You are on page 1of 14

A.

Definisi

Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat
berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan

komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi

karenakegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik.


Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa
celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak

tumbuh bersatu.
Labioskizis dan labiopalatoskizis adalah anomali perkembangan pada 1 dari 1000
kelahiran. Kelainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat keluarga, infeksi virus

pada ibu hamil trimester pertama.


Labioskizis/labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta

samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.


Gambar . bayi dengan labioskizis

B. Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa
mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir,
alveolus dan palatum durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi
struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut.
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum
di belahan foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior
terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer
dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.

4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya


utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga hingga
yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui :
1. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
2. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
3. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memnajang
hingga ke hidung.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis belum diketahui dengan
pasti. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioskizis dan labiopalatoskizis
muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik danfactor-faktor lingkungan.
Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40%
orang yang mempunyai riwayat keluarga labioskizis akan mengalami labioskizis.
Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioskizis meningkat bila
keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudarakandung) mempunyai riwayat
labioskizis. Ibu yang mengkonsumsi alcoholdan narkotika, kekurangan vitamin
(terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita
diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioskizis.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor
tersebut antara lain, yaitu :
1. Faktor genetik atau keturunan
Dimana material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat
terjadi karena mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang
normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex
(kromsom 1 s/d 22) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang
menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau
Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita,

sehingga jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal
seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat
pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelianan ini sangat jarang
terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2.

Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6. Vitamin C pada waktu hamil,
kekurangan asam folat.
3. Radiasi.
4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi
Rubella dan sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal,
akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi
penitonin.
7. Multifaktoral dan mutasi genetik.
8. Diplasia ektodermal.

D. Patofisiologi
Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris
dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum
anterior. Masa krisi fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi.
Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi.
Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7
sampai minggu ke-12.
Cacat terbentuk pada trimester pertama kahemilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah
menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.

Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan


prominan nasalis dan maksilaris dengan prominan nasalis medial yang diikuti
disfusi kedua bibir, rahang dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi
septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta paltum molle terjadi sekitar
kehamilan ke- 7 sampai 12 minggu.
PATHWAY

E. Manifestasi Klinis
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
1. Terjadi pemisahan langit-langut
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
4. Infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah
5. Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu keluarnya
air susu dari hidung.
F. Komplikasi
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi
karenanya, yaitu ;
1. Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti
dengan celah palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot
khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi
makan pada bayi bibir sumbing.
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioskizisdan
labiopalatoskizis. Adanya labioskizis dan labiopalatoskizis memberikan kesulitan
pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudaraibu atau dot. Tekanan lembut
pada pipi bayi dengan labioskizis mungkin dapat meningkatkan kemampuan
hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek
menelan pada bayi dengan labioskizis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat
menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi
tegak urus mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-

nepuk punggung bayi secara berkala juga daapt membantu. Bayi yang
hanyamenderita labioskizis atau dengan labiopalatoskizis biasanya dapat
menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan
penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan
tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi denganlabiopalatoskizis dan bayi
dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
2.

Infeksi teinga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang


menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi
maka akan kehilangan pendengaran.
Anak dengan labiopalatoskizis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga
karena

terdapatnya

abnormalitas

perkembangan

dari

otot-otot

yang

mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.


3.

Kesulitan berbicara. Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi


karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat
menghambatnya.
Pada bayi dengan labiopalatoskizis biasanya juga memiliki abnormalitas.pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatu mmole tidak
dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara
dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun
telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otototot tersebut diatas untuk
menutup ruang/ rongga nasalpada saat bicara mungkin tidak dapat kembali
sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi
suara/ kata p, b, d, t,h, k, g, s, sh, and ch, dan terapi bicara (speech therapy)
biasanya sangat membantu.

4.

Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak
tumbuh, sehingg perlu perawatan dan penanganan khusus. Anak yang lahir
dengan labioskizis dan labiopalatoskizis mungkin mempunyai masalah tertentu
yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi
pada arean dari celah bibir yang terbentuk.

G. Penatalaksanaan

1. Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu


mempunyai refleks mengeluarkan air susu dengan baik yang mungkin
dapat dicoba dengan sedikit menekan payudara.
2. Bila anak sukar mengisap sebaiknya gunakan botol peras (squeeze
bottles), untuk mengatasi gangguan mengisap, pakailah dot yang panjang
dengan memeras botol maka susu dapat didorong jatuh di belakang mulut
hingga dapat diisap. Jika anak tidak mau, berikan dengan cangkir dan
sendok.
3. Dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat okulator untuk menutup
sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum, dan
sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat melakukan
tindakan bedah.
4. Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah,
ortodontis, dokter anak, dokter THT, serta ahli wicara.
Syarat labioplasti (rule of ten)
1. Umur 3 bulan atau > 10 minggu
2. Berat badan kira-kira 4,5 kg/10 pon
3. Hemoglobin > 10 gram/dl
4. Hitung jenis leukosit < 10.000
Syarat palaplasti
Palatoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan menjelang anak belajar
bicara, yang penting dalam operasi ini adalah harus memperbaiki lebih dulu
bagian belakangnya agar anak bisa dioperasi umur 2 tahun. Untuk mencapai
kesempurnaan suara, operasi dapat saja dilakukan berulang-ulang. Operasi
dilakukan jika berat badan normal, penyakit lain tidak ada, serta memiliki

kemampuan makan dan minum yang baik. Untuk mengetahui berhasil tidaknya
operasi harus ditunggu sampai anak tersebut balajar bicara antara 1-2 tahun.
1. Jika sengau harus dilakukan terapi bicara (fisioterapi otot-otot bicara).
2. Jika terapi bicara tidak berhasil dan suara tetap sengau, maka harus
dilakukan faringoplasti saat anak berusia 8 tahun.
Faringoplasti ialah suatu pembebasan mukosa dan otot-otot yang kemudian
didekatkan satu sama lain. Pada faringoplasti hubungan antara faring dan hidung
dipersempit dengan membuat klep/memasang klep dari dinding belakang faring
ke palatom molle. Tujuan pembedahan ini adalah untuk menyatukan celah
segmen-segmen agar pembicaraan dapat dimengerti.
Perawatan yang dilakukan pasca dilakukannya faringoplasti adalah sebagai
berikut :
1. Menjaga agar garis-garis jahitan tetap bersih.
2. Beyi diberi makan atau minum dengan alat penetes dengan menahan
kedua tangannya.
3. Makanan yang diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau buur
saring selama 3 minggu dengan menggunakan alat penetes atau sendok.
4. Kedua tangan penderita maupun alat permainan harus dijauhkan.
Asuhan
1. Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta keluarga.
2. Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting harus dilakukan
saat ini adalah member makanan bayi guna memastikan pertumbuhan yang
adekuat sampai pembedahan yang dilakukan.

Jika bayi memiliki sumbing tetapi palatumnya utuh, izinkan bayi

berupaya menyusu.

Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah lain yang

membutuhkan hospitalisasi, pulangkan bayi. Tindak lanjuti dalam satu


minggu untuk memeriksa pertumbuhan dan penambahan berat badan.
3. Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir sumbing,berikan
perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian makanan alternatif
(menggunakan sendok atau cangkir).
4. Jika bayi memiliki celah palatum, berikan perasan ASI dengan
menggunakan

metode

pemberian

makan

alternatif

(menggunakan

sendok atau cangkir).


5. Ketika bayi makan dengan baik dan mengalami penambahan berat
badan,rujuk bayi ke rumah sakit tersier atau pusat spesialisasi, jika
memungkinkan untuk pembedahan guna memperbaiki celah tersebut.

PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos kisis dari keluarga,
berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
a.
b.
c.
d.

badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.


Pemeriksaan Fisik
Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
Kaji tanda-tanda infeksi
Palpasi dengan menggunakan jari
Kaji tingkat nyeri pada bayi
Pengkajia Keluarga
Observasi infeksi bayi dan keluarga
Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur

perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.

Koping Keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau krisis

2.

perkembangan /keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaan.


Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh

bagian atas.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakseimbangan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
D. INTERVENSI
1. DX.1 : Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain dan krisis

a.
b.
c.
d.

perkembangan / keadaan dari orang lain terdekat mungkin muncul ke permukaan.


NOC.: Family koping
KH :
Mengatur masalah
Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
Menggunakan startegi pengurangan stress
Membuat
jadwal
untuk
rutinitas
dan
kegiatan
keluarga

1)
2)
3)
4)
5)

Indikator skala :
Tidak pernah dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan
NIC : Family Support

a.
b.
c.
d.
e.

Dengarkan apa yang diungkapkan


Bangun hubungan kepercayaan dalam keluarga
Ajarkan pengobatan dan rencana keperawatan untuk keluarga
Gunakan mekanisme kopoing adaptif
Mengkonsultasikan dengan anggota keluarga utnk menambahkan kopoing yang

efektif.
2. DX.II: Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi

a.
b.
c.
d.
e.

tubuh bagian atas.


NOC : Risk Control
KH :
Monitor lingkungan faktor resiko
Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
Monitor perubahan status kesehatan
Monitor faktor resiko individu
Indikator skala :

1)
2)
3)
4)
5)

Tidak pernah dilakukan


Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan
NIC : Aspiration Precaution

a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
1)
2)
3)
4)
5)

Monitor status hormonal


Hindari penggunaan cairan / penggunaan agen amat tebal
Tawarkan makanan / cairan yang dapat dibentuk menjadi bolu sebelum ditelan.
Sarankan untuk berkonsultasi ke Patologi
Posisikan 900 atau lebih jika memungkinkan.
Cek NGT sebelum memberi makan
DX. III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak seimbangan
NOC :
Menggunakan pesan tertulis
Menggunakan bahasa percakapan vocal
Menggunakan percakapan yang jelas
Menggunakan gambar/lukisan
Menggunakan bahasa non verbal
Indikator skala :
Tidak pernah dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan
NIC : Perbaikan Komunikasi

a.
b.
c.
d.
e.
f.
4.

Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan pasien


Berbicara kepada pasien dengan lambat dan dengan suara yang jelas.
Menggunakan kata dan kalimat yang singkat
Mendengarkan pasien dengan baik
Memberikan reinforcement/pujian positif pada keluarga
Anjurkan pasien mengulangi pembicaraannya jika belum jelas.
DX. IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor

a.
b.
c.
d.
e.

biologis.
NOC : Status Nutrisi
KH :
Stamina
Tenaga
Penyembuhan jaringan
Daya tahan tubuh
Pertumbuhan (untuk anak)
Indikator skala :

1)
2)
3)
4)
5)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Tidak pernah dilakukan


Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan
NIC : Nutrition Monitoring
BB dalam batas normal
Monitor type dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak/orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor rambut kusam, kering dan mudah patah
Monitor pertumbuhan danperkembangan

5. DX. V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik


NOC : Tingkat Kenyamanan
KH :
a. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri.
b. Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri.
c. TTV dalam batas normal
Indikator skala :
1) Tidak pernah dilakukan
2) Jarang dilakukan
3) Kadang dilakukan
4) Sering dilakukan
5) Selalu dilakukan
NIC : Pain Management
a.

Kaji secara komprehensif tentang nyeri meiputi : Lokasi, karkteristik, durasi,

frekwensi, kualitas dan intensitas nyeri.


b. Observasi isarat-isarat non verbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan komunikasi teraupeutik agar pasien dapat nyaman mengekspresikan
6.
a.
b.
c.
d.
e.

nyeri.berikan dukungan kepada pasien dan keluarga.


DX. VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
NOC : Risk Control
KH :
Monitor gejala kemunduran penglihatan
Hindari tauma mata
Hindarkan gejal penyakit mata
Gunakan alat melindungi mata
Gunakan resep obat mata yang benar

1)
2)
3)
4)
5)
a.
b.
c.
d.

Indikator skala :
Tidak pernah dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan
NIC : Identifikasi Resiko
Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan rencana berkelanjutan
Menentukan sumber yang financial
Identifikasi sumber agen penyakit untuk mengurangi faktor resiko
Menentukan pelaksanaan dengan treatment medis dan perawatan

E. EVALUASI
1. Diagnosa I : Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau
a.
b.
c.
d.
2.

krisis perkembangan keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaan.


Mengatur masalah
Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
Menggunakan startegi pengurangan stress
Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga
Diagnosa II : Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat

a.
b.
c.
d.
e.
3.

elevasi tubuh bagian atas.


Monitor lingkungan faktor resiko
Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
Monitor perubahan status kesehatan
Monitor faktor resiko individu
Diagnosa III : Kerusakan komunikasi verbal

a.
b.
c.
d.
e.
4.

ketidakseimbangan.
Menggunakan pesan tertulis
Menggunakan bahasa percakapan vocal
Menggunakan percakapan yang jelas
Menggunakan gambar/lukisan
Menggunakan bahasa non verbal
Diagnosa IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan

dengan

berhubungan dengan ketidak mampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan


a.
b.
c.
d.
e.
5.
a.
b.

dengan faktor biologis.


Stamina
Tenaga
Penyembuhan jaringan
Daya tahan tubuh
Pertumbuhan (untuk anak)
Diagnosa V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri.
Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri

c.
6.
a.
b.
c.
d.
e.

TTV dalam batas normal


Diagnosa VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.
Monitor gejala kemunduran penglihatan
Hindari tauma mata
Hindarkan gejal penyakit mata
Gunakan alat melindungi mata
Gunakan resep obat mata yang benar

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J. 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Terjemahan). Edisi 8. EGC :
Jakarta.
Doenges, M. E. Moorhouse, M. F, Geisser, A. C. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan
(terjemahan). Edisi 3. EGC : Jakarta.
Donna, L. Wong. 2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC : Jakarta.
Nelson. 2009. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. EGC : Jakarta.
Price, S. A. Wilson, L. M. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
(terjemahan). Edisi 4. EGC : Jakarta.

You might also like