Professional Documents
Culture Documents
BANGSAL I
STROKE NON HEMORAGIK DENGAN ATRIAL FIBRILASI
Dosen Pembimbing
dr Hernawan, Sp.S
Disusun Oleh :
Danny Amanati Aisya
G4A014037
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS BANGSAL I
STROKE NON HEMORAGIK DENGAN ATRIAL FIBRILASI
Purwokerto,
Januari 2015
Dosen Pembimbing
dr Hernawan, Sp.S
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke menurut World Helath Organization (WHO) merupakan suatu tanda
klinis yang berkembang dengan cepat akibat gangguan fokal atau global dengan
gejala gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain dari vaskular (Frtzsimmons,
2007).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering pada negara maju,
setelah penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per 1000 populasi,
mayoritas penyebab stroke adalah infark serebral. Di negara negara ASEAN
penyakit stroke merupakan masalah kesehatan utama yang menyebabkan kematian.
Data dari South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC) menyebutkan
bahwa angka kematian stroke terbesar berada di Negara Indonesia lalu diikuti oleh
Negara Filipina, Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Stroke iskemik
merupakan jenis stroke yang paling banyak diderita oleh penderita stroke di Indonesia
yaitu sebesar 52,9% lalu diikuti oleh perdarahan intraserebral, emboli, dan perdarahan
subarachnoid dengan angka kejadian 38,5%, 7,2%, dan 1,4 % (Basjirudin, 2008).
Stroke disebabkan oleh keadaan iskemik atau proses hemoragik yang
seringkali diawali oleh adanya lesi atau perlukaan pada pembuluh oleh tromboemboli
yang mengakibatkan daerah di bawah sumbatan mengalami iskemik, sedangkan pada
stroke hemoragik terjadi akibat adanya mikroaneurisma yang pecah (Hananta, 2011).
Faktor resiko stroke terdiri dari faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
dan dapat dimodifikasi. Faktor resiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia,
jenis kelamin, jenis ras, dan geografis. Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi
yaitu penyakit jantung, diabetes mellitus, merokok, aktivitas, dan kebiasaan makan.
Penyakit jantung yang dapat menjadi faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor risiko
tinggi, misalnya fibrilasi atrium dan risiko sedang, misalnya atrial flutter. Fibrilasi
atrium adalah penyakit jantung yang paling sering berkaitan dengan emboli serebral.
Risiko stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium adalah 5 sampai 7 kali lebih tinggi
daripada pasien tanpa fibrilasi atrium (Setyopranoto, 2011; Sembiring, 2010; WHO,
2007).
Fibrilasi atrium merupakan pencetus adanya emboli di otak. Sebanyak 45%
dari kardioemboli terjadi pada penderita fibrilasi atrium. Dua puluh sampai tiga puluh
persen penyebab stroke adalah emboli yang berasal dari jantung (Chung and Caplan,
2007; Lumbantobing, 2004; Anwar, 2004).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke
1. Definisi Stroke
Stroke menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu
tanda klinis yang berkembang dengan cepat akibat gangguan fokal atau global
dengan gejala gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain dari
vaskular. Gejala neurologi fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat
gangguan di daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Gangguan non
fokal atau global misalnya gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan non
fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke. Oleh karena itu gejala non fokal
tidak seharusnya diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai
gangguan neurologis fokal. Gangguan fungsi saraf pada stroke disebabkan
karena gangguan peredaran darah pada otak non traumatik. Gangguan saraf
menimbulkan gejala yaitu : kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara
yang tidak lancar atau tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan
penglihatan, dan sebagainya (Kemenkes, 2013; Warlow et al., 2007;
Frtzsimmons, 2007).
2. Epidemiologi Stroke
Menurut World Health Organization (WHO) stroke menduduki urutan
kedua sebagai penyebab kematian terbanyak di dunia, kurang lebih 5,5 juta
atau sekitar 9,7 % orang mati karena stroke setiap tahunnya. Selain itu, stroke
juga merupakan penyebab utama kecacatan di dunia, karena 50 - 75% pasien
yang dapat bertahan dari stroke mengalami kecacatan dan membutuhkan
bantuan dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Caplan, 2009).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007,
penyebab utama kematian di Indonesia adalah stroke sekitar 15,4%. Kasus
stroke di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan, pada tahun 2005
sebesar 8,26 per 1.000 penduduk menjadi 12,41 per 1000 penduduk tahun
2006, 3,05 per 1.000 penduduk mengalami stroke hemoragik, dan 9,36 dari
1000 penduduk mengalami stroke non hemoragik (Dinkes Jateng, 2006).
3. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan kelainan patologis, stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu
stroke non hemoragik dan stroke hemoragik (Wahjoepramono, 2005).
a) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang diakibatkan karena adanya
pendarahan pada pembuluh darah otak. Stroke hemoragik dibagi menjadi
dua, yaitu :
1) Pendarahan Intraserebral
Pendarahan intraserebral merupakan pendarahan primer yang
berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan
disebabkan oleh trauma. Perdarahan intraserebral disebabkan karena
pecahnya pembuluh darah intraserebral, sehingga darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak. Kondisi ini akan
terjadi peningkatan tekanan intrakranial, sehingga terjadi penekanan
pada stuktur otak secara menyeluruh mengakibatkan penurunan aliran
darah otak dan berakhir pada kematian sel saraf sehingga timbul defisit
neurologis. Perdarahan intraserebral (PIS) biasanya terjadi karena
hipertensi yang berlangsung lama, sehingga terjadi kerusakan dinding
pembuluh darah (Mardjono, 2010; Aliah, 2007).
2) Pendarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarakhnoid baik dari tempat lain maupun dari ruang subarakhnoid itu
sendiri. PSA terjadi secara spontan, 10 % kasus disebabkan karena
peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah dan biasanya terjadi saat seseorang melakukan aktivitas
(Mardjono, 2010; Junaidi, 2004).
usia muda memiliki risiko lebih tinggi daripada wanita sehingga tingkat
kelangsungan hidup lebih tinggi pula sedangkan pada wanita umumnya
terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih
besar.
3) Ras
Orang kulit hitam, Cina, dan Jepang memiliki insiden stroke yang lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki kulit putih. Suku
Batak dan masyarakat Padang lebih rentan untuk terserang stroke
dibandingkan dengan suku Jawa. Hal ini disebabkan oleh pola dan jenis
makanan yang lebih banyak mengandung kolesterol (Depkes, 2007).
4) Riwayat keluarga yang sama
Individu yang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami
serangan stroke atau penyakit yang berhubungan dengan kejadian
stroke dapat menjadi faktor risiko untuk terserang stroke juga. Hal ini
disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya faktor genetik, pengaruh
budaya, dan gaya hidup dalam keluarga, interaksi antara genetik dan
pengaruh lingkungan.
b) Faktor resiko dapat dimodifikasi
1) Hipertensi
Tekanan darah merupakan salah satu faktor risiko yang harus
diperhatikan dalam kejadian stroke. Tekanan darah yang tinggi atau
dikenal dengan istilah hipertensi merupakan faktor risiko utama, baik
pada stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik. Seiring
peningkatan tekanan darah, resiko untuk terkena stroke terus
meningkat. Pada penelitian Framingham, faktor resiko relatif untuk
setiap peningkatan sistolik 10 mmHg adalah 1,9 untuk pria dan untuk
wanita adalah 1,7 setelah faktor resiko yang lain dikontrol. Hipertensi
memicu proses aterosklerosis karena tekanan yang tinggi dapat
mendorong Low Density Lipoprotein (LDL) kolesterol masuk ke
dalam lapisan intima lumen pembuluh darah dan menurunkan
elastisitas pembuluh darah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
efektivitas penggunaan obat anti hipertensi dapat mengurangi risiko
Heart
Association
telah
mempublikasikan
suatu
pedoman
anamnesis
Sumber
b. Pemeriksaan neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tandatandanya.
Cat
atan
A. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi.:
a. Laboratorium.
1) Pemeriksaan darah rutin.
2) Pemeriksaan kimia darah lengkap.
a) Gula darah sewaktu : Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur angsur kembali turun.
b) Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL
kolesterol serta total lipid).
3) Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
a) Waktu protrombin.
b) Kadar fibrinogen.
c) Viskositas plasma.
d) Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi
e) Homosistein.
b. Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark
proses
kelainan
manajemen
paru
dan
yang
potensial
memperburuk
a. Anti edema otak : edema pada otak terutama bila terjadi oklusi arteri
serebri media, sulit untuk dikontrol. Cairan hiperosmolar misalnya
gliserol, mannitol, urea, kurang efektif untuk stroke iskemik. Hal ini
disebabkan oleh pemberian cairan hiperosmolar ke daerah terganggu oleh
terhambatnya aliran darah di daerah infark, dan edema pada infark
iskemik merupakan kombinasi antara edema vasogenik dan sitotoksik.
b. Anti agregasi trombosit : yang umum dipakai Asam Asetil salisilat.
Seperti aspirin, aspilet, dan lain-lain. Dosis 80-300mg/hari.
c. Neuroprotektor : citicholine untuk meningkatkan pembentukan cholin dan
menghambat
pengrusakan
phosphatydicholine
(menghambat
dan
meningkatkan
biosintesa
dan
mencegah
hidrolisis
kardiolipin. Biasa diberikan dalam 24 jam sejak awal stroke. Untuk stroke
iskemik 250-1000mg/hari iv, terbagi dalam 2-3 kali/hari selama 2-15hari
d. Neurobransia : (vitamin B kompleks)
e. Rehabilitas : gangguan pembuluh darah otak merupakan penyebab utama
kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang paling penting pada
masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi
f. Terapi preventif : tujuannya untuk mencegah terulangnya dan timbulnya
serangan baru, dengan jalan mengobati dan menghindari faktor risiko
stroke:
1) Pengobatan hipertensi
2) Mengobati diabetes mellitus
3) Menghindari rokok,obesitas, stress dan lain-lain
4) Berolahraga teratur (Misbach, 2011).
8. Komplikasi
Komplikasi stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik
menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini
sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi
yang sesuai. Komplikasi pada stroke antara lain:
A. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1) Edema serebri
Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan
defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan
intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2) Abnormalitas jantung
Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau
akibat stroke, penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.
3) Kejang
Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik
dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4) Nyeri kepala
5) Gangguan fungsi menelan dan asprasi
B. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia
Pneumonia terjadi akibat immobilisasi dalam jangka waktu lama.
Pneumonia merupakan salah satu komplikasi stroke pada
pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien
dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa
nasogastrik.
2) Emboli paru
Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
3) Perdarahan gastrointestinal
Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan
komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke.
4) Stroke rekuren
5) Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
Penurunan curah jantung, dan Aritmia dan gangguan repolarisasi
6) Deep vein Thrombosis (DVT)
7) Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
C. Komplikasi jangka panjang
1) Stroke rekuren
2) Abnormalitas jantung
3) Kelainan metabolik dan nutrisi
4) Depresi
5) Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer
(Baehr, 2005).
9. Prognosis
Sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna,
asal ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting
agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti
jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa
disembuhkan. Namun, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah
sakit 48-72 jam setelah serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu
dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk
mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan
penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke. Upaya untuk
memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat
mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan
pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan. (Wilistyanita,
2012).
10. Hubungan Fibrilasi atrium dengan Stroke Iskemik
Trombus intrakardial terbentuk bila terdapat kelainan pada katup atau dinding
rongga jantung, trombus ini terbentuk bila terjadi gangguan irama jantung
sehingga terjadi keadaan yang relatif statis pada atrium seperti pada fibrilasi
atrium (Japardi, 2002). Sumber trombus pada fibrilasi atrium adalah pada
atrium kiri, dan dianggap merupakan faktor risiko yang penting dalam
terjadinya kardioemboli (Gutierrez and Blanchard, 2011).
Pembentukan trombus atau emboli dari jantung sepenuhnya belum diketahui,
tetapi menurut Japardi (2002) ada beberapa faktor prediktif pada kelainan
jantung yang berperan dalam proses emboli, yaitu:
a. Faktor mekanis
Perubahan fungsi mekanik pada atrium setelah gangguan irama (fibrilasi
atrium),
mempunyai
korelasi
dengan
timbulnya
emboli.
Dinding
DAFTAR PUSTAKA
Aliah A., Kuswara F. F., Arifin R. L., Wusyang G., 2007. Gambaran Umum tentang
Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam Harsono (ed). Kapita Selekta
Neurologi. Yogyakarta : Gajah Mada Press.
Baehr M, Frotscher M. Suplai darah dan gangguan vaskular sistem darah pusat.
Dalam: Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda, Gejala).
Edisi 4. Jakarta: EGC. 2005.
Caplan L. R., 2009. Basic Pathology, Anatomy and Pathophysiology. In Caplan L.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., 2006. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2006. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Fitzsimmons, B.M.2007. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke. In: Brust,
J.C.M., (ed). Current Diagnosis and treatment in Neurology. New York: Mc
Graw-Hill.
Ginsberg L. Lecture Notes Neurology. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007.
Gofir A., 2009. Manajemen Stroke-Evidence Based Medicine. Yogyakarta:Pustaka
Cendekia Press pp 8-112
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Kemenkes RI
Lumbantobing SM. Neurologi Klinis. Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf: Neurologi
Klinis Dasar. Cetakan ke-14. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.. 2009.
Misbach J, Hamid AB, Mayza A, Saleh K (editor). Stroke: Buku Pedoman SPM &
SPO Neurologi. Jakarta: PERDOSSI. 2006.
Muir K. W., 2010. Stroke. Medical Progress. 37:235-9
R. Caplans Stroke: A Clinical Approach. 4th ed. United State of America: Saunders
Elsevier pp 22-84
Sembiring K., 2010. Hubungan Kelainan Jantung dengan Stroke Iskemik pada
Pasien Rawat Inap di Bagian Neurologi Fk-USU/ RSUP Haji Adam Malik
Medan.
Setyopranoto I., 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia
Kedokteran. 185. 38:247-50
Sjahrir, H. 2003 . Stroke Iskemik. Medan : Yandira Agung
World Health Organization., 2007. Public Health Principles Neurological Disorders.
World Health Organization