Professional Documents
Culture Documents
A. Pengertian
Kejang Demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu di atas 38,4C
per rectal) tanpa adanya infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi
pada anak berusia di atas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Kapita selekta
Kedokteran, 2000)
Kejang Demam Sederhana adalah kejang yang bersifat umum, singkat, dan hanya
terjadi sekali dalam 24 jam.
Kejang Demam Komplek adalah adalah kejang yang bersifat fokal, lamanya lebih dari
10-15 menit atau berulang dalam 24 jam. (IDAI, 2004)
Demam
Perkembangan terlambat
f.
2. Etiologi
Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernapasan atas, otitis medis, pneumonia, gastroenteritis, ISK. Kejang tidak selalu
timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu terlalu tinggi dapat
menyebabkan kejang.
C. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi sperti mata terbalik ke atas
dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenaj, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak
terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurologist. Kejang dapat diikuti hemiparesis
sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang bverlangsung lama
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
D. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a.
Memonitor demam
Suctioning
2. Medik
a.
1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,
hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila
diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam intra rectal 5
mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB> 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapoat diulang selang 5
menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB
secara intravena perlahan-lahan 1 mg/KgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan
iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan umur 1
tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jam kemudian berikan feobarbital dosis
rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk
hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kg BB/hari di bagi 2 dosis. Selama keadaan belum
membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa
dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan
kesadaran, dan depresi pernafasan.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8
mg/kgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
c.
Pengobatan profilaksis
1) Profilaksis intermiten
Diberikan diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diasepam dapat pula
diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg (BB>
10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5C. Efek samping diazepam
adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
2) Profilaksis terus menerus.
Diberikan untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy di
kemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus
diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama
1-2 bulan.
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1
dan 2) :
a) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (missal serebral palsy atau mikrosefal)
b) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist
sementara atau menetap.
c) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
d) Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan pengobatan
jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam
dengan diazepam oral atau rtektal tiap 8 jam di samping antipiretik.
E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian) : demam, iritabel, menggigil,
kejang)
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita klien saat masuk rumah sakit) :
kapan mulai panas ?
3)
Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh klien) : pernah kejang dengan atau tanpa demam ?
4)
Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak) : orang tua, saudara
kandung pernah kejang ?
Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan, usia)
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi sensori :
Penglihatan : air mata ada / tidak, cekung / normal
Pengecapan : rasa haus meningkat / tidak, lidah lembab / kering
b) Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
c) Sistem pernafasan : dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
d) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak teraba, kapilary refill lambat,
akral hangat / dingin, sianosis perifer
e) Sistem gastrointestinal :
Mulut : membran mukosa lembab / kering
Perut : turgor ?, kembung / meteorismus, distensi
Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena
f)
Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
1.
Batasan karakteristik :
Suhu tubuh > nor-mal
Kejang
Takikardi
Respirasi meningkat
Diraba hangat
Kulit memerah
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.
Potensial komplikasi :
kejang
dan
mengurangi
kejang
episode
2.
a.
kejang
kelemahan,
membantu
dalam
4.
Selama
tindakan
aktivitas
untuk
kejang,
menjamin
lakukan
ventilasi
6.
Bila kejang terjadi saat klien sedang duduk, bantu turunkan klien ke lantai dan
tempatkan sesuatu yang lunak dibawah
kepalanya. (tindakan ini akan membantu
mencegah trauma)
7.
8.
Biarkan individu tidur setelah periode kejang, orientasi lagi setelah bangun. (individu ini akan mengalami amnesia, orienttasi ulang akan membantu klien untuk
memperoleh rasa kontrol dan dapat menurunkan ansietas)
9.
10.
11. Jika kondisi klien kronis, evaluasi kebutuhan penyuluhan tehnik penatalaksanaan
diri sendiri
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
1.
3.
4.
membahayakan
Bersama tim kesehatan lain, berikan
penjelasan pada klien dan keluarga adanya
perubahan status kesehatan
Manajemen kejang
Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah
injury / cidera.
Monitor hubungan antara kepala dan mata
selama kejang.
Longgarkan pakaian klien
Temani klien selama kejang
Mengatur airway
Berikan oksigen bila perlu
Berikan terapi iv line bila perlu
Monitor status neurology
Monitor vital sign
Orientasikan kembali klien setelah kejang
Laporkan lamanya kejang
Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh
yang terlibat, aktivitas motorik, dan peningkatan kejang.
8. Dokumentasikan informasi tentang kejang
9. Kelola medikasi (kolaborasi)
10.
Kelola anti kejang (kolaborasi) bila
diperlukan.
11. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu
12. Monitor lama periode postictal dan karakteristiknya
Pencegahan kejang
1. Sediakan tempat tidur yang bisa diatur
rendah-tinggi, bila perlu.
2. Temani klien selama melakukan aktivitas
diluar rumah sakit, bila perlu
Monitor regimen terapi
Monitor pemenuhan medikasi antiepilepsi.
5. Instruksikan keluarga / orang terdekat untuk
melaporkan medikasi dan aktivitas kejang
yang terjadi.
6. Ajarkan pada klien tentang medikasi dan efek
sampingnya.
Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu
8. Sediakan suction, ambubag, nasopharyngeal
airway disamping tempat tidur.
Pasang side rail tempat tidur.
10. Ajarkan orang tua untuk mengenali faktor
pemicu.
2.
Fungsi neurology
3.
Tekanan intrakranial da-lam
batas normal
Tak ada sakit kepala
Tak ada bunyi bruit carotis
Tak gelisah
Tak ada agitasi
Tak ada muntah
Tak ada sinkope
4.
5.
6.
7.
8.
Monitoring Neurologik :
Status neurology : kesadaran
1.
Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan,
Membuka mata terhadap
dan reaktivitas.
stimulasi eksternal
2. Monitor tingkat kesadaran
Orientasi cognitif
Komunikasi sesuai situasi 3. Monitor tingkat orientasi
4. Monitor PCS
Mematuhi perintah
5.
Monitor memori saat ini, rentang perhatian,
Berespon (gerak) terhadap
stimulus yang berbahaya memori masa lalu, mood, perasaan/emosi,
tingkah laku.
(nyeri).
6. Monitor vital sign suhu, tekanan darah, nadi,
Mengikuti terhadap stimulus
respirasi.
dari lingkungan
7.
Monitor status respirasi (kedalaman, pola,
Tak ada kejang
usaha untuk bernafas)
8. Monitor refleks kornea
9. Monitor refleks batuk dan refleks muntah
10. Monitor tonus otot, gerakan motorik.
11. Monitor adanya tremor
12. Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus,
pemendekan lapang pandang, aktivitas visual
13. Monitor karakteristik bicara: lancar, aphasia,
kesulitan menemukan kata-kata.
14. Monitor respon terhadap stimulus: verbal,
taktil, stimulus berbahaya.
15. Monitor adanya parestesia
16. Monitor refleks babinski, respon cushing
6.
Menurunkan Cemas
Gunakan pendekatan dengan konsep
atraumatik care
Jangan memberikan jaminan tentang
prognosis penyakit
Jelaskan semua prosedur dan dengarkan
keluhan klien/keluarga
Pahami harapan pasien/keluarga dalam
situasi stres
Temani pasien/keluarga untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut
Bersama tim kesehatan, berikan informasi
mengenai diagnosis, tindakan prognosis
Anjurkan keluarga untuk menemani anak
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
Lakukan massage pada leher dan punggung,
bila lperlu
Bantu pasien mengenal penyebab
kecemasan
Dorong
pasien/keluarga
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi tentang penyakit
Instruksikan pasien/keluarga menggunakan
teknik relaksasi (sepert tarik napas dalam,
distraksi, dll)
Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi
dalam berpikir
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
-
Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta, 2000
Budi Santosa, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Prima Medika
Dina Kartika S, Pediatricia, Tosca Enterprise, Yogyakarta, 2005
Hardiono D. Pusponegoro dkk, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, IDAI, 2004
Helen Lewer, Learning to Care on the Paediatric Ward : terjemahan, EGC Jakarta, 1996
Joanne C. McCloskey, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, 1996
Judith M. Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and
NOC Outcomes, Upper Saddle River, New Jersey, 2005
Marion Johnson, Nursing Outcomes Classification (NOC), Mosby-Year Book, 2000
Tri Atmadja DS, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, RSUD Wates, 2001