You are on page 1of 19

Komponen Minyak bumi

1. Parafin : adalah golongan alkana (ikatan jenuh antar atom carbon) dengan
struktur lurus (n parafin) atau bercabang (iso parafin)
Contoh : Propane, Butane, isobutane.
2. Olefin : adalah golongan alkena (ada ikatan rangkap antar atom carbon)
Contoh : etilen, propylene
3. Napthena : adalah golongan sikloalkana dengan struktur cincin dan ikatan
jenuh antar atom carbon.
Contoh : Sikloheksana (napthalena), siklopentane
4. Aromat : struktur cincin dengan ikatan tidak jenuh antara atom carbon
Contoh : Benzena, toluena
Kandungan sulfur dalam minyak :
Minyak ringan (parafinic)
0,04 %
Minyak berat (aromat / asphaltenic) 5 %

Sulfur dalam bentuk : R-S-H


Thiol (mercaptans)
R-S-R Sulfide
R-S-S-R disulfide
Senyawa Oksigen :
terbentuk karena adanya interaksi minyak dengan udara
Kandungan kurang dari 2 %
Menaikkan boiling point fraksinya.
Membuat minyak besifat asam
Contoh : metanol, ketone
Senyawa Nitrogen :
Kadar 0,1 0,9 %
terbentuk sebagian karena adanya interaksi minyak dengan
udara
Contoh : Pyrole (non basic)
Pyridine (basic )

Natural Gas
Komponen : 80 %
15 %

CH4
CH2 dan CH5

O API

5%

CH6+, CO2 dan H2S

Senyawa Impurity :
H2S bersifat asam (korosif) dan beracun
Dalam bahan bakar LNG kandungan yg dibolehkan 4 ppm
Wt
sulfur
%CO
2 bersifat asam ( korosif) dan menurunkan nilai kalor LNG
Keberadaan CO2 dan H2S merupakan promotor terbentuknya
hydrat
Proses penghilangan sulfur (desulfurisasi) dan proses penghilangan
CO2 (CO2 removal) merupakan proses penting dalam pengolahan gas
alam
Sumber Gas Alam :
1. Dari sumur minyak : disebut Associated Gas (bersifat wet gas)
2. Dari sumur Gas : bersifat dry gas, produk cairnya disebut
kondensat
Proses pada kilang minyak dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu:
Pemisahan berbagai komponen minyak secara fsik/mekanik
tanpa terjadi proses kimia atau perubahan komposisi.
Contoh : unit destilasi, fltrasi, extraksi, absorbsi dsb
Pada proses ini terjadi reaksi kimia yg dapat menyebabkan
perubahan komposisi.
Contoh : Cracking , hidrogenasi, reforming dsb
Merupakan proses pemurnian/peningkatan kualitas produk
sebelum dijual kepasaran.
Contoh : desulfurisasi, dewaxing, hidrogenasi, penambahan
aditif, dsb.

Separ
asi
Konve
rsi
Finishi
ng
Proses

Sifat

Metode

Tujuan

Umpan

Produk

PROSES FRAKSIONASI
Distilasi
Atmosferik

Separasi

Termal

Pemisahan
fraksi

Desalted
crude oil

Gas, oil, distilat,


residu

Distilasi
vakum

Separasi

Termal

Pemisahan
fraksi

Distilasi
atmosferik

Vakum oil,
lubricants, residu

PROSES KONVERSI (DEKOMPOSISI)

Catalytic
cracking

Alterasi

Catalytic

Upgrade
gasoline

Oil, coke,
distilat

Gasoline, umpan
petrokimia

Coking

Polimerisasi

Termal

Konversi
residu kolom
vakum

Oil, coke,
distilat

Gasoline, umpan
petrokimia

Hydrocracking

Hidrogenasi

Catalytic

Konversi HC
ringan

Oil, cracked
oil, residu

Fraksi ringan
dengan kualitas
tinggi, umpan
petrokimia

Hydrogen
steam
reforming

Dekomposisi

Termal/
catalytic

Produksi
hydrogen

Gas
desulfurisasi
, O2, steam

Hidrogen, CO, CO2

Steam
Cracking

Dekomposisi

Termal

Cracking

Distilasi
atmosferik

Naphta, coke, residu

Visbreaking

Dekomposisi

Termal

Mengurangi
viskositas

Distilasi
atmosferik

Distilat, tar

Proses

Sifat

Metode

Tujuan

Umpan

Produk

PROSES KONVERSI (UNIFIKASI)


Alkilasi

Kombinasi

Catalytic

Menggabungkan olefin dan


isoparafin

Tower
isobutane/
olefin

Iso oktane (alkilat)

Polimerisasi

Polimerisasi

Catalytic

menggabungkan 2 atau
lebih olefin

Cracker
olefin

Naphta dengan
oktane tinggi,
petrokimia

PROSES KONVERSI (ALTERASI ATAU REARRANGEMENT)


Catalytic
reforming

Alterasi/
dehidrasi

Catalytic

Upgrade low
oktane naphta

Coker

Aromatik dengan
oktane tinggi

Isomerisasi

Rearrangement

Catalytic

Konversi
rantai lurus
menjadi
bercabang

Butane,
pentane,
hexane

Isobutane/ Pentane
hexane

Proses

Sifat

PROSES TREATMENT

Metode

Tujuan

Umpan

Produk

Amine treating

Treatment

Absorbsi

Menghilangka
n kontaminasi
molekul asam

Sour gas,
HCs, dan
H2S

Gas dan liquid


yang bebas asam

Desalting

Dehidrasi

Absorbsi

Menghilangka
n kontaminan

Minyak
mentah

Desalted Crude Oil

Drying and
Sweetening

Treatment

Absorbsi/
termal

Ekstraksi
pelarut

Absorbsi

Liquids
HCs, LPG,
alkyl
Oil dan
lube

HC murni

Furfural
extraction
Hidrosulfurisas
i

Treatment

Catalytic

Menghilangka
n H2O dan
Sulfur
Upgrade mid
distillate dan
lube
Menghilangka
n sulfur dan
kontaminan

Residu
dengan S
yang tinggi

Olefin
desulfurisasi

Hydrotreating

Hidrogenasi

Catalytic

Residu, HC
cracked

Distilat, lube,
umpan cracker

Solvent
dewaxing

Treatment

Pendinginan
/ filter

Distilasi
vakum

Lube tanpa wax

Solvent

Solvent

Absorbsi

Distilat/
gasoline

Gasoline kualitas
tinggi

Seovent
deasphalting

Treatment

Absorbsi

Menghilangka
n senyawa
pengotor
Menghilangka
n wax dari
lube oil
Menghilangka
n H2S,
konversi
merkaptan
Menghilangka
n aspal

Distilasi
vakum

Lube oil, aspal

Diesel kualitas
tinggi

Fasilitas Proses Pre-Treatment Minyak Mentah


merupakan unit
pemisahan minyak dari
campuran fluida masuk
seperti air, gas, dan
lumpur.

Oil Treating Plant


(OTP)

Fungsi: membersihkan
air yang terproduksi
(Produced Water) hasil
dari Oil Treating Plant
serta air tambahan dari
unsur-unsur minyak,
solid, hardness, dan
bahan padat lainnya
untuk digunakan
sebagai air baku
pembangkit steam

Water Treatment
Process (WTP)

adalah fasilitas yang


berfungsi untuk
mengolah dan
memindahkan pasirpasir yang terbawa
bersama minyak
produksi.

fasilitas khusus yang


mengolah berbagai
aliran minyak terrecover (minyak sisa)
dari beberapa sumber
secara keseluruhan.

Sand Removal
Facility (SRF)

Slop Oil Treatment


Plant

unit tempat
terjadinya proses
yang
mengkondensasi
gas-gas yang berasal
dari produk proses
menjadi produk
liquid yang
mempunyai nilai
ekonomis lebih
tinggi.

Condensate
Treating Facilities

SEPARASI
Distilasi Atmosferik

Umpan

Dari

Proses

Jenis Produk .. Proses Selanjutnya

Crude

Desalting

Separasi

Naphta .. Reforming atau Treating


Kerosin .. Treating
Oil .. Catalytic Cracking
Residu .. Vakum distilasi atau Visbreaker

2. Distilasi Vakum

Umpan

Dari

Proses

Jenis Produk .. Proses Selanjutnya

Residu

Distilasi
Atmosferik

Separasi

Oil .. Catalytic Cracker


Lubricants .. Hydrotreating
Residu .. Deasphalter, Visbreaker, atau Cooker

Fraksi yang diperoleh via distilasi selanjutnya diproses untuk mencapai target produksi aneka
produk akhir, berdasarkan :
Fraksi yang terlalu berat (molekul hidrokarbonnya besar-besar) dapat dikonversi menjadi
fraksi-fraksi lebih ringan yang dikehendaki.
Perengkahan(Cracking).
Fraksi yang terlalu ringan dapat dikonversi menjadi fraksi-fraksi lebih berat yang diinginkan.
Polimerisasi, Alkilasi.
Fraksi yang rentang didihnya sudah sesuai tetapi bentuk molekul-molekulnya burukdapat
dirombak sehingga bentuk molekul-molekulnya lebih baik.
Reformasi.
KONVERSI

Alkilasi
Alkilasi merupakan penambahan jumlah atom dalam molekul menjadi molekul yang
lebih panjang dan bercabang. Dalam proses ini menggunakan katalis asam kuat seperti
H2SO4, HCl, AlCl3 (suatu asam kuat Lewis). Reaksi secara umum adalah sebagai berikut:
RH + CH2=CRR R-CH2-CHRR
Polimerisasi
Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul
besar. Contoh polimerisasi yaitu penggabungan senyawa isobutena dengan senyawa
isobutana menghasilkan bensin berkualitas tinggi, yaitu isooktana.

Cracking

Cracking adalah penguraian molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang besar


menjadi molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang kecil. Contoh cracking ini adalah
pengolahan minyak solar atau minyak tanah menjadi bensin.
Proses ini terutama ditujukan untuk memperbaiki kualitas dan perolehan fraksi
gasolin (bensin). Kualitas gasolin sangat ditentukan oleh sifat anti knock (ketukan) yang
dinyatakan dalam bilangan oktan. Bilangan oktan 100 diberikan pada isooktan (2,2,4-trimetil
pentana) yang mempunyai sifat anti knocking yang istimewa, dan bilangan oktan 0 diberikan
pada n-heptana yang mempunyai sifat anti knock yang buruk. Gasolin yang diuji akan
dibandingkan dengan campuran isooktana dan n-heptana. Bilangan oktan dipengaruhi oleh
beberapa struktur molekul hidrokarbon.
Terdapat 3 cara proses cracking, yaitu :
a

Thermal cracking
Thermal cracking adalah proses perengkagan dengan penggunaan suhu tinggi dan
tekanan yang rendah. Contoh reaksi-reaksi pada proses cracking adalah sebagai berikut :

Catalytic cracking
Catalytic cracking adalah proses perengkahan dengan penggunaan katalis. Katalis
yang digunakan biasanya SiO2 atau Al2O3 bauksit. Reaksi dari perengkahan katalitik melalui
mekanisme perengkahan ion karbonium. Mula-mula katalis karena bersifat asam
menambahkna proton ke molekul olevin atau menarik ion hidrida dari alkana sehingga
menyebabkan terbentuknya ion karbonium :

Hidrocracking
Hidrocracking merupakan kombinasi antara perengkahan dan hidrogenasi untuk
menghasilkan senyawa yang jenuh. Reaksi tersebut dilakukan pada tekanan tinggi.
Keuntungan lain dari Hidrocracking ini adalah bahwa belerang yang terkandung dalam
minyak diubah menjadi hidrogen sulfida yang kemudian dipisahkan.

Reforming

Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu kurang baik
(rantai karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang).
Kedua jenis bensin ini memiliki rumus molekul yang sama bentuk strukturnya yang berbeda.
Oleh karena itu, proses ini juga disebut isomerisasi. Reforming dilakukan dengan
menggunakan katalis dan pemanasan.
Contoh reforming adalah sebagai berikut :

Reforming juga dapat merupakan pengubahan struktur molekul dari hidrokarbon


parafin menjadi senyawa aromatik dengan bilangan oktan tinggi. Pada proses ini digunakan
katalis molibdenum oksida dalam Al2O3 atauplatina dalam lempung.Contoh reaksinya :

Treating
Treating adalah pemurnian minyak bumi dengan cara menghilangkan pengotorpengotornya. Cara-cara proses treating adalah sebagai berikut :

Copper sweetening dan doctor treating, yaitu proses penghilangan pengotor yang

dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.


Acid treatment, yaitu proses penghilangan lumpur dan perbaikan warna.
Dewaxing yaitu proses penghilangan wax (n parafin) dengan berat molekul tinggi dari
fraksi minyak pelumas untuk menghasillkan minyak pelumas dengan pour point yang

rendah.
Deasphalting yaitu penghilangan aspal dari fraksi yang digunakan untuk minyak

pelumas
Desulfurizing (desulfurisasi), yaitu proses penghilangan unsur belerang.

Blending

Proses blending adalah penambahan bahan-bahan aditif kedalam fraksi minyak bumi
dalam rangka untuk meningkatkan kualitas produk tersebut. Bensin yang memiliki berbagai
persyaratan kualitas merupakan contoh hasil minyak bumi yang paling banyak digunakan di
barbagai negara dengan berbagai variasi cuaca. Untuk memenuhi kualitas bensin yang baik,
terdapat sekitar 22 bahan pencampur yang dapat ditambanhkan pada proses pengolahannya.
Diantara bahan-bahan pencampur yang terkenal adalah tetra ethyl lead (TEL). TEL
berfungsi menaikkan bilangan oktan bensin. Demikian pula halnya dengan pelumas, agar
diperoleh kualitas yang baik maka pada proses pengolahan diperlukan penambahan zat aditif.
Penambahan TEL dapat meningkatkan bilangan oktan, tetapi dapat menimbulkan pencemaran
udara.

Desalting
Untuk memproduksi avtur (Aviation fuel atau Jet fuel), Mula-mula dilakukan proses
Desalting dengan umpan minyak bumi. Proses desalting merupakan proses penghilangan
garam yang dilakukan dengan cara mencampurkan minyak mentah dengan air, tujuannya
adalah untuk melarutkan zat-zat mineral yang larut dalam air. Proses desalting dilakukan
untuk mencegah korosi pipa-pipa minyak dan mencegah tersumbatnya lubang-lubang di
menara fraksinasi. Setelah minyak mentah mengalami proses desalting selanjutnya dialirkan
ke tangki pemanas untuk menguapkan minyak mentah dan kemudian dialirkan dalam kolom
distilasi. Pada proses ini juga ditambahkan asam dan basa dengan tujuan untuk
menghilangkan senyawa-senyawa selain hidrokarbon.

Deasphalting
Residu dari proses distilasi vakum selanjutnya diolah lebih lanjut dengan proses
deasphalting. Deasphalting adalah proses ekstraksi atau pemisahan asphaltenes dan resin dari
heavy vacuum gas oil, residu atmosferik atau vacuum residu untuk memproduksi produk
yang bernilai. Proses ini merupakan proses pemisahan berdasarkan jenis molekul.

Visbreaking
Visbreaking merupakan suatu bentuk termal cracking yang lebih ringan karena waktu
tinggal proses yang sebentar. Kondisi visbreaking beroperasi pada rentang suhu 455-510C
pada waktu tinggal yang sebentar. Proses ini bertujuan:

Mengurangi viskositas fluida dari residu minyak setelah proses distilasi


atmosferik dan distilasi vakum.

Meningkatkan hasil produksi dari middle distillates.

2.1.6 Coking
Coking adalah proses pemanasan residu minyak hingga mencapai suhu perengkahan
termal dalam multi-furnace yang parallel. Perengkahan ini memutus rantai karbon berat dan
molekul hidrogen menjadi coker gas oil dan pet coke.

2.1.7 Hydrotreating
Hydrotreating adalah proses hidrogenasi yang dilakukan untuk menghilangkan
kontaminan seperti nitrogen, sulfur, oksigen, dan logam dari fraksi minyak bumi cair.
Kontaminan tersebut jika tidak dihilangkan dari fraksi minyak bumi dapat merusak peralatan,
katalis, dan kualitas produk akhhir.

2.1.8 Hydrocracking
Hydrocracking merupakan proses mengubah umpan berupa minyak berat menjadi
produk-produk minyak yang lebih ringan dengan kehadiran hydrogen dengan bantuan katalis
dan menggunakan tekanan tinggi dan temperatur medium. Tujuan dari proses ini adalah
untuk mengkonversi residual material (middle boiling point) menjadi hidrokarbon kualitas
yang lebih tinggi seperti gasoline bernilai oktan tinggi, jet fuel, dan high grade fuel oil.
Proses Hydrocracking ini bertujuan untuk mengubah umpan menjadi avtur dengan
menggunakan katalis. Katalis yang sering digunakan dalam proses komersialnya adalah
zeolite yang di dealuminasi atau bersilika. Proses ini berbeda dengan hydrotreating karena
bertujuan untuk mengkonversi umpan menjadi produk bertitik didih rendah dan bukan untuk
menghilangkan impuritas. Mekanisme hydrocracking mirip dengan proses catalytic cracking,
namun dengan keberadaan proses hidrogenasi.

2.1.9 Blending
Pencampuran (Blending) pada dasarnya merupakan proses pencampuran berbagai
aliran produk dari berbagai unit proses pada kilang minyak hingga menghasilkan produk

akhir dengan spesifikasi yang diinginkan. Hampir semua produk akhir kilang minyak seperti
bensin, diesel, bahan bakar pesawat, dan lain-lain merupakan hasil dari product blending.
Pada proses blending, dilakukan penambahan zat aditif untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan.
Aditif bahan bakar penerbangan adalah senyawa yang ditambahkan ke avtur dalam
jumlah sangat kecil, biasanya dalam ppm, untuk menanamkan karakter khusus atau
peningkatan karakter. Penggunaannya dikontrol secara ketat dan hanya untuk yang tercantum
dengan spesifikasi relevan yang dapat digunakan. Aditif yang umum digunakan adalah
sebagai berikut.
a

Antioksidan, untuk mencegah terbentuknya deposit gum pada komponen sistem


bahan bakar avtur yang disebabkan oleh oksidasi bahan bakar selama
penyimpanan dan menghambat terbentuknya senyawa peroksida dalam
bahan bakar avtur.

Static dissipator additives (SDA), mengurangi efek berbahaya dari listrik statis
yang dihasilkan oleh pergerakan bahan bakar melalui sistem transfer
bahan bakar aliran-tingkat tinggi modern serta mengurangi efek bahaya
dari sambaran petir.

Fuel System Icing Inhibitor, mengurangi titik beku air yang diendapkan dari
bahan bakar jet karena pendinginan pada ketinggian dan mencegah
pembentukan kristal es yang membatasi aliran bahan bakar ke mesin. Jenis
aditif ini tidak mempengaruhi titik beku bahan bakar itu sendiri serta dapat
memberikan perlindungan terhadap pertumbuhan mikrobiologi dalam
bahan bakar.

Inhibitor korosi, untuk mencegah korosi pada tanki penyimpanan dan pipa
pendistribusi bahan bakar serta meningkatkan sifat pelumasan bahan
bakar.

Metal deactivator, menghambat efek katalitik oleh beberapa logam seperti


tembaga terhadap oksidasi bahan bakar.

Biocide, untuk memerangi pertumbuhan mikrobiologi dalam bahan bakar, sering


ditambahkan langsung ke tangki bahan bakar pesawat.

Teknologi Avtur

1 Unit Merchaptane Oxydation/Merox (1600)


Proses ini merupakan proses catalytic cracking yang dikembangkan oleh UOP yang
bertujuan untuk sweetening proses pada produk minyak dan gas; dan memproduksi avtur

dengan mengoksidasi merchaptane menjadi disulfida. Proses Merox membutuhkan


lingkungan yang basa. Merox 1600 ini memiliki feed yaitu kerosin ex CDU (Column
Destilation Unit 1). Garis besar operasi ini adalah pengontakan kerosin dengan NaOH untuk
mengambil H2S, kemudian sulfur dari H2S dioksidasi dengan udara. Hal ini bertujuan untuk
mengubah merchaptane menjadi disulfida yang tidak berbau dan tidak terlalu korosif. Aliran
proses yang terjadi dalam sistem merox ini ada 2, yaitu :

Jet fuel feed Caustic Prewash Merox Fix Bed Reactor Caustic Settler
Water Wash Salt Bed Clay Bed Sweetened Jet Fuel/Avtur Storage

Udara Kompresor KO Drum Merox Fix Bed Reactor

2 Sintesis Fisher-Tropsh

Salah satu teknologi yang paling banyak dikenal untuk produksi bahan

bakar pesawat sintesis adalah sintetis Fischer-Tropsch (FT). Hal ini dikenal sejak
tahun 1920-an dan digunakan secara luas sebelum Perang Dunia II. Dasar dari
teknologi ini adalah proses katalitik dari hidrasi karbon monoksida dengan
pembentukan lebih lanjut dari berbagai macam hidrokarbon cair.
Proses ini memiliki empat langkah penting. Langkah pertama adalah
pembentukan gas sintetis yang merupakan campuran gas hidrogen dan karbon
monoksida. Ketika bahan baku yang digunakan adalah gas alam, langkah ini
dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode yaitu oksidasi parsial atau
stem reforming. Ketika bahan baku yang digunakan adalah batubara atau
biomassa,

langkah

ini

dilakukan

dengan

gasifkasi

dimana

bahan

baku

direaksikan dengan uap pada suhu tinggi dan tekanan sedang. Gas sintetis yang
mengandung sejumlah besar CO2, serta sejumlah kecil senyawa gas yang
berasal dari kotoran, seperti belerang, yang hadir dalam bahan baku dihilangkan
dari gasifier batubara karena CO2 dan kotoran memiliki efek yang merugikan
pada sintesis Fisher-Tropsh.
Langkah

kedua

dalam

proses

Fisher-Tropsh

adalah

menghilangkan

senyawa yang tidak diinginkan dari aliran gas sintetis. Ketika bahan baku yang
digunakan adalah batubara atau biomassa, hasil dari langkah kedua ini adalah
pelepasan CO2 terkonsentrasi dari aliran ke atmosfer. Ketika gas alam adalah
bahan baku, tergantung pada proses yang diterapkan, persiapan sintesis-gas
dapat mengkonsumsi atau menyebabkan emisi CO 2 yang diabaikan.
Langkah

ketiga

adalah

sintesis

Fisher-Tropsh.

Selama

proses

ini

berlangsung, gas sintesis dialirkan melalui katalis berbasis zat besi atau kobalt di
bawah kondisi proses tertentu untuk membentuk campuran luas hidrokarbon

mulai dari gas (seperti etana) ke lilin (hidrokarbon lagi). Dengan mengubah
kondisi reaksi (katalis, suhu, tekanan dan waktu), distribusi panjang karbon
hidrokarbon yang dihasilkan bisa digeser untuk memaksimalkan. Setelah
meninggalkan bagian fasilitas Fisher-Tropsh, produk hidrokarbon ditingkatkan
menjadi bahan bakar penerbangan cair menggunakan metode yang umum
digunakan di kilang minyak. Output dari proses dapat difokuskan menjadi distilat
menengah dan nafta dimana keduanya memiliki kandungan sulfur hampir
mendekati nol. Distilat menengah dapat dipisahkan menjadi campuran diesel
otomotif dan bahan bakar jet (avtur).
Dewasa ini, bahan baku yang paling banyak digunakan untuk produksi gas
sintesis adalah pit dan brown coal. Teknologi produksi kerosin untuk industri
penerbangan dari batu bara dikenal sebagai teknologi CtL (coal to liquid).
Teknologi yang mirip dengan CtL, tetapi bukan batubara yang digunakan
melainkan gas alam disebut teknologi GtL (gas to liquid). Teknologi ini
didefnisikan cukup efektif dan efsien. Namun, jumlah emisi CO 2 ke udara selama
aplikasi teknologi CtL berlangsung lebih tinggi daripada produksi minyak tanah
konvensional dari minyak mentah.
Maka dari itu, mengingat tren modern untuk pembuatan bahan bakar
alternatif,

para

ilmuwan

secara

aktif

menyelidiki

dan

mengembangkan

kemungkinan untuk menggunakan bahan baku terbarukan untuk produksi bahan


bakar jet. Teknologi baru BtL (biomass to liquid) juga digunakan untuk
mendapatkan gas sintesis untuk produksi bahan bakar jet oleh sintesis FisherTropsh. Berdasarkan tekologi ini, bahan baku yang digunkana adalah biomassa
(limbah kayu, jerami, sisa tanaman, yang digunakan untuk produksi jenis lain
dari biofuel).

Proses Mt Synfuels

Produk utama dengan volume terbesar dari teknologi GtL adalah metana.

Metana dapat digunakan untuk sintesis lanjutan bensin dan senyawa yang
mengandung oksigen lainnya, misalnya, ester yang digunakan sebagai aditif
bahan bakar. Teknologi baru untuk produksi bahan bakar pesawat dari metanol
selama proses Mt Synfuels (methanol untuk bahan bakar sintetis) dikembangkan
di Jerman.
Teknologi

tersebut

mencakup

beberapa

proses

yaitu

proses

megamethanol yaitu proses produksi gas sintetis dan metanol secara simultan;
dan MtP (Methanol to Propylene) atau MtO (Metanol to Olefin) yaitu proses

sintesis propilena atau olefn, oligomerisasi dari olefn diperoleh dengan hidrasi
lebih lanjut dan mendapatkan bahan bakar sintetis.
Gambar 8 menunjukan skema teknologi produksi bahan bakar jet dengan
proses Mt Synfuels. Proses MtSynfuels adalah sebuah alternatif untuk sintesis
Fisher-Tropsh yang menghasilkan produk yang dibutuhkan lebih tinggi dan biaya
awal yang lebih rendah. Teknologi BtL (biomassa to liquid) juga digunakan untuk
mendapatkan gas sintetis untuk produksi bahan bakar penerbangan dengan
proses MtSynfuels maupun dengan sintesis Fisher-Tropsh.

Gambar 1. Skema produksi bahan bakar jet dengan proses Mt Synfuels


(Sumber: Boinchenko, et al. 2013)

2.2.4 Teknologi Biokerosin

Arah dalam pengembangan bahan bakar alternatif penerbangan adalah

yang dihasilkan dari minyak nabati dan lemak hewan. Jenis bahan bakar jet
alternatif ini dikenal sebagai biokerosin. Biokerosin adalah campuran dari minyak
konvensional turunan kerosin dan biokomponen dalam konsentrasi tertentu.

Kandungan

biokerosin

dapat

mencapai

hingga

50%.

Teknologi

produksi

biokerosin dikembangkan di Brazil dari 1980-1985 dan itu merupakan generasi


pertama biofuel. Biokomponen diperoleh selama proses transesterifkasi minyak
nabati atau lemak hewan dengan kehadiran metanol atau etanol dan beberapa
katalis dasar. Secara kimiawi, biokomponen adalah asam lemak metil atau etil
ester dari minyak nabati.
Teknologi

manufaktur

biokerosin

mirip

dengan

teknologi

produksi

biodiesel. Pertama, benih tanaman berminyak dipress untuk mengekstrak


minyak. Kemudian minyak datang ke reaktor, di mana proses transesterifkasi
berlangsung. Reaksi ini berlanjut dengan alkohol (metanol atau etanol) dengan
adanya katalis (KOH atau NaOH) pada suhu 343-363 K selama 1-2 jam. Setalh itu
diperoleh dua produk yaitu: biokomponen (digunakan untuk produksi biokerosin)
dan gliserin (digunakan untuk aplikasi industri lebih lanjut). Proses produksi
biokomponen ditunjukan secara skematis pada gambar 10.

Gambar 2. Skema produksi biokomponen


(Sumber: Boinchenko, et al. 2013.)
Berbagai tanaman berminyak dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
produksi biokerosin. Jenis tanaman bergantung pada kondisi regional dan iklim
wilayah. Beberapa tanaman yang dapat tumbuh adalah perkosaan, bunga
matahari, jarak pagar, sawit, kedelai, dan camelina. Selain bahan tanaman,
lemak hewan dalam bentuk yang berbeda, seperti limbah dari industri makanan,
dapat digunakan sebagai bahan baku produksi biokerosin.
Beberapa tahun terakhir, jenis bahan baku baru untuk produksi biokerosin
terus diselidiki. Para ilmuwan menyatakan bahwa mikroalga puluhan kali lebih
kaya kandungan minyaknya dibandingkan dengan tanaman dan mereka tidak
perlu wilayah besar untuk budidaya mereka. Namun, penggunaan mikroalga

sebagai bahan

baku tergolong pada biofuel generasi ketiga. Campuran

biokerosin memiliki kandungan ekstra sulfur rendah dimana memberikan kualitas


yang lebih baik dari gas buang pesawat. Hal ini juga dapat mengurangi emisi CO 2
secara signifkan dan meningkatkan keseimbangan karbon oksida. Namun,
penggunaan biokerosin dalam industri penerbangan perlu penyelidikan lebih
lanjut dan perlu adanya optimalisasi teknologi produksi.

2.2.5 Teknologi Produksi Hydrotreated Vegetable Oils

Teknologi lain yang dikembangkan untuk produksi bahan bakar jet

alternatif adalah transformasi minyak nabati dan lemak hewani, yang kaya akan
trigliserida dan asam lemak, dalam pemotongan minyak tanah parafn sebagai
alternatif untuk minyak tanah. Proses ini melibatkan pengolahan minyak atau
lemak dengan adanya hidrogen untuk menghilangkan oksigen seperti pada
gambar 11.

Gambar 3. Skema produksi bahan bakar jet dengan Hydrotreated Vegetable Oils
(Sumber: Boinchenko, et al., 2013)
Produk yang dihasilkan setelah pemrosesan tersebut disebut HVO (Hidro
Vegetable Oil). Hydrotreating minyak nabati atau lemak hewan adalah proses
alternatif untuk esterifkasi untuk memproduksi biobased diesel atau bahan
bakar jet. Produk hidro juga disebut bahan bakar diesel atau jet terbarukan.
Minyak nabati kimia hidro (HVOs) adalah campuran dari hidrokarbon parafn

yang bebas dari sulfur dan aromatik. Sifat dingin dari HVO dapat disesuaikan
untuk memenuhi kebutuhan dengan menyesuaikan tingkat kesulitan proses atau
pengolahan katalitik tambahan. Bahan bakar HVO memiliki kualitas yang sangat
tinggi dan sifat-sifatnya yang sangat mirip dengan bahan bakar jet GtL dan BtL
yang diproduksi oleh sintesis Fischer Tropsh.
Dalam proses produksi HVO, hidrogen digunakan untuk menghilangkan
oksigen dari trigliserida (minyak sayur). Tahap hydroisomerization kedua dapat
diterapkan untuk mendapatkan standar suhu rendah yang diperlukan. Proses ini
sangat fleksibel. Dalam proses ini tidak diperlukan bahan kimia tambahan seperti
alkohol. Proses produksi HVO tidak menghasilkan gliserin setiap sebagai produk
samping. Tantangan utama yang dihadapi oleh proses HVO adalah memastikan
sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan industri penerbangan.
Dalam

kenyataannya,

sudah

pernah

dilakukan

tes

penerbangan

dengan

menggunakan campuran biokerosin HVO pada salah satu mesin pesawat


penerbangan komersial dan tes penerbangan tersebut sukses.

2.2.6 UOP Renewable Jet Fuel (Honeywell Green Jet


Fuel)

Bahan bakar ini memenuhi atau melebihi standar bahan bakar jet yang

paling ketat untuk kinerja, dan dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang
berkelanjutan. Beberapa keuntungan Honeywell Green Jet Fuel saat dicampur
dalam rasio 50/50 dengan bahan bakar jet berbasis minyak bumi diantaranya:

Dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 65-85% dibandingkan


dengan bahan bakar berbasis minyak bumi

Menunjukkan kepadatan energi yang lebih tinggi dalam penerbangan,


yang memungkinkan pesawat untuk terbang lebih jauh tentang bahan
bakar lebih sedikit

Memenuhi atau melebihi spesifkasi bahan bakar jet kritis, seperti: flash
point, titik beku, stabilitas dan panas pembakaran

Drop-in penggantian bahan bakar yang tidak memerlukan perubahan


teknologi pesawat atau infrastruktur bahan bakar
ASTM Internasional menyetujui bahan bakar biofuel yang terbuat dari

minyak

alami

untuk

penerbangan

komersial

pada

2011.

Perbandingan

karakteristik antara bahan bakar pesawat murni, campuran bahan bakar minyak

bumi dan biofuel dengan rasio 50/50, dan bahan bakar pesawat biofuel
ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 1. Tabel perbandingan fuel konvensional, campuran keduanya, dan green jet fuel murni

(Sumber: Anonim. Honeywell Green Jet Fuel.)


Proses UOP Jet Fuel Terbarukan yang ditunjukan pada Tabel 3 adalah solusi
untuk memproduksi green jet fuel dan green diesel dari berbagai bahan baku
yang berkelanjutan. Proses UOP Jet Fuel Terbarukan menawarkan beberapa
keuntungan:

Menghasilkan Hefa-SPK yaitu kerosin parafnik sintesis yang berasal dari


bahan bio, atau Green Jet Fuel, dari ester hidro dan asam lemak

Bahan baku yang fleksibel dimana memproses berbagai minyak dan lemak
dengan range yang lebar, tanpa membatasi kemampuan sumber untuk
satu jenis masukan

Membuat co-produk hidrokarbon yang berharga seperti Green Diesel,


Green Naphtha atau Green LPG

Mengurangi biaya dan risiko kepatuhan karena bahan bakar ini membuat
bahan bakar terbarukan

Hasil yang tinggi dan meminimalkan konsumsi bahan baku yang dapat
mengurangi nilai co-produk, IRR tinggi dengan biaya modal yang moderat

Kemampuan untuk memproduksi apa saja antara Green Jet Fuel dan Green
Diesel untuk memenuhi permintaan pasar

Standar Internasional yang dimakdus adalah


a

Defence Standard 91-91/latest issue (Turbine Fuel, Aviation Kerosine Type,


Jet A-1, NATO Code F-35)

Memiliki batas maksimum aditif 0,015 mg KOH/gr

Mengukur total aromatic via metode ASTM D6379/IP436

Memiliki tambahan khusus untuk pengukuran lubrisitas Jet A-1

DERD 2494

ASTM D 1655 ( Standard of Spesifcation for Aviation Turbine Fuel)

Memiliki batas maksimum aditif 10 mg KOH/gr

Menggunakan Simulasi Destilasi via metode ASTM D2887

Avtur merupakan bahan bakar yang berasal dari fraksi minyak bumi untuk
kendaraan udara (aviation) seperti pesawat yang memiliki mesin turbin atau
mesin

pembakaran

eksternal.

Performa

avtur

sangat

bergantung

karakteristik kehigienisannya, pembakaran, dan sifatnya pada suhu rendah.

pada

You might also like