You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OPERASI LAPARATOMI


DENGAN VENTILATOR

Oleh:
Firdaus Dwi Kuncara
22020113210020

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXII


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

A. Pengertian
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada
dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Long, 2000). Prosedur ini dapat
direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang tidak
diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen.
Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat
trauma dan perbaikan bila diindikasikan.
B. Jenis
1. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong
ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya
hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien
serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ
dalam pelvis.
2. Paramedian
yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis
operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah,
serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain :
merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan
saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah
3. Transverse upper abdomen incision
yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy.

4. Transverse lower abdomen incision


yaitu insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka,
misalnya; pada operasi appendectomy
C. Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :

Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga


peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.

Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga


peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman.

2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon
(paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan
penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya
mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat.
Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus
halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya

dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang
sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan
abdomen), Intusepsi

(salah satu bagian dari usus menyusup kedalam

bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus
(usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus
yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah
dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada
dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Appendisitis
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding
D. Post Operasi Laparatomi
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses
pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Tindakan post operatif
dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan
berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan
perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan
perawatan yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani operasi pembedahan
abdomen.

E. Tujuan perawatan post laparatomi

Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

Mempercepat penyembuhan.

Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.

Mempertahankan konsep diri klien.

Mempersiapkan klien pulang.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :

Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan

Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.

Kelemahan

Mual, muntah, anoreksia

Konstipasi

G. Komplikasi

Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai
dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis :
a.

Pucat

b. Kulit dingin dan terasa basah


c.

Pernafasan cepat

d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah


e.

Nadi cepat, lemah dan bergetar

f.

Penurunan tekanan nadi

g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.

Hemorrhagi
a.

Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan

b.

Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan


tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut
dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat

c.

Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip


karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau
mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus, kulit
dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam,
bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

H. Pengkajian Keperawatan
a. Respiratory
Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
b. Sirkulasi
Tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
c. Persarafan : Tingkat kesadaran.
d. Balutan
1) Apakah ada tube, drainage ?
2) Apakah ada tanda-tanda infeksi?
3) Bagaimana penyembuhan luka ?
e. Peralatan
1) Monitor yang terpasang.
2) Cairan infus atau transfusi.
f. Rasa nyaman
Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
g. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.
h. Data subyektif meliputi;
1) Nyeri yang sangat pada daerah perut.
i. Data obyektif meliputi :
1) Napas dangkal

2) Tensi turun
3) Nadi lebih cepat
4) Abdomen tegang
5) Defense muskuler positif
6) Berkeringat
7) Bunyi usus hilang
8) Pekak hati hilang
KONSEP VENTILATOR
A. Pengertian
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
B. Tujuan Pemasangan Ventilator
1. Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan
ventilasi yang fisiologis.
2. Memanipulasi air way pressure dan corak ventilasi untuk memperbaiki
efisiensi ventilasi dan oksigenasi.
3. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas.
C. Indikasi Pemasangan Ventilator
1. Pasien dengan respiratory failure (gagal napas)
2. Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi.
3. Post Trepanasi dengan black out.
4. Respiratory Arrest.
D. Macam-Macam Ventilator
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang
ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada
komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan
yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan

ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan
komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga
pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini
tidak dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit)
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2
E. Pemantauan pada Ventilator
1. Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa
gas darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
Nilai standar

PCO2

= 35 45 mmHg

Saturasi O2

= 96 97 %

PaO2

= 80 100 mmHg

Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan.
Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan.
2. Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT
dan komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
3. Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah,
sianosis, temperatur.
4. Auskultasi paru untuk mengetahui :
-

letak tube

perkembangan paru-paru yang simetris

panjang tube

5. Periksa keseimbangan cairan setiap hari


6. Periksa elektrolit setiap hari
7. Air Way Pressure tidak boleh lebih dari 40 mmHg
8. Expired Minute Volume diperiksa tiap 2 jam

9. Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.


10. Perhatikan ada tidaknya tension pneumothorax dengan melihat tandatanda sebagai berikut :
-

gelisah, kesadaran menurun

sianosis

distensi vena leher

trachea terdorong menjauh lokasi tension pneumothorax

salah satu dinding torak jadi mengembang

pada perkusi terdapat timpani.

A. Pengkajian Primer
Keluhan utama dan pengkajian tanda vital. Bantuan medis harus segera
dilakukan. Lakukan pengkajian dengan menggunakan prinsip ABCDE:
1. Airway
a. Kaji dan pertahankan jalan napas
b. Gunakan alat bantu dalam membebaskan jalan napas jika diperlukan
c. Pertimbangkan untuk merujuk ke bagian anestesi untuk dilakukan intubasi
apabila tidak dapat mempertahankan jalan napas.
2. Breathing
a. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter dengan tujuan
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 92%.
b. Berikan oksigen dengan alirang yang tinggi melalui bag-valve-mask
ventilation.
c. Kaji jumlah pernapasan
d. Lakukan pemeriksaan sistem penapasan
e. Lakukan pemeriksaan x-ray dada
3. Circulation
a. Kaji heart rate dan rhythm.
b. Ukur tekanan darah
c. Lakukan pemeriksaan EKG
d. Pasang IV Acces (infus)
4. Disability
Kaji tingkat kesaddaran dengan menggunakan AVPU.
5. Exposure
Lakukan pemeriksaan kesehatan dan riwayat penyakit apabila pasien stabil.
B. Pengkajian Sekunder
1. Identitas diri

Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamat.


2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang dapat
diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi pasien
yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data secara
detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab
atau faktor pencetus terjadinya gagal nafas/dipasangnya ventilator.
3. Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan
dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya.
Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat,
kelelahan dan ketidaknyamanan.
Sistem tubuh,
4. Sistem pernafasan
a. Setting ventilator meliputi:
Mode ventilator
- CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory
-

Ventilation/Intermitten Positive Pressure Ventilation)


SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)
CPAP (Continous Possitive Air Presure)

FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan


PEEP: Positive End Expiratory Pressure
Frekwensi nafas
b. Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
c. Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d. Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e. Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
f. Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g. Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h. Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
i. Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j. Hasil foto thorax terakhir
5. Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya gangguan
hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau

disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama


jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat.
6. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk,
gelisah dan kekacauan mental.
7. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine
menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
8. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status nutrisi
dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan
albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
9. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami depresi
mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan orientasi,
merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.
10. Aktifitas
Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
- Takikardi
- Dispnea pada istirahat atau aaktifitas.
11. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan
berat badan
12. Higiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
Tanda : perubahan mental, kelemahan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya luka invasif
2. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

4. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota


tubuh.
INTERVENSI
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif
Tujuan: klien menunjukkan integritas kulit dalam keadaan normal.
Kriteria hasil: tidak adanya tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
Intervensi :
1.

Berikan perawatan luka operasi yang bersih.


Rasional : mencegah terjadinya infeksi yang dapat membuat terjadinya kerusakan
integritas kulit lebih lanjut.

2.

Latih alih baring


Rasional : mencegah terjadinya dekubitus

3.

Berikan sandaran atau tahanan yang lembut pada daerah- daerah yang mungkin
terjadi luka
dekubitus

4.

Hindari terjadinya infeksi pada luka operasi yang dapat membuat parahnya
integritas kulit.
Rasional : adanya infeksi dapat membuat kerusakan integritas kulit leb

5.

Pemberian antibiotik sistemik parah.


Rasional : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga
infeksi kulit tidak meluas

Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif


Tujuan : memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada klien.
Kriteria hasil: klien melaporkan nyeri abdomen berkurang

1. Gunakan analgetik
Rasional : mengurangi rasa nyeri akibat sayatan.

2. Ajarkan teknik relaksasi pada klien.


Rasional : untuk membantu mengalihkan nyeri yang dirasakan.

3. Berikan lingkungan yang nyaman

Rasional: agar pasien dapat beristirahat dengan baik.


Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
Tujuan : klien tidak terkena infeksi
Kriteria hasil: klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Intervensi :

1. Selalu cuci tangan setelah menyentuh klien atau benda-benda yang kemungkinan
terkontaminasi serta sebelum memberikan tindakan kepada klien lain.
Rasional : mencegah infeksi silang antar pasien yang dapat memperburuk
keadaan pasien

2. Semua benda-benda yang terkontaminasi dibuang atau dimasukan ke dalam


tempat khusus dan diberi label sebelum dilakukan dekontaminasi atau diproses
ulang kembali
: mencegah penyebaran kuman

3. Pastikan luka sayatan dalam keadaan tertutup.


Rasional; mencegah terjadinya terpapar kuman dari luar.
Gangguan mobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota
tubuh.
Tujuan: klien dapat melakukan aktivitas dengan normal.
Kriteria hasil; klien dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang biasa dilakukan
secara mandiri.
Intervensi:

1. Bantu klien untuk melakukan aktivitas yang biasa di lakukan


Rasional; membantu memenuhi kebutuhan yang biasa di lakukan secara mandiri.

2. Lakukan ROM pada anggota tubuh yang lain


Rasional: mencegah terjadinya kelemahan otot akibat pergerakan terbatas.

C. Kepustakaan
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,. Ed. 8.Volume 3.
Jakarta : EGC; 2002
Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK
Pajajaran; 2000.
Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik prosesproses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta

You might also like