Professional Documents
Culture Documents
Stroke Hemoragik
Dokter Pembimbing :
Dr. Yudi Yuwono Wibowo, Sp.BS
Disusun oleh :
Rendy Aprianus Santoso
11-2014-065
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kepaniteraan Klinik Bedah
Periode 16 Mei 2016 30 Juli 2016
RSAU dr.Esnawan Antariksa
Tanda -tanda klinis neurologis yang terjadi tiba-tiba, berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal/ global, dengan gejala -gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
atau menyebabkan kematian, tanpa ada penyebab lain yang jelas selain vaskular.
(WHO1986).1
KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :1
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik
Penurunan kesadaran langsung & lama.
Fokal neurologi sesuai pola vaskular yang Fokal neurologi tidak sesuai vaskular yang
kena.
kena.
Tanda ke arah kortikal atau subkortikal Kaku kuduk (SAH), perdarahan retina
umumnya saat istirahat (trombus)/ aktivitas Gejala sakit kepala, muntah TIK
(emboli)
ETIOLOGI2
Etiologi stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Gangguan fibrinolisis
Disfungsi endotel
Penyakit jantung. Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus
di jantung. Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai
pada percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati. Emboli yang berasal dari
jantung dapat disebabkan oleh kelainan katup, kelainan dinding jantung atau dari
kelainan irama jantung.
Obesitas
Merokok : Mekanisma peningkatan aterogenesis karena rokok meliputi :
-
Stress
Pola hidup tidak sihat, minum alkohol
EPIDEMIOLOGI.2,3
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia.
Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan
dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.3
4
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di
dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal
dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke
di dunia.(2)
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Di
Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5 %
penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total.
Hanya 15 persen saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan(2
STROKE HEMORAGIK
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke,
dapat terjadi apabila lesi vascular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke ruang subarachnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi
vascular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisme sakuler
(Berry) dan malformasi arteriovena (MAV).4
Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain dan amphetamine,
karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau
subarachnoid.
Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologic karena tekanan pada
struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari
perdarahan baik spontan maupon traumatic. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua;
yaitu, tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam tengkorak yang
volumenya tetap dan vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan ke darah
bebas di dalam ruang antara lapisan arakhnoid dan piamater meningen.5
Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan
kehilangan
kesadaran.
Namun,
apabila
perdarahan
berlangsung
lambat,
pasien
berkemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan scenario khas
perdarahan subarachnoid (PSA). Tindakan pencegahan utama untuk perdarahan otak adalah
mencegah cedera kepala dan mengendalikan tekanan darah.3,4
SUBTIPE SUBHEMORAGIK
5
a) Perdarahan Intraserebrum.6
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat
cedera vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari banyak arteri kecil
yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan
intraserebral paling sering terjadi pada saat pasien terjaga dan aktif. Oleh karena lokasinya
berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering menerima
beban terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini.
Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologi
fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas keterlibatan
kapsula interna. Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi
mendekati 50%.
Perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium memiliki prognosis yang lebih baik
apabila volume darah sedikit. Namun, perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah
pons atau serebelum memiliki prognosis jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan
pada struktur vital di batang otak.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat
disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK ), misalnya papil edema
dan perdarahan subhialoid.
GEJALA KLINIS
Secara umum stroke akan menunjukkan gejala kelainan Upper Motor Neuron (UMN),
terkena traktus kortiko-spinalis.
7
DASAR DIAGNOSIS
8
WHO menyatakan definisi stroke (Aho dkk, 1980) adalah gangguan fungsi cerebral fokal
atau global yang terjadinya mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, akibat
adanya gangguan peredaran darah otak.1 Gangguan fungsi cerebral umumnya berupa defisit
fungsi motorik (hemiparesis, disartri, disfoni), sensorik (hemihipestesi), gangguan fungsi
luhur (afasia, agnosia) yang tergantung dari letak dan luasnya lesi. Pengertian gangguan
serebral global merujuk pada manifestasi klinik penurunan kesadaran. Untuk membedakan
stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis atau keduanya, dapat ditentukan
berdasarkan.3
1. Anamnesis
Langkah ini tidak sulit karena kalau memang stroke sebagai penyebabnya, maka sesuai
dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya adalah secara mendadak. Bila
sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah
menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non
hemoragis.2
Stroke iskemik :
- Penderita rata-rata lebih tua
- Terjadi dalam keadaan istirahat
- Ada dislipidemia (LDL tinggi), DM, disaritmia jantung
- Nyeri kepala
- Gangguan kesadaran jarang.
9
Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis
pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Perbedaan anamnesa antara perdarahan dan infark .
Anamnesa
Gejala terjadi
Waktu
Peringatan (TIA)
Nyeri kepala
Muntah
Kejang
Diabetes
Gang.katup
Perdarahan
Akut
Aktif
+
+
+
-
Emboli
akut
aktif
+
+
+
Trombosis
Subakut
Bangun pagi
+
+
-
Stroke hemoragik
Mendadak
Sedang aktif
+++
PENATALAKSANAAN
11
Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke Tahun 2011
perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di
anjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada sebagian besar
pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan
serangan stroke. Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan penurunan tekanan darah
yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa
kondisi dibawah ini:1
1. Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
> 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik
akut yang diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik diturunkan hingga <
185 mmHg dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang
digunakan adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.
2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik > 200
mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
3. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan
intrakranial, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral
> 60 mmHg.
4. Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara
12
5. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan
subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 160
mmHg. Sedangkan tekanan darah sistole 160 180 mmHg sering digunakan sebagai
target tekanan darah sistole dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal
ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan
vasospasme dan komorbiditas kardiovaskuler.
6. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah
dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan
ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 25% pada jam pertama
dan tekanan darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
Pada stroke perdarahan yang tidak dikelola dengan baik, hipertensi dapat mengakibatkan
perdarahan ulang dan semakin luasnya hematoma (perdarahan). Penurunan tekanan darah
pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-hati. Penurunan tekanan darah yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan semakin parah dan memperburuk
keadaan klinik neurologik pasien. Oleh karena itu, pemilihan obat anti hipertensi parenteral
yang ideal adalah yang dapat dititrasi dengan mudah dengan efek vasodilator serebral yang
minimal. Pedoman penurunan tekanan darah pada stroke akut adalah sebagai berikut:5
1. Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting agent)
2. Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah
13
3. Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat
mengakibatkan penurunan aliran darah otak
4. Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)
5. Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan
dicapai.
Perdarahan Intraserebral
1
Tatalaksana Umum.1-3
-
Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30, paling sedikit dua
minggu.
Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan dalam dua
minggu pertama.
Tatalaksana Medis
-
Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopeni berat sebaiknya
mendapat terapi penggantian factor koagulasi atau trombosit. FFP 2-6 unit dapat
diberikan untuk mengoreksi factor pembekuan darah.
Prosedur/operasi
-
Pasien dengan GCS <8, denga tanda klinis herniasi tentorial atau perdarahan
intraventrikel dapat dipertimbangkan untuk penanganan dan pemantauan tekanan
intracranial. Drainase ventrikuler sebagai tatalaksana hidrosefalus.
Terapi farmakologi:
1) Vitamin K
14
pembekuan darah yaitu protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh
factor VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsic dan factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur
intrinsic. Kemudian factor Xa dibantu oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin
menjadi thrombin. Trombin kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan
mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Vitamin K ada 2 jenis : Menadiol Sodium Fosfat yang bersifat larut dalam air dan
Fitomenadion (vitamin K1) yang larut dalam lemak.
a) Menadiol Sodium Fosfat
-
hati)
Kontraindikasi: neonatus, bayi, hamil tua
Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-10 mg per hari, dewasa 1040 mg per hari.
Sediaan: tablet 10 mg
Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion
b) Vitamin K1
Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit
hati)
Kontraindikasi: neonates, bayi, hamil tua
Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari, dewasa 1040 mg per hari.
Sediaan: tablet 10 mg
Interaksi : vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion.
2) Protamin
Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg menetralkan
80-100 unit heparin bila diberikan dalam waktu lebih panjang, diperlukan protamin lebih
sedikit karena heparin diekskresi dengan cepat; maksimal 50 mg.
Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika digunakan
berlebihan memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan yang terjadi saat pemberian heparin
15
hanya ringan, protamin sulfat tidak perlu diberikan karena penghentian heparin biasanya akan
menghentikan perdarahan dalam beberapa jam.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin
Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipontensi, bradikardi, dispnea, reaksi
hipersensitif (termasuk angiodema, anafilaksis) pernah dilaporkan.
Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja sebagai antagonis
heparin pada in vitro dan in vivo dengan cara membentuk kompleks bersama heparin yang
bersifat asam kuat menjadi bentuk garam stabil. Kompleks heparin dan protamin tidak
mempunyai efek antikoagulan.
3) Asam traneksamat
pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan
pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas.
Mekanisme kerja: asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi plasminogen
sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang
mendegradasi gumpalan fibrinogen dan protein plasma lainnya termasuk faktor prokoagulan
V dan VIII. Oleh karena itu, dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang
berlebihan.
Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena perlahan:
0.5-1 gr (10 mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse kontinyu 25-50 mg per kg setiap hari.
Efek samping: sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit kepala,
kedinginan, urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura, eczema, nekrosis kutan, plak
eritematosis, hiperkelemia, hiperlipidemia, mual, muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan
darah pada urin, epiktasis, hemoragik adrenalin, hemoragik retriperitonial, trombositopenia,
peningkatan enzim SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan karena injeksi
subkutan, neropati perifer, osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragik pulmonary,
asma arthritis, rhinitis, bronkospasme, reaksi alergi kemudian reaksi anafilaktik.
Interaksi dengan obat lain: obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis tidak
diberikan bersamaan dengan obat anti fibrinolitik. Pembentukan thrombus akan meningkat
16
PROGNOSIS
Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan kegiatan
mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik mencapai 4080%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Di Indonesia penyakit ini menduduki
posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia.
Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh
total dari stroke dan kecacatan.3-7 Secara keseluruhan prognosis stroke bervariasi seperti
berikut:
1. Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.
2. Semakin rendah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya
tinggi.
3. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah
di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi.
4. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat
(Nassisi, 2009).Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau efek
massa langsung dari darah ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana
berhubungan dengan hipoperfusi global korteks yang didasarinya. Darah ventrikular
juga mengganggu fungsi normal dari CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat
lokal.
5. Perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium (di atas tentorium serebeli) memiliki
prognosis baik apabila volume darah sedikit. Namun perdarahan ke dalam ruang
infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih
buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur-struktur vital di batang otak.
6. Prognosis ad vitam tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul, sementara
prognosis ad functionam dapat dinilai dengan parameter Activity Daily Living
(Barthel Index) dan NIH Stroke Scale (NIHSS). Risiko kecacatan dan ketergantungan
fisik/kognitif setelah 1 tahun adalah 20 30%.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Rasyid Al, Soertidewi L. Unit Stroke Manajemen Stroke secara Komprehensif. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2011.
2. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf: Neurologi
Klinis Dasar. Cetakan ke-14. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. 2009;267292.
3. Soetjipto H, Muhibbi S. Stroke: Pengenalan & Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi.
Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad, Jakarta. 2007;1834.
4. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline
Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta. 2011.
5. Misbach J, Hamid AB, Mayza A, Saleh K (editor). Stroke: Buku Pedoman SPM & SPO
Neurologi. PERDOSSI, Jakarta. 2006;1924.
6. Greenberg DA, Aminoff MJ. Simon RP. Stroke: Clinical Neurology Lange. Ed 6th.
McGraw Hill, USA. 2005; 285318.
7. Ropper AH, Samuels MA.Cerebrovascular Diseases: Adams and Vistors Principles of
Neurology. Ed 9th. McGraw Hill, USA. 2009;746837.
19