You are on page 1of 13

Skenario 4

TINGGINYA PREVALENCE TB
I.

SKENARIO
Dokter dari Puskesmas Sukamadi ingin melaksanakan program menekan
tingginya prevalensi diwilayahnya. Prevalensi Tb didaerahnya termasuk tertinggi di
Kabupaten. Angka prevalensi Kecamatan Sukamadi 455/100.000 penduduk
sedangkan angka prevalensi Kabupaten keseluruhan sekitar 385/100.000 penduduk.
Dokter puskesmas tersebut ingin membuat program yang mungkin dapat
menurunkan angka prevalensi dengan menggunakan beberapa faktor risiko
terjadinya kejadian tingginya angka prevalensi Tb tersebut.
Dalam analisis odds ratio dari penelitian yang dilakukan terlihat sebagai berikut :
Tabel 1 : Beberapa jenis faktor risiko dan odds ratio penyakit Tb
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

II.

Faktor risiko
Kurangnya penyuluhan Tb
Rendahnya PMO
Kondisi lingkungan
Kepadatan hunian
Pengertian PHBS
Rendahnya pendidikan
Kondisi social ekonomi

Odds ratio
2
9
5
6
0.2
1
4

Keterangan

TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penelitian menggunakan case control
study.
2. Mahasiswa dapat mengartikan arti dari Odds Ratio (OR)
OR<1, OR=1 dan OR>1
3. Mahasiswa dapat membuat rencana program berdasarkan hasil dari table oddsratio diatas.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) masih merupakan penyakit penting sebagai penyebab morbiditas
dan mortalitas, dan tingginya biaya kesehatan Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB
baru dan 2 juta di antaranya meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta
adalah anak usia <15 tahun. Dari seluruh kasus anak dengan TB, 75% didapatkan di
duapuluh dua negara dengan beban TB tinggi (high burden countries). Dilaporkan dari
berbagai negara resentase semua kasus TB pada anak berkisar antara 3% sampai >25%.
Mayoritas anak tertular TB dari pasien TB dewasa, sehingga dalam penanggulangan TB
anak, penting untuk mengerti gambaran epidemiologi TB pada dewasa. Infeksi TB pada
anak dan pasien TB anak terjadi akibat kontak dengan orang dewasa sakit TB aktif.
Diagnosis TB pada dewasa mudah ditegakkan dari pemeriksaan sputum yang positif.
Sulitnya konfirmasi diagnosis TB pada anak mengakibatkan penanganan TB anak
terabaikan, sehingga sampai beberapa tahun TB anak tidak termasuk prioritas kesehatan
masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia. Akan tetapi beberapa tahun terakhir
dengan penelitian yang dilakukan di negara berkembang, penanggulangan TB anak
mendapat cukup perhatian. Dari beberapa negara Afrika dilaporkan hasil isolasi
Mycobacterium tuberculosis (MTB) 7%-8% pada anak yang dirawat dengan pneumonia
berat akut dengan dan tanpa infeksi human immunodeficiency virus (HIV), dan TB
merupakan penyebab kematian pada kelompok anak tersebut Dilaporkan juga dari Afrika
Selatan bahwa pada anak anak yang sakit TB didapatkan prevalensi HIV 40 %-50%.
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di
dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan
estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB
diperkirakan 61,000 kematian pertahunnya
Case control Studi adalah Yaitu rancangan penelitian epidemiologi yang mempelajari
hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan
kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Pemilihan subyek
berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan pengamatan apakah subyek
mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak.
Odds Ratio (OR) adalah ukuran asosiasi paparan (faktor risiko) dengan kejadian

penyakit; dihitung dari angka kejadian penyakit pada kelompok berisiko (terpapar faktor
risiko) dibanding angka kejadian penyakit pada kelompok yang tidak berisiko (tidak
terpapar faktor risiko).
Pada kasus dibawah, peneliti mendapatkan bahwa angka angka prevalensi di
kecamatan Sukamandi sebesar 455/100.000 penduduk sedangkan angka prevalensi
kabupaten keseluruhan sekitar 385/100.000. Data tersebut, mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian dengan case control study pada penduduk di kecamatan Sukamandi
dengan tujuan untuk melihat faktor resiko atau paparan yang ada pada penduduk di
kecamatan Sukamandi terhadap angka prevalensi TB yang ada di kecamatan tersebut.
Uji statistik yang akan dipakai dibawah ialah dengan odd ratio yang dapat menilai
tujuan dan maksud dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dari hasil yang didapat
diharapkan peneliti dapat memberikan masukan yang dapat menghasilkan langkah
langkah yang kongkrit dalam menekan angka prevalensi TB di kecamatannya.
Penelitian ini dirasa penting karena selain penyakit TB adalah salah satu penyakit
menular yang sangat mudah menyebar dan mempunyai efek samping dan komplikasi
yang dapat membahayakan nyawa. Selain itu penyakit TB ini juga salah satu penyakit
yang masa pengobatannya lama sehingga sangat perlu diperhatikan dalam praktik sehari
hari. Dari prevalensi yang didapatkan diatas menunjukan angka prevalensi yang tinggi
pada kecamatan Sukomandi dibandingkan angka prevalensi kabupaten sehingga hal ini
sangat perlu diangkat dalam penelitian ini.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit TB secara lengkap?
2. Apakah yang dimaksud dengan case control study? Bagaimana cara penelitian
dengan case control study?
3. Apakah yang dimaksud dengan odd ratio (OR) ? Bagaimana cara membaca
hasil dari penelitian dengan Odd Ratio.
4. Bagaimana rencana program yang tepat yang dapat dilakukan kedepannya
dari hasil faktor resiko dan hasil penelitian yang dilakukan di kecamatan
Sukamandi?
1.3. Tujuan
1. Pembaca mengerti mengenai penyakit TB secara lengkap.

2. Pembaca mengerti mengenai case control study dan bagaimana cara


penelitiannya.
3. Pembaca mengerti mengenai Odd Ratio (OR) dan bagaimana cara
penelitiannya.
4. Rencana program yang dihasilkan tepat sesuai faktor resiko yang ada
sehingga dapat menekan angka prevalensi di kecamatan Sukamandi.
1.4. Manfaat
1. Pembaca dapt mengenali penyakit TB dan penangannya.
2. Pembaca dapat menggunakan penelitian case control study secara tepat
kedepannya.
3. Pembaca dapat membaca hasil dan interpretasi dari Odd Ratio (OR)
4. Hasil dari rencana program yang ada dapat dijadikan acuan dalam menekan
angka prevalensi TB.

BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN
2.1. Analisa
1. Skenario
Dokter dari Puskesmas Sukamadi ingin melaksanakan program menekan tingginya
prevalensi diwilayahnya. Prevalensi Tb didaerahnya termasuk tertinggi di Kabupaten.
Angka prevalensi Kecamatan Sukamadi 455/100.000 penduduk sedangkan angka
prevalensi Kabupaten keseluruhan sekitar 385/100.000 penduduk.
Dokter puskesmas tersebut ingin membuat program yang mungkin dapat
menurunkan angka prevalensi dengan menggunakan beberapa faktor risiko terjadinya
kejadian tingginya angka prevalensi Tb tersebut.
Dalam analisis odds ratio dari penelitian yang dilakukan terlihat sebagai berikut :
Tabel 1 : Beberapa jenis faktor risiko dan odds ratio penyakit Tb
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Faktor risiko
Kurangnya penyuluhan Tb
Rendahnya PMO
Kondisi lingkungan
Kepadatan hunian
Pengertian PHBS
Rendahnya pendidikan
Kondisi social ekonomi

Odds ratio
2
9
5
6
0.2
1
4

Keterangan

2. Analisa Rendahnya PMO pada TB


a. TB
1) Definisi
TB (Tuberkulosis) menurut WHO 2010 adalah penyakit bakteri menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sangat mempengaruhi
paru-paru.
2) Epidemiologi
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB

tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000


(WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya
(Nomor565/MENKES/PER/III/2011).
3) Faktor Risiko
Menurunya sistem kekebalan tubuh karena berbagai hal memudahkan TB latent
berubah menjadi TB aktif. Faktor risiko tersebut antara lain:

Orang-orang yang dalam kesehariannya kontak dekat dengan penderita TB


Aktif, misalnya keluarga tinggal serumah, apalagi hidup berdesak-desakan,
karena peluang kemasukan Mtb dari batuk penderita TB aktif menjadi lebih
sering. Hal ini menjadi semakin berat apabila rumah tidak termasuk dalam
katagori rumah sehat khususnya dalam hal ventilasi dan pencahayaan
sinar matahari (aliran udara akan membuyarkan konsentrasi Mtb dan cahaya
matahari akan membunuh Mtb).

Orang-orang yang tinggal dalam suatu institusi (termasuk pegawainya)


misalnya tempat penampungan tunawisma, tempat pengungsian, rumah
perawatan, rumah sakit dan lembaga pemasyarakatan. Kecuali tindakan
pencegahan dan infection control di fasilitas atau institusi tersebut
dilaksanakan dengan baik.

Pernah terinfeksi TB dalam jangka waktu 2 tahun sebelumnya atau lebih.

Orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun, misalnya orang


dengan HIV AIDS kecuali mendapatkan pengobatan dengan baik dan terus
menerus, termasuk pengobatan pencegahan dengan INH.

Kondisi kesehatan lainnya yang menurunkan sistem kekebalan tubuh,


misalnya: Penerima transplantasi organ yang mendapatkan pengobatan
dengan kortikosteroid, penderita Diabetes Mellitus dan penyakit kronis
lainnya dan kurang gizi (Berat badan 10% atau lebih dibawah berat badan
ideal)

Bayi dan Anak Balita karena sistem kekebalan tubuh belum kuat demikian
pula orang tua karena secara alamiah sistem kekebalan tubuhnya mulai

menurun.

Orang-orang yang bermigrasi ke daerah dengan prevalensi TB tinggi karena


peluang terpapar meningkat

Sebagai tambahan, WHO Factsheet (Oktober 2012) menyebutkan bahwa


penggunaan tembakau meningkatkan risiko kesakitan dan kematian akibat
TB. Lebih dari 20 persen kasus TB diseluruh dunia ada kaitannya dengan
penggunaan tembakau.

Kemiskinan sudah barang tentu meningkatkan risiko tertular TB. Seperti


apa yang telah ditulis di atas, orang miskin didera banyak kondisi yang
memudahkan penularan TB. Antara lain kondisi rumah yang tidak sehat,
hidup berdesak-desakan, kekurangan gizi dan tingkat pendidikan yang
rendah.

b. PMO (Panduan Minum Obat)


Pengobatan TB dengan program DOTS dapat memberikan kesembuhan
bagi pasien TB jika pasien patuh dan melakukan pengobatan secara teratur.
Namun pengobatan yang lama membuat pasien TB bosan untuk
mengkonsumsi obat sehingga dapat mengakibatkan pasien TB tidak
sembuh dan juga resisten terhadap OAT. Oleh karena itu untuk
mengantisipasi hal ini perlu adanya pengawasan pada pasien TB saat
melakukan pengobatan. Pengawasan pengobatan pasien TB ini dilakukan
oleh seorang PMO (Price SA,2005).
Penyakit Tuberkulosis membutuhkan pengobatan jangka panjang untuk
mencapai kesembuhan. Tipe pengobatan jangka panjang menyebabkan
pasien tidak patuh dalam menjalani pengobatan. Perilaku yang tidak patuh
dalam pengobatan TB paru membuat bakteri TB paru menjadi resisten
pada tubuh. Pasien tidak patuh dalam pengobatan adalah salah satu
penyebab tingginya angka kejadian penyakit TB Paru. Dukungan dari
keluarga adalah merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung
ketaatan dalam program pengobatan. Diharapkan partisipasi keluarga dan

peranannya sebagai PMO dalam pengawasan minum obat yang akan


meningkatkan kepatuhan minum obat pasien TB Paru (Kartikasari D,
2011)
c. Case control study
1) Definisi
Case control study yaitu rancangan penelitian epidemiologi yang
mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit,
dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol
berdasarkan status paparannya.
Pemilihan subyek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian
dilakukan pengamatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar
faktor penelitian atau tidak.
2) Karakteristik

Merupakan penelitian observasional yang bersifat retrospektif

Penelitian diawali dengan kelompok kasus dan kelompok


kontrol

Kelompok kontrol digunakan untuk memperkuat ada tidaknya


hubungan sebab-akibat

Terdapat hipotesis spesifik yang akan diuji secara statistik

Kelompok kontrol mempunyai risiko terpajan yang sama dengan


kelompok kasus

Pada

penelitian

kasus-kontrol,

yang

dibandingkan

ialah

pengalaman terpajan oleh faktor risiko antara kelompok kasus


dengan kelompok kontrol

Penghitungan besarnya risiko relatif hanya melalui perkiraan


melalui perhitungan odds ratio

BAB III
RANCANGAN PROGRAM
1. Memberikan Pengobatan Sesuai Standar dengan Pengawasan dan Dukungan yang
Memadai terhadap Pasien
Agar mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi, pengobatan pasien TB
membutuhkan penggunaan obat TB secara rasional oleh tenaga kesehatan dan
dukungan yang memadai dari berbagai pihak terhadap pasien TB dan pengawas
minum obat (PMO). Setiap fasilitas pelayanan harus melaksanakan pendekatan
pelayanan yang berfokus pada pasien (patient-centered approach) sebagai berikut:

Memberikan informasi mengenai pilihan fasilitas pelayanan kesehatan yang


menyediakan pengobatan TB dan implikasinya bagi pasien dengan tujuan

meminimalkan opportunity costs dan memperhatikan hak-hak pasien


Menjamin setiap pasien TB memiliki PMO
Mengoptimalkan pelaksanaan edukasi bagi pasien dan PMO
Memberikan edukasi tentang pemberian obat yang TB yang benar
Mempermudah akses pasien terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang telah
tersedia (seperti Puskesmas, Balai Kesehatan Paru Masyarakat, rumah sakit

dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya)


Mengembangkan pendekatan pelayanan DOTS berbasis komunitas
2. Memberikan gambaran mengenai kepadatan hunian
Memberikan edukasi akan bahaya tinggal serumah dengan penderita
TB
Pentingnya ventilasi udara yang bebas untuk pernapasan
Memberikan informasi mengenai pentingnya rumah sehat
Memberikan penjelasan akan bahaya hidup berdesakan dengan angka
kejadian TB
Mengembangkan pendekatan pelayanan DOTS berbasis komunitas
3. Kondisi lingkungan
Memberikan edukasi tentang pentingnya hidup sehat

Meningkatkan kebersihan sanitasi lingkungan


Memberikan informasi mengenai manfaat sinar matahari dalam suatu
rumah
Memberikan informasi tentang pentingnya penggunaan ventilasi pada
setiap rumah
4. Kondisi sosial ekonomi
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani;
Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya

upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan;


Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan;
Menciptakan tata kelola pemerintah yang baik.
Meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat
Memberikan edukasi mengenai gizi yang baik

5. Penyuluhan
Memberikan informasi mengenai pilihan fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyediakan pengobatan TB dan implikasinya bagi pasien
dengan tujuan meminimalkan opportunity costs dan memperhatikan
hak-hak pasien
Memberikan edukasi tentang pemberian obat yang TB yang benar
Memberikan edukasi pendekatan pelayanan DOTS
Memberikan edukasi tentang pola hidup sehat

6. Rendahnya pendidikan
Menyelenggrakan

pelatihan

yang

berkesinambungan

untuk

implementasi komponen dasar maupun baru dalam strategi Stop TB


bagi pengelola dan penyedia pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta
Berkontribusi terhadap penguatan program pendidikan dokter,
perawat, laboratorium dan tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam
implementasi strategi program pengendalian TB
Swasta, termasuk LSM

10

Memberikan dukungan dan mentoring


7. Pola hidup bersih dan sehat
Tidak merokok
Memeriksa kesehatan secara rutin
Memakai masker bila batuk
Menjaga asupan

11

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.

KESIMPULAN

4.2.

SARAN

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, S. A. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Volume
2. Jakarta: EGC; 2005
2. Kartika D (2009), Hubungan Peran Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat
(PMO) Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru Di Puskesmas
Kedungwuni Kabupaten Pekalongan, dari http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id dikases pada tanggal 20 Juli 2016
3. Kementerian Kesehatan REPUBLIK INDONESIA Direktorat

Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011


4. World Health Organization (WHO), 2010. Tuberculosis. Available from:
http://www.who.int/immunization/topics/tetanus/en/index.html.

Diakses

pada

tanggal 20 Juli 2016.


5. Kartasasmita CB, Epidemiologi Tuberkulosis. Sari Pediatri Volume 11 no 2.
Bandung. 2009.

13

You might also like