Professional Documents
Culture Documents
KLB
I.
SKENARIO
NAMA PENYAKIT
JAN 2014
FEB 2014
MAR 2014
O
1.
2.
3.
4.
5.
DBD
Thyphoid fever
Diare
Tetanus neonatorum
ISPA
12
5
10
2
8
15
8
11
4
10
10
8
8
9
10
Dari data yang ada Kepala Puskesmas melihat adanya peningkatan insidens salah satu
penyakit
selama
bulan
berturut-turut
sehingga
perlu
dilakukan
upaya
TUJUAN PEMBELAJARAN :
a. Mahasiswa mengetahui definisi/batasan/deskripsi KLB
b. Mahasiswa mengetahui kriteria kerja KLB
c. Mahasiswa menentukan jenis penyakit mana dari data diatas yang mengetahui
kriteria KLB
d. Mahasiswa mampu menentukan keluasan penyelidikan dan kecepatan cara
penanggulangan
e. Mahasiswa mampu memberikan rekomendasi cara penanggulangan KLB
diatas
f. Mengembangkan cara berpikir mahasiswa dalam pemecahan masalah KLB
secara terpadu dari IKM (epidemiologi, kesehatan lingkungan, biostatistik,
manajemen, metodologi riset, kedokteran keluarga, ilmu gizi).
BAB I
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu, masih sering terjadi di Indonesia (Depkes, 2004).
Kejadian luar biasa adalah salah satu status yang diterapkan Indonesia untuk
mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Di sebuah
Puskesmas, tetanus neonatorum memenuhi kriteria KLB. Tetanus neonatorum
diderita oleh bayi usia 0-28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan
oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat
hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin
memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Namun, banyak masalah pada
bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian
biokimia dan faali.
Tetanus neonatorum masih banyak terdapat di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Memiliki tingkat kematian bayi yang tinggi, sekitar 80 %. Di
Indonesia pada saat ini persalinan yang ditolong di rumah sakit hanya 10 15 %, 10
% lagi ditolong oleh bidan swasta, sedangkan sisanya 75 80 % masih ditolong oleh
dukun. (Rustam Mochtar, 1998)
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian.
Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah
usia satu bulan. Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun,
akan tetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Penyebabnya
adalah spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan
atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan. Faktor lain yang menjadi
penyebabnya karena kekebalan ibu saat hamil dan risiko pencemaran lingkungan fisik
dan biologik.
WHO menunjukkan angka kematian akibat tetanus di negara berkembang
adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi
karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Menurut
laporan kerja WHO pada bulan April 1994, dari 8,1 juta kematian bayi di dunia,
sekitar 48% adalah kematian neonatal. Dari seluruh kematian neonatal, sekitar 42%
2
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penyebab angka kejadian KLB Tetanus Neonatorum di
Puskesmas X masih tinggi.
2. Untuk mengetahui beberapa faktor risiko yang memengaruhi timbulnya
KLB Tetanus Neonatorum di Puskesmas X.
3. Untuk mengetahui cara penanggulangan KLB tetanus neonatorum di
Puskesmas X.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan Tetanus Neonatorum agar tidak terjadi
lagi.
BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN
2.1. Analisa
1. Skenario
Kepala Puskesmas melakukan evaluasi laporan data insidens penyakit terbanyak di
wilayah kerjanya selama 3 bulan pertama di tahun 2014. Didapatkan data 5
penyakit terbanyak di Puskesmas X tahun 2013 sebagai berikut :
NO NAMA PENYAKIT
JAN 2014
FEB 2014
MAR 2014
1
DBD
12
15
10
2
Typhoid fever
5
8
8
3
Diare
10
11
8
4
Tetanus neonatorum
2
4
9
5
ISPA
8
10
10
Dari data yang ada, kepala puskesmas melihat adanya peningkatan insidens salah
satu penyakit selama 3 bulan berturut-turut sehingga perlu dilakukan upaya
penanggulangan terhadap kejadian tersebut.
2. Analisa KLB Tetanus Neonatorum
a. KLB
1) Definisi
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut Tamher (2008) adalah salah suatu
status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa
merebaknya suatu wabah penyakit yang statusnya diatur oleh pemerintah.
Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Pengungkapan adanya wabah yang
sering dilakukan atau didapatkan adalah dengan deteksi dari analisis data
survei rutin atau adanya laporan petugas, pamong, atau warga yang cukup
peduli. Dengan kata lain, KLB bertujuan supaya menghentikan meluasnya
suatu penyakit (penanggulangan) serta mencegah terulangnya KLB di masa
yang akan datang (pengendalian). Sedangkan status Kejadian Luar Biasa
diatur
oleh
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
949/MENKES/SK/VII/2004.
2) Kriteria KLB
Tamher (2008) menjabarkan kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu
pada ketentuan yang diatur oleh pemerintah. Di Indonesia, suatu penyakit
dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), jika ada unsur:
a) Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal
b) Angka kejadian penyakit/kematian meningkat secara terus menerus
>2x dibandingkan periode yag sama dan kurun waktu per tahun
sebelumnya
h) Beberapa penyakit khusus: kholera, DHF atau DSS:
Suatu kejadian luar biasa bisa ditetapkan menurut salah satu atau lebih dari
kriteria tersebut diatas.
b. Tetanus Neonatorum
1)
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani, yang merupakan obligat anaerob, gram
positif batang yang motil dan mudah bentuk endospora, ditandai dengan
spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan
menimbulkan
paralitik
spastik
yang
disebabkan
tetanospasmin.
Epidemiologi
Organisasi
Kesehatan
berkomitmen
untuk
menghilangkan tetanus neonatorum pada tahun 1995. Tiga tahun setelah itu
(1998),
infeksi
itu
menewaskan
lebih
dari
400.000
bayi
per
adalah satu kasus per seribu kelahiran di masing-masing wilayah dari setiap
negara. WHO mengestimasikan 59.000 neonatus seluruh dunia mati
akibat tetanus neonatorum.
Kasus tetanus Neonatorum di Indonesia masih tinggi, data tahun
2007 sebesar 12,5 per 1000 kelahiran hidup; sedangkan target Eliminasi
Tetanus Neonatorum (ETN) yang ingin dicapai adalah 1 per 1000 kelahiran
hidup. (Survey Penduduk Antar-Sensus (Supas, 2008). Beberapa upaya telah
dilakukan antara lain dengan imunisasi TT diberikan sejak bayi, DPT 3x
murid Sekolah Dasar, meningkatkan cakupan imunisasi TT pada Calon
Penganten (Caten), Ibu Hamil (Bumil) dan Wanita Usia Subur (WUS),
surveilans Tetanus Neonatorum dan persalinan bersih.
Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan
menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran
hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan
angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40 kasus/tahun, 50%
terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok
> 10 tahun, dan sisanya pada bayi <12 bulan. Angka kematian keseluruhan
antara 6,7-30%.
3)
Faktor Risiko
Faktor risiko Tetanus Neonatorum terdiri dari 2 faktor yaitu faktor
medis dan faktor non medis. Faktor medis meliputi kurangnya standar
perawatan prenatal (kurangnya perawatan antenatal pada ibu hamil,
kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya imunisasi tetanus
toxoid), perawatan perinatal (kurang tersedianya fasilitas persalinan dan
tenaga medis sehingga banyak persalinan yang dilakukan di rumah dan
penggunaan alat-alat yang tidak steril, termasuk dalam penanganan tali
pusat) dan perawatan neonatal (neonatus lahir dalam keadaan tidak steril,
tingginya prematuritas, dsb) sedangkan untuk faktor non medis berhubungan
dengan adat istiadat setempat.
Penyebab penyakit Tetanus Neonatorum adalah sebagai berikut.
a) Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat seringkali
meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum.
b) Cara perawatan tali pusat dengan teknik tradisional
8
Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi
melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani.
Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari
ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).
b. Analisis Kasus
1) Masukan
a) Tenaga
1)) Tenaga kesehatan kurang kompeten
Tenaga penolong persalinan kurang melakukan pelatihan sehingga
penanganannya kurang tepat dan masih banyak ditemukan persalinan
yang tiba-tiba mengalami komplikasi dan memerlukan penanganan
yang profesional tetapi tidak ditangani secara memadai dan tepat
waktu sehingga mengakibatkan kematian.
2)) Kurangnya tenaga kesehatan
Kurangnya tenaga kesehatan dapat menyebabkan persalinan tidak
ditangani dengan benar sehingga bisa menimbulkan komplikasi baik
pada ibu maupun pada bayi.
b) Fasilitas
1) Fasilitas yang Kurang Memadai
Karena keterbatasan fasilitas di puskesmas serta pelayanan antenatal
care yang kurang memadai sehingga membuat masyarakat menjadi
enggan untuk melakukan persalinan di puskesmas padahal jika
masyarakat lebih mengerti tentang pentingnya melakukan control rutin
ke puskesmas secara tidak langsung akan menurunkan resiko
komplikasi saat melakukan persalinan.
2) Proses
a) Metode
1) Alat Pemotong yang Tidak Steril
Masyarakat
yang
memperhatikan
sering
kebersihan
berobat
dan
ke
dukun
prosedur
kadang
tidak
pelaksanaan,
dapat
12
FISHBONE DIAGRAM
Tenaga Penolong
Kurang Kompeten
MASUKAN
N
PROSES
Alat Pemotong
Tidak Steril
Cara penyimpanan
vaksin
TENAGA
MANAJEMEN
FASILITAS
KLB TETANUS
NEONATORUM
Kepercayaan Terhadap
Dukun
Sanitasi yang Buruk
PERAN SERTA
MASYARAKAT
KEBIJAKAN
Kurangnya Pengetahuan
Pemberian Imunisasi TT
LINGKUNGAN
2.2 Pembahasan
Berbagai permasalahan diatas dapat menyebabkan terjadinya KLB tetanus
neonatorum. Oleh sebab itu, akan dibahas upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi beberapa permasalahan tersebut.
1. Kurangnya pengetahuan tentang sterilitas alat pemotong tali pusat dan cara
merawat tali pusat.
Masyarakat kebanyakan kurang mengetahui pentingnya sterilitas alat pemotong
tali pusat bayi dan cara merawat tali pusat sehingga mereka cenderung untuk
mengabaikan hal ini. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian info mengenai
kebersihan alat pemotong tali pusat dan cara merawat tali pusat yang benar
sehingga dapat mengurangi angka kejadian tetanus neonatorum.
13
14
BAB III
RENCANA PROGRAM
3.1. TABEL PRIORITAS JALAN KELUAR
No.
1.
Masalah
Pemberian pelatihan
pada tenaga kesehatan
2.
Penyuluhan
Keterangan :
P
M
Efektifitas
Efisiensi
Hasil
12
41,6
P=
Maka, prioritas jalan keluar yang terpilih adalah menerapkan reward dan
punishment kepada masyarakat.
15
Kegiatan
Sasaran
Target
1.
Pembentukan
Tim
Pegawai
Puskesmas
Terbentuknya
panitia
2.
Penyusunan
Volume
Kegiatan
1 kali
Rincian
Kegiatan
- Menentukan
calon ketua
Tim
- Pemungutan
suara
- Pembentukan
panitia
1 kali
Menyusun
Balai desa
rencana
kegiatan
Membagi tugas
kerja tiap
panitia
3.
Penyuluhan
Ibu hamil,
wanita usia
subur
Mampu
memahami
arti tetanus
neonatorum
dan cara
pencegahann
ya
Sebulan
sekali
- Pemberian
materi tentang
Tetanus
Neonatorum
Lokasi
Pelaksanaan
Balai Desa
Balai desa
Tenaga
Pelaksanaan
Dokter
Puskesmas
Kepala Desa
Kepala
Puskesmas
- Dokter
Puskesmas
- Kader
- Petugas
kesehatan
Dokter
puskesmas
Jadwal
Sabtu
Minggu
Kebutuhan
Pelaksanaan
Konsumsi
Tempat
Sound system
Kursi
Meja
Papan tulis
Sabtuminggu
Konsumsi
Tempat
Sound system
Kursi
Meja
Sabtuminggu
Konsumsi
Tempat
Sound system
Kursi
Meja
Materi
Penyuluhan
16
4.
Pelatihan
Tenaga
kesehatan,
dukun, dan
bidan
5.
Evaluasi
Tim
evaluasi
Meminimalis
asi terjadi
tetanus
neonatorum
Sebulan - Pelatihan
sekali
tenaga
kesehatan,
dukun dan
bidan
Puskesmas
Dokter
puskesmas
Sabtu/Min
ggu
Terlaksanany
a persalinan
yang steril
Berkurangny
a kejadian
tetanus
neonatorum
3 bulan
sekali
Balai Desa
Semua tim
evaluasi
Sabtu /
minggu
- Evaluasi
- Pemantauan
- Pencatatan
Alat-alat
persalinan
Tempat
Kursi
Meja
Konsumsi
Buku catatan
Konsumsi
17
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.
KESIMPULAN
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu (Depkes, 2004). Berdasarkan data diatas tetanus neonatorum
dianggap sebagai KLB karena memenuhi salah satu kriteria yaitu peningkatan kejadian
penyakit / kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam,
hari, minggu, bulan, tahun).
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut Tamher (2008) adalah salah suatu status
yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu
wabah penyakit yang statusnya diatur oleh pemerintah. Kejadian Luar Biasa dijelaskan
sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan pada
umbilicus pada waktu persalinan akibat masuknya spora Clostridium tetani yang berasal
dari alat-alat persalinan yang kurang bersih. Saat ini kematian neonatal karena kasus
tetanus nenatorum mengalami peningkatan. Untuk meminimalisir angka kejadian tetanus
neonatorum ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti melakukan pemeriksaan
antenatal secara berkala sebagai koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan;
melakukan imunisasi tetanus toksoid agar bayi yang dilahirkan mempunyai kekebalan
terhadap toksin tetanus; mempercayakan persalinan pada tenaga medis agar dapat
memberikan pertolongan persalinan yang bersih, meliputi bersih tangan penolong, bersih
daerah perineum ibu, jalan lahir tersentuh oleh sesuatu yang tidak bersih, bersih alas
tempat melahirkan, dan memotong tali pusat menggunakan alat yang bersih; dan teknik
perawatan tali pusat yang benar.
18
4.2.
SARAN
Untuk tenaga medis :
a. Memberikan arahan kepada tenaga medis agar dapat mengetahui cara mencegah
dan menanggulangi timbulnya penyakit Tetanus Neonatorum agar tidak terjadi
peningkatan 2 kali lipat seperti bulan sebelumnya.
b. Meningkatkan pelayanan antenatal care melalui kader kader dengan
memberikan penyuluhan kepada tenaga kesahatan seperti dokter, perawat, bidan
agar mereka dapat menjelaskan tentang pentingnya imunisasi terhadap maternal
maupun neonatal.
c. Meningkatkan pelaksanaan program imunisasi untuk menghindari terjadinya
tetanus neonatorum.
Untuk ibu hamil
a. Mengikuti penyuluhan terkait kehamilan agar maternal lebih paham mengenai
kesehatan diri dan janin.
b. Rutin melakukan pemeriksaan selama masa kehamilan untuk mengontrol
kesehatan janin sekaligus mencegah agar janin tidak terkena tetanus neonatorum
c. Mempercayakan persalinan pada tenaga medis agar proses persalinan berjalan
sesuai standar operasional dengan menggunakan alat alat yang disterilkan.
Karena kebanyakan kasus tetanus neonatorum disebabkan karena tidak sterilnya
alat yang digunakan untuk memotong tali pusat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari S. 2000. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Abrutyn, E., 2008. Tetanus. In: Fauci, A.S., et al. ed. Harrisons Principles of lnternal
Medicine. 17th ed. America: McGrawHill, 898-899.
Chin, J., Nyoman, K.I., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular 17th ed. Jakarta:
Depkes RI.
Depkes. (1998). Tuntunan praktis bagi tenaga gizi Puskesmas bekalku membina
keluarga sadar gizi. Jakarta : Bina Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik
Imunisasi.Direktorat Janderal
Kesehatan.
Indonesia,
Kesehatan
20
from:
pada
21