You are on page 1of 19

Referat

Stroke Hemoragik

Dokter Pembimbing :
Dr. Yudi Yuwono Wibowo, Sp.BS
Disusun oleh :
Rendy Aprianus Santoso
11-2014-065
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Bedah
Periode 16 Mei 2016 30 Juli 2016
RSAU dr.Esnawan Antariksa

TINJAUAN PUSTAKA: STROKE HEMORAGIK


DEFINISI STROKE

Tanda -tanda klinis neurologis yang terjadi tiba-tiba, berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal/ global, dengan gejala -gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
atau menyebabkan kematian, tanpa ada penyebab lain yang jelas selain vaskular.
(WHO1986).1
KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :1
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik

Perdarahan intra serebral


Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

Stroke akibat trombosis serebri


Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik

Tabel 1: perbandingan stroke hemoragik dan stroke iskemik.1


Stroke iskemik
Perburukan gejala dan tanda bertahap.

Stroke hemoragik
Penurunan kesadaran langsung & lama.

Fokal neurologi sesuai pola vaskular yang Fokal neurologi tidak sesuai vaskular yang
kena.

kena.

Tanda ke arah kortikal atau subkortikal Kaku kuduk (SAH), perdarahan retina
umumnya saat istirahat (trombus)/ aktivitas Gejala sakit kepala, muntah TIK
(emboli)

Umumnya saat aktivitas

Gambar 1: Patologi stroke

ETIOLOGI2
Etiologi stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)


Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,

komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,hipofibrinogenemia, dan hemofilia.


6. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
7. Septik embolisme, myotik aneurisma
8. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
9. Amiloidosis arteri
10. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arterivertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
FAKTOR RISIKO.3-6
Tidak dapat dimodifikasi
Umur tua: dikatakan bahwa individu yang berumur > 65 tahun lebih sering terkena
serangan stroke. Hal ini dikarenakan semakin tua umur seseorang, dinding pembuluh
darah menjadi lebih rentan rusak akibat radikal bebas ataupun akibat aliran darahnya
sendiri.
Jenis kelamin: pasien ini adalah laki-laki. Laki-laki lebih berisiko terkena stroke
berbanding wanita karena pada wanita terdapatnya hormon estrogen yang berfungsi
sebagai proteksi terhadap proses aterosklerosis.
Pernah menderita stroke
Kecenderungan stroke pada keluarga (faktor keturunan/ genetik)
Arteri Vena Malformasi atau aneurisma berupa kelainan pembuluh darah otak dimana
stroke terjadi pada usia lebih muda (misalnya anak-anak dan atau remaja)
Dapat dimodifikasi :
Hipertensi
3

Diabetes mellitus: Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai


bersama-sama penyakit serebrovaskular dan merupakan faktor resiko stroke meskipun
kurang kuat dibandingkan hipertensi. Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus
berperan melalui proses aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis
pembuluh darah otak pada diabetes mellitus melalui kelainan lipid yang multiple. Pada
diabetes mellitus dapat terjadi :
-

Gangguan profil lipid

Peningkatan agregasi trombosit

Peningkatan kadar fibrinogen

Gangguan fibrinolisis

Disfungsi endotel

Aktivitas plasminogen akan menurun dan akan merangsang terjadinya thrombus

Penyakit jantung. Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus
di jantung. Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai
pada percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati. Emboli yang berasal dari
jantung dapat disebabkan oleh kelainan katup, kelainan dinding jantung atau dari
kelainan irama jantung.
Obesitas
Merokok : Mekanisma peningkatan aterogenesis karena rokok meliputi :
-

Reaksi imunologis langsung pada dinding pembuluh darah


-

Meningkatnya adhesi trombosit

Meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang terkandung


dalam rokok.

Stress
Pola hidup tidak sihat, minum alkohol
EPIDEMIOLOGI.2,3
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia.
Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan
dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.3
4

Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di
dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal
dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke
di dunia.(2)
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Di
Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5 %
penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total.
Hanya 15 persen saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan(2

STROKE HEMORAGIK
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke,
dapat terjadi apabila lesi vascular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke ruang subarachnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi
vascular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisme sakuler
(Berry) dan malformasi arteriovena (MAV).4
Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain dan amphetamine,
karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau
subarachnoid.
Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologic karena tekanan pada
struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari
perdarahan baik spontan maupon traumatic. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua;
yaitu, tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam tengkorak yang
volumenya tetap dan vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan ke darah
bebas di dalam ruang antara lapisan arakhnoid dan piamater meningen.5
Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan
kehilangan

kesadaran.

Namun,

apabila

perdarahan

berlangsung

lambat,

pasien

berkemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan scenario khas
perdarahan subarachnoid (PSA). Tindakan pencegahan utama untuk perdarahan otak adalah
mencegah cedera kepala dan mengendalikan tekanan darah.3,4
SUBTIPE SUBHEMORAGIK
5

a) Perdarahan Intraserebrum.6
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat
cedera vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari banyak arteri kecil
yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan
intraserebral paling sering terjadi pada saat pasien terjaga dan aktif. Oleh karena lokasinya
berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering menerima
beban terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini.
Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologi
fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas keterlibatan
kapsula interna. Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi
mendekati 50%.
Perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium memiliki prognosis yang lebih baik
apabila volume darah sedikit. Namun, perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah
pons atau serebelum memiliki prognosis jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan
pada struktur vital di batang otak.

Tabel 2. Penyebab Perdarahan Intraserebrum.


Penyebab Perdarahan Intraserebrum
Perdarahan Intraserebrum Hipertensif
Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Ruptur aneurisma sakular (berry)
Ruptur malformasi arteriovena (MAV)
Trauma
Penyalahgunaan kokain, amfetamin
Perdarahan akibat tumor otak
Infark hemoragik
Penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan
6

Gejala klinis perdarahan intrasereberum.6,7

Terjadinya perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan


dapat didahului oleh gejala prodromal berupa; peningkatan tekanan darah yaitu nyeri
kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.

Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat
disertai kejang fokal / umum.

Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi

Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK ), misalnya papil edema
dan perdarahan subhialoid.

b) Perdarahan Subarakhnoid. 3,4


Perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer. Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat
pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma
sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
Perdarahan subarachnoid (PSA) disertai oleh meningitis aseptik dan gangguan
aktifitas serebrovaskuler. Pada stroke hemoragik, defisit neurologis yang terjadi merupakan
akibat dari perusakan jaringan otak oleh darah atau akibat adanya darah di dalam ruang
subarakhnoid. Darah di dalam ruang subarakhnoid, khususnya di sisterna basalis, dapat
menginduksi terjadinya vasospasme. Vasospasme yang berlanjut dapat menyebabkan
terjadinya infark serebri sekunder, yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakan jaringan
otak.

GEJALA KLINIS
Secara umum stroke akan menunjukkan gejala kelainan Upper Motor Neuron (UMN),
terkena traktus kortiko-spinalis.
7

1. Hipertonus (spastis atau rigid)


2. Hiperrefleks fisiologis
3. Refleks patologis +
4. Klonus kaki +
5. Atrofi tidak ada (kecuali disused atrofi)
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient
Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.
Gejala klinis berdasarkan lokasi lesi di cerebri:4,5
Cortex
Hemiplegia kontralateral
Afasia
Ada fase syok/fase akut yaitu dimana gejala kelumpuhan UMN belum menunjukkan
gangguan kelumpuhan tipe UMN
Subcortex
Hemiplegia di kontralateral
Gangguan termi
Gangguan memori
Afasia
Capsula interna
Hemiplegia
Tidak ada afasia
Disertai gangguan ekstrapiramidal berupa rigiditas atau hiperefleksi- untuk
membedakan dengan lesi di cortex.
Gejala kelumpuhan tipe UMN sudah tampak pada fase akut.

DASAR DIAGNOSIS
8

WHO menyatakan definisi stroke (Aho dkk, 1980) adalah gangguan fungsi cerebral fokal
atau global yang terjadinya mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, akibat
adanya gangguan peredaran darah otak.1 Gangguan fungsi cerebral umumnya berupa defisit
fungsi motorik (hemiparesis, disartri, disfoni), sensorik (hemihipestesi), gangguan fungsi
luhur (afasia, agnosia) yang tergantung dari letak dan luasnya lesi. Pengertian gangguan
serebral global merujuk pada manifestasi klinik penurunan kesadaran. Untuk membedakan
stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis atau keduanya, dapat ditentukan
berdasarkan.3
1. Anamnesis
Langkah ini tidak sulit karena kalau memang stroke sebagai penyebabnya, maka sesuai
dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya adalah secara mendadak. Bila
sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah
menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non
hemoragis.2

Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.


Stroke haemorhagik :
- Penderita rata-rata lebih muda
- Ada hipertensi
- Terjadi dalam keadaan aktif
- Didahului nyeri kepala
- Kesadaran menurun (tidak selalu)
- Ada meningismus (tidak selalu kecuali subarachnoid)

Stroke iskemik :
- Penderita rata-rata lebih tua
- Terjadi dalam keadaan istirahat
- Ada dislipidemia (LDL tinggi), DM, disaritmia jantung
- Nyeri kepala
- Gangguan kesadaran jarang.
9

Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis
pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Perbedaan anamnesa antara perdarahan dan infark .
Anamnesa
Gejala terjadi
Waktu
Peringatan (TIA)
Nyeri kepala
Muntah
Kejang
Diabetes
Gang.katup

Perdarahan
Akut
Aktif
+
+
+
-

Emboli
akut
aktif
+
+
+

Trombosis
Subakut
Bangun pagi
+
+
-

Tabel 4. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark Berdasarkan Anamnesis2


Gejala
Onset atau awitan
Saat onset
Peringatan (warning)
Nyeri kepala
Kejang
Muntah
Penurunan kesadaran

Stroke hemoragik
Mendadak
Sedang aktif
+++

Stroke non hemoragik


Mendadak
Istirahat
+

2. Pemeriksaan fisik dan gejala awal stroke yang harus diwaspadai.4,6,7


Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face, Arms drive,
Speech, dan Three of signs)
F = Face (Wajah)
Wajah tampak mencong sebelah tidak simetris. Sebelah sudur mulut tertarik ke bawah dan
lekukan antara hidung ke susdut mulut atas tampak mendatar.
A = Arms Drive (Gerakan Lengan)
Angkat tangan lurus sejajar kedepan (90 derajat) dengan telapak tangan terbuka ke atas
selama 30 detik. Apabila terdapat kelumpuhan lengan yang ringan dan tidak disadari
penderita, maka lengan yang lumpuh tersebut akan turun (menjadi tidak sejajar lagi). Pada
kelumpuhan yang berat, lengan yang lumpuh tersebut sudah tidak bisa diangkat lagi bahkan
sampai tidak bisa digerakkan sama sekali.
S = Speech (Bicara)
Bicara menjadi pelo (artikulasi terganggu) atau tidak bisa berkata-kata (gagu) atau bisa bicara
akan tetapi tidak mengerti pertanyaan orang sehingga komunikasi verbal tidak nyambung.
10

T = Three of signs (ketiga tanda diatas)


Ada tiga gejala yaitu perubahan wajah, kelumpuhan, dan bicara.
3. Pemeriksaan penunjang.2,4,7
Kemajuan teknologi kedokteran memberi kemudahan untuk membedakan antara stroke
hemoragik dan stroke iskemik diantaranya : Computerized Tomograph scanning (CT Scan),
Cerebral angiografi, Elektroensefalografi (EEG), Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan laboratorium dan lainnya.
Untuk menegakkan diagnosis stroke, CT scan (Computerised Tomography Scanning)
yang merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard). Mengingat bahwa alat tersebut
saat ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam menghadapi kasus dengan kecurigaan
stroke, langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah benar kasus
tersebut kasus stroke, karena abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala, juga dapat
memberikan kelainan neurologis yang sama, kemudian menentukan jenis stroke yang
dialaminya.
Pada CT dapat dilihat distribusi darah, sehingga dapat dilihat lokasi aneurisma yang
pecah. CT juga menunjukkan fokal intraparenkim atau perdarahan subdural, pembesaran
ventrikel, aneurisma besar dan infark akibat vasospasme. Gambaran perdarahan pada CT scan
berupa gambaran hiperdens.
Lumbar Puncture yang dilakukan pada PSA akan ditemukan cairan CSF bercampur
darah. Tekanan CSF biasanya tinggi dan kadar protein meningkat. Penampakan xantochromia
dapat juga didapati setelah cairan serebrospinal disentrifugasi. Dapat juga dijumpai kadar
glukosa yang rendah akibat meningitis kimiawi yang steril.
Angiografi digunakan untuk mendeteksi aneurisma dan lokasinya dikarenakan
penyebab utama stroke hemoragik adalah aneurisma dan malformasi arteri vena. Angiografi
dapat memastikan etiologi pasti. Pemeriksaan penunjang lain seperti darah lengkap, kadar
ureum, elektrolit, glukosa darah, foto toraks, dan EKG untuk melihat ada tidaknya factor
resiko yang dapat memicu terjadinya stroke. Fungsi ginjal juga diperlukan untuk melihat
apakah terdapat gangguan ginjal yang dapat menyebabkan hipertensi.

PENATALAKSANAAN
11

Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke Tahun 2011
perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di
anjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada sebagian besar
pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan
serangan stroke. Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan penurunan tekanan darah
yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa
kondisi dibawah ini:1
1. Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
> 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik
akut yang diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik diturunkan hingga <
185 mmHg dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang
digunakan adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.

2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik > 200
mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

3. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan
intrakranial, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral
> 60 mmHg.

4. Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara
12

hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten


dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada Studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah
sistole hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.

5. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan
subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 160
mmHg. Sedangkan tekanan darah sistole 160 180 mmHg sering digunakan sebagai
target tekanan darah sistole dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal
ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan
vasospasme dan komorbiditas kardiovaskuler.

6. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah
dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan
ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 25% pada jam pertama
dan tekanan darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
Pada stroke perdarahan yang tidak dikelola dengan baik, hipertensi dapat mengakibatkan
perdarahan ulang dan semakin luasnya hematoma (perdarahan). Penurunan tekanan darah
pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-hati. Penurunan tekanan darah yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan semakin parah dan memperburuk
keadaan klinik neurologik pasien. Oleh karena itu, pemilihan obat anti hipertensi parenteral
yang ideal adalah yang dapat dititrasi dengan mudah dengan efek vasodilator serebral yang
minimal. Pedoman penurunan tekanan darah pada stroke akut adalah sebagai berikut:5
1. Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting agent)
2. Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah
13

3. Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat
mengakibatkan penurunan aliran darah otak
4. Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)
5. Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan
dicapai.
Perdarahan Intraserebral
1

Tatalaksana Umum.1-3
-

Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30, paling sedikit dua
minggu.

Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan dalam dua
minggu pertama.

Diet makanan sesuai faktor resiko


Monitoring tanda-tanda vital

Tatalaksana Medis
-

Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopeni berat sebaiknya
mendapat terapi penggantian factor koagulasi atau trombosit. FFP 2-6 unit dapat
diberikan untuk mengoreksi factor pembekuan darah.

Apabila terjadi gangguan koagulasi, dapat dikoreksi dengan pemberian vitamin K 10


mg IV, kecepatan pemberian < 1 mg/menit untuk mencegah anafilaksis.

Prosedur/operasi
-

Pasien dengan GCS <8, denga tanda klinis herniasi tentorial atau perdarahan
intraventrikel dapat dipertimbangkan untuk penanganan dan pemantauan tekanan
intracranial. Drainase ventrikuler sebagai tatalaksana hidrosefalus.

Terapi farmakologi:
1) Vitamin K
14

Mekanisme kerja : Mekanisme kerja dengan meningkatkan biosintesis beberapa factor

pembekuan darah yaitu protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh
factor VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsic dan factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur
intrinsic. Kemudian factor Xa dibantu oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin
menjadi thrombin. Trombin kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan
mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.

Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme kerja:


aktivasi tromboplastin
pembentukan thrombin dari protombin
pembentukan fibrin dari fibrinogen

Vitamin K ada 2 jenis : Menadiol Sodium Fosfat yang bersifat larut dalam air dan
Fitomenadion (vitamin K1) yang larut dalam lemak.
a) Menadiol Sodium Fosfat
-

Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit

hati)
Kontraindikasi: neonatus, bayi, hamil tua
Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-10 mg per hari, dewasa 1040 mg per hari.
Sediaan: tablet 10 mg
Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion
b) Vitamin K1
Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit
hati)
Kontraindikasi: neonates, bayi, hamil tua
Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari, dewasa 1040 mg per hari.
Sediaan: tablet 10 mg
Interaksi : vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion.

2) Protamin
Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg menetralkan
80-100 unit heparin bila diberikan dalam waktu lebih panjang, diperlukan protamin lebih
sedikit karena heparin diekskresi dengan cepat; maksimal 50 mg.
Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika digunakan
berlebihan memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan yang terjadi saat pemberian heparin
15

hanya ringan, protamin sulfat tidak perlu diberikan karena penghentian heparin biasanya akan
menghentikan perdarahan dalam beberapa jam.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin
Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipontensi, bradikardi, dispnea, reaksi
hipersensitif (termasuk angiodema, anafilaksis) pernah dilaporkan.

Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja sebagai antagonis

heparin pada in vitro dan in vivo dengan cara membentuk kompleks bersama heparin yang
bersifat asam kuat menjadi bentuk garam stabil. Kompleks heparin dan protamin tidak
mempunyai efek antikoagulan.

Bentuk sediaan: Injeksi intravena

3) Asam traneksamat

Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat

pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan
pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas.
Mekanisme kerja: asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi plasminogen
sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang
mendegradasi gumpalan fibrinogen dan protein plasma lainnya termasuk faktor prokoagulan
V dan VIII. Oleh karena itu, dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang
berlebihan.
Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena perlahan:
0.5-1 gr (10 mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse kontinyu 25-50 mg per kg setiap hari.
Efek samping: sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit kepala,
kedinginan, urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura, eczema, nekrosis kutan, plak
eritematosis, hiperkelemia, hiperlipidemia, mual, muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan
darah pada urin, epiktasis, hemoragik adrenalin, hemoragik retriperitonial, trombositopenia,
peningkatan enzim SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan karena injeksi
subkutan, neropati perifer, osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragik pulmonary,
asma arthritis, rhinitis, bronkospasme, reaksi alergi kemudian reaksi anafilaktik.
Interaksi dengan obat lain: obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis tidak
diberikan bersamaan dengan obat anti fibrinolitik. Pembentukan thrombus akan meningkat

16

dengan adanya O estrogen atau mekanisme antifibrinolitik diantagonis oleh senyawa


trombolitik.
Mekanisme kerja: asam traneksamat bekerja dengan sama memblok ikatan
plasminogen dan plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada
tingkat tertentu.
Bentuk: sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.
4) Calsium Chanel Blocker: Nimodipin
Indikasi: merupakan Ca chanel bloker dengan aktivitas serebrovaskuler
preferensial. Hal ini ditandai dengan efek dilatasi dan menurunkan tekanan darah pada
serebrovaskuler.
Mekanisme kerja: nimodipin ternasuk dalam kelas agen farmakologis dikenal
sebagai kalsium chanel blocker. Nimodipin diindikasikan untuk peningkatan hasil neurologis
dengan mengurangi insiden dan keparahan deficit iskemik pada pasien dengan perdarhan
subarachnoid dari pecahnya aneurisme. Proses kontraktil sel-sel otot polos tergantung pada
ion kalsium sel selama depolarisasi sebagai penghambat arus transmembran. Nimodipin
menghambat transfer ion kalsiun ke dalam sel dan demikian menghambat kontraksi otot
polos vaskuler.
Dosis: PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selam 21 hari berturut-turut. Memulai terapi
dalam waktu 96 jam perdarahan subarachnoid.
5) Terapi suportif: infuse manitol
Indikasi: menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral.
Mekanisme kerja: kenaikan tekanan intrakranial dan adanya edema serebral pada
hemoragik dapat terjadi karena dari efek gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk
meningkatkan osmolaritas plasma darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan,
termasuk otak dan cairan serebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya
edema otak, peningkatan tekanan intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat
dikurangi.
Dosis, lama dan cara pemberian: tekanan intracranial;edema serebral;1.5-2 gr/kg
dosis IV dalam 15,20, atau 25% larutan selam 30-60 menit pertahankan osmolarotas serum
310 sampai >320 mOsm/kg.
17

PROGNOSIS
Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan kegiatan
mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik mencapai 4080%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Di Indonesia penyakit ini menduduki
posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia.
Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh
total dari stroke dan kecacatan.3-7 Secara keseluruhan prognosis stroke bervariasi seperti
berikut:
1. Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.
2. Semakin rendah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya
tinggi.
3. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah
di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi.
4. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat
(Nassisi, 2009).Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau efek
massa langsung dari darah ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana
berhubungan dengan hipoperfusi global korteks yang didasarinya. Darah ventrikular
juga mengganggu fungsi normal dari CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat
lokal.
5. Perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium (di atas tentorium serebeli) memiliki
prognosis baik apabila volume darah sedikit. Namun perdarahan ke dalam ruang
infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih
buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur-struktur vital di batang otak.
6. Prognosis ad vitam tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul, sementara
prognosis ad functionam dapat dinilai dengan parameter Activity Daily Living
(Barthel Index) dan NIH Stroke Scale (NIHSS). Risiko kecacatan dan ketergantungan
fisik/kognitif setelah 1 tahun adalah 20 30%.

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Rasyid Al, Soertidewi L. Unit Stroke Manajemen Stroke secara Komprehensif. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2011.
2. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf: Neurologi
Klinis Dasar. Cetakan ke-14. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. 2009;267292.
3. Soetjipto H, Muhibbi S. Stroke: Pengenalan & Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi.
Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad, Jakarta. 2007;1834.
4. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline
Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta. 2011.
5. Misbach J, Hamid AB, Mayza A, Saleh K (editor). Stroke: Buku Pedoman SPM & SPO
Neurologi. PERDOSSI, Jakarta. 2006;1924.
6. Greenberg DA, Aminoff MJ. Simon RP. Stroke: Clinical Neurology Lange. Ed 6th.
McGraw Hill, USA. 2005; 285318.
7. Ropper AH, Samuels MA.Cerebrovascular Diseases: Adams and Vistors Principles of
Neurology. Ed 9th. McGraw Hill, USA. 2009;746837.

19

You might also like