You are on page 1of 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Menurut Wilkinson(2006) hipertermia merupakan keadaan suhu tubuh
seseorang yang meningkat diatas rentang normalnya. Hipertermia terjadi karena
pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh
pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu
hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi (Noer, 2004).
Menurut Potter & Perry (2010) hipertermia adalah peningkatan

suhu

tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan


panas ataupun mengurangi produksi panas.Suhu rektal > 38oC (100,4 F). Suhu
inti (rektal) lebih dapat diandalkan daripada metode lain pada anak < 1 tahun
(Lalani,2011).
Menurut Dorland (2006) hipertermia/febris/demam adalah peningkatan
suhu tubuh diatas normal. Hal ini dapat diakibatkan oleh stress fisiologik seperti
ovulasi, sekresi hormon thyroid berlebihan, olah raga berat, sampai lesi sistem
syaraf pusat atau infeksi oleh mikroorganisme atau ada penjamu proses noninfeksi
seperti radang atau pelepasan bahan-bahan tertentu seperti leukemia.Demam
diasosiasikan sebagai bahan dari respon fase akut, gejala dari suatu penyakit dan
perjalanan patologis dari suatu penyakit yang mengakibatkan kenaikan set-point
pusat pengaturan suhu tubuh (Sugarman,2005).

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hipertermia


adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat diatas rentang normal dan tubuh
tidak mampu untuk menghilangkan panas atau mengurangi produksi panas.
Rentang normal suhu tubuh anak berkisar antara 36,5 37,5 C.

B. Penyebab
Menurut Nelson (2000) hipertermia disebabkan oleh mekanisme pengatur
panas hipotalamus yang disebabkan oleh meningkatnya produksi panas endogen
(olah

raga

berat,

hipertermia

maligna,

sindrom

neuroleptik

maligna,

hipertiroidisme), pengurangan kehilangan panas (memakai selimut berlapis-lapis,


keracunan atropine), atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sengatan
panas). Ada juga yang menyebutkan bahwa hipertermia atau demam pada anak
terjadi karena reaksi transfusi, tumor, imunisasi, dehidrasi , dan juga karena
adanya pengaruh obat.
Menurut Sari Pediatri (2008) tiga penyebab terbanyak demam pada anak
yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit kolagen-vaskular, dan keganasan.
Walaupun infeksi virus sangat jarang menjadi penyebab demam berkepanjangan,
tetapi 20% penyebab adalah infeksi virus. Sebagian besar penyebab demam pada
anak terjadi akibat perubahan titik pengaturan hipotalamus yang disebabkan
adanya pirogen seperti bakteri atau virus yang dapat meningkatkan suhu tubuh.
Terkadang demam juga disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas terhadap
obat (Potter & Perry, 2010).

Dari beberapa penyebab hipertermia diatas, dapat disimpulkan bahwa


hipertermia disebabkan karena adanya faktor endogen, pengurangan kehilangan
panas, akibat terpajan lama lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas), ada juga
yang menyebutkan bahwa hipertermia atau demam pada anak terjadi karena reaksi
transfusi, imunisasi, dehidrasi, adanya penyakit, adanya pirogen seperti bakteri
atau virus dan juga karena adanya pengaruh obat.

C. Batasan Karakteristik
Menurut NANDA (2012) batasan karakteristik pada hipertermiameliputi :
1. Konvulsi
Suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan
peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang
tidak terkendali seperti kejang.
2. Kulit kemerah-merahan
Tanda pada hipertermia seperti kulit kemerah-merahan disebabkan karena
adanya vasodilatasi pembuluh darah.
3. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Hal ini berhubungan dengan adanya produksi panas yang berlebih,
kehilangan panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan panas
minimal, atau kombinasi antara keduanya.

4. Kejang
Kejang terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang tinggi sehingga
otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan peregangan dengan sangat
cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak terkendali seperti kejang.
5. Takikardia
Takikardia merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau ancaman syok,
pernapasan yang memburuk, atau nyeri (Wong, 2008).
6. Takipnea
Takipnea merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau ancaman syok,
pernapasan yang memburuk, atau nyeri.
7. Kulit terasa hangat
Fase dingin pada hipertermia akan hilang jika titik pengaturan hipotalamus
baru telah tercapai. Dan selama fase plateau, dingin akan hilang dan anak
akan merasa hangat. Hal ini juga terjadi karena adanya vasodilatasi
pembuluh darah sehingga kulit menjadi hangat.

D. Faktor Yang Berhubungan


Menurut NANDA (2012) faktor yang berhubungan atau penyebab dari
hipertermia meliputi :
1. Anestesia
Setiap tanda-tanda vital di evaluasi dalam kaitannya dengan efek samping
anestesi dan tanda-tanda ancaman syok, pernapasan yang memburuk, atau

10

nyeri karena anestesi ini dapat menyebabkan peningkatan suhu, kekakuan


otot, hipermetabolisme, destruksi sel otot (Wong, 2008).
2. Penurunan perspirasi
Penguapan yang tidak dapat keluar akan mengganggu sirkulasi dalam
tubuh sehingga menyebabkan hipertermi yang diakibatkan oleh kenaikan
set point hipotalamus.
3. Dehidrasi
Tubuh kehilangan panas secara kontinu melalui evaporasi. Sekitar 600
900 cc air tiap harinya menguap dari kulit dan paru-paru sehingga terjadi
kehilangan air dan panas. Kehilangan panas air ini yang menyebabkan
dehidrasi pada hipertermia.
4. Pemajanan lingkungan yang panas
Panas pada 85 % area luas permukaan tubuh diradiasikan ke lingkungan.
Vasokontriksi perifer meminimalisasi kehilangan panas. Jika lingkungan
lebih panas dibandingkan kulit, tubuh akan menyerap panas melalui
radiasi.
5. Penyakit
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang belakang
(yang meneruskan pesan hipotalamus) akan mengubah kontrol suhu
menjadi berat.
6. Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan
Pakaian yang tidak tebal akan memaksimalkan kehilangan panas.

11

7. Peningkatan laju metabolisme


Panas yang dihasilkan tubuh adalah hasil sampingan metabolisme, yaitu
reaksi kimia dalam seluruh sel tubuh. Aktivitas yang membutuhkan reaksi
kimia tambahan akan meningkatkan laju metabolik, yang juga akan
menambah produksi panas. Sehingga peningkatan laju metabolisme sangat
berpengaruh terhadap hipertermia.
8. Medikasi
Demam juga disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas terhadap
obat.
9. Trauma
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang belakang
(yang meneruskan pesan hipotalamus) akan mengubah kontrol suhu
menjadi berat.
10. Aktivitas berlebihan
Gerakan volunter seperti aktivitas otot pada olahraga membutuhkan energi
tambahan. Laju metabolik meningkat saat aktivitas berlebih dan hal ini
menyebabkan peningkatan produksi panas hingga 50 kali lipat.

E. Proses Pengaturan Suhu Tubuh


Menurut Ganong (2008) mekanisme pengaturan suhu tubuh dibagi
menjadi dua yaitu mekanisme yang diaktifkan oleh dingin dan mekanisme yang
diaktifkan oleh panas. Mekanisme yang diaktifkan oleh dingin itu sendiri terdiri
dari peningkatan produksi panas (menggigil, lapar, peningkatan aktivitas voluntar,

12

peningkatan sekresi norepinefrin dan epinefrin) dan penurunan pengeluaran panas


(vasokontriksi kulit, menggulung tubuh, dan horipilasi). Sedangkan mekanisme
yang diaktifkan oleh panas terdiri dari peningkatan pengeluaran panas
(vasodilatasi kulit, berkeringat, peningkatan pernapasan) dan penurunan
pembentukan panas (anoreksia, apati dan inersia).
Respons refleks yang diaktifkan oleh dingin dikontrol dari hipotalamus
posterior. Respons yang dihasilkan oleh panas terutama dikontrol dari
hipotalamus anterior, walaupun sebagian termoregulasi terhadap panas masih
tetap terjadi setelah deserebrasi setingkat rostral mesensefalon. Rangsangan
hipotalamus anterior menyebabkan terjadinya vasodilatasi kulit dan pengeluaran
keringat sehingga lesi di regio ini menyebabkan panas.
Pembentukan panas dapat berubah-ubah akibat pengaruh mekanisme
endokrin walaupun tidak terjadi asupan makanan atau gerakan otot yang menjadi
sumber utama panas. Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan
pembentukan panas yang cepat namun singkat. Hormon tiroid menimbulkan
peningkatan yang lambat namun berkepanjangan.
Menurut Asmadi (2008) sistem pengatur suhu tubuh terdiri atas tiga
bagian yaitu reseptor yang terdapat pada kulit dan bagian tubuh lainnya, integrator
didalam hipotalamus, dan efektor sistem yang mengatur produksi panas dengan
kehilangan panas.Reseptor sensori yang paling banyak terdapat pada kulit. Kulit
mempunyai lebih banyak reseptor untuk dingin dan hangat dibanding reseptor
yang terdapat pada organ tubuh lain seperti lidah, saluran pernafasan, maupun
organ visera lainnya. Bila kulit menjadi dingin melebihi suhu tubuh, maka ada

13

tiga proses yang dilakukan untuk meningkatkan suhu tubuh. Ketiga proses
tersebut yaitu menggigil untuk meningkatkan produksi panas, berkeringat untuk
menghalangi kehilangan panas, dan vasokontriksi untuk menurunkan kehilangan
panas.
Hipotalamus integrator sebagai pusat pengaturan suhu inti berada di
preoptik area hipotalamus.Bila sensitif reseptor panas di hipotalamus dirangsang,
efektor sistem mengirim sinyal yang memprakarsai pengeluaran keringat dan
vasodilatasi perifer. Hal tersebut dimaksudkan untuk menurunkan suhu, seperti
menurunkan produksi panas dan meningkatkan kehilangan panas. Sinyal dari
sensitif reseptor dingin di hipotalamus memprakarsai efektor untuk vasokontriksi,
menggigil, serta melepaskan epineprin yang meningkatkan metabolisme sel dan
produksi panas.Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan produksi panas
dan menurunkan kehilangan panas.
Efektor sistem yang lain adalah sistem saraf somatis. Bila sistem ini
dirangsang, maka seseorang secara sadar membuat penilaian yang cocok,
misalnya menambah baju sebagai respons terhadap dingin, atau mendekati kipas
angin bila kepanasan (Asmadi,2008).

F. Proses Terjadinya Demam


Suhu tubuh dikontrol oleh pusat termoregulasi di hipotalamus, yang
mempertahankan suhu tubuh pada angka sekitar set point (370C). Suhu tubuh
diatur dengan mekanisme thermostat di hipotalamus.Mekanisme ini menerima
masukan dari reseptor yang berada di pusat dan perifer. Jika terjadi perubahan

14

suhu, reseptor-reseptor ini menghantarkan informasi tersebut ke termostat, yang


akan meningkatksaan atau menurunkan produksi panas untuk mempertahankan
suhu set point yang konstan. Akan tetapi, selama infeksi substansi pirogenik
menyebabkan peningkatan set point normal tubuh, suatu proses yang dimediasi
oleh prostaglandin. Akibatnya, hipotalamus meningkatkan produksi panas sampai
suhu inti (internal) mencapai set point yang baru (Connel, 1997 dalam Wong,
2008).Sebagai

tambahan,

terdapat

kelompok

reseptorpada

hipotalamus

preoptik/anterior yang disuplai oleh suatu jaringan kaya vaskuler dan sangat
permeabel.Jaringan vaskuler yang khusus ini disebut organum vasculorum
laminae terminalis (OVLT).Sel-sel endotel OVLT ini melepaskan metabolit asam
arkidonat ketika terpapar pirogen endogen dari sirkulasi.Metabolit asam arkidonat
yang sebagian besar prostaglandin E2 (PGE2), kemudian diduga berdifusi kedalam
daerah hipotalamus preoptik/anterior dan mencetuskan demam(Harrison, 1999).

G. Penatalaksanaan
Perawat sangat berperan penting untuk mengatasi hipertermia.Tindakan
mengatasi atau menurunkan suhu ini mencakup intervensi farmakologi dan
nonfarmakologi.Untuk terapi farmakologi obat antipiretik yang digunakan untuk
mengatasi demam antara lain asetaminofen, aspirin, dan obat-obat anti-inflamasi
nonsteroid (NSAID).Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin tidak
diberikan pada anak-anak karena terdapat hubungan antara penggunaan aspirin
pada anak-anak dengan virus influenza atau cacar air dan sindroma
Reye.Penggunaan ibuprofen disetujui untuk menurunkan demam pada anak yang

15

berusia minimal 6 bulan.Dosis dihitung berdasarkan suhu awal, 5 mg/kg BB


untuk suhu kurang dari 39,1C atau 10 mg/kg BB untuk suhu lebih
dari39C.Durasi penurunan demam umumnya 6 8 jam.Dosis dapat diberikan
setiap 4 jam tetapi tidak lebih dari 5 kali dalam 24 jam. Suhu tubuh secara normal
menurun pada malam hari, 3 4 dosis dalam 24 jam biasanya cukup untuk
mengendalikan demam. Suhu diukur kembali 30 menit setelah antipiretik
diberikan untuk mengkaji efeknya (Wong, 2008).
Strategi nonfarmakologis terdiri dari mempertahankan intake cairan yang
adekuat untuk mencegah dehidrasi.Intake cairan pada anak yang mengalami
demam ditingkatkan sedikitnya 30 50 ml cairan per jam (misalnya air putih, jus
buah, dan cairan tanpa kafein lainnya).Intervensi lainnya adalah memakai pakaian
yang berwarna cerah, melepas jaket atau tidak menggunakan baju yang tebal, dan
mengatur suhu ruangan yang sesuai (25,6C).Dalam mengatasi hipertermia juga
bisa dengan melakukan kompres (Setiawati,2009).Kompres seluruh badan dengan
air hangat dapat memfasilitasi pengeluaran panas, serta dibutuhkan untuk
meningkatkan keefektifan pemberian antipiretik.Namun selama ini kompres
dingin atau es menjadi kebiasaan para ibu saat anaknya demam.Selain itu,
kompres alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk mengompres.Namun kompres
menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataan demam tidak
turun bahkan naik dan dapat menyebabkan anak menangis, menggigil, dan
kebiruan. Metode kompres yang lebih baik adalah kompres tepid sponge
(Kolcaba,2007).

16

Kompres tepid sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka.


Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya disatu tempat saja, melainkan
langsung dibeberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar. Selain itu
masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka dibeberapa area
tubuh sehingga perlakuan yang diterapkan terhadap klien ini akan semakin
komplek dan rumit dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan
kompres blok langsung diberbagai tempat ini akan memfasilitasi penyampaian
sinyal ke hipotalamus lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat
pelebaran pembuluh darah perifer akan memfasilitasi perpindahan panas dari
tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin mempercepat penurunan suhu
tubuh (Reiga, 2010).

H. Pengkajian Fokus
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada(Hidayat, 2007).
Menurut Barbara (2010) pengkajian fokus pada hipertermia pada tahap
awitan (tahap dingin atau meriang) dapat dilakukan pengkajian meliputi :
1.

Adanya peningkatan denyut jantung

2.

Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan

3.

Badan terasa menggigil

4.

Kulit dingin dan pucat

5.

Adanya keluhan kedinginan

17

6.

Dasar kuku terdapat adanya sianosis

7.

Kulit terlihat merinding

8.

Adanya penurunan produksi keringat

Pada tahap rangkaian proses dari hipertermia dapat dikaji meliputi :


1.

Tidak ada meriang

2.

Kulit terasa hangat/panas

3.

Sensitif terhadap cahaya

4.

Mata tampak berkaca-kaca

5.

Adanya peningkatan frekuensi nadi dan pernapasan

6.

Adanya rasa haus yang meningkat

7.

Adanya dihidrasi sedang sampai berat

8.

Mengantuk, gelisah, delirium, atau kejang

9.

Lesi kemerahan seperti herpes pada mulut

10. Penurunan nafsu makan (apabila demam berkepanjangan)


11. Malaise, kelemahan, dan nyeri otot.

I.

Diagnosa keperawatan
Menurut NANDA (2012) diagnosa yang muncul meliputi :

1.

Hipertermia (00007) berhubungan dengan anestesia, penurunan respirasi,


dehidrasi, pemajanan lingkungan yang panas, proses penyakit, pemakaian
pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan, peningkatan laju
metabolisme, medikasi, trauma, dan aktivitas berlebih.

18

2.

Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh (00005) berhubungan dengan


perubahan laju metabolisme, dehidrasi, pemajanan suhu lingkungan yang
ekstrim, usia ekstrim, berat badan ekstrim, penyakit yang mempengaruhi
regulasi suhu, tidak beraktivitas, pakaian yang tidak sesuai untuk suhu
lingkungan, obat yang menyebabkan vasokontriksi, obat yang menyebabkan
vasodilatasi, sedasi, trauma yang mempengaruhi pengaturan suhu tubuh, dan
aktivitas yang berlebihan.

3.

Ketidakefektifan termoregulasi (00008) berhubungan dengan usia yang


ekstrim, fluktuasi suhu lingkungan, penyakit, dan trauma.

4.

Risiko ketidakseimbangan volume cairan (00025) berhubungan dengan bedah


abdomen, asites, luka bakar, obstruksi intestinal, pankreatitis, merasakan
berkeringat, sepsis, dan cedera traumatik.

J. Fokus Intervensi
Menurut Potter & Perry (2010) fokus intervensi dan rasional pada
diagnosa keperawatan :
1.

Hipertermia (00007) yang berhubungan dengan anestesia, penurunan


respirasi, dehidrasi, pemajanan lingkungan yang panas, proses penyakit,
pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan,
peningkatan laju metabolisme, medikasi, trauma, dan aktivitas berlebih.

Tujuan :
1.

Klien memperoleh suhu tubuh normal dalam 24 jam berikutnya

19

2.

Klien memperoleh kenyamanan dalam 48 jam berikutnya

3.

Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan selama 3 hari


berikutnya

Hasil yang diharapkan :


1.

Suhu tubuh menurun setidaknya 1oC (1,8oF) dalam 8 jam berikutnya

2.

Klien melaporkan peningkatan kepuasan pola tidur dan istirahat

3.

Klien melaporkan peningkatan tenaga dalam 3 hari berikutnya

4.

Masukan sesuai dengan keluaran dalam 24 jam berikutnya

5.

Tidak ada tanda hipotensi postural saat rawat jalan

Intervensi :
1.

Instruksikan klien untuk mengurangi ketebalan pakaian dan menjaga


pakaian serta sprai tetap kering.
Rasional : Mendorong kehilangan panas melalui konduksi dan konveksi.

2.

Instruksikan klien untuk mengawasi suhu dirumah dan berikan


asetaminofen tiap 4 jam sesuai instruksi jika suhu melebihi 39oC
(102,2oF).
Rasional : Antipiretik menurunkan titik pengaturan.

3.

Instruksikan klien untuk membatasi aktivitas fisik dan meningkatkan


frekuensi periode istirahat selama 2 hari berikutnya.
Rasional : aktivitas dan stres meningkatkan laju metabolisme, sehingga
meningkatkan produksi panas.

20

4.

Instruksikan klien untuk meningkatkan masukan cairan oral.


Rasional : Cairan yang hilang membutuhkan penggantian.

5.

Sarankan higiene oral karena membran mukosa mulut mudah mengering


akibat dehidrasi.
Rasional : Higiene oral untuk menjaga membran mukosa mulut pasien
agar tetap lembab.

6.

Kurangi aktivitas fisik untuk membatasi produksi panas.


Rasional : Aktivitas dapat meningkatkan suhu tubuh.

7.

Lakukan mandi tepid sponge hangat untuk membantu pengeluaran panas


secara konduksi.
Rasional : Mandi air hangat membantu darah tepi di kulit melebar,
sehingga pori-pori menjadi terbuka yang selanjutnya memudahkan
pengeluaran panas dari tubuh.

2.

Ketidakseimbangan

suhu

tubuh

(00005)

berhubungan

dengan

perubahan laju metabolisme, dehidrasi, pemajanan suhu lingkungan


yang ekstrim, usia ekstrim, berat badan ekstrim, penyakit yang
mempengaruhi regulasi suhu, tidak beraktivitas, pakaian yang tidak
sesuai untuk suhu lingkungan, obat yang menyebabkan vasokontriksi,
obat

yang

menyebabkan

vasodilatasi,

sedasi,

trauma

yang

mempengaruhi pengaturan suhu tubuh, dan aktivitas yang berlebihan.

Tujuan :

21

Hidrasi atau jumlah air dalam ruang intraseluler dan ekstraseluler tubuh dapat
terpenuhi.
Hasil yang diharapkan :
1. Pasien menunjukkan membran mukosa yang lembab
2. Pasien tidak menunjukkan adanya demam
3. Pengaturan suhu tubuh mencapai atau mempertahankan suhu tubuh dalam
rentang normal

Intervensi :
1. Pantau suhu tubuh setiap 2 jam sesuai dengan kebutuhan
Rasional : Digunakan untuk memantau terjadinya kenaikan suhu secara
tiba-tiba.
2. Kaji suhu lingkungan dan modifikasi sesuai kebutuhan.
Rasional : Dapat membantu dalam mempertahankan/menstabilkan suhu
pasien.
3. Pantau warna kulit dan suhu
Rasional : Kehilangan panas dapat terjadi waktu kulit dipajankan pada
lingkungan yang dingin atau panas.
4. Sediakan pengukuran pendingin pada pasien dengan elevasi suhu
lingkungan
Rasional : Irigasi pendingin dan pemajanan permukaan kulit ke udara
mungkin dibutuhkan untuk menurunkan suhu.

22

5. Catat elevasi suhu yang tepat/demam tinggi menetap dan obati secara tepat
per protokol.
Rasional : Hipertermia malaignan harus dikenali dan diobati dengan tepat
untuk menghindari komplikasi yang serius.
6. Sediakan selimut penghangat pada saat darurat untuk anestesi.
Rasional

Anestesi

inhalasi

akan

menekan

hipotalamus

dan

mengakibatkan kurangnya regulasi suhu tubuh.


7. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian dantrolen (dantrium) untuk
pemberian intravena.
Rasional : Tindakan yang segera untuk kontrol suhu sangat diperlukan
untuk mencegah kematian hipertermia malignan.

3.

Ketidakefektifan termoregulasi (00008) berhubungan dengan usia yang


ekstrim, fluktuasi suhu lingkungan, penyakit, dan trauma.

Tujuan :
Klien memperoleh suhu tubuh normal dalam 24 jam berikutnya.

Hasil yang diharapkan :


Mempertahankan suhu kulit/aksila dalam 95,9o sampai 99,1oF (35,5o sampai
37,3oC).

23

Intervensi :
1. Kaji suhu dengan sering. Periksa rektal pada awalannya, selanjutnya
periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan
penyebar hangat. Ulangi selama 15 menit selama penghangatan ulang.
Rasional : Hipotermia membuat bayi atau anak cenderung pada stres
dingin, penggunaan pada simpanan lemak coklat yang tidak dapat
diperbaharui bila ada, dan penurunan sensitivitas untuk meningkatkan
kadar karbon dioksida (hiperkapnia) atau penurunan kadar oksigen
(hipoksia).
2. Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat dengan
penutup plastik atau kertas aluminium bila tepat.
Rasional : Menurunkan kehilangan panas pada lingkungan yang lebih
dingin dari ruangan.
3. Kurangi pemajanan pada aliran udara, hindari pembukaan pagar isolette
yang tidak semestinya.
Rasional : Menurunkan kehilangan panas karena konveksi/konduksi.
Membatasi kehilangan panas melalui radiasi.
4. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah.
Rasional : Menurunkan kehilangan melalui evaporasi.
5. Pantau sistem pengatur suhu, penyebar hangat, atau inkubator.
(Pertahankan batas atas pada 98,6oF, tergantung pada ukuran atau usia
bayi/anak).

24

Rasional : Hipertermia dengan akibat peningkatan pada laju metabolisme,


kebutuhan oksigen dan glukosa, dan kehilangan air tidak kasat mata dapat
terjadi bila suhu lingkungan yang dapat dikontrol, terlalu tinggi.
6. Pertahankan kelembaban relatif 50% - 80%. Oksigen lembab hangat
88oF-93oF (31oC-34oC).
Rasional : Mencegah evaporasi berlebihan, menurunkan kehilangan
cairan tidak kasat mata.
7. Pantau suhu bayi atau anak bila keluar dari lingkungan hangat. Berikan
informasi tentang termoregulasi pada orang tua.
Rasional : Kontak di luar tempat tidur khususnya dengan orangtua
digunakan untuk mencegah stres dingin.
8. Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan, diaforesis,
letargi, apnea, koma, atau aktivitas kejang.
Rasional : Tanda-tanda hipertermia ini (suhu tubuh lebih besar dari 99oF
atau 37,2oC dapat berlanjut pada kerusakan otak bila tidak teratasi.
9. Evaluasi sumber eksternal (misal: fototerapi, lampu pemanas, atau sinar
matahari), batasi pakaian, dan mandi diseka dengan spon menggunakan
air hangat.
Rasional : Tindakan ini secara umum berhasil dalam memperbaiki
hipertermia.

25

4.

Risiko ketidakseimbangan volume cairan (00025) berhubungan dengan


bedah abdomen, asites, luka bakar, obstruksi intestinal, pankreatitis,
merasakan berkeringat, sepsis, dan cedera traumatik.

Tujuan :
Klien dapat terpenuhi dalam kebutuhan cairannya dalam 24 jam berikutnya.
Hasil yang diharapkan :
Pasien akan mempunyai membran mukosa yang lembab.

Intervensi :
1. Pantau tanda dan gejala dini kekurangan cairan, misalnya saja membran
mukosa kering dan urine berwarna kuning kecoklatan.
Rasional : Penurunan volume cairan yang bersirkulasi menyebabkan
kekeringan jaringan dan pemekatan urine. Deteksi dini memungkinkan
terapi penggantian cairan untuk memperbaiki kekurangan.
2. Pertahankan intravena agar mengalir secara kontinu.
Rasional : Untuk menggantikan kehilangan cairan.
3. Pantau masukan dan haluaran, pastikan bahwa masukan untuk
mengkompensasi haluaran.
Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerolus,
membuat haluaran tidak adekuat untuk membersihkan sampah metabolik
dengan tepat.

26

4. Timbang berat badan setiap hari.


Rasional : Penimbangan berat badan akurat setiap hari dapat mendeteksi
kehilangan cairan.
5. Tidak dianjurkan memberikan obat antiemetik.
Rasional : Antiemetik dapat menurunkan ambang kejang.

K. Evidence Based Practice Penurunan Suhu Tubuh Anak Dengan


Teknik Water Tepid Sponge
Hasil penelitian Haryani dkk (2012) dengan judul Pengaruh
Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada
Anak Umur 1-10 Tahun Dengan Hipertermia menyimpulkan bahwa nilai
rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan tepid sponge sebesar 38,5oC
dengan standar deviasi 0,4oC. Nilai rata-rata setelah diberikan tepid
sponge sebesar 37,1oC dengan standar deviasi 0,5oC. Sehingga dapat
diketahui ada penurunan nilai rata-rata suhu tubuh sebesar 1,4oC. Ada
pengaruh kompres tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada
pasien hipertermi. Hal ini ditujukan dengan hasil analisis wilcoxon
didapatkan nilai p=0,0001 (<0,005).
Penelitian Setiawati (2009) dengan judul Pengaruh Tepid
Sponge ada 6 kesimpulan yang berdasarkan penelitiannya, diantara yaitu
yang pertama terdapat perbedaan yang bermakna antara suhu tubuh
sebelum dan setelah diberikan antipiretik disertai tepid sponge pada

27

kelompok intervensi pada menit ke 10 setelah periode tepid sponge (menit


ke-30 setelah pemberian antipiretik) dan pada menit ke 30 setelah
pengukuran pertama (menit ke- 60 setelah pemberian antipiretik). Yang
kedua terdapat perbedaan yang bermakna antara suhu tubuh sebelum dan
setelah diberikan antipiretik pada kelompok kontrol pada menit ke 30
setelah pemberian antipiretik dan pada menit ke 60 setelah pemberian
antipiretik. Yang ketiga terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat
kenyamanan sebelum dan setelah diberikan antipiretik disertai tepid
sponge pada kelompok intervensi pada menit ke 10 setelah periode tepid
sponge (pada menit ke 30 setelah pemberian antipiretik). Yang keempat
terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat kenyamanan sebelum
dan setelah diberikan antipiretik pada kelompok kontrol pada menit ke 30
setelah pemberian antipiretik. Yang kelima tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara suhu tubuh pada anak demam setelah periode tepid
sponge pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Walaupun
secara statistik tidak bermakna, tetapi kelompok intervensi mengalami
penurunan suhu yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Yang
terakhir tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat
kenyamanan pada anak demam setelah periode tepid sponge pada
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Akan tetapi, kelompok
intervensi mengalami peningkatan rasa nyaman yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol, walaupun secara statistik tidak bermakna.

28

Penelitian yang dilakukan oleh Sugihartiningsih (2011) dengan


judul Efektifitas Kompres Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Pada Anak Dengan Demam didapatkan tiga kesimpulan yaitu
suhu tubuh pada anak dengan demam sebelum dilakukan kompres tepid
sponge mempunyai rata-rata 38,7oC, dengan modus 38oC. Suhu terpanas
mencapai 40,3oC dan terendah mencapai 37,8oC. Yang kedua suhu tubuh
setelah dilakukan kompres tepid sponge mempunyai rata-rata 37,7oC,
dengan modus 37,5oC. Suhu terpanas mencapai 39,5 dan suhu terendah
mencapai 36,5oC. Kesimpulan terakhir kompres tepid sponge efektif
menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam, dengan nilai p :000
pada signifikansi 5%.
Sedangkan menurut penelitian Hamid (2011) dengan judul
Keefektifan Kompres Tepid Sponge yang Dilakukan Ibu dalam
Menurunkan Demam pada Anak menyimpulkan bahwa ada tiga
kesimpulan yang diterangkan yaitu yang pertama penurunan suhu tubuh
pada anak dengan perlakuan kompres konvensional maupun kompres
hangat tepid sponge terjadi pada pengukuran suhu tubuh menit ke-5
sampai menit ke-90. Setelah itu tubuh anak kembali naik. Yang kedua
perbedaan rerata penurunan suhu tubuh antara anak yang dilakukan
kompres konvensional dan anak dengan kompres hangat tepid sponge
terjadi pada mulai menit ke-30 sampai dengan menit ke-120. Pada menit
ke-5 dan ke-15 tidak terdapat perbedaan penurunan suhu yang signifikan
antara kedua kelompok. Yang terakhir dengan kompres hangat tepid

29

sponge yang dilakukan ibu sangat efektif dalam menurunkan suhu tubuh
pada anak dengan demam.
Dari beberapa hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa
kompres tepid sponge hangat dapat bermanfaat dalam menurunkan demam
atau hipertermi pada anak.

30

You might also like