You are on page 1of 21

Skenario 1

KLB
I.

SKENARIO

Kepala Puskesmas melakukan evaluasi laporan data insidens penyakit terbanyak di


wilayah kerjanya selama 3 bulan pertama di tahun 2014. Didapatkan data 5 penyakit
terbanyak di Puskesmas X tahun 2013 sebagai berikut :
N

NAMA PENYAKIT

JAN 2014

FEB 2014

MAR 2014

O
1.
2.
3.
4.
5.

DBD
Thyphoid fever
Diare
Tetanus neonatorum
ISPA

12
5
10
2
8

15
8
11
4
10

10
8
8
9
10

Dari data yang ada Kepala Puskesmas melihat adanya peningkatan insidens salah satu
penyakit

selama

bulan

berturut-turut

sehingga

perlu

dilakukan

upaya

penanggulangan terhadap kejadian tersebut.


II.

TUJUAN PEMBELAJARAN :
a. Mahasiswa mengetahui definisi/batasan/deskripsi KLB
b. Mahasiswa mengetahui kriteria kerja KLB
c. Mahasiswa menentukan jenis penyakit mana dari data diatas yang mengetahui
kriteria KLB
d. Mahasiswa mampu menentukan keluasan penyelidikan dan kecepatan cara
penanggulangan
e. Mahasiswa mampu memberikan rekomendasi cara penanggulangan KLB
diatas
f. Mengembangkan cara berpikir mahasiswa dalam pemecahan masalah KLB
secara terpadu dari IKM (epidemiologi, kesehatan lingkungan, biostatistik,
manajemen, metodologi riset, kedokteran keluarga, ilmu gizi).

BAB I
1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu, masih sering terjadi di Indonesia (Depkes, 2004).
Kejadian luar biasa adalah salah satu status yang diterapkan Indonesia untuk
mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Di sebuah
Puskesmas, tetanus neonatorum memenuhi kriteria KLB. Tetanus neonatorum
diderita oleh bayi usia 0-28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan
oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat
hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin
memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Namun, banyak masalah pada
bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian
biokimia dan faali.
Tetanus neonatorum masih banyak terdapat di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Memiliki tingkat kematian bayi yang tinggi, sekitar 80 %. Di
Indonesia pada saat ini persalinan yang ditolong di rumah sakit hanya 10 15 %, 10
% lagi ditolong oleh bidan swasta, sedangkan sisanya 75 80 % masih ditolong oleh
dukun. (Rustam Mochtar, 1998)
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian.
Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah
usia satu bulan. Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun,
akan tetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Penyebabnya
adalah spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan
atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan. Faktor lain yang menjadi
penyebabnya karena kekebalan ibu saat hamil dan risiko pencemaran lingkungan fisik
dan biologik.
WHO menunjukkan angka kematian akibat tetanus di negara berkembang
adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi
karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Menurut
laporan kerja WHO pada bulan April 1994, dari 8,1 juta kematian bayi di dunia,
sekitar 48% adalah kematian neonatal. Dari seluruh kematian neonatal, sekitar 42%
2

kematian neonatal disebabkan oleh infeksi tetanus neonatorum. Sedangkan angka


kejadian tetanus neonatorum di Indonesia, pada tahun 1992 sebanyak 760 kasus,
meninggal 478 dengan CFR 72,42%. Pada tahun 1995 sebanyak 806 kasus,
meninggal 475 kasus dengan CFR 58,93%. Tahun 1996 terdapat 816 kasus,
meninggal 499 dengan CFR 61,15%. Dan pada tahun 1997 terdapat 570 kasus,
meninggal 106 denga CFR 18,6% (Depkes RI, 1998).
Tetanus neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR)
sangat tinggi. Pada kasus tetanus neonatorum angkanya mendekati 100 %, terutama
yang mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanus
neonatorum yahng dirawat di rumah sakit diindonesia bervariasi dengan kisaran 10,8
55 %. (Abdul Bari Saifuddin, 2000)
Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan
angka mortalitas. Tingginya angka kematian sangat bervariasi dan sangat tergantung
pada saat pengobatan dimulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada.
Dengan tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang
tenaga medis dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama atau pelayanan yang
sesuai dengan kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum. Pemerintah
bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian tetanus neonatorum dengan
jalan memberikan 2 kali vaksinasi tetanus toksoid selama hamil. Diharapkan dapat
membantu menurunkan angka kematian bayi karena tetanus sampai akhir tahun 2000,
menjadi kurang dari 1 %. Dikemukakan bahwa angka kematian karena tetanus dapat
dijadikan ukuran bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dalam satu daerah
dan secara umum pada negara tersebut.(Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana mengurangi angka kejadian dan mencegah agar tidak terjadi kembali
KLB Tetanus Neonatorum?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengurangi angka kejadian dan mencegah agar tidak terjadi kembali KLB
Tetanus Neonatorum.

b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penyebab angka kejadian KLB Tetanus Neonatorum di
Puskesmas X masih tinggi.
2. Untuk mengetahui beberapa faktor risiko yang memengaruhi timbulnya
KLB Tetanus Neonatorum di Puskesmas X.
3. Untuk mengetahui cara penanggulangan KLB tetanus neonatorum di
Puskesmas X.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan Tetanus Neonatorum agar tidak terjadi
lagi.

BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN
2.1. Analisa
1. Skenario
Kepala Puskesmas melakukan evaluasi laporan data insidens penyakit terbanyak di
wilayah kerjanya selama 3 bulan pertama di tahun 2014. Didapatkan data 5
penyakit terbanyak di Puskesmas X tahun 2013 sebagai berikut :
NO NAMA PENYAKIT
JAN 2014
FEB 2014
MAR 2014
1
DBD
12
15
10
2
Typhoid fever
5
8
8
3
Diare
10
11
8
4
Tetanus neonatorum
2
4
9
5
ISPA
8
10
10
Dari data yang ada, kepala puskesmas melihat adanya peningkatan insidens salah
satu penyakit selama 3 bulan berturut-turut sehingga perlu dilakukan upaya
penanggulangan terhadap kejadian tersebut.
2. Analisa KLB Tetanus Neonatorum
a. KLB
1) Definisi
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut Tamher (2008) adalah salah suatu
status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa
merebaknya suatu wabah penyakit yang statusnya diatur oleh pemerintah.
Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Pengungkapan adanya wabah yang
sering dilakukan atau didapatkan adalah dengan deteksi dari analisis data
survei rutin atau adanya laporan petugas, pamong, atau warga yang cukup
peduli. Dengan kata lain, KLB bertujuan supaya menghentikan meluasnya
suatu penyakit (penanggulangan) serta mencegah terulangnya KLB di masa
yang akan datang (pengendalian). Sedangkan status Kejadian Luar Biasa
diatur

oleh

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

949/MENKES/SK/VII/2004.

2) Kriteria KLB
Tamher (2008) menjabarkan kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu
pada ketentuan yang diatur oleh pemerintah. Di Indonesia, suatu penyakit
dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), jika ada unsur:
a) Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak

dikenal
b) Angka kejadian penyakit/kematian meningkat secara terus menerus

selama tiga kurun waktu berturut-rurut menurut jenis penyakitnya


c) Angka kejadian penyakit/kematian meningkat menjadi dua kali lipat atau

Iebih dibandingkan dengan periode sebelumnya


d) Jumlah penderita dalam satu bulan meningkat menjadi dua kali lipat atau

lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun


sebelumnya
e) Angka rata-rata per bulan selama 1 tahun menunjukkan kenaikan >2x

dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumya.


f) CFR suatu penyakit dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan

50% atau lebih dibandingkan CFR periode sebelumnya.


g) Proporsional rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan

>2x dibandingkan periode yag sama dan kurun waktu per tahun
sebelumnya
h) Beberapa penyakit khusus: kholera, DHF atau DSS:

1) Setiap peningkatan kasus dari priode sebelumnya (pada daerah


endemis)
2) Terdapat 1 atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit tersebut
i)

Beberapa penyakit yang dialami satu atau lebih penderita


1) Keracunan makanan
2) Keracunan pestisida

Suatu kejadian luar biasa bisa ditetapkan menurut salah satu atau lebih dari
kriteria tersebut diatas.
b. Tetanus Neonatorum
1)

Definisi dan Penyebab


6

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani, yang merupakan obligat anaerob, gram
positif batang yang motil dan mudah bentuk endospora, ditandai dengan
spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan
menimbulkan

paralitik

spastik

yang

disebabkan

tetanospasmin.

Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium


tetani. Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka
pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada
infeksi tali pusat.
2)

Epidemiologi
Organisasi

Kesehatan

Dunia (WHO) telah

berkomitmen

untuk

menghilangkan tetanus neonatorum pada tahun 1995. Tiga tahun setelah itu
(1998),

infeksi

itu

menewaskan

lebih

dari

400.000

bayi

per

tahunnya, meskipun vaksin telah tersedia. WHO memperkirakan bahwa


pada tahun 2008, 59.000 bayi meninggal, pengurangan 92% dari situasi di
akhir 1980-an (pada tahun 1988, WHO mencatat bahwa 787.000 bayi
meninggal karena tetanus neonatorum (atau sekitar 6,7 kematian per 1000
kelahiran hidup). Pada tahun yang sama, 46 negara masih belum dihilangkan
di semua distrik. Meskipun kemajuan terus dilakukan, pada Desember 2010,
39 negara belum mencapai status eliminasi.
Tetanus yang terjadi pada ibu dan bayi baru lahir didunia merupakan
penyebab penting dari kematian ibu dan bayi sekitar 180.000 kehidupan di
seluruh dunia setiap tahun. hampir secara eksklusif di negara-negara
berkembang. Meskipun sudah dicegah dengan maternal immunization,
dengan vaksin, dan aseptis obstetric, tetanus ibu dan bayi tetap sebagai
masalah kesehatan masyarakat di 48 negara, terutama di Asia dan Africa.
Salah satu upaya dari suatu negara-negara di dunia untuk
menurunkan angka kematian pada anak dan meningkatkan status kesehatan
ibu adalah dengan mentargetkan eliminasi tetanus neonatorum. Sebanyak
104 dari 161 negara berkembang telah mencapai keberhasilan itu. Tetapi,
karena tetanus neonatorum masih merupakan persoalan signifikan di 57
negara berkembang lain, UNICEF, WHO, dan UNFPA pada Desember 1999
setuju mengulur eliminasi hingga 2005. Target eliminasi tetanus neonatorum
7

adalah satu kasus per seribu kelahiran di masing-masing wilayah dari setiap
negara. WHO mengestimasikan 59.000 neonatus seluruh dunia mati
akibat tetanus neonatorum.
Kasus tetanus Neonatorum di Indonesia masih tinggi, data tahun
2007 sebesar 12,5 per 1000 kelahiran hidup; sedangkan target Eliminasi
Tetanus Neonatorum (ETN) yang ingin dicapai adalah 1 per 1000 kelahiran
hidup. (Survey Penduduk Antar-Sensus (Supas, 2008). Beberapa upaya telah
dilakukan antara lain dengan imunisasi TT diberikan sejak bayi, DPT 3x
murid Sekolah Dasar, meningkatkan cakupan imunisasi TT pada Calon
Penganten (Caten), Ibu Hamil (Bumil) dan Wanita Usia Subur (WUS),
surveilans Tetanus Neonatorum dan persalinan bersih.
Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan
menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran
hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan
angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40 kasus/tahun, 50%
terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok
> 10 tahun, dan sisanya pada bayi <12 bulan. Angka kematian keseluruhan
antara 6,7-30%.
3)

Faktor Risiko
Faktor risiko Tetanus Neonatorum terdiri dari 2 faktor yaitu faktor
medis dan faktor non medis. Faktor medis meliputi kurangnya standar
perawatan prenatal (kurangnya perawatan antenatal pada ibu hamil,
kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya imunisasi tetanus
toxoid), perawatan perinatal (kurang tersedianya fasilitas persalinan dan
tenaga medis sehingga banyak persalinan yang dilakukan di rumah dan
penggunaan alat-alat yang tidak steril, termasuk dalam penanganan tali
pusat) dan perawatan neonatal (neonatus lahir dalam keadaan tidak steril,
tingginya prematuritas, dsb) sedangkan untuk faktor non medis berhubungan
dengan adat istiadat setempat.
Penyebab penyakit Tetanus Neonatorum adalah sebagai berikut.
a) Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat seringkali
meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum.
b) Cara perawatan tali pusat dengan teknik tradisional
8

c) Kekebalan ibu terhadap tetanus.


Terdapat 5 faktor risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:
a) Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan
Clostridium tetani lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita
dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkungan
yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat
penting bukan saja dapat mencegah tetanus, malah sebagai penyakit
lain.
b) Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat
meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian
ini masih lagi berlaku di negara-negara berkembang dimana bidan-bidan
yang melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan
seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru
lahir (WHO, 2008).
c) Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih
menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan
abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan
menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual
untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang
tidak benar ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus
neonatorum (Chin, 2000).
d) Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan
Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting.
Tempat pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan saja berisiko
untuk menimbulkan penyakit pada bayi yang akan dilahirkan, malah
pada ibu yang melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang ideal
sebaiknya dalam keadaan bersih dan steril (Abrutyn, 2008).
e) Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat
membantu mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir.
9

Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi
melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani.
Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari
ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).
b. Analisis Kasus
1) Masukan
a) Tenaga
1)) Tenaga kesehatan kurang kompeten
Tenaga penolong persalinan kurang melakukan pelatihan sehingga
penanganannya kurang tepat dan masih banyak ditemukan persalinan
yang tiba-tiba mengalami komplikasi dan memerlukan penanganan
yang profesional tetapi tidak ditangani secara memadai dan tepat
waktu sehingga mengakibatkan kematian.
2)) Kurangnya tenaga kesehatan
Kurangnya tenaga kesehatan dapat menyebabkan persalinan tidak
ditangani dengan benar sehingga bisa menimbulkan komplikasi baik
pada ibu maupun pada bayi.
b) Fasilitas
1) Fasilitas yang Kurang Memadai
Karena keterbatasan fasilitas di puskesmas serta pelayanan antenatal
care yang kurang memadai sehingga membuat masyarakat menjadi
enggan untuk melakukan persalinan di puskesmas padahal jika
masyarakat lebih mengerti tentang pentingnya melakukan control rutin
ke puskesmas secara tidak langsung akan menurunkan resiko
komplikasi saat melakukan persalinan.
2) Proses
a) Metode
1) Alat Pemotong yang Tidak Steril
Masyarakat

yang

memperhatikan

sering

kebersihan

berobat
dan

ke

dukun

prosedur

kadang

tidak

pelaksanaan,

dapat

menyebabkan meningkatnya kejadian tetanus neonatorum karena alat


yang digunakan tidak di sterilkan.
10

2) Cara Perawatan Tali Pusat yang Salah


Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih
menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan
abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan
menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual
untuk menyambut bayi yang baru lahir.
b) Manajemen
1) Cara Penyimpanan Vaksin TT yang Tidak Benar
Cara penyimpanan yang salah dapat menghilangkan potensi vaksin
tersebut.
3) Lingkungan
a) Sanitasi
Sanitasi buruk saat persalinan merupakan salah satu alasan
dapat terjadinya tetanus neonatorum, mulai dari tidak sterilnya alatalat bantu persalinan dan tidak bersihnya lingkungan disekitarnya.
Tidak bersihnya lingkungan sekitar tempat persalinan merupakan salah
satu faktor yang menentukan terjadinya kepadatan kuman dan
tingginya tingkat pencemaran spora di lingkungannya.
b) Peran serta masyarakat
Daerah pedesaan kebanyakan ibu hamil masih mempercayai
dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di
rumah. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan
bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang
dapat membahayakan si ibu. Penelitian menunjukkan beberapa
tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti ngolesi
(membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar
persalinan), kodok (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus
untuk mengeluarkan plasenta), atau nyanda (setelah persalinan, ibu
duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama
berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Kepercayaan masyarakat pada dukun tidak semata-mata atas
dasar keterampilan yang dimilikinya tetapi erat juga kaitannya dengan
kebudayaan masyarakat, selain itu kurangnya pengetahuan masyarakat
11

tentang persalinan yang benar dan bahayanya. Dalam melaksanakan


penolong persalinan dukun menunggu sejak terasa mules-mules
sampai anak dan plasenta lahir. Dukun akan merawat ibu dan anaknya
sampai tali pusat lepas bahkan sampai 40 hari, disamping itu dukun
bayi juga mengambil alih tugas rumah tangga seperti memasak,
mencuci, dll. Kontak antara dukun dengan pasien lebih lama daripada
seorang bidan, terutama selama masa persalinan dan nifas.
( Rukmini,2005)
c). Kebijakan
Kebijakan yang dilakukan untuk menekan terjadinya tetanus
neonatorum adalah dengan memberikan imunisasi TT ( Tetanus
Toxoid ). Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu hamil harus
mendapatkan imunisasi tetanus toksoid, sehingga ibu sudah memiliki
antitoksin tetanus dalam tubuh ibu yang akan ditransfer melalui
plasenta yang akan melindungi bayi yang akan dilahirkan dari
penyakit tetanus. Sedangkan Imunisasi adalah memberi kekebalan
terhadap penyakit tertentu dan mencegah terjadinya penyakit tertentu
dan pemberiannya bisa berupa vaksin.
Tetanus toksoid merupakan antigen yang aman untuk wanita hamil.
Vaksin tetanus toksoid terdiri dari toksoid atau bibit penyakit yang
telah dilemahkan diberikan melalui suntikan vaksin tetanus toksoid
kepada ibu hamil. Dengan demikian, setiap ibu hamil telah mendapat
perlindungan untuk bayi yang akan dilahirkannya terhadap bahaya
tetanus neonatorum. ( Kusmiati, 2010 ).

12

FISHBONE DIAGRAM
Tenaga Penolong
Kurang Kompeten

MASUKAN
N

PROSES
Alat Pemotong
Tidak Steril

Cara penyimpanan
vaksin

TENAGA

Kurangnya Tenaga Kesehatan


METODE
Fasilitas Kurang Memadai

MANAJEMEN

Cara perawatan tali


pusat yang salah

FASILITAS
KLB TETANUS
NEONATORUM

Kepercayaan Terhadap
Dukun
Sanitasi yang Buruk
PERAN SERTA
MASYARAKAT
KEBIJAKAN

Kurangnya Pengetahuan

Pemberian Imunisasi TT

LINGKUNGAN

2.2 Pembahasan
Berbagai permasalahan diatas dapat menyebabkan terjadinya KLB tetanus
neonatorum. Oleh sebab itu, akan dibahas upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi beberapa permasalahan tersebut.
1. Kurangnya pengetahuan tentang sterilitas alat pemotong tali pusat dan cara
merawat tali pusat.
Masyarakat kebanyakan kurang mengetahui pentingnya sterilitas alat pemotong
tali pusat bayi dan cara merawat tali pusat sehingga mereka cenderung untuk
mengabaikan hal ini. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian info mengenai
kebersihan alat pemotong tali pusat dan cara merawat tali pusat yang benar
sehingga dapat mengurangi angka kejadian tetanus neonatorum.

13

2. Kepercayaan terhadap dukun bayi


Kepercayaan terhadap dukun bayi ini dapat diatasi dengan memberi penyuluhan
dan pelatihan kepada dukun bayi tentang persalinan yang bersih.
3. Tenaga kesehatan yang minim dan kurang kompeten
Akibat dari masalah ini, masyarakat lebih memilih untuk melakukan persalinan
di dukun bayi yang belum tentu mengetahui tentang persalinan yang bersih.
Untuk mengatasinya, dapat dilakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan
sehingga mereka lebih kompeten.
4. Sanitasi yang buruk
Sanitasi buruk saat persalinan merupakan salah satu alasan dapat terjadinya
tetanus neonatorum. Melakukan pembersihan pada alat pemotong maupun
lingkungan sekitar persalinan dan tempat merawat tali pusat dapat mengatasi
masalah ini.
5. Imunisasi TT
Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu hamil harus mendapatkan
imunisasi tetanus toksoid, sehingga ibu sudah memiliki antitoksin tetanus dalam
tubuh ibu yang akan ditransfer melalui plasenta yang akan melindungi bayi yang
akan dilahirkan dari penyakit tetanus. Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2
kali (BKKBN, 2005; Saifuddin dkk, 2001), dengan dosis 0,5 cc di injeksikan
intramuskuler/subkutan dalam (Depkes RI, 2000).

14

BAB III
RENCANA PROGRAM
3.1. TABEL PRIORITAS JALAN KELUAR

No.
1.

Masalah
Pemberian pelatihan
pada tenaga kesehatan

2.
Penyuluhan
Keterangan :
P
M

Efektifitas

Efisiensi

Hasil

12

41,6

P=

: Prioritas jalan keluar


: Magnitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini
dilaksanakan

(turunnya prevalensi dan besarnya masalah lain)

: Implementasi, kelanggengan selesai masalah

: Vulnerability, sensitifnya dalam mengatasi masalah

: Cost, Biaya yang diperlukan

Maka, prioritas jalan keluar yang terpilih adalah menerapkan reward dan
punishment kepada masyarakat.

15

3.2. PELAKSANAAN KEGIATAN


No.

Kegiatan

Sasaran

Target

1.

Pembentukan
Tim

Pegawai
Puskesmas

Terbentuknya
panitia

2.

Penyusunan

Panitia yang Tersusun


sudah
rencana kerja
terbentuk

Volume
Kegiatan
1 kali

Rincian
Kegiatan
- Menentukan
calon ketua
Tim
- Pemungutan
suara
- Pembentukan
panitia

1 kali

Menyusun
Balai desa
rencana
kegiatan
Membagi tugas
kerja tiap
panitia

3.

Penyuluhan

Ibu hamil,
wanita usia
subur

Mampu
memahami
arti tetanus
neonatorum
dan cara
pencegahann
ya

Sebulan
sekali

- Pemberian
materi tentang
Tetanus
Neonatorum

Lokasi
Pelaksanaan
Balai Desa

Balai desa

Tenaga
Pelaksanaan
Dokter
Puskesmas
Kepala Desa
Kepala
Puskesmas

- Dokter
Puskesmas
- Kader
- Petugas
kesehatan

Dokter
puskesmas

Jadwal
Sabtu
Minggu

Kebutuhan
Pelaksanaan
Konsumsi
Tempat
Sound system
Kursi
Meja
Papan tulis

Sabtuminggu

Konsumsi
Tempat
Sound system
Kursi
Meja

Sabtuminggu

Konsumsi
Tempat
Sound system
Kursi
Meja
Materi
Penyuluhan

16

4.

Pelatihan

Tenaga
kesehatan,
dukun, dan
bidan

5.

Evaluasi

Tim
evaluasi

Meminimalis
asi terjadi
tetanus
neonatorum

Sebulan - Pelatihan
sekali
tenaga
kesehatan,
dukun dan
bidan

Puskesmas

Dokter
puskesmas

Sabtu/Min
ggu

Terlaksanany
a persalinan
yang steril
Berkurangny
a kejadian
tetanus
neonatorum

3 bulan
sekali

Balai Desa

Semua tim
evaluasi

Sabtu /
minggu

- Evaluasi
- Pemantauan
- Pencatatan

Alat-alat
persalinan
Tempat
Kursi
Meja
Konsumsi
Buku catatan
Konsumsi

17

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.

KESIMPULAN
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu (Depkes, 2004). Berdasarkan data diatas tetanus neonatorum
dianggap sebagai KLB karena memenuhi salah satu kriteria yaitu peningkatan kejadian
penyakit / kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam,
hari, minggu, bulan, tahun).
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut Tamher (2008) adalah salah suatu status
yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu
wabah penyakit yang statusnya diatur oleh pemerintah. Kejadian Luar Biasa dijelaskan
sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan pada
umbilicus pada waktu persalinan akibat masuknya spora Clostridium tetani yang berasal
dari alat-alat persalinan yang kurang bersih. Saat ini kematian neonatal karena kasus
tetanus nenatorum mengalami peningkatan. Untuk meminimalisir angka kejadian tetanus
neonatorum ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti melakukan pemeriksaan
antenatal secara berkala sebagai koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan;
melakukan imunisasi tetanus toksoid agar bayi yang dilahirkan mempunyai kekebalan
terhadap toksin tetanus; mempercayakan persalinan pada tenaga medis agar dapat
memberikan pertolongan persalinan yang bersih, meliputi bersih tangan penolong, bersih
daerah perineum ibu, jalan lahir tersentuh oleh sesuatu yang tidak bersih, bersih alas
tempat melahirkan, dan memotong tali pusat menggunakan alat yang bersih; dan teknik
perawatan tali pusat yang benar.

18

4.2.

SARAN
Untuk tenaga medis :
a. Memberikan arahan kepada tenaga medis agar dapat mengetahui cara mencegah
dan menanggulangi timbulnya penyakit Tetanus Neonatorum agar tidak terjadi
peningkatan 2 kali lipat seperti bulan sebelumnya.
b. Meningkatkan pelayanan antenatal care melalui kader kader dengan
memberikan penyuluhan kepada tenaga kesahatan seperti dokter, perawat, bidan
agar mereka dapat menjelaskan tentang pentingnya imunisasi terhadap maternal
maupun neonatal.
c. Meningkatkan pelaksanaan program imunisasi untuk menghindari terjadinya
tetanus neonatorum.
Untuk ibu hamil
a. Mengikuti penyuluhan terkait kehamilan agar maternal lebih paham mengenai
kesehatan diri dan janin.
b. Rutin melakukan pemeriksaan selama masa kehamilan untuk mengontrol
kesehatan janin sekaligus mencegah agar janin tidak terkena tetanus neonatorum
c. Mempercayakan persalinan pada tenaga medis agar proses persalinan berjalan
sesuai standar operasional dengan menggunakan alat alat yang disterilkan.
Karena kebanyakan kasus tetanus neonatorum disebabkan karena tidak sterilnya
alat yang digunakan untuk memotong tali pusat.

19

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari S. 2000. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Abrutyn, E., 2008. Tetanus. In: Fauci, A.S., et al. ed. Harrisons Principles of lnternal
Medicine. 17th ed. America: McGrawHill, 898-899.
Chin, J., Nyoman, K.I., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular 17th ed. Jakarta:
Depkes RI.
Depkes. (1998). Tuntunan praktis bagi tenaga gizi Puskesmas bekalku membina
keluarga sadar gizi. Jakarta : Bina Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik
Imunisasi.Direktorat Janderal
Kesehatan.

Indonesia,
Kesehatan

2000. Modul Latihan Petugas


Masyarakat, Direktorat Promosi

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004. pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.


Direktorat Janderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Promosi Kesehatan.
DepKes. 2004. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
(Pedoman Epidemiologi Penyakit)
Departemen Kesehatan Masyarakat, Biro Pengendalian Penyakit Menular. Tetanus.
Jurnal (Online). 2006 : Diunduh tanggal 16 Maret 2016
Depkes RI. 2011. Pedoman Pelaksanaan Kemitraan Bidan dan Dukun. (online)
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2011/12/PEDOMAN-KEMITRAAN-BIDANDUKUN.pdf diakses tgl 16 Maret 2017
JNPK_KR, 2008. APN. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawiroharjo
Kiking, Ritarwan. 2004. Tetanus. Jurnal (Online). Diunduh tanggal 16 Maret 2016
Kusmiyati. 2010. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya (hlm: 187)
Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC: Jakarta

20

Richard F. Edlich, dkk. 2003. Management and Prevention of Tetanus. Jurnal


(Online). Diunduh tanggal 16 Maret 2016
Rukmini S. 2005. Dukun Bayi Sebagai Pilihan Utama Tenaga Penolong Persalinan.
Jakarta: REUI.
Siska Puji Lestari dan Sri Pingit Wulandari. 2014. Pemodelan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum (TN) di Jawa Timur dengan
Metode Regresi ZeroInflated Generalized Poisson (ZIGP). JURNAL SAINS DAN
SENI POMITS, Vol. 3 (2) : 2337-3520
Tamher. 2008. Flu Burung: Aspek Klinis dan Epidemiologis. Jakarta: Penerbit Salemba.
World
Health
Organization
(WHO),
2008.
Tetanus. Available
http://www.who.int/immunization/topics/tetanus/en/index.html.
Diakses
tanggal 16 Maret 2016.

from:
pada

21

You might also like