You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah
meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai
oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah
Republik Indonesia (Depkes RI, 2009).
Salah satu cara meningkatkan derajat kesehatan yaitu dengan memperbaiki
status gizi masyarakat khususnya pada balita yang merupakan kelompok usia rawan
terhadap masalah gizi (Sediaoetama, 2000).
United Nation of Children and Education Federation

tahun 1998

menyebutkan bahwa krisis ekonomi, politik, sosial merupakan akar permasalahan gizi
kurang, sedangkan penyebab langsung adalah ketidakseimbangan antara asupan
makanan yang berkaitan dengan penyakit infeksi. Kekurangan asupan makanan
membuat daya tahan tubuh sangat lemah, memudahkan terkena penyakit infeksi,
ditambah dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, sehingga menyebabkan gizi
kurang (Depkes RI, 2005).
Permasalahan gizi merupakan masalah nasional yang harus segera ditangani.
Permasalahan gizi utama di Indonesia dan di negara berkembang antara lain kurang
energi protein (KEP), anemia besi, gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY),
kurang vitamin A (KVA), dan masalah obesitas. Masalah gizi lainnya yaitu masalah
gizi mikro seperti defisiensi zink, namun sampai saat ini belum terungkap karena
keterbatasan iptek gizi (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002).
Status gizi merupakan keadaan yang dapat menggambarkan gizi seseorang
apakah tergolong gizi baik, gizi kurang, gizi buruk, atau gizi lebih. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan prevalensi status gizi balita (BB/U)
di Indonesia yaitu gizi buruk sebesar 4,9%, gizi kurang sebesar 13%, gizi baik sebesar
76,2%, dan gizi lebih sebesar 5,8%.

Data tahunan Puskesmas kelurahan Jatinegara Kaum pada tahun 2014


menunjukkan prevalensi gizi di Jatinegara Kaum yaitu gizi baik sebesar 96,0%, gizi
kurang sebesar 3,7%, gizi buruk sebesar 0%, dan gizi lebih sebesar 0,14%.
Masalah gizi buruk, sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan
seperti dalam keadaan krisis (bencana kekeringan, perang, kekacauan, sosial, krisis
ekonomi). Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah
tangga yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua
anggotanya. Menyadari hal itu, peningkatan status gizi masyarakat dalam hal ini anak
memerlukan kebijakan yang menjamin setiap masyarakat untuk memperoleh makanan
yang cukup, jumlah, dan mutunya. Sehingga masalah gizi sangatlah diperhatikan
(Arisman, 2009).
Dengan melihat banyaknya faktor yang mempengaruhi gizi pada balita dan
rentannya gizi buruk pada balita, peneliti tertarik untuk menganalisis faktor- faktor
yang mempengaruhi status gizi pada balita di Kelurahan Jatinegara Kaum. Faktor
yang mempengaruhi status gizi balita dalam penelitian ini akan dibatasi yaitu meliputi
umur ibu, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, dan jumlah
anak dalam keluarga.
1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dari
penelitian ini yaitu Faktor-faktor apa yang mempengaruhi status gizi pada balita di
Kelurahan Jatinegara Kaum?.

1.3
Tujuan Kegiatan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita
1.3.2

di

Kelurahan Jatinegara Kaum.


Tujuan Khusus

Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita

di kelurahan Jatinegara Kaum


Menganalisis hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita di

kelurahan Jatinegara Kaum


Menganalisis hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita di

kelurahan Jatinegara Kaum


Menganalisis hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi
balita di kelurahan Jatinegara Kaum

1.4

Manfaat
2

Peneliti
o Untuk

menambah

wawasan

peneliti

tentang

faktor-faktor

yang

mempengaruhi dengan status gizi balita di kelurahan Jatinegara Kaum


o Memenuhi salah satu tugas dokter internsip di puskesmas jatinegara kaum
Puskesmas
o Untuk memberikan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi dengan
status gizi balita di kelurahan Jatinegara Kaum

Bagi Masyarakat kelurahan Jatinegara Kaum


o Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita, sehingga
masyarakat khususnya orangtua balita dapat mengantisipasi faktor-faktor
yang memungkinkan anak mengalami gizi kurang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.Landasan Teori
2.1. Status Gizi
Gizi merupakan suatu proses penggunaan makanan sebagai cara untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, dan
dapat menghasilkan energi. Makanan yang dimakan akan melalui berbagai proses seperti
digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan akhirnya akan
dikeluarkan dari tubuh (Proverawati & Asfuah, 2009).
Berdasarkan Semi Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan
penggunaan baku rujukan World Health Organization-National Centre for Health
Service (WHO-NCHS) (Gizi Indonesia, Vol. XV No. 2 tahun 1990). Berdasarkan baku
WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Gizi lebih
Gizi lebih adalah keadaan gizi yang melampaui batas normal dalam waktu yang
cukup lama dan dapat dilihat dari berat badan yang berlebih (Sandjaja et al., 2010).
Kegemukan dan obesitas termasuk kedalam gizi lebih. Dampak masalah gizi lebih
tampak dengan semakin meningkatnya penyakit degeneratif, seperti jantung koroner,
diabetes mellitus (DM), hipertensi, dan penyakit hati (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002).
b. Gizi baik
Gizi baik akan dicapai apabila jumlah makanan yang dimakan dan yang
dibutuhkan tubuh seimbang (Sandjaja et al., 2010). Keadaan fisik yang normal antara
lain rambut berkilat dan tidak mudah lepas, wajah tidak bengkak, mata bercahaya dan
bersih, bibir dan lidah halus dan tidak ada pembengkakan, kulit bersih dan tidak ada
pembengkakan serta tidak ada bercak, tonus otot baik, irama jantung normal, pada sistem
gastrointestinal tidak ada massa yang teraba, dan sistem saraf stabil serta refleks normal
(Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002).

c. Gizi kurang
Gizi kurang merupakan kurang gizi tingkat sedang yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein yang terjadi dalam waktu yang cukup lama
(Sandjaja et al., 2010). Gizi kurang mencakup kurang energi protein (KEP) tingkat
ringan dan sedang. Gejala klinis dari KEP tingkat ringan dan sedang pada pemeriksaan
hanya tampak kurus (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002). Balita yang mengalami gizi
kurang tentunya akan berdampak pada berbagai hal, antara lain pada tumbuh kembang,
organ, dan sistem tubuh.
d. Gizi buruk
Gizi buruk merupakan kurang gizi tingkat berat akibat rendahnya konsumsi
energi dan protein dari makanan sehari-hari yang terjadi dalam waktu yang cukup lama
(Sandjaja et al., 2010). Gizi buruk mencakup KEP tingkat berat yang meliputi marasmus,
kwashiorkor, dan marasmic-kwashiorkor.
Gejala klinis marasmus antara lain anak tampak sangat kurus, wajah seperti orang
tua, cengeng, rewel, kulit keriput, sering disertai diare kronik atau konstipasi serta
penyakit kronik lainnya, dan berkurangnya tekanan darah dan pernafasan. Kwashiorkor
memiliki gejala antara lain edema yang umumnya mengenai seluruh tubuh terutama di
kaki, wajah membulat dan sembab, otot mengecil, cengeng, rewel, anoreksia,
pembesaran hati, sering disertai infeksi, anemia dan diare, rambut kusam dan mudah
dicabut, gangguan pada kulit, dan pandangan mata yang sayu. Sedangkan gejala dari
marasmic-kwashiorkor yaitu gabungan dari gejala pada marasmus dan kwashiorkor
(Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002).
Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Ambang batas (Z-score)
< -3 SD

Kategori status gizi


Gizi buruk

- 3 SD sampai dengan <-2 SD

Gizi kurang

- 2 SD sampai dengan 2 SD

Gizi baik

> 2 SD

Gizi lebih

Sumber : Kementerian Kesehatan RI, 2011

Antropometri adalah salah satu metode penilaian status gizi secara langsung
yang paling sering digunakan untuk menilai dua masalah utama mengenai gizi yaitu
kurang energi protein (KEP) dan obesitas. Pengukuran antropometri dapat digunakan
untuk melihat pertumbuhan balita yang meliputi massa tubuh, pengukuran linear
(panjang), dan komposisi tubuh. Pengukuran antropometri yang utama yaitu tinggi
badan, berat badan, lingkar lengan, dan lipatan lemak. Salah satu pengukuran
antropometri yang paling sering digunakan untuk melihat pertumbuhan yaitu berat
badan. Untuk menilai status gizi, biasanya berat badan dikaitkan dengan umur
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2010).
Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan massa mineral
tulang. Berat badan menjadi pilihan utama untuk melihat status gizi karena beberapa
alasan antara lain mudah terlihat perubahan dalam waktu yang singkat karena
konsumsi makanan dan keadaan kesehatan, memberikan gambaran status gizi
sekarang, umum dipakai di Indonesia, dan keterampilan pengukur tidak banyak
mempengaruhi hasil pengukuran (Proverawati & Asfuah, 2009).
Umur memegang peranan penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan
berat badan yang akurat tidak memiliki arti apabila tidak disertai dengan penentuan
umur yang tepat. Adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1
tahun, 1,5 tahun, atau 2 tahun merupakan kesalahan yang sering muncul. Oleh karena
itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Penentuan umur adalah 1
tahun = 12 bulan, 1 bulan = 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh,
artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002).
2.2 Balita
Balita merupakan singkatan dari bawah lima tahun, yaitu usia 1 sampai 5
tahun (Sediaoetama, 2000). Salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap
kekurangan gizi adalah balita. Lebih dari setengah kematian anak di negara
berkembang disebabkan oleh kekurangan energi dan protein. Gangguan pada status
gizi ini berhubungan dengan asupan makanan yang dikonsumsi balita (Suprihatin,
2006). Usia balita adalah periode penting dalam tumbuh kembang anak.

Pertumbuhan berkaitan dengan peningkatan secara bertahap dari tubuh, organ,


dan jaringan, sedangkan penampilan kemampuan (skill) yang diakibatkan oleh
kematangan sistem saraf pusat, khususnya otak disebut dengan perkembangan (Dewi,
Pujiastuti, & Fajar, 2013).
Pada masa ini, balita akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat. Jenis-jenis pertumbuhan antara lain pertumbuhan linear dan pertumbuhan
massa jaringan. Pertumbuhan linear berhubungan dengan ukuran panjang, antara lain
panjang atau tinggi badan, lingkar dada, dan lingkar kepala. Ukuran yang rendah
menunjukkan keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita
waktu lampau. Pertumbuhan massa jaringan berhubungan dengan ukuran massa
tubuh, antara lain berat badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak bawah kulit.
Ukuran yang rendah menunjukkan keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan
protein yang diderita pada waktu pengukuran dilakukan (Supariasa, Fajar, & Bakri,
2002). Balita juga mengalami perkembangan, antara lain kemampuan berbahasa,
berkreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia. Anak yang sehat
perkembangannya akan searah dengan pertumbuhannya (Dewi, Pujiastuti, & Fajar,
2013).
Masa lampau berpengaruh besar terhadap masa yang akan datang. Apa yang
diberikan yang dilakukan kepada balita sangat menentukan terhadap pertumbuhan dan
keadaan tubuh, serta beberapa perilaku pada saat remaja dan dewasa kelak. Karena
itu, sejak usia balita orang tua harus memerhatikan pemberian gizi yang diperlukan
oleh si kecil agar ia tumbuh kembang optimal, sehat, serta cerdas sesuai dengan
harapan (Asydhad, 2006).
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
Status gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kondisi balita baik dari faktor internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut antara
lain:
a. Tingkat Pendidikan Ibu
Salah satu faktor penting dalam proses tumbuh kembang anak yaitu
pendidikan orang tua. Tingkat pendidikan yang ditempuh ibu balita akan
mempengaruhi penerimaan pesan dan informasi gizi serta kesehatan anak. Ibu dengan
7

tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan mengenai gizi dan
kesehatan anak (Rahmawati, 2006). Tingkat pendidikan terdiri dari SD, SMP, SMA,
dan Perguruan Tinggi.
Pengetahuan

yang

berhubungan

dengan

masalah

kesehatan

akan

mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan, sehingga kurangnya pengetahuan


tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menerapkan
informasi dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan salah satu penyebab
terjadinya gangguan gizi (Notoatmodjo, 2003).
b. Umur Ibu
Umur yang baik bagi ibu untuk hamil adalah umur 20 - 35 tahun, karena pada
umur yang kurang dari 20 tahun kondisi ibu masih dalam pertumbuhan, sehingga
asupan makanan lebih banyak digunakan untuk mencukupi kebutuhan si ibu. Selain
itu juga secara fisik alat reproduksi pada ibu yang berumur kurang dari 20 tahun juga
belum terbentuk secara sempurna. Pada umumnya rahimnya masih relatif sangat kecil
dan tulang panggul belum cukup besar, keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan
atau terhambatnya pertumbuhan janin. Secara kejiwaan ibu yang berumur kurang dari
20 tahun keadaan emosinya masih labil. Pada umur lebih dari 35 tahun kondisi
kesehatan ibu sudah menurun dan rentan terhadap penyakit, dimana penyakit tersebut
dapat mengganggu peredaran darah ke plasenta sehingga berpengaruh terhadap
pertumbuhan janin. (Unicef, 2002)
c. Paritas atau Jumlah anak
Paritas secara luas mencakup gravida (jumlah kehamilan), partus (jumlah
kelahiran) dan abortus (jumlah keguguran) sedang dalam arti khusus yaitu jumlah
atau banyaknya anak yang dilahirkan.
Paritas dikatakan tinggi bila seorang wanita melahirkan anak ke empat atau
lebih. Anak dengan urutan paritas yang lebih tinggi seperti anak kelima dan
seterusnya yang ternyata kemungkinan untuk menderita gangguan gizi lebih besar
dibandingkan dengan anak 1, 2, 3. Bahaya yang mungkin beresiko terhadap seorang
anak timbul apabila terjadi kelahiran lagi sedangkan anak sebelumnya masih minum
ASI, sehingga perhatian ibu beralih pada anak yang baru lahir. Terhentinya pemberian
ASI merupakan faktor pendorong terjadinya gizi buruk (Sjahmien Moehji, 1992).
8

Resiko pada hasil kehamilan yang buruk disebabkan salah satunya oleh jarak
kehamilan yang pendek (< 2 tahun). Jarak kelahiran yang terlalu dekat menyebabkan
uterus belum dapat pulih sempurna. Termasuk sistem sirkulasi sehingga jika dalam
uterus terdapat janin, maka pertumbuhan mungkin akan terhambat. (Unicef, 2002)
Resiko bagi ibu dan anak yang akan dilahirkan, bahkan anak yang terkecilpun akan
menghadapi bahaya, karena muncul dengan cepat bayi yang baru lahir sehingga
terlantarnya pemeliharaan dan makanan bagi anak tersebut, apabila keadaan sosial
ekonomi rendah. Oleh karena itu sebaiknya jarak kehamilan lebih dari 2 tahun, karena
berhubungan dengan kejadian kesakitan, kematian ibu dan balita. (Pudjiaji, 2000).
d. Pekerjaan Ibu
Pekerjaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah mata pencaharian,
apa yang dijadikan pokok kehidupan,sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan
nafkah. Bertambah luasnya lapangan kerja, semakin mendorong banyaknya kaum
wanita yang bekerja terutama di sektor swasta. Di satu sisi hal ini berdampak positif
bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap
pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian terhadap pemberian makan pada anak
yang kurang, dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi, yang selanjutnya
berpengaruh buruk terhadap tumbuh kembang anak dan perkembangan otak mereka.
(Sri Mulyati, 1990)
e. Pendapatan Keluarga

Daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan keluarga. Orang
miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan.
Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang orang tidak
mampu membeli pangan dalam jumlah yang dibutuhkan. Ada pula keluarga yang
sebenarnya mempunyai penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang
gizi. (Sajogyo, 1994) Pada umumnya tingkat pendapatan naik jumlah dan jenis
makanan cenderung untuk membaik tetapi mutu makanan tidak selalu membaik
(Suharjo dkk, 1986). Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling
rentan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling
kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga
mempengaruhi keadaan gizi. (Suhardjo, 2003)

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional untuk meneliti hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen yang dilakukan observasi dan diukur sekaligus dalam waktu yang
sama.

3.2

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Posyandu kelurahan Jatinegara Kaum pada bulan
Oktober 2015.

3.3

Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1

Populasi dan Sampel


Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita yang
berdomisili di Jatinegara Kaum.

3.2.2

Kriteria Sampel

Kriteria Inklusi
o Ibu memiliki balita
o Berdomisili di Jatinegara Kaum
o Bersedia menjadi responden

Kriteria Ekslusi
o Balita menderita penyakit
o Tidak bersedia menjadi responden

3.4

Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dengan cara wawancara kepada responden
dengan menggunakan kuesioner, pengukuran berat badan dan tinggi badan.

10

3.5

Variabel Penelitian

3.6

Variabel dependen

: Status Gizi

Variabel Independen

: Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Paritas Ibu, Pendapatan.

Pengolahan dan Analisis data


Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan komputerisasi dengan
menggunakan SPSS 22.0.

3.7

Definisi Operasional
No

1.

Variabel
Penelitian
Status gizi
balita

2.

Umur

3.

Pendidikan

4.
5.

6.

Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian


Definisi
Alat Ukur
Skala
Operasional
Ukur
berdasarkan
Timbangan
Nominal
indeks
Microtoise
BB/umur
anak.
Disajikan
dalam Z skor
dengan
menggunakan
baku rujukan
WHO
NCHS
Umur
Kuesioner
Nominal
responden

Tingkat
pendidikan
responden
Pekerjaan
Pekerjaan
responden
Jumlah
Jumlah anak
Anak
yang di miliki
responden
Pendapatan Pendapatan
kelaurga
dalam
sebulan

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Nominal

Hasil Ukur
-Gizi Baik
-Gizi Kurang

- 20-35 Tahun
-< 20 Tahun ;
> 35 tahun
- Rendah
- Tinggi
-Bekerja
-Tidak Bekerja
- 2 Anak
- > 2 Anak
-< 2.4 Juta
-> 2.4 Juta

11

3.7

Kerangka Konsep

12

BAB IV
HASIL

4.1 Profil Komunitas


Wilayah Kelurahan Jatinegara Kaum terdiri dari 8 RW dan 79 RT, dengan jumlah
penduduk 27.303 jiwa dan jumlah KK 8.269. Luas wilayah Kelurahan Jatinegara Kaum
adalah 123,45 Ha, dengan batas wilayah sebagai berikut :
Utara

: Kelurahan Pulogadung

Timur

: Kelurahan Jatinegara

Selatan

: Kelurahan Klender

Barat

: Kelurahan Cipinang

PETA WILAYAH KELURAHAN JATINEGARA KAUM


13

4.2 Analisa Univariat


4.2.1 Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil koesioner yang telah dibagikan di peroleh hasil mengenai
gambaran karakteristik responden yang terdapat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Ibu
Umur Ibu

Frekuensi

Persentase (%)

< 20 Tahun

30

20.1

> 35 Tahun
20-35 Tahun
Jumlah

119
149

79.9
100

Pada tabel 3 di dapatkan karakteristik umur responden yaitu < 20 tahun atau >
35 tahun berjumlah 30 orang (20.1%) dan 20-35 tahun berjumlah 119 orang (79.9%).
Sebagian besar umur responden 20-35 tahun.
Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan

Frekuensi

Persentase (%)

Rendah
Tinggi
Jumlah

63
86
149

42.3
57.7
100

Pada tabel 4 di dapatkan karakteristik tingkat pendidikan responden yaitu


tingkat pendidikan rendah berjumlah 63 orang (42.3%) dan tingkat pendidikan tinggi
berjumlah 86 orang (57.7%). Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan
yang tinggi.
Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan

Frekuensi

Persentase (%)

Tidak Bekerja
Bekerja
Jumlah

110
39
149

73.8
26.2
100

14

Pada tabel 5 di dapatkan karakteristik pekerjaan responden yaitu yang tidak


bekerja berjumlah 110 orang (73.8%) dan yang bekerja berjumlah 39 orang (26.2%).
Sebagian besar responden tidak bekerja.
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak
Jumlah Anak

Frekuensi

Persentase (%)

2
>2
Jumlah

111
38
149

74.5
25.5
100

Pada tabel 6 di dapatkan karakteristik jumlah anak responden yaitu yang


memiliki 2 anak berjumlah 111 orang (74.5%) dan

yang memiliki > 2 anak

berjumlah 38 orang (25.5%). Sebagian besar responden memiliki 2 anak.


Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan
Pendapatan

Frekuensi

Persentase (%)

< 2.4 Juta


> 2.4 Juta
Jumlah

74
75
149

49.7
50.3
100

Pada tabel 7 di dapatkan karakteristik pendapatan responden yaitu yang


memiliki pendapatan < 2.4 Juta berjumlah 74 orang (49.7%) dan yang memiliki
pendapatan > 2.4 Juta berjumlah 75 orang (50.3%). Sebagian besar

responden

memiliki pendapatan > 2.4 Juta.


Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Balita
Jenis Kelamin
Anak

Frekuensi

Persentase (%)

Laki-laki
Perempuan
Jumlah

76
73
149

51
49
100

Pada tabel 8 di dapatkan karakteristik jenis kelamin balita responden yaitu


laki-laki berjumlah 76 orang (51%) dan perempuan berjumlah 73 orang (49%).
Sebagian besar responden memiliki balita laki-laki.
15

Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Gizi (BB/U)


Status Gizi

Frekuensi

Persentase (%)

Gizi Kurang
Gizi Baik
Jumlah

21
128
149

14.1
85.9
100

Pada tabel 9 di dapatkan karakteristik status gizi balita (BB/U) responden


yaitu gizi kurang berjumlah 21 orang (14.1%) dan gizi baik berjumlah 128 orang
(85.9%). Sebagian besar responden memiliki status gizi (BB/U) yaitu gizi baik.
Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Gizi (BB/TB)
Status Gizi

Frekuensi

Persentase (%)

Gizi Kurang
Gizi Baik
Jumlah

8
141
149

5.4
94.6
100

Pada tabel 10 di dapatkan karakteristik status gizi balita (BB/TB) responden


yaitu gizi kurang berjumlah 8 orang (5.4%) dan gizi baik berjumlah 141 orang
(94.6%). Sebagian besar responden memiliki status gizi (BB/TB) yaitu gizi baik.

16

4.3Analisa Bivariat
Tabel 11. Hubungan Umur dengan Status Gizi (BB/U)
Variabel
Umur

Status Gizi
Gizi Kurang

Gizi Baik

<20 Tahun

N
7

%
4.7

N
23

%
15.4

>35 Tahun
20-35 Tahun

14

9.4

105

70.5

0.104

Pada tabel 11 didapatkan bahwa hasil analisis antara umur dengan status gizi (BB/U)
dari 149 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara umur
dengan status gizi (BB/U) (p = 0.104).
Tabel 12. Hubungan Pendidikan dengan Status Gizi (BB/U)
Variabel
Pendidikan
Rendah
Tinggi

Status Gizi
Gizi Kurang
N
10
11

Gizi Baik
%
6.7
7.4

n
53
75

%
35.6
50.3

0.593

Pada tabel 12 didapatkan bahwa hasil analisis antara pendidikan dengan status gizi
(BB/U) dari 149 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan status gizi (BB/U) (p = 0.593).
Tabel 13. Hubungan Pekerjaan dengan Status gizi (BB/U)
Variabel
Pekerjaan
Tidak

Status Gizi
Gizi Kurang
N
19

%
12.8

Gizi Baik
n
91

%
61.1

0.061
Bekerja
Bekerja
2
1.3
37
24.8
Pada tabel 13 didapatkan bahwa hasil analisis antara pekerjaan dengan status gizi
(BB/U) dari 149 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pekerjaan dengan status gizi (BB/U) (p = 0.061).
Tabel 14. Hubungan Jumlah Anak dengan Status gizi (BB/U)

17

Variabel
Jumlah Anak
2
>2

Status Gizi
Gizi Kurang
N
15
6

Gizi Baik

%
10.1
4

n
96
32

%
64.4
21.5

0.728

Pada tabel 14 didapatkan bahwa hasil analisis antara jumlah anak dengan status gizi
(BB/U) dari 149 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
jumlah anak dengan status gizi (BB/U) (p = 0.728).
Tabel 15. Hubungan Pendapatan dengan Status gizi (BB/U)
Variabel
Pendapatan
< 2.4 Jt
>2.4 Jt

Status Gizi
Gizi Kurang
N
13
8

Gizi Baik
%
8.7
5.4

n
61
67

%
40.9
45

0.226

Pada tabel 15 didapatkan bahwa hasil analisis antara obesitas dengan status gizi
(BB/U) dari 149 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pendapatan dengan status gizi (BB/U) (p = 0.226).
Tabel 16. Hubungan Umur dengan Status Gizi (BB/TB)
Variabel
Umur

Status Gizi
Gizi Kurang

Gizi Baik

<20 Tahun

N
2

%
1.3

N
28

%
18.8

>35 Tahun
20-35 Tahun

141

75.8

0.724

Pada tabel 16 didapatkan bahwa hasil analisis antara umur dengan status gizi (BB/TB)
dari 149 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara umur
dengan status gizi (BB/TB) (p = 0.724).
Tabel 17. Hubungan Pendidikan dengan Status Gizi (BB/TB)
Variabel
Pendidikan
Rendah
Tinggi

Status Gizi
Gizi Kurang
N
4
4

Gizi Baik
%
2.7
2.7

n
59
82

%
39.6
55

0.65

18

Pada tabel 17 didapatkan bahwa hasil analisis antara pendidikan dengan status gizi
(BB/TB) dari 149 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan status gizi (BB/TB) (p = 0.65).
Tabel 18. Hubungan Pekerjaan dengan Status gizi (BB/TB)
Variabel
Pekerjaan

Status Gizi
Gizi Kurang

Gizi Baik

Tidak

N
5

%
3.4

n
105

%
70.5

Bekerja
Bekerja

36

24.2

0.454

Pada tabel 18 didapatkan bahwa hasil analisis antara pekerjaan dengan status gizi
(BB/TB) dari 149 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pekerjaan dengan status gizi (BB/U) (p = 0.454).

19

Tabel 19. Hubungan Jumlah Anak dengan Status gizi (BB/TB)


Variabel
Jumlah Anak
2
>2

Status Gizi
Gizi Kurang
n
6
2

Gizi Baik
%
4
1.3

n
105
36

%
70.5
24.2

0.973

Pada tabel 19 didapatkan bahwa hasil analisis antara jumlah anak dengan status gizi
(BB/TB) dari 149 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
jumlah anak dengan status gizi (BB/TB) (p = 0.973).
Tabel 20. Hubungan Pendapatan dengan Status gizi (BB/TB)
Variabel
Pendapatan
< 2.4 Jt
>2.4 Jt

Status Gizi
Gizi Kurang
N
7
1

Gizi Baik
%
4.7
0.7

n
67
74

%
45
49.7

0.028

Pada tabel 20 didapatkan bahwa hasil analisis antara obesitas dengan status gizi
(BB/TB) dari 149 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan antara
pendapatan dengan status gizi (BB/TB) (p = 0.028).

20

BAB V
DISKUSI
5.1 Pembahasan
5.1.1 Hubungan antara umur ibu dengan status gizi balita
Pada penelitian ini sebagian responden berumur 20-35 tahun dan sebagian besar
memiliki status gizi pada balita dalam kategori gizi baik. Hubungan antara umur dengan
status gizi (BB/U) dapat di liat dari nilai p = 0.104 ( p > 0.05 ). Ini berarti tidak ada
hubungan antara umur dengan status gizi (BB/U). Sedangkan Hubungan antara umur
dengan status gizi (BB/TB) dapat di liat dari nilai p = 0.724 ( p > 0.05 ). Ini berarti tidak
ada hubungan antara umur dengan status gizi (BB/TB).
Umur yang baik untuk hamil yaitu antara 20-35 tahun. Tetapi dalam kenyataan
masih banyak wanita yang melahirkan dibawah umur 20 tahun dengan status gizi balita
normal. Hal ini dikarenakan faktor kesungguhan ibu dalam merawat, mengasuh serta
membesarkan anaknya. Sikap dan pengetahuan tentang gizi anak yang cukup akan
memberikan dampak pada pola pemberian makan yang diberikan kepada anak balita
sehingga berpengaruh terhadap status gizi anak balita tersebut.
Hal ini sejalan dengan penelitian Arif Wahyu Himawan (2006) yang didapatkan
bahwa tidak ada hubungan antara umur ibu dengan status gizi balita, hal ini ditunjukan
dari hasil uji Chi Square sebesar 0,119 dengan signifikansi 0,730.

5.1.2 Hubungan antara pendidikan dengan status gizi


Pada penelitian ini sebagian responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi
dan sebagian besar memiliki status gizi pada balita dalam kategori gizi baik. Hubungan
antara pendidikan dengan status gizi (BB/U) dapat di liat dari nilai p = 0.593 ( p > 0.05 ).
Ini berarti tidak ada hubungan antara pendidikan dengan status gizi (BB/U). Sedangkan
Hubungan antara pendidikan dengan status gizi (BB/TB) dapat di liat dari nilai p = 0.65 (
p > 0.05 ). Ini berarti tidak ada hubungan antara pendidikan dengan status gizi (BB/TB).
Dari data diperoleh bahwa pendidikan ibu sebagian besar masih tergolong rendah,
namun status gizi balita cenderung normal. Hal ini dikarenakan faktor kesungguhan ibu
balita dalam peningkatan pendidikan baik yang dilakukan dengan keaktifan dalam
21

kegiatan posyandu maupun dari frekuensi kontak dengan media masa. Hal ini bisa
dijadikan landasan untuk menambah pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Isnansyah (2006) melalui uji korelasi Spearman yang menunjukkan adanya hubungan
positif dan sangat signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita.
Temuan dalam penelitian yang dilakukan Sen, Bharati, Som, Pal, & Bharati (2011) juga
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan merupakan satu-satunya variabel yang
ditemukan yang dapat mempengaruhi gizi anak.
Sedangkan hal ini sejalan dengan penelitian Retno Dyah Palupi (2014) dengan uji
Chi-square antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi baik dan gizi kurang pada
balita didapatkan nilai p sebesar 0,077 > (0,05) yang berarti Ho diterima dan tidak ada
hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi baik dan gizi
kurang pada balita di Desa Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas.
Hal ini sejalan dengan pendapat Benny A. Kodyat (1997), yang menyatakan
bahwa peningkatan tingkat pendidikan akan mempermudah seseorang menerima
informasi, termasuk informasi gizi dan kesehatan sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan gizi dan kesehatan yang selanjutnya akan menimbulkan sifat yang positif
dibidang kesehatan. Keadaan ini akan mencegah masalah gizi yang tidak diinginkan.

5.1.3 Hubungan antara pekerjaan dengan status gizi


Pada penelitian ini sebagian responden tidak bekerja dan sebagian besar memiliki
status gizi pada balita dalam kategori gizi baik. Hubungan antara pekerjaan dengan status
gizi (BB/U) dapat di liat dari nilai p = 0.061 ( p > 0.05 ). Ini berarti tidak ada hubungan
antara pekerjaan dengan status gizi (BB/U). Sedangkan Hubungan antara pekerjaan
dengan status gizi (BB/TB) dapat di liat dari nilai p = 0.454 ( p > 0.05 ). Ini berarti tidak
ada hubungan antara pekerjaan dengan status gizi (BB/TB).
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isnansyah (2006)
melalui uji korelasi, menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi balita. Ibu yang tidak bekerja secara otomatis tidak akan
mendapatkan penghasilan sehingga ada kemungkinan kurang mencukupi kebutuhan gizi
balita sehari-hari, padahal asupan nutrisi yang dikonsumsi kemungkinan besar dapat
22

mempengaruhi status gizi balita, sehingga butuh pengawasan dari keluarga agar dapat
memberikan asupan makanan yang cukup dan bergizi.
Namun demikian, hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kristianti, Suriadi, & Parjo (2013) yang didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan
antara pekerjaan ibu dengan status gizi anak usia 4-6 tahun di TK Salomo, hal ini
ditunjukan dari hasil uji Chi-square dengan p value= 0,805. Hasil penelitian
mendapatkan data sebagian besar ibu bekerja, namun status gizi balita tergolong status
gizi baik. Menurut Kristianti, Suriadi, & Parjo (2013), hal ini bisa disebabkan karena
adanya faktor lain yang menunjang ibu-ibu yang bekerja memiliki anak dengan status
gizi yang baik yaitu pendapatan keluarga. Keluarga dengan pendapatan lebih
kemungkinan besar akan baik bahkan berlebihan dalam memenuhi kebutuhan makanan,
sebaliknya keluarga dengan pendapatan.
5.1.4 Hubungan antara jumlah anak dengan status gizi
Pada penelitian ini sebagian responden memiliki anak 2 dan sebagian besar
memiliki status gizi pada balita dalam kategori gizi baik. Hubungan antara jumlah anak
dengan status gizi (BB/U) dapat di liat dari nilai p = 0.728 ( p > 0.05 ). Ini berarti tidak
ada hubungan antara jumlah anak dengan status gizi (BB/U). Sedangkan Hubungan
antara jumlah anak dengan status gizi (BB/TB) dapat di liat dari nilai p = 0.973 ( p >
0.05 ). Ini berarti tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan status gizi (BB/TB).
Hal ini sejalan dengan penelitian Simbolon (2008) di Kelurahan Sicanang
Belawan Kecamatan Medan Belawan menggunakan desain cross sectional yang
mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jumlah anak dengan
status gizi anak dengan nilai p=0,842. Namun tidak sejalan dengan penelitian Nurjana
dan Septiani, (2013)yang menyatakan memiliki anak terlalu banyak menyebabkan kasih
sayang pada anak terbagi.
Hal ini sejalan dengan pendapat dari Sjahmien Moehji (1992), yang menyatakan
bahwa anak dengan urutan paritas yang lebih tinggi seperti anak kelima dan seterusnya
yang ternyata kemungkinan untuk menderita gangguan gizi lebih besar dibandingkan
dengan anak 1, 2,3.
Jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi ketersediaan pangan keluarga. Pada
tingkat penghasilan yang berbeda akan menghasilkan tingkat ketersediaan pangan yang
23

berbeda pula. Jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan status ekonomi yang
rendah mempunyai peluang anak menderita gizi buruk. Keterlibatan ibu ikut mencari
nafkah untuk membantu perekonomian keluarga menyebabkan pemenuhan gizi balita
terabaikan. (Faradevi, 2011)

5.1.5 Hubungan antara pendapatan dengan status gizi


Pada penelitian ini sebagian responden memiliki pendapatan > 2.4 Juta dan
sebagian besar memiliki status gizi pada balita dalam kategori gizi baik. Hubungan
antara pendapatan dengan status gizi (BB/U) dapat di liat dari nilai p = 0.226 ( p >
0.05 ). Ini berarti tidak ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi (BB/U).
Sedangkan Hubungan antara pendapatan dengan status gizi (BB/TB) dapat di liat dari
nilai p = 0.028 ( p < 0.05 ). Ini berarti ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi
(BB/TB).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Isnansyah (2006) melalui
uji korelasi Spearman, menunjukkan adanya hubungan yang positif dan sangat signifikan
antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita. Keluarga dengan pendapatan yang
rendah lebih banyak menderita gizi kurang dibandingkan dengan keluarga yang memiliki
pendapatan yang cukup maupun tinggi (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002).
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara
pendapatan keluarga dengan status gizi (p=0,024). Semakin besar pendapatan keluarga
maka semakin baik status gizi balita dan sebaliknya (Patodo, 2012). Analisis Chi-square
menunjukkan bahwa status ekonomi merupakan faktor yang berhubungan dengan status
gizi kurang pada balita dengan signifikansi 0,003 (Permana, 2011).
Menurut Apriadji (1986) dalam Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat
(2010), pendapatan keluarga akan mempengaruhi daya beli keluarga sehingga akan
berpengaruh terhadap status kesehatan. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan
makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan
makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan.
Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi
kebutuhan makanannya sesuai dengan zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh

24

.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah di usahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur,
namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu masih banyak faktor yang belum
di teliti seperti tingkat pengetahuan, pola konsumsi makanan dan lain-lain.
Luasnya jangkauan lokasi sampel atau responden sehingga sampel yang
diteliti kurang. Sedikitnya sampel penelitian karena keterbatasan peneliti sehingga
akan berpengaruh pada ketelitian dari hasil penelitian. Hal yang lain yaitu kondisi ibu
dan anak balita yaitu ibu dan anak balita yang dijadikan sampel harus sesuai dengan
pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan sampel.

25

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesma kelurahan Jatinegara Kaum
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita dengan responden sebanyak
149 ibu balita, dapat disimpulkan bahwa :
1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan status gizi balita di
Kelurahan Jatinegara Kaum
2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di
Kelurahan Jatinegara Kaum
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita di
Kelurahan Jatinegara Kaum
4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara Paritas dengan status gizi balita di
Kelurahan Jatinegara Kaum
5. Ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita di
Kelurahan Jatinegara Kaum

5.2 Saran
Saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan ibu masih tergolong rendah, sehingga diharapkan adanya usaha untuk
meningkatkan pendidikan gizi bagi ibu yang dapat dilakukan melalui penyuluhan
tentang gizi dan kesehatan dengan cara kunjungan rumah oleh bidan desa setempat
atau petugas gizi dari wilayah setempat.
2. Masih terdapat umur ibu yang hamil pada umur kurang dari 20 tahun dan diatas 35
tahun, sehingga diharapkan adanya penyuluhan tentang Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) untuk menjamin kehamilan dan kelahiran yang lebih aman serta mengurangi
resiko bayi lahir dengan BB rendah. Bayi dengan BB lahir rendah memiliki
kemungkinan kecil untuk dapat tumbuh dengan baik dan akan lebih mudah terserang
penyakit yang nantinya akan mempengaruhi satus gizinya
3. Bagi ibu yang mempunyai balita dan harus meninggalkan balita karena kegiatan atau
kesibukan diluar rumah, alangkah baiknya balita yang ditinggalkan dapat
26

dipercayakan kepada pengasuh atau anggota keluarga yang lain untuk dirawat dan
diberi konsumsi makanan yang baik.
4. Peningkatan keaktifan bagi ibu balita dalam kegiatan posyandu, hal ini dapat
digunakan untuk memantau pertumbuhan balita dan dapat meningkatkan kesehatan
bagi anak balita tersebut
5. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti faktor-faktor lain yang belum
diteliti dalam penelitian ini yang berhubungan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi terhadap balita dengan sampel yang lebih besar dan ruang
lingkup yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan ketelitian hasil penelitian.

27

DAFTAR PUSTAKA
Arisman, MB., 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Edisi kedua, Jakarta: EGC.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. (2010). Gizi dan kesehatan masyarakat.
Jakarta: Rajawali Pers.
Departemen Kesehatan RI, 2005. Gizi Dalam Angka. Dirjen Bina Masyarakat Direktorat
Gizi Masyarakat, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan 2005-2025. Jakarta.
Dewi, A. B. F. K., Pujiastuti, N. & Fajar, I. (2013). Ilmu gizi untuk praktisi kesehatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Faradevi, R. (2011). Perbedaan Besar Pengeluaran Keluarga, Jumlah Anak serta Asupan
Energi dan Protein Balita antara Balita Kurus dan Normal. (Skripsi), Universitas
Diponegoro, Semarang. Retrieved 22 Oktober 2013, from
http://eprints.undip.ac.id/32558/1/382_Reny_Faradevi_G2C309004.pdf
Isnansyah, Y. (2006). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak bawah lima
tahun di Desa Tinggarjaya Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas. (Skripsi),
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak.
Retrieved 16 Juni 2013, from http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/11/buku-skantropometri-2010.pdf
Kristianti, D., Suriadi, & Parjo. (2013). Hubungan antara karakteristik pekerjaan ibu dengan
status gizi anak usia 4-6 tahun Di TK Salomo Pontianak. Jurnal Publikasi Mahasiswa
Keperawatan FK UNTAN, 3(1). Retrieved 23 Januari 2014, from
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/view/3804/3807
Patodo, S. (2012). Faktor faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Wawonasa Kota Manado Tahun 2012. Retrieved 30 Juni 2013
Permana, W. E. (2011). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi kurang pada
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Baturaden II. (Skripsi), Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
Proverawati, A., & Asfuah, S. (2009). Buku ajar gizi untuk kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Proverawati, A., & Asfuah, S. (2009). Buku ajar gizi untuk kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Pudjiadji. 2000. Ilmu Gizi Klinis Anak. Jakarta FKUI

28

Rahmawati, D. (2006). Status gizi dan perkembangan anak di Taman Pendidikan Karakter
Semai Benih Bangsa Sutera Alam, Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Bogor. (Skripsi),
Institut Pertanian Bogor, Bogor. Retrieved 30 Juni 2013, from
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/1673/Rahmawati.
%20Dina_A2006.pdf
Sandjaja, et al. (2010). Gizi. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Sayogya. 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta:
UGM
Sediaoetama, A. D. (2000). Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid I. Jakarta: Dian
Rakyat.
Sjahmien Moehji.2003. Ilmu Gizi 2 Penaggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas Sinar
Sinanti
Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Bina Aksara
Sri Mulyati. 1990. Penelitian Gizi dan Makanan. Puslitbang Bogor
Supariasa, I. D. N., Bakri, B., & Fajar, I. (2002). Penilaian status gizi. Jakarta: EGC.
Suprihatin. (2006). Pengaruh kecacingan terhadap kejadian berat badan bawah garis merah
(BGM) pada balita usia 2-5 tahun di wilayah Puskesmas Kandangan Kabupaten
Tamanggung (Skripsi). Retrieved 20 Oktober 2013, from
http://eprints.undip.ac.id/9148/1/2871.pdf
Unicef. 2002. Pedoman Hidup Sehat. Jakarta: Unicef

29

Lampiran
Case Processing Summary
Cases
Valid
N

Missing
Percent

Total

Percent

Percent

Umur * BB_U

149

100,0%

0,0%

149

100,0%

Umur * BB_TB

149

100,0%

0,0%

149

100,0%

Pendidikan * BB_U

149

100,0%

0,0%

149

100,0%

Pendidikan * BB_TB

149

100,0%

0,0%

149

100,0%

Pekerjaan * BB_U

149

100,0%

0,0%

149

100,0%

Pekerjaan * BB_TB

149

100,0%

0,0%

149

100,0%

Jumlah_Anak * BB_U

149

100,0%

0,0%

149

100,0%

Jumlah_Anak * BB_TB

149

100,0%

0,0%

149

100,0%

Pendapatan * BB_U

149

100,0%

0,0%

149

100,0%

Pendapatan * BB_TB

149

100,0%

0,0%

149

100,0%

Umur * BB_U
Crosstab
BB_U
Gizi Kurang
Umur

<20 tahun ; > 35 tahun

20-35 tahun

Count

Total

23

30

Expected Count

4,2

25,8

30,0

Count

14

105

119

16,8

102,2

119,0

21

128

149

21,0

128,0

149,0

Expected Count
Total

Gizi Baik

Count
Expected Count

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction

Likelihood Ratio

df

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

2,648a

,104

1,779

,182

2,384

,123

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

,139
2,631

,095

,105

149

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,23.
b. Computed only for a 2x2 table

30

Umur * BB_TB
Crosstab
BB_TB
Gizi Kurang
Umur

<20 tahun ; > 35 tahun

Count
Expected Count

20-35 tahun

Total

28

30

1,6

28,4

30,0

113

119

6,4

112,6

119,0

141

149

8,0

141,0

149,0

Count
Expected Count

Total

Count
Expected Count

Gizi Baik

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df
a

,724

,000

1,000

,118

,731

,124
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

,662

Linear-by-Linear Association

,124

N of Valid Cases

149

,505

,725

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,61.
b. Computed only for a 2x2 table

Pendidikan * BB_U
Crosstab
BB_U
Gizi Kurang
Pendidikan

Rendah

Tinggi

Total

Count

10

53

63

Expected Count

8,9

54,1

63,0

11

75

86

12,1

73,9

86,0

21

128

149

21,0

128,0

149,0

Count
Expected Count

Total

Gizi Baik

Count
Expected Count

31

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df
a

,593

,088

,767

,283

,595

,285
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

,638

Linear-by-Linear Association

,283

N of Valid Cases

149

,381

,594

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,88.
b. Computed only for a 2x2 table

Pendidikan * BB_TB
Crosstab
BB_TB
Gizi Kurang
Pendidikan

Rendah

Count
Expected Count

Tinggi

Count
Expected Count

Total

Count
Expected Count

Gizi Baik

Total

59

63

3,4

59,6

63,0

82

86

4,6

81,4

86,0

141

149

8,0

141,0

149,0

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction

Likelihood Ratio

df

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

,206a

,650

,007

,931

,204

,651

Fisher's Exact Test

,722

Linear-by-Linear Association

,205

N of Valid Cases

149

,459

,651

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,38.
b. Computed only for a 2x2 table

32

Pekerjaan * BB_U
Crosstab
BB_U
Gizi Kurang
Pekerjaan

Tidak Bekerja

Count

Total

Total

19

91

110

15,5

94,5

110,0

37

39

Expected Count

5,5

33,5

39,0

Count

21

128

149

21,0

128,0

149,0

Expected Count
Bekerja

Gizi Baik

Count

Expected Count

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction

df

Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

,061

2,576

,108

4,168

,041

3,507
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

,066

Linear-by-Linear Association

3,484

N of Valid Cases

,047

,062

149

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Pekerjaan * BB_TB
Crosstab
BB_TB
Gizi Kurang
Pekerjaan

Tidak Bekerja

Count
Expected Count

Bekerja

Count
Expected Count

Total

Count
Expected Count

Gizi Baik

Total

105

110

5,9

104,1

110,0

36

39

2,1

36,9

39,0

141

149

8,0

141,0

149,0

33

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df
a

,454

,113

,737

,522

,470

,561
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

,432

Linear-by-Linear Association

,557

N of Valid Cases

149

,349

,455

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,09.
b. Computed only for a 2x2 table

Jumlah_Anak * BB_U
Crosstab
BB_U
Gizi Kurang
Jumlah_Anak

>= 2

Count

Total

Total

15

96

111

15,6

95,4

111,0

32

38

Expected Count

5,4

32,6

38,0

Count

21

128

149

21,0

128,0

149,0

Expected Count
>2

Gizi Baik

Count

Expected Count

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction

Likelihood Ratio

df

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

,121a

,728

,006

,938

,119

,731

Fisher's Exact Test

,788

Linear-by-Linear Association

,120

N of Valid Cases

149

,456

,729

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,36.
b. Computed only for a 2x2 table

34

Jumlah_Anak * BB_TB
Crosstab
BB_TB
Gizi Kurang
Jumlah_Anak

>= 2

Count
Expected Count

>2

Count
Expected Count

Total

Count
Expected Count

Gizi Baik

Total

105

111

6,0

105,0

111,0

36

38

2,0

36,0

38,0

141

149

8,0

141,0

149,0

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df
a

,973

,000

1,000

,001

,973

,001
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

1,000

Linear-by-Linear Association

,001

N of Valid Cases

149

,668

,973

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,04.
b. Computed only for a 2x2 table

Pendapatan * BB_U
Crosstab
BB_U
Gizi Kurang
Pendapatan

< 2.4 Jt

Count
Expected Count

> 2.4 Jt

Count
Expected Count

Total

Count
Expected Count

Gizi Baik

Total

13

61

74

10,4

63,6

74,0

67

75

10,6

64,4

75,0

21

128

149

21,0

128,0

149,0

35

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df
a

,226

,951

,330

1,477

,224

1,465
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

,248

Linear-by-Linear Association

1,455

N of Valid Cases

,165

,228

149

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,43.
b. Computed only for a 2x2 table

Pendapatan * BB_TB
Crosstab
BB_TB
Gizi Kurang
Pendapatan

< 2.4 Jt

Count
Expected Count

> 2.4 Jt

Count
Expected Count

Total

Count
Expected Count

Gizi Baik

Total

67

74

4,0

70,0

74,0

74

75

4,0

71,0

75,0

141

149

8,0

141,0

149,0

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction

Likelihood Ratio

df

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

4,841a

,028

3,374

,066

5,403

,020

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

,034
4,809

,030

,028

149

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,97.
b. Computed only for a 2x2 table

36

You might also like