah)
3. Ajarkan pasien cara latihan (ROM)

08.30

3) S: tidak ada
O: kekuatan

4. Beritahu pasien dan keluarga untuk segera


minta bantuan tim kes jika pasien merasakan
nyeri kembali dan membutuhkan bantuan

08.45

lemah
4) S: keluarga pasien
mengtakan YA
O : tidak ada

mobilitas fisik atau pemenuhan ADL


5. Kolaborasi

dengan

sewaktu-waktu
melakukan
08.45

otot

dokter

merasakan

aktivitas

analgesik) 25 mg IV

jika

pasien

nyeri

saat

(pemberian

obat

5) S: tidak ada
O:dosis
dikurangi

obat
menjadi

10 mg IV dan obat
masuk dengan baik

CATATAN PERKEMBANGAN
(EVALUASI KEPERAWATAN)
Nama : Tn.A

No. Reg : 322256

Umur : 42 tahun
TANGGAL
20/05/2016

JAM

NO.DX

EVALUASI

11.00

KEP
1

S : pasien mengatakan sesak nafas saat melakukan aktivitas, pasien


mengatakan nyeri dada dengan skala 10 (1-10) setelah pasien
dipasang oksigenisasi pasien merasa nyaman
O: akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit tidak elastis
TD 160/90 mmHg, nadi 110x/mnt, suhu 36,5 o C, RR 30x/mnt,
terpasang oksigen 5 liter/menit melalui binasal cannula dengan posisi

tidur high fowler


A: masalah perfusi jaringan belum teratasi
20/05/2016

11.00

P: lanjutkan intervensi 1,2,3,4


S : pasien mengatakan nyeri dada (sesak nafas) sebelah kiri yang
menjalar hingga bahu dengan skala nyeri 10 (1-10), sering merasa
pusing, mual, dan lelah
Pengkajian nyeri :
O : sejak malam
P : nyeri memberat saat melakukan aktivitas dan berkurang saat
istirahat
Q : seperti tertindih beban berat, kadang seperti tertusuk-tusuk
R : dada anterior sinistra, dibawah atau sekitar leher, dan sekitar bahu
dan lengan
S : 10 (1-10)
T : berlangsung selama 10-20 menit dan secara berkala
O : TTV : RR: 30x/mnt, Nadi : 110x/mnt TD : 160/90 mmHg
Paseien terlihat tegang/ gelisah, wajah terlihat meringis. Terpasang
infus RL 14 tpm, diberikan obat analgesik (morphin)
A: masalah nyeri akut belum teratasi

20/05/2016

11.00

P: melanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8


S : pasien mengatakan sering merasa pusing dan mengeluh lemah
tidak dapat melakukan aktivitas dan pasien nyaman dengan posisi
high fowler
O: klien nampak lemah berbaring dengan posisi high fowler, ADL
dibantu oleh keluarga, Pasien terlihat pucat (sianosis),
TTV : TD : 160/90 mmHg, T : 36,5 o C
A: masalah intoleransi aktivitas belum teratasi

21/05/2016

09.00

P: lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5


S : pasien mengatakan lebih nyaman ketika tempat tidurnya
diposisikan high fowler karena sesak nafasnya jadi berkurang
O : TD 150/60 mmHg, nadi 100x/mnt, suhu 36,5 o C, RR 26x/mnt,

terpasang infus RL 14 tpm, bed pasien dengan posisi high fowler,


terpasang oksigenisasi 5 liter/menit nasal kanul.
A : masalah perfusi jaringan teratasi sebagian
21/05/2016

09.00

P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4


S : Pengkajian nyeri :
O : sejak malam
P : nyeri memberat saat melakukan aktivitas dan berkurang saat
istirahat
Q : seperti tertindih beban berat, kadang seperti tertusuk-tusuk
R : dada anterior sinistra, dibawah atau sekitar leher, dan sekitar
bahu dan lengan
S : 8 (1-10)
T : berlangsung selama 10-20 menit
O : TD 150/60 mmHg, nadi 100x/mnt, suhu 36,5 o C, RR 26x/mnt,
terlihat tidak ada gangguan ekstremitas (hanya kekuatan ototnya
lemah), pasien terlihat lemas, tingkat kesadaran sopor, pucat (sianosis),
pasien tidak nampak sakit ( tidak merasakan nyeri dada), pasien

21/05/2016

09.00

terlihat nyaman saat posisi bed (high fowler).


A : masalah nyeri teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8
S : pasien mengatakan setuju untuk melakukan latihan ROM
O : TD 150/60 mmHg, nadi 100x/mnt, suhu 36,5 o C, RR 26x/mnt,
terlihat tidak ada gangguan ekstremitas (hanya kekuatan ototnya
lemah), pasien terlihat dapat meminum obat dengan baik, ADL
dibantu perawat dan keluarga
A : masalah intoleransi aktivitas belum teratasi

22/05/2016

09.00

P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5


S : pasien mengatakan tidak ada keluhan
O : TD 145/60 mmHg, nadi 100x/mnt, suhu 36,5 o C, RR 24x/mnt,
terpasang infus RL 14 tpm, bed pasien dengan posisi fowler, sudah
tidak terpasang oksigenisasi 5 liter/menit nasal kanul.
A : masalah perfusi jaringan teratasi sebagian

22/05/2016

P : lanjutkan intervensi 1,2,3


S : pasien mengatakan nyeri berkurang
pengkajian nyeri :
O : dari bangun tidur

P : nyeri saat melakukan aktivitas dan berkurang saat istirahat


Q : seperti tertindih beban berat, kadang seperti tertusuk-tusuk
R : dada anterior sinistra, dibawah atau sekitar leher, dan sekitar
bahu dan lengan
S : 5 (1-10)
T : berlangsung selama 10-20 menit dan secara berkala
O : tidak ada gerakan cuping hidung, pasien terlihat lebih nyaman
untuk bernafas, tidak terlihat retraksi dada, TD 145/60 mmHg, nadi
100x/mnt, suhu 36,5 o C, RR 24x/mnt, pasien terlihat lemas, tingkat
kesadaran compos mentis, pucat (sianosis), dosis obat analgesik
( morphin sulfat atau pethidine HCL) 25 mg IV diturunkan 10 mg IV

22/05/2016

09.00

dan obat masuk dengan baik


A : masalah nyeri teratasi sebagian
P : lanjutkan Intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8
S : pasien mengatakan badanya masih terasa lemas, tetapi nyeriinya
berkurang
O : TD 145/60 mmHg, nadi 100x/mnt, suhu 36,5 o C, RR 24x/mnt,
terlihat tidak ada gangguan ekstremitas (hanya kekuatan ototnya
lemah)
A : masalah intoleransi aktivitas teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Infark miokard akut adalah keadaan di mana otot pada jantung mengalami nekrosis
yang di sebabkan oleh kurangnya suplai O2 dan nutrisi karena terjadinya sumbatan
pada arteri coronaria.
2. Tanda gejala Infark miokard akut diawali dengan nyeri dada yang tiba-tiba, terletak
di bagian dada sebelah kiri. Rasa nyeri bisa menyebar ke bahu dan lengan biasanya
lengan kiri. Nyeri ini muncul secara spontan (bukan setelah bekerja berat atau
gangguan emosi) dan menetap selama 10-20 menit sampai beberapa hari dan akan
hilang dengan istrahat maupun pemberian analgesik. Nyeri sering disertai dengan
napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan kepala ringan dan mual serta
muntah.
3. Prinsip penatalaksanaan berupa mengatasi nyeri, membatasi myokard infark, terapi
oksigen, meringankan kerja jantung.
4. Pada kasus AMI klien Tn. A, diangkat doagnosa keperawatan nyeri, gangguan
perfusi jaringan dan intoleransi aktivitas.
5. Pada kasus AMI klien Tn. A, mendapatkan terapi untuk mengatasi gangguan perfusi
jaringan, kolaborasi dengan dokter untuk mengatasi nyeri, dan membatasi aktivitas
klien untuk meringankan kerja jantung.
B. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan pada klien Tn. A dengan AMI yang telah disajikan,
penulis memberikan saran:
1. Bagi mahasiswa keperawatan
Diharapkan dapat lebih memperdalam kemampuan dalam melakukan proses
keperawatan dengan benar demi mencapai keselamatan pasien.

2. Bagi tenaga kesehatan


Diharapkan dapat mengaplikasikan proses asuhan keperawatan dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, A. C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC. Jakarta
2. Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta
3. Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Salemba Medika. Jakarta.
4. Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
5. Saferi Wijaya, Andra dan Mariza putri,Yessie.2013. KMB (Keperawatan Medikal
Bedah).NuhaMedika. Yogyakarta
6. Wajan Juni Udjianti. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler.Salemba Medika. Jakarta
7. Aplikasi NANDA NIC-NOC jilid 1. 2015.Medication Jogja. Yogyakarta

You might also like