You are on page 1of 4

Penyelenggaraan kesehatan di Indonesia berdasarkan pada lima norma

kesepakatan internasional yang menjadi kegiatan PBB, WHO, WMA. Kelima norma
tersebut adalah social defence, social security, social welfare, social policy yang
bersendi human right sebagai asas universal. Dengan demikian, sumber hokum
kesehatan adalah lex specialis bukan kodifikasi hukum pidana dan bukan pula
hukum perlindungan konsumen.
Kesalahan persepsi dasar hukum kesehatan yang bersumber kodifikasi
hukum perdata atau pidana mengakibatkan pelecahan hukum kesehatan dan profesi
kesehatan sehingga dapat membahayakan pembangunan bidang kesehatan di
Indonesia.
Hukum kesehatan termasuk hukum lex specialis melindungi secara khusus
tugas profesi kesehatan (provider) dalam program pelayanan kesehatan manusia
menuju kearah tujuan deklarasi healt for all dan perlindungan secara khusus
terhadap pasien (receiver) untuk mendapatkan kesehatan.
Pasal 80 berbunyi:
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk
menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan
hukum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan
ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana dendan paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial
dalam pelaksanaan trasplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau
transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana dendan
paling banyak Rp 300.000.00,00 (tiga ratus juta rupiah)
4. Barang siapa dengan sengaja:
a. Mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standard
dan/atau persyaratan dan/atau membahayakan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3)
b. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat
atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia
dan/atau buk standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 40
ayat (1);
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 81 berbunyi:
1. Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan denga sengaja:
a. Melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana
dimaksud dalam pasal 34 ayat (1);
b. Melakukan implant alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 36 ayat (1);

c. Melakukan bedah plastic dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud


dalam pasal 37 ayat (1);
d. Melakukan bedah plastic dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 37 ayat (1);
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (serratus empat puluh juta rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja:
a. Mengambil organ dari seseorang donor tanpa memerhatikan
kesehatan donor dan/atau tanpa persetujuan donor dan ahli waris atau
keluarganya sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (2);
b. Memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak
memenuhi standard dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 40 ayat (2);
c. Mengedarkan sediaan farmasu dan/atau alat kesehatan tanpa izin edar
sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1);
d. Menyelenggarakan penelitian dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi kesegatan pada manusia tanpa
memerhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan serta
norma yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
pasal 69 ayat (2) dan ayat (3);
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).
Pasal 82 berbunyi:
1. Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
a. Melakukan pengobatan dan/atau perawatan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 32 ayat (4);
b. Melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam pasal 35
ayat (1);
c. Melakukan implant obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat
(1);
d. Melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam
pasal 63 ayat (1);
e. Melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat
(2);
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (serratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja:
a. Melakukan upaya kehamilan di luar cara alami yang tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2);
b. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat
tradisional yang tidak memenuhi standart dan/atau persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2);
c. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa
kosmetika yang tidak memenuhi standart dan/atau persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2);
d. Mengadakan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
memenuhi persyaratan penandaan dan informasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 41 ayat (2);

e. Memproduksi dan/atau mengedarkan bahan yang mengandung zat


adiktif yang tidak memenuhi standard dan/atau persyaratan dalam
pasal 44 ayat (2);
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau pidana
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (serratus juta rupiah).
Pasal 83 berbunyi:
Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 80, pasal 81, dan pasal 82
ditambah seperempat apabila menimbulkan luka berat atau sepertiga apabila
menimbulkan kematian.

1. Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


(UU Praktik Kedokteran) dibentuk untuk mengatur hubungan antara
pasien dan dokter, baik dokter umum, dokter gigi maupun dokter
spesialis umum dan dokter spesialis gigi mengenai pelayanan medik.
Lex specialis : UU Praktik Kedokteran,mengatur tentang pelayanan
kesehatan yang ditujukan kepada individu atau Pelayanan Medik
yang dilaksanakan oleh para profesi medik.
2. Undang-undang Dasar pasal 28 H, tentang hak asasi manusia.
Problem diskriminatif yang masih terjadi antara golongan miskin dan
kaya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Lex specialis : UU No. 36 tahun 2009, Setiap orang bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif itu
ketentuan tersebut berlaku secara universal di berbagai bidang dalam
yuridisdiksi NKRI.
3. Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H, tentang hak asasi manusia.
Lex spesialis : UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, yang mengatur
secara lebih luas mengenai bidang kesehatan. Semua pasien yang
ditempatkan atau berada di ICU adalah pasien yang mendapatkan
perawatan dan terapi khusus serta intensif. Sehingga pasien
membutuhkan berbagai jenis dan macam peralatan medik serta
berbagai tindakan medik seperti misalnya tindakan resusitasi.
4. UU Nomor 7 Tahun 2014 yang ditegaskan pada Pasal 37 dari PP
tersebut bahwa Pengembangan SPAM menjadi tanggungjawab
Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang
dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-

hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif.


Lex spesialis : Pasal 6 ayat (2) dalam PP No 6 Tahun 2005 bahwa
adanya larangan untuk mendistribusikan air minum yang tidak
memenuhi syarat kualitas berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan,
ketika digunakan oleh masyarakat pengguna / pelanggan.
5. KUHP pasal 346-349. Melarang tindakan medis dalam bentuk
pengguguran kandungan atau aborsi dengan alasan apapun karena
bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, dan hukum.
Lex spesialis : UU kesehatan no.23 tahun 1992 pasal 15, tentang
aborsi diperbolehkan jikalau indikasi medis sebagian salah satu cara
untuk menyelamatkan nyawa ibu, maka tindakan aborsi
diperbolehkan.

You might also like