You are on page 1of 24

REFERAT RADIOLOGI

ACHALASIA ESOFAGUS

Oleh :
Nycho A Chindo, S.Ked
1118011092

Perceptor :
dr. Tantri Dwi Kaniya, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI.iii
BAB I PENDAHULUAN...1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI ..2
2.2 EPIDEMIOLOGI ..2
2.3 ETIOLOGI .3
2.4 PATOFISIOLOGI .....3
2.5 GEJALA ... 4
2.6 PEMERIKSAAN
FOTO THORAX......4
ESOFAGOGRAM.....5
MANOMETRI......9
ENDOSKOPI......11
CT SCAN 14
2.7 DIAGNOSA BANDING.........16
2.8 PENATALAKSANAAN . 17
BAB III KESIMPULAN,..18
DAFTAR PUSTAKA..19

ii

BAB I
PENDAHULUAN

Akalasia adalah suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltik
korpus esofagus bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah yang hipertonik sehingga
tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna sewaktu menelan makanan. Secara
histopatologis kelainan ini ditandai oleh degenerasi ganglia pleksus mesentrikus. Akibat
keadaaan ini akan terjadi statis makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esofagus.1
Achalasia dideskripsikan pertama kali pada tahun 1672 oleh Sir Thomas Willis. Pada
tahun 1881, von Mikulicz mendeskripsikan penyakit ini sebagai suatu kardiospasme, di mana
gejalanya lebih disebabkan oleh suatu gangguan fungsional daripada suatu gangguan
mekanik. Pada tahun 1929, Hurt dan Rake menyatakan bahwa penyakit tersebut disebabkan
oleh kegagalan spinchter esofagus bawah untuk berelaksasi. Mereka lalu menyebutnya
sebagai achalasia, sebuah kata dari bahasa Yunani yang berarti gagal untuk berelaksasi. 2
Penyakit yang relatif jarang ditemui. Sebagian besar terjadi dalam umur pertengahan
dengan perbandingan jenis kelamin yang hampir sama. Kelainan ini tidak diturunkan dan
biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

DEFINISI
Akalasia ialah ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasis dan
peristaltik esofagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler.
Akibatnya bagian proksimal dari tempat penyempitan akan melebar dan disebut
mega-esofagus.3

2.2

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi akalasia sekitar 10 kasus per 100.000 populasi. Namun, hingga
sekarang, insidens penyakit ini telah cukup stabil dalam 50 tahun terakhir yaitu sekitar
0,5 kasus per 100.000 populasi per tahun. Rasio kejadian penyakit ini sama antara
laki-laki dengan perempuan. Menurut penelitian, distribusi umur pada akalasia
biasanya sering terjadi antara umur kelahiran sampai dekade ke-9, tapi jarang terjadi
pada 2 dekade pertama (kurang dari 5% kasus didapatkan pada anak-anak). Umur
rata-rata pada pasien orang dewasa adalah 25-60 tahun.1

2.3

ETIOLOGI
Bila ditinjau dari etiologinya, akalasia dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

Akalasia Primer. Penyebab tidak diketahui, diduga disebabkan oleh virus


neurotropik yang berakibat lesi pada nucleus dorsalis vagus pada batang otak
dan ganglia misentrikus pada esophagus.

Akalasia sekunder. Disebabkan oleh infeksi (penyakit Chagas), tumor


intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti
pseudokista pancreas, dapat pula disebabkan oleh obat antikolinergik atau paska
vagotomi.1,3,4

2.4

PATOFISIOLOGI
Akalasia memiliki karakteristik tekanan tinggi pada esofagus, sfingter bawah
esofagus yang tidak dapat berelaksasi dan esofagus yang mengalami dilatasi dan tidak
memiliki peristaltik. Secara patologi, esofagus hanya menunjukkan dilatasi minimal
pada awalnya, namun lama kelamaan dapat menjadi seluas 16 cm. Secara histologis,
abnormalitas utama berupa hilangnya sel ganglion di pleksus mienterikus (pleksus
Auerbach) pada esofagus distal. Beberapa lesi neuropatik lain juga dapat ditemukan,
antara lain: a). Inflamasi atau fibrosis pleksus myenterikus pada awal penyakit, b).
Penurunan varikosa serabut saraf pleksus myenterikus, c). Degenerasi n. Vagus, d).
Perubahan di dorsal nukleus motoris n. Vagus dan f). Inklusi intrasitoplasma yang
jarang pada dorsal motor nukleus vagus dan pleksus myenterikus. Segmen esofagus di
atas sfingter esofagogaster (LES) yang panjangnya berkisar antara 2-8 cm menyempit
dan tidak mampu berelaksasi. Esofagus bagian proksimal dari penyempitan tersebut
mengalami dilatasi dan perpanjangan sehingga akhirnya menjadi megaesofagus yang
berkelok-kelok. Bentuk esofagus sangat bergantung pada lamanya proses, bisa
berbentuk botol, fusiform, sampai berbentuk sigmoid dengan hipertrofi jaringan
sirkuler dan longitudinal. Mukosa dapat mengalami peradangan akibat rangsangan
retensi makanan.1,2,3,4

2.5

GEJALA
Gejala utama akalasia adalah disfagia, regurgitasi, rasa nyeri (chest pain) atau
tidak enak di daerah retrosternal dan penurunan berat badan. Disfagia, merupakan
gejala paling umum pada penderita akalasia, baik makanan padat ataupun cair
berakibat disfagia meskipun makanan padatlah yang paling sering dikeluhkan pasien
menimbulkan disfagia.1,5,6

2.6

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
A. FOTO POLOS THORAX
Pemeriksaan foto polos thorax tidak diindikasikan untuk tujuan evaluasi.
Pada pemeriksaan foto polos pada thorax didapatkan dilatasi esofagus di belakang
jantung, gelembung udara di esofagus dapat terlihat kecil atau tidak ada.

B. ESOFAGOGRAFI

Esofagografi adalah pemeriksaan esofagus dengan menggunakan kontras.


Pemeriksaan esofagografi ini dilakukan sebelum endoskopi untuk identifikasi terlebih
dahulu, dimana disfagia pada keganasan akan mudah terjadi perforasi karena alat
endoskopi.
Sebelum dilakukan tindakan, pasien dipuasakan terlebih dahulu selama 4 6 jam
sebelumnya, untuk pasien dengan kecurigaan akalasia maka dilakukan puasa 5 hari
sebelum tindakan, pasien hanya diberi makanan cair.
Pada akalasia akan tampak kontras mengisi esophagus yang melebar mulai dari
proksimal sampai distal di mana terjadi penyempitan pada daerah esophagogastric
junction yang menetap pada perubahan posisi. Kontras masih dapat melewati daerah
penyempitan ke dalam gaster.
Esofagus berdilatasi dan material kontras masuk ke dalam lambung secara perlahanlahan bagian distal menyempit dengan gambaran paruh burung (birds beak)

Tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esophagus dengan gambaran peristaltic
yang abnormal atau hilang dengan gambaran penyempitan di bagian distal
menyerupai ekor tikus (rat tail appearance)2,5,6

Gambaran normal esofagus

dalam pemeriksaan
barium swallow

Gambaran akalasia pada esofagografi birds beak appearance


Dilatasi esofagus dan peerlahan-lahan bagian distal menyempit
dengan gambaran paruh burung

Barium swallow memperlihatkan rat-tail appearance


dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltic yang
abnormal atau hilang dengan gambaran penyempitan di bagian distal
menyerupai ekor tikus

C. MANOMETRI ESOFAGUS
Manometrik esofagus adalah pemeriksaan yang terbaik (gold standar) untuk
mendiagnosis achalasia esofagus. Guna pemeriksaan manometrik adalah untuk
menilai fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dalam
lumen dan spinchter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan
motilitas secara kuantitatif maupun kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan
memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Hal-hal
yang dapat ditunjukkan pada pemeriksaan manometrik esofagus, antara lain:
Relaksasi spingter esofagus bawah yang tidak sempurna
Tidak ada peristaltik yang ditandai dengan tidak adanya kontraksi esofagus secara
simultan sebagai reaksi dari proses menelan.
Tanda klasik achalasia esofagus yang dapat terlihat adalah tekanan yang tinggi
pada spinchter esofagus bawah (tekanan spinchter esofagus bawah saat istirahat
lebih besar dari 45 mmHg), dan tekanan esofagus bagian proksimal dan media saat
istirahat (relaksasi) melebihi tekanan di lambung saat istirahat (relaksasi)

Teknik pemeriksaan manometri esofagus

Gambaran manometri esofagus pada pasien dengan akalasia esofagus

Gambaran hasil pemeriksaan manometri esofagus

D. ENDOSKOPI (ESOFAGOSKOPI)

Endoskopi tidak sensitif dalam menentukan kelainan motilitas utama esofagus. Pada
pasien dengan penyakit lanjut, kerongkongan menjadi lemah, melebar, dan berbelitbelit, yang dapat dilihat pada endoskopi.
Pada pasien dengan akalasia, perubahan mukosa karena iritasi kronis dan stagnasi
makanan termasuk eritema, mukosa gembur, ulserasi, dan infeksi candida. LES
ditutup rapat dan tidak terbuka dengan insuflasi udara, namun endoskopi dapat masuk
ke perut dengan tekanan mekanik lembut. Sebaliknya, perasaan resistensi atau
kekakuan di persimpangan gastroesophageal menunjukkan diagnosis lain (misalnya,
keganasan, striktur). Jika resistensi dirasakan atau perubahan mukosa perlu
diperhatikant, dan harus dilakukan biopsi.
Pemeriksaan endoskopi direkomendasikan pada penderita achalasia esofagus, untuk
menyingkirkan kausa malignansi pada esophagogastric junction. Pada aalasia
esofagus primer, pemeriksa melihat esofagus yang berdilatasi dan mengandung sisasisa makanan dan spingter esofagus tidak membuka secara spontan. Jika akalasia
esofagus disebabkan oleh neoplasma atau striktur fibrosis esofagus, spinchter

esofagus biasanya dapat dibuka dengan sedikit memberikan tekanan pada saat
melakukan tindakan endoskopi.
Pada pemeriksaan ini, pasien dipersiapkan puasa selama 4-5 jam sebelum tindakan.
Dan pada akalasia dilakukan 5 hari sebelum pemeriksaan, pasien hanya diberi
makanan cair.6

Gambaran esofagus normal pada pemeriksaan endoskopi

Perbandingan achalasia esofagus jika dilihat secara:


A. Anatomis, B. Endoskopi, C. Esofagografi

E. CT SCAN
Computed tomography (CT) scanning dengan peningkatan kontras oral dapat
menunjukkan kelainan esofagus struktural yang terkait dengan akalasia, terutama
dilatasi, yang terlihat pada stadium lanjut.
Temuan CT tidak spesifik dan sensitif pada tahap awal dari akalasia. Temuan CT
harus selalu dikonfirmasi melalui studi barium swallow dengan fluoroscopi,
endoskopi pencernaan bagian atas, dan manometri kerongkongan.

Primer achalasia pada CT. Scan tidak menunjukkan bukti massa jaringan lunak di
persimpangan gastroesophageal. (Catatan barium di fundus lambung.)
Pasien telah lama achalasia primer.7

Primer achalasia pada CT. Melebar esofagus (panah) tanpa penebalan dinding esofagus
atau adenopati mediastinum.7

2.7

DIAGNOSA BANDING
Skleroderma
Skleroderma adalah penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan atrofi otot polos dan
fibrosis pada dinding kerongkongan.8

Inkompetensi sfingter gastro-esofagus mengakibatkan


esofagitis refluks berat dengan penataan, edema
mukosa (pola mozaic) dan ulserasi yang mendalam.3

Scleroderma dengan striktur peptikum. Kontras menunjukkan


segmen yang relatif panjang penyempitan meruncing di
esofagus distal (panah) yang dihasilkan dari lambung
ditandai jaringan parut pada pasien dengan keterlibatan
esophageal oleh skleroderma.8

Karsinoma Esofagus

Tampak

massa di lumen esofagus sehingga menyebabkan


penyempitan lumen dan tepi yang irreguler.7

2.8

PENATALAKSANAAN
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak
dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori,
medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi
Heller)1,6
Medikamentosa Oral
Preparat oral yang digunakan diharapkan dapat merelaksasikan sfingter esophagus
bawah, obat tersebut antara lain nitrat (isosorbid dinitrat) dan calcium channel blocker
(nifedipin dan veramil). 1,6

Dilatasi/ Peregangan Singter Esofagus Bawah


Dilakukan dilatasi sfingter esophagus bawah dengan alat yang dinamakan dilatasi
pneumatik. 1,6

Esofagomiotomi
Merupakan suatu tindakan bedah, dianjurkan bila terdapat :
1. Beberapa kali (> 2 kali) tidak berhasil dilakuakan dilatasi penumatik
2. Adanya ruptur esophagus akibat dilatasi
3. Kesukaran menempatkan dilator penumatik karen dilatasi sangat hebat
4. Tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tumor esophagus
Akalasia pada anak berumur kurang dari 12 tahun1,6

Injeksi Toksin Botulinum


Menyuntikan toksin botulinum yang lemah ke sfingter esophagus bawah dengan
menggunakan endoskopi. 1,6

BAB III
KESIMPULAN

Akalasia ialah ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasis dan peristaltik
esofagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler. Akibatnya bagian
proksimal dari tempat penyempitan akan melebar dan disebut mega-esofagus.
Diagnosis Akalasia Esofagus ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran
radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik. Pada pemeriksaan radiologik, tampak
dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal
serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau esophagogastric junction yang
menyerupai seperti bird-beak like appearance.
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak
dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori,
medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi
Heller). Pembedahan memberikan hasil yang lebih baik dalam menghilangkan gejala pada
sebagian besar pasien dan seharusnya lebih baik dilakukan daripada pneumatic dilatation
apabila ada ahli bedah yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ismail, Ali. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ll. Edisi Ketiga. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. Hal. 320-2
2. Patti MG. Achalasia [online]. 2011 [cited 2012 August 17]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/169974
3. Sutton, David. Textbook of Radiology and Imaging. Seventh Edition. Volume I.
London: Churchill Livingstone. 2003. Hal. 552-3
4. Halpert, Robert. Gastrointestinal Imaging. Third Edition.Philadelpia: Mosby Elsevier.
2005. Hal. 20-1
5. Rasad, Syahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. Hal. 406
6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal. 290
7. http://imaging.consult.com/
8. http://radiographics.rsna.org/content/23/4/897.full

You might also like