You are on page 1of 35

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status perkawinan
Agama
Suku

: Tn. A
: 53 tahun
: Laki - Laki
: Jambon, Ponorogo
: Petani
: Menikah
: Islam
: Jawa

Tanggal rawat di RS
Tanggal pemeriksaan

: 20 juli 2016
: 23 juli 2016

ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis.
A. Keluhan Utama
Panas dada tembus hingga blakang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Hardjono dengan keluhan panas di dada
sebelah kiri tembus hingga blakang sesak, sesak, dada berdebar, nyeri dan
mudah lelah. Pasien juga merasakan pegal diseluruh badannya, nafsu makan
turun dan kaki lemas. Mual muntah (+), pusing (+) nyeri dada (+). Pasien
mengaku baru kali ini merasakan keluhan seperti itu, dulunya pasien tidak
pernah mengeluhkan keluhan yang seperti ini. pasien juga masih aktif
sebagai perokok. Pasien mengaku juga ada riwayat DM dan HT (+).
C. RiwayatPenyakitDahulu
1. Riwayat hipertensi
: diakui
2. Riwayat diabetes melitus
: disangkal
3. Riwayat penyakit jantung
: disangkal
4. Riwayat penyakit ginjal
: disangkal
5. Riwayat penyakit liver
: disangkal
6. Riwayat asma
: disangkal
7. Riwayat opname
: disangkal

8. Riwayat trauma
9. Riwayatpenyakitserupa
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat penyakit serupa
2. Riwayat hipertensi
3. Riwayat diabetes melitus
4. Riwayat penyakit jantung
5. Riwayat asma
E. Riwayat Pribadi
1. Merokok
2. Konsumsi alkohol
3. Konsumsi obat bebas
4. Konsumsi jamu
5. Konsumsi kopi
6. Makan tidak teratur

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK (23 juli 2016)


Keadaan umum
: sedang
Kesadaran
: kompos mentis (E4 V5M6)
Vital Sign
:
Tekanan darah
: 160/90 mmHg
Nadi
: 80x/menit (isi dan tegangan cukup), irama reguler
Respiratory rate : 32 x/menit tipe thorak oabdominal
Suhu
: 36,40C per aksiler
A. Kulit
selulitis (-) Ikterik (-), petekie (-), purpura (-), akne (-), turgor cukup,
hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering(-), sikatrik bekas operasi
(-).
B. Kepala
Bentuk normosefal, luka (-).

C. Mata
Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-),injeksi konjungtiva (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm,
reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
D. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
E. Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
F. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), mukosapucat (-),
lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-), luka pada tengah bibir (-), luka sudut
bibir (-).
G. Leher
Leher simetris, deviasi trakea (-), JVP R0, pembesaran kelenjar limfe (-).
H. Thorak
1. Paru
- Inspeksi
:
kelainan
bentuk
(-),
simetris
(+),ketinggalan gerak (-),retraksi otot-otot bantu pernapasan (-).
Palpasi
Ketinggalan gerak
: (-)
Fremitus
: normal
- Perkusi
: sonor pada semua lapang paru
- Auskultasi:
Suara dasar vesikuler (SDV)
Suara tambahan: wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
2. Jantung
Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak.
Palpasi
:iktus kordis kuat angkat.
Perkusi
: batas jantung.
Batas kiri jantung
Atas
: SIC II linea parasternalis sinistra.
Bawah
: SIC V 2 cm linea midclavicula sinistra.
Batas kanan jantung
Atas
:SIC II linea parasternalis dextra.
Bawah
:SIC IV linea parasternalis dextra.

Auskultasi
: bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur
derajat 2/3, gallop (-).
3. Abdomen
Inspeksi
: dinding dada sejajar dengan dinding
abdomen, distended (-) venektasi(-).
Auskultasi
: peristaltik (+) normal, metallic sound (-).
Perkusi
: timpani, pekak alih (-), undulasi (-).
Palpasi
: hepar dan lien tidak teraba membesar,
defans muskuler (-) nyeri tekan (-).
4. Pinggang
Nyeri ketok kostovertebra (-/-).
5. Ekstremitas
Superior : clubbing finger (-), deformitas (-), palmar eritema (-),
edema (-), akralhangat (+).
Inferior
: clubbing finger(-), deformitas (-) edema (-), akralhangat
(+).

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan darah rutin
20 juli 2016
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Normal

Leukosit

6,9

103 ul

410

Limfosit#

2,2

103 ul

0.84

Mid#

0,6

103 ul

0.1-0.9

Granulosit#

4,1

103 ul

27

Limfosit%

32,1

2040

Mid%

9,0

39

Granulosit%

58,9

5070

Hemoglobin

13,4

gr/dl

1116

Eritrosit

4.32

106ul

3.5 - 5.5

Hematokrit

37,2

3750

Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC

66,0
31,0
36,1

fl
pg
g/dl

82-95
27-31
3236

Trombosit

149

103 ul

100-300

Gula Darah Acak 168


B. Pemeriksaan kimia darah
24 februari 2016

mg/dl

<140

Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Normal

SGOT

26.9

uI

038

SGPT

22.9

uI

0 40

Urea

45,03

mg/dl

1050

Kreatinin

1.86

mg/dl

0.7-1.4

Asamurat

g/dl

3.4 7

Kolesterol

146

mg/dl

140200

C. EKG

V.

Frekuensi : 75 x/menit

Jenis Irama : sinus

Ritme : ireguler

R-R : V3-V4

LVH : V2, V3, V4, V5,V6 (>7 kotak)

RESUME/ DAFTAR MASALAH (yang ditemukan positif)


A. Anamnesis
1. sesak makin memberat, dada berdebar, dan mudah lelah
2. pegal seluruh tubuh
3.

Kaki lemas

B. Pemeriksaan
1. Vital Sign
Tekanan darah : 160/90 mmHg
2. Pemeriksaan darah rutin

VI.

Pemeriksaan Hasil

Satuan

Nilai Normal

Leukosit

11.4

gr/dl

1116

Hematokrit

27.8

3750

MCV
MCH

69.2
22.6

Fl
Pg

82- 95
27- 31

3. Gula Darah Acak 195 mg/dl


<140mg/dl
DIAGNOSIS
Hypertensive Heart Failure (HHF), Hipertensi Stage 2, DM tipe 2.

VII. POMR (Problem Oriented Medical Record)


DaftarMasalah

Assesment
Problem

Sesak

memberat,
berdebar
mudah
pegal

makin LVH
dada
dan
lelah,
seluruh

Planning

Planning Terapi

Diagnosa
1. Hipertensi stage 2

EKG

2. HHF dengan Foto thorax


Komplikasi
atrial Darah rutin
fibrilasi
Kimia darah
3. DM tipe 2

Planning
Monitoring

Inf PZ 12 tpm

-EKG

O2 3L/menit

-Klinis

InjFarsix 2-2-2

-Vital sign

Captopril 3x25 mg
Digoxin 1-0-0

badan,

nafsu

makan turun dan


kaki

4.anemia mikrositik
hipokromik

lemas,

perokok

aktif.

Riwayat

sakit

Metformin 2x1
Asam folat 1x1
sulfas Fe 3x1

jantung (+) DM
(+) dan HT(+)
Vital sign :
TD:160/90
mmHg
-EKG:
LVH
-laboratorium:
HB 9.1 gr/dl
HCT 27.8 %
MCV 69,2
MCH 22,6
GDA :195 mg/dl

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
I.

HIPERTENSIVE HEART DISEASE

1. Definisi
Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh tidak
terkontrolnya tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama, yang ditandai adanya
hipertrofi ventrikel kiri (HVK) sebagai akibat langsung dari tingginya tekanan darah
tersebut. Hipertrofi ventrikel kiri pada penyakit jantung hipertensi juga dipengaruhi
oleh faktor neurohormonal.5

2. Epidemiologi
Jumlah penderita penyakit jantung hipertensi masih belum diketahui secara
pasti. Namun, berdasarkan hasil studi yang ada, kebanyakan kasus hipertensi akan
bermanifestasi sebagai penyakit jantung. Hasil studi tersebut di antaranya
menyebutkan angka kejadian hipertrofi ventrikel kiri menurut hasil EKG adalah
sebanyak 2.9% pada pasien pria dan 1.5% pada pasien wanita. Sedangkan menurut
hasil ekokardiogram, hipertrofi ventrikel kiri terjadi pada 15-20% pasien hipertensi.
Pada pasien tanpa HVK didapatkan 33% di antaranya mengalami disfungsi diastolik
ventrikel kiri yang asimtomatik. Secara umum, risiko kejadian HVK mengalami
peningkatan sebanyak dua kali lipat pada pasien dengan obesitas. Sekitar 50-60%
penderita hipertensi akan mengalami risiko untuk gagal jantung dengan risiko kejadian
yang meningkat dua kali lipat pada pria dan tiga kali lipat pada wanita.8

3. Etiologi
Sebab utama penyakit jantung hipertensi adalah tekanan darah yang meningkat
dan berlangsung kronik. Sedangkan penyebab hipertensi sendiri sangat beragam, pada
orang dewasa sebab-sebab tersebut antara lain4:

Hipertensi primer/esensial/idiopatik yang terjadi pada 90% kasus hipertensi


pada orang dewasa.

Hipertensi sekunder sebesar 10% dari kejadian hipertensi pada orang


dewasa yang disebabkan oleh:
Penyakit ginjal:
o Stenosis arteri renalis
o Polycystic kidney disease
o Chronic renal failure
o Vaskulitis intrarenal
Kelainan endokrin:
o

Hiperaldosteronisme primer

Feokromositoma

Chusing syndrome

Hiperplasia adrenal kongenital

Hipotiroidisme dan hipertiroidisme

Akromegali

Hormon

eksogen

(kortikosteroid,

estrogen),

simpatomimetik, monoamin oksidase inhibitor, tyramin dalam


makanan
Sebab lain:

Koarktasi aorta

Tekanan intrakranial yang meningkat

Sleep apnea

Hipertensi sistolik terisolasi

4. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko penyakit jantung hipertensi antara lain adalah4:
1. Ras
Ras Afrika-Amerika lebih rentan terkena penyakit jantung hipertensi. Hal
ini bahkan menjadi etiologi umum untuk kasus gagal jantung di Amerika
Serikat.
2. Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria yang berusia di bawah 55 tahun,
namun pada wanita hipertensi lebih banyak ditemukan pada usia di atas 55
tahun. Hal ini kemungkinan terjadi karena seiring bertambahnya usia maka
tekanan darah akan semakin meningkat terutama pada pria. Tapi setelah
menopause tiba wanita akan mengalami peningkatan tekanan darah yang lebih
tajam dan mencapai angka tertinggi yang lebih tinggi daripada pria.
3. Usia
Seiring bertambahnya usia maka tekanan darah akan semakin meningkat.
Hal ini sebanding dengan terjadinya penyakit jantung hipertensi yang lebih
banyak dialami oleh para lanjut usia.
5. Patogenesis
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi berjalan cukup kompleks, karena
berhubungan dengan berbagai faktor, seperti hemodinamik, struktural, neuroendokrin,
selular, dan molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor tersebut saling berintegrasi dan
akhirnya menyebabkan perkembangan dan komplikasi dari hipertensi, sementara di
sisi lain tingginya tekanan darah memodulasi faktor-faktor tersebut. Meningkatnya
tekanan darah menyebabkan perubahan struktur dan fungsi jantung melalui dua cara,

yaitu secara langsung oleh peningkatan afterload atau beban akhir jantung, dan secara
tidak langsung oleh perubahan neurohormonal dan vaskuler terkait.4
Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung menghadapi
tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh
penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai
terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi
ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA
memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel
sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard
(penurunan/gangguan fungsi sistolik).3
HVK terjadi pada 15-20% pasien hipertensi dan angka kejadiannya meningkat
dua kali lipat pada pasien obesitas. HVK adalah peningkatan masa otot ventrikel kiri
yang disebabkan oleh respon miosit pada berbagai stimulus yang menyertai pada
peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit timbul sebagai kompensasi dari beban
akhir (afterload) yang meningkat. Stimulus mekanis dan neurohormonal yang
menyertai hipertensi dapat mengaktivasi pertumbuhan sel miokardial dan ekspresi gen
yang berakhir pada HVK. Selain itu aktivasi sistem renin-angitensin-aldosteron
melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I menimbulkan pertumbuhan
interstitium dan komponen matriks sel. Intinya terjadinya HVK disebabkan oleh
hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara miosit dan interstitium struktur
miokard.5
Terdapat beberapa pola HVK, di antaranya remodeling konsentrik, HVK
konsentrik, dan HVK eksentrik. HVK konsentrik adalah penebalan ventrikel kiri dan
massa ventrikel kiri dengan peningkatan tekanan diastolik dan volume ventrikel kiri
yang umumnya terjadi pada pasien hipertensi. Sedangkan HVK eksentrik adalah
penebalan ventrikel kiri tapi lokasinya tidak beraturan, hanya meliputi beberapa bagian
saja. HVK konsentrik menunjukkan prognosis yang buruk untuk hipertensi. Terjadinya
HVK ini memiliki peran protektif pada respon peningkatan tekanan dinding untuk

mempertahankan cardiac output yang adekuat, yang kemudian akan berkembang


menjadi disfungsi miokardial diastolik disusul sistolik.5
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung, dan lain-lain)
dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard dan gangguan
fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi.3
Evaluasi pasien hipertensi atau penyakit jantung hipertensi ditujukan untuk:

Meneliti kemungkinan hipertensi sekunder

Menetapkan keadaan prapengobatan

Menetapkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengobatan atau faktor


yang akan berubah karena pengobatan

Menetapkan kerusakan organ target

Menetapkan faktor risiko PJK lainnya

6. Diagnosis
Diagnosis penyakit jantung hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis ditemukan 3:

Rasa berdebar, melayang, impotensi sebagai akibat dari peninggian


tekanan darah.

Rasa cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak pada kedua kaki atau
perut.

Terdapat gangguan vaskular seperti epistaksis, hematuria, pandangan


kabur karena perdarahan retina, transient cerebral ischemic.

Terdapat penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder, misalnya:


polidipsi, poliuria, kelemahan otot pada aldosteronisme primer,

peningkatan BB dengan emosi labil pada sindroma cushing. Pada


feokromositoma didapatkan keluhan episode sakit kepala, palpitasi,
banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan3:

Batas-batas jantung melebar

Impuls apeks prominen

Bunyi jantung S2 meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta

Kadang-kadang ditemukan murmur diastolik akbat regurgitasi aorta

Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat


peninggian tekanan atrium kiri

Bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan


akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dilatasi ventrikel kiri

Suara napas tambahan seperti ronkhi basah atau kering

Pemeriksaan perut untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa,


ginjal, dan ascites

Auskultasi bising sekitar kiri kanan umbilicus (renal artery stenosis)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis


penyakit jantung hipertensi antara lain:

Pemeriksaan laboratorium awal, yang mencakup3:


o

Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, silinder

Hemoglobin/hematokrit

Elektrolit darah/kalium

Ureum/kreatinin

Gula darah puasa

Kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL kolesterol

Kalsium dan fosfor

TSH

Analisis gas darah

Elektrokardiografi untuk menemukan adanya hipertrofi ventrikel kiri


jantung. Pemeriksaan dengan elektrokardiografi menunjukkan HVK pada
sekitar 20-50% kasus, dan metode pemeriksaan ini masih menjadi metode
standard.

Foto thorax untuk menemukan adanya pembesaran jantung atau tandatanda bendungan
Gambaran radiologis :
Tanda-tanda radiologis HHD pada foto thorax (PA) adalah seperti
berikut:

Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat karena

hipertrofi konsentrik ventrikel kiri.


Pada keadaan lanjut, apeks jantung membesar ke kiri dan ke

bawah.
Aortic knob membesar dan menonjol disertai kalsifikasi.
Aorta ascenden dan descenden melebar dan berkelok, ini disebut
pemanjangan/elongatio aorta.

Gagal Jantung Kiri

Pada foto thorax gagal jantung, terlihat perubahan corakan

vaskuler paru
Distensi vena di lobus superior, bentuknya menyerupai huruf Y,
dengan cabang lurus mendatar ke lateral.

Batas hilus pulmo terlihat kabur.


Menunjukkan adanya edema pulmonum keadaan awal.
Terdapat tanda-tanda edema pulmonum, meliputi edema paru
interstisiel

Edema interstisiel
Edema ini menimbulkan septal lines yang dikenal sebagai
Kerleys lines,yang ada 4 jenis, yaitu:

Kerley A: garis panjang di lobus superior paru, berasal dari

daerah hilus menuju ke atas dan perifer.


Kerley B: garis-garis pendek dengan arah horizontal tegak lurus
pada dinding pleura dan letaknya di lobus inferior, paling mudah
terlihat karena letaknya tepat di atas sinus costophrenicus. Garis
ini adalah yang paling mudah ditemukan pada keadaan gagal

jantung.
Kerley C: garis-garis pendek, bercabang, ada di lobus inferior.
Perlu pengalaman untuk melihatnya, karena hampir sama

dengan pembuluh darah.


Kerley D: garis-garis pendek, horizontal, letaknya retrosternal.
Hanya tampak pada foto lateral.

Edema alveolar

Terjadi pengurangan lusensi paru yang difus mulai dari hilus


sampai perifer bagian atas dan bawah. Gambaran ini dinamakan

butterfly appearance/butterfly pattern, atau bats wing pattern.


Batas kedua hilus menjadi kabur.

Echocardiografi, dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih dini dan


lebih spesifik (spesifisitas sekitar 95-100%).
Indikasi Echocardiografi pada pasien hipertensi adalah3 :

Konfirmasi gangguan jantung atau murmur

Hipertensi dengan kelainan katup

Hipertensi pada anak atau remaja

Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat

Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya


(gangguan fungsi diastolik atau sistolik)

o Echocardiografi-Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik


(gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, pseudonormal tipe restriktif)

7. Penatalaksanaan
Tatalaksana medis untuk pasien dengan penyakit jantung hipertensi dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu5:
1. Penatalaksanaan untuk tekanan darah yang meningkat
2. Pencegahan dan penatalaksanaan dari penyakit jantung hipertensi
Dalam menatalaksana peningkatan tekanan darah, target tekanan darah harus
<140/90 mmHg pada pasien tanpa diabetes atau gagal ginjal kronik (chronic kidney
disease) dan <130/90 mmHg pada pasien yang memiliki penyakit tersebut6.
Ada beragam strategi dalam tatalaksana penyakit jantung hipertensi, misalnya
modifikasi pola makan, aerobic exercise secara teratur, penurunan berat badan, atau
penggunaan obat untuk hipertensi, gagal jantung sekunder disfungsi diastolik dan
sistolik ventrikel kiri, coronary artery disease, serta aritmia6.

Modifikasi pola makan5


Penelitian membuktikan bahwa diet dan gaya hidup yang sehat dengan
atau tanpa kombinasi dengan penggunaan obat dapat menurunkan tekanan

darah dan mengurangi simptom dari gagal jantung dan memperbaiki hipertrofi
vetrikel kiri (HVK). Diet khusus yang dianjurkan adalah diet sodium, tinggi
potasium (pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal), makan buah-buahan
segar dan sayur-sayuran, rendah kolesterol dan rendah konsumsi alkohol.
Diet rendah sodium dengan atau tanpa kombinasi dengan pengunaan
obat-obatan mengurangi tekanan darah pada kebanyakan African Americans.
Restriksi sodium tidak menstimulasi kompensasi dari renin-angiotensin system
dan dapat memiliki efek antihipertensi. Rekomendasi intake sodium per hari
adalah 50-100 mmol, setara dengan 3-6 g garam, yang rata-rata mengurangi
tekanan darah 2-8 mmHg.
Banyak penelitian epidemiologi menunjukkan, asupan tinggi potasium
diasosiasikan dengan menurunnya tekanan darah. Potasium yang diberikan
secara intravena mengakibatkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh
nitric oxide pada dinding pembuluh darah. Buah dan sayuran segar
direkomendasikan untuk pasien yang memiliki fungsi ginjal yang normal.
Asupan rendah kolesterol adalah profilaksis untuk pasien dengan
penyakit jantung koroner.
Konsumsi alkohol yang berlebihan dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah pada peningkatan massa dari ventrikel kiri.

Aerobic exercise secara teratur5


o Lakukan aerobic exercise secara teratur 30 menit sehari, 3-4 kali
seminggu.
o Olahraga yang teratur, seperti berjalan, berlari, berenang, atau
bersepeda menunjukkan penurunan tekanan darah dan meningkatkan
kesehatan dari jantung dan pembuluh darah karena meningkatkan
fungsi endotelial, vasodilatasi perifer, menurunkan denyut nadi

istirahat, dan mengurangi level dari katekolamin.


o Isometric dan strenuous exercise harus dihindari.
Pengurangan berat badan5

Kegemukan banyak dihubungkan dengan hipertensi dan HVK.


Penurunan berat badan secara bertahap (1 kg/minggu) sangat dianjurkan.
Penggunaan obat-obatan untuk mengurangi berat badan harus dilakukan
dengan perhatian yang khusus.

Farmakoterapi5
o Penatalaksanaan dari hipertensi dan penyakit jantung hipertensi dengan
menggunakan diuretika tiazide, beta-blockers dan kombinasi alpha dan
beta-blockers, calcium channel blockers, ACE inhibitors, angiotensin
receptor blockers, dan direct vasodilators seperti hydralazine.
o Kebanyakan pasien membutuhkan 2 atau lebih obat antihipertensi untuk
mencapai target tekanan darah.
o Diuretika tiazide adalah obat pilihan pertama pada pasien dengan
hipertensi tanpa komplikasi.
o Obat-obatan dari kelas yang lain diberikan atas indikasi.
Calcium channel blocke: selektif untuk hipertensi sistolik pada

pasien yang tua


ACE inhibitors: pilihan pertama untuk pasien dengan diabetes

dan/atau dengan disfungsi ventrikel kiri


Angiotensin receptor blockers: alternatif untuk pasien yang

memiliki efek samping dari ACE inhibitors.


Beta-blockers: pilihan pertama pada pasien dengan gagal
jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, pasien dengan
ischemic heart disease dengan atau tanpa riwayat myocardial

infarction, dan pasien dengan thyrotoxicosis.


Obat-obat intravena pada pasien hipertensi emergensi, yaitu
nitroprusside, labetalol, hydralazine, enalapril, dan betablockers (tidak digunakan untuk pasien dengan gagal jantung

akut ataupun dekompensata).


Tatalaksana untuk HVK5
o

HVK meningkatkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Obatobatan di atas dapat mengurangi HVK. Data dari metaanalisis yang
terbatas dikemukakan, ACE inhibitors memiliki keunggulan yang
lebih untuk menangani HVK.

Tatalaksana untuk LV diastolic dysfunction5


o

Kelas-kelas tertentu dari obat antihipertensi (ACE inhibitors, betablockers, dan nondihydropyridine calcium channel blockers) dapat
meningkatkan echocardiographic parameters pada disfungsi diastolik
yang simptomatik dan asimptomatik serta simptom dari gagal
jantung..

Penggunaan diuretik dan nitrat untuk pasien dengan gagal jantung


karena disfungsi diastolik harus dengan hati-hati. Obat ini dapat
menyebabkan hipotensi yang berat dengan menurunkan preload.

Tatalaksana untuk LV systolic dysfunction5


o

Diuretik (biasanya loop diuretics) digunakan untuk tatalaksana LV


systolic dysfunction.

ACE inhibitors untuk mengurangi preload dan afterload dan mencegah


kongesti paru maupun sistemik.

Beta-blockers (cardioselective atau mixed alpha and beta), seperti


carvedilol, metoprolol XL, dan bisoprolol, untuk meningkatkan
fungsi dari ventrikel kiri serta mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas dari gagal jantung.

Spironolakton dosis rendah mengurangi angka mortalitas dan


morbiditas NYHA grade III atau IV dari gagal jantung, yang
menggunakan ACE inhibitor.

Tatalaksana dari kardiak aritmia5


o

Tatalaksana disesuaikan dengan jenis aritmia dan penyebab LV


dysfunction.

Antikoagulan dapat digunakan pada pasien dengan atrial fibrilasi.

8. Prognosis
Prognosis pada pasien penyakit jantung hipertensi bermacam-macam sesuai
dengan durasi, tingkat keparahan, dan tipe penyakit yang terjadi. Risiko komplikasi
bergantung pada besarnya hipertrofi yang terjadi pada ventrikel kiri. Semakin besar
kelainan yang diderita oleh ventrikel kiri, maka komplikasi yang akan timbul juga

akan menjadi semakin besar. Mengobati penyakit dasar yaitu hipertensi akan sangat
berpengaruh terhadap progresivitas yang terjadi5.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti
ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi
ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung
akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit jantung hipertensi
adalah penyakit yang serius yang memiliki resiko kematian mendadak. 5
II. HIPERTENSI
A. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang konsisten.
Hipertensi didefinisikan oleh JNC-7 sebagai tekanan darah sistole sebesar 140 mmHg
atau lebih atau tekanan diastole 90mmHg atau lebih secara terus menerus (JNC-7,
2003).
B. Faktor Resiko
Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas:
1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a) Umur
Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar
sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu
sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun (Wing,
2003).
b) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Menurut Hajjar and Kotchen (2003) bahwa
wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini
disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.
c) Riwayat Keluarga
Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.Menurut Sheps, hipertensi
cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua
kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%
kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita

mempunyai hipertensi, kemungkinan kita


mendapatkan penyakit
tersebut 60% (Carter, 1997).
d) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur).
Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi,
bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang
dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala
(Hajjar and Kotchen, 2003).
2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
a) Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.Selain
dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok
yang dihisap perhari (Vasan, 2001).
b) Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan
darah.Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena
menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3
gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan
asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi.
Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara
dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.Menurut Alison Hull,
penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan
hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat

menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah


(Carter, 2003).
c) Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi.Konsumsi lemak jenuh
juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan
tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam
makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak
tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan
makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan
darah (Bakris, 2000).
d) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum
jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume
sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan
tekanan darah. Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi
penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga
gelas atau lebih minuman berakohol perhari meningkatkan risiko
mendapat hipertensi sebesar dua kali (Wing, 2003).
e) Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks
massa tubuh > 25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga
merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi.
Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung
dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi
dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan
perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis
meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.
Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok
oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang
beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
f) Olahraga

Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi


karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak
aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin
besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Hernelahtiet al, 1998).
g) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap.
Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah
menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada
binatang percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata
membuat binatang tersebut menjadi hipertensi (Saseen, 2003).
C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua
kategori besar, yaitu:
1.
Hipertensi Primer
Artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas.
Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi
primer seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang telah diketahui penyebabnya.
Sampai saat ini sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya.
Penyebab tersering dari hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal, penyakit
endokrin, koarktasio aorta dan obat yang mempengaruhi hipertensi.
Penyakit Ginjal
Semua bentuk kerusakan parenkim ginjal berpengaruh
signifikan pada hipertensi. Hal ini termasuk glomerulonefritis akut dan
kronik, pyelonefritis kronis dan penyakit polikistik ginjal.
Hipertensi karena obstruksi arteri renal disebut hipertensi
renovaskular, hipertensi ini dapat disembuhkan. Merupakan penyebab
tersering pada hipertensi sekunder. Mekanisme hipertensi umumnya
berhubungan dengan aktivasi dari sistem renin-angiotensin.

b)

Penyakit Endokrin
Aldosteronisme primer patut dipertimbangkan jika terdapat
hipokalemi bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan renin
yang rendah akan mengakibatkan kelebihan atau overload natrium dan
air. Biasanya disebabkan adenoma jinak soliter atau hiperplasia adrenal
bilateral.
Sindrom Cushing disebabkan hiperplasia adrenal bilateral yang
disebabkan oleh adenohipofisis yang menghasilkan ACTH
(adenocorticotropic hormone) pada dua pertiga kasus, dan tumor
adrenal primer pada sepertiga kasus.
c)
Feokromositoma
Feokromositoma disebabkan tumor sel kromafin asal neural yang

mensekresikan katekolamin, 90% berasal dari kelenjar adrenal. Kurang


lebih 10% terjadi ditempat lain dalam rantai simpatis, 10% dari tumor
ini ganas, dan 10% adenoma adrenal adalah bilateral.
Feokromasitomadicurigai jika tekanan darah berfluktuatif tinggi,
disertai takikardia, berkeringat atau edema paru karena gagal jantung.
Kurang lebih 20% feokromasitoma merupakan penyakit familial yang
terkait gen autosomal dominan. Pewarisan feokromasitoma mungkin
terkait dengan multiple endokrin neoplasia (MEN) tipe 2A dan tipe 2B.
d)
Koarktasio aorta
Paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari
arteri subklavia kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan
menurunkan tekanan pada kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis
rendah atau tidak ada.
Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 untuk pasien dewasa (umur 18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih
kunjungan klinis :
Klasifikasi Tekanan
Darah

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

Normal

< 120

And

< 80

Prehipertensi

120-139

Or

80-89

Hipertensi stage I

140-159

Or

90-99

Hipertensi stage II

160

Or

100

(National High Blood Pressure Education Program, 2002).

D.

Patofisiologi
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri
dalam millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur,
tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS
diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi

sewaktu bilik jantung diisi. Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah
berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor
tersebut adalah:
1. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau
variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons
terhadap stress psikososial.
2. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor.
3. Asupan natrium (garam) berlebihan.
4. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium.
5. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya
produksi angiotensin II dan aldosteron.
6. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide
natriuretik.
7. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi
tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal.
8. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada
pembuluh darah kecil di ginjal.
9. Diabetes mellitus.
10. Obesitas.
11. Meningkatnya aktivitas vascular growth factor.
12. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,
karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular.
13. Left Ventricular Hypertrophy (LVH)

Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% memiliki LVH. Risiko LVH


meningkat 2 kali lipat diasosiasikan dengan obesitas. Penelitian telah
menunjukkan hubungan langsung antara level dan durasi peningkatan tekanan
darah dan LVH.
LVH, didefinisikan sebagai peningkatan massa di ventrikel kiri,
disebabkan oleh respon myosit pada stimulus yang bermacam-macam yang
menemani peningkatan tekanan darah. Hipertrofi myosit dapat muncul
sebagai respon kompensasi pada peningkatan afterload. Stimulus mekanik dan
neurohormonal yang muncul seiring dengan hipertensi dapat menyebabkan
aktivasi dari myocardial cell growth, ekspresi gen, dan karena itu menimbulkan
LVH. Sebagai tambahan, aktivasi sistem renin-angiotensin, melalui kerja
angiotensin II pada reseptor angiotensin I, menyebabkan pertumbuhan
interstitium dan komponen sel matriks. Kesimpulannya, timbulnya LVH
dikarakterisasi dengan hipertrofi myosit dan ketidakseimbangan antara myosit
dan interstitium dari struktur miokardium.
Pola bervariasi dari LVH telah dideskripsikan, termasuk remodeling
konsentrik, LVH konsentrik, dan LVH eksentrik. LVH konsentrik adalah
peningkatan ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan volume
dan tekanan diastolik ventrikel kiri, biasa ditemukan pada orang dengan
hipertensi. LVH eksentrik adalah peningkatan ketebalan ventrikel kiri tidak
menyeluruh tetapi pada tempat tertentu seperti septum. LVH awalnya
memainkan peran protektif sebagai respon dari peningkatan tekanan dinding
untuk mempertahankan cardiac output yang adekuat. Namun setelah itu,
perkembangan ini menyebabkan disfungsi diastolik dan sistolik miokardium.

E. Manifestasi Klinis
Hipertensi itu sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan
manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,
akibat tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.


Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi
komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit
kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar
tidur, mata berkunang-kunangdan pusing (ALLHAT Officers and
Coordinators for the ALLHAT CoolaborativeResearch Group, 2002).
F. Tatalaksana
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, dibedakan menjadi beberapa hal:
a. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka
panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah
ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain
itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko
aterosklerosis (Benson, 2002).
b. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal,
olahraga dan aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan
darah, dan menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang
baik dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga
teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan
tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun (ALLHAT
Officers and Coordinators for the ALLHAT CoolaborativeResearch
Group, 2002).
c. Perubahan pola makan
1) Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan
garam dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai
langkah awal pengobatan hipertensi. Pembatasan asupan garam
sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada
waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang
sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam
(Haynes, 2002).

2) Diet rendah lemak jenuh


Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya
aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.
Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak
jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan
makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan
tekanan darah (Bakris, 2000).
d. Menghilangkan stres
Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup
dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat
meringankan beban stres.
2.

Penatalaksanaan Farmakologis
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
a. Target tekanan darah < 140/90 mmHg untuk individu berisiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg.
b. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
c. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.
Dikenal 5 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan
untuk pengobatan hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta
adrenergik (-bloker), penghambat angiotensin-converting enzyme (ACEinhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker,
ARB), antagonis kalsium.
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara
bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa
minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa
kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian
sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal
dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan
dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target,
maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau
berpindah ke antihipertensi yang lain dengan dosis rendah. Efek samping
umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal
ataupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat

antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi


dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien
karena jumlah obat yang diminum bertambah. Kombinasi yang telah
terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
Diuretika dan ACEI atau ARB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan BB
CCB dan diuretika
Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Gambar 3. Kombinasi obat


(Yogiantoro, 2007).

BAB III
PEMBAHASAN

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg
sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak
sedang mengkonsumsi obat antihipertensi.1
Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh tidak
terkontrolnya tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama, yang ditandai adanya
hipertrofi ventrikel kiri (HVK) sebagai akibat langsung dari tingginya tekanan darah
tersebut. Hipertrofi ventrikel kiri pada penyakit jantung hipertensi juga dipengaruhi
oleh faktor neurohormonal.6
Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung menghadapi
tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh
penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai
terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi
ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA
memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel
sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard
(penurunan/gangguan fungsi sistolik).3
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung, dan lain-lain) dapat
terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan peningkatan

kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard dan gangguan
fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi.3
Tatalaksana medis untuk pasien dengan penyakit jantung hipertensi dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu5: Penatalaksanaan untuk tekanan darah yang meningkat dan
pencegahan dan penatalaksanaan dari penyakit jantung hipertensi.
Dalam menatalaksana peningkatan tekanan darah, target tekanan darah harus
<140/90 mmHg pada pasien tanpa diabetes atau gagal ginjal kronik (chronic kidney
disease) dan <130/90 mmHg pada pasien yang memiliki penyakit tersebut5.
Ada beragam strategi dalam tatalaksana penyakit jantung hipertensi, misalnya
modifikasi pola makan, aerobic exercise secara teratur, penurunan berat badan, atau
penggunaan obat untuk hipertensi, gagal jantung sekunder disfungsi diastolik dan
sistolik ventrikel kiri, coronary artery disease, serta aritmia5.
Prognosis pada pasien penyakit jantung hipertensi bermacam-macam sesuai
dengan durasi, tingkat keparahan, dan tipe penyakit yang terjadi. Risiko komplikasi
bergantung pada besarnya hipertrofi yang terjadi pada ventrikel kiri. Semakin besar
kelainan yang diderita oleh ventrikel kiri, maka komplikasi yang akan timbul juga
akan menjadi semakin besar. Mengobati penyakit dasar yaitu hipertensi akan sangat
berpengaruh terhadap progresivitas yang terjadi5.

DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, P. I., Ward, J. P. T.2007. At a Glance Sistem Kardiovaskular (Ed.
3),Jakarta:Erlangga.
Bakris, G.L., 2000.Angiotensin-Converting-Enzyne-Inhibitor-AssociatedElevationsIn
Serum Creatinine. Arch Intern Med 2000;160:685-693
Basha, A., Joesoef, A. H., Rahayoe, A., U. 2003. Standar Pelayanan Medik RS.
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (Ed. II). Jakarta: RS. Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita.
Braundwald, E. 2000. Gagal Jantung dalam Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam Vol 2 (Ed. 13). Asdie, H., A., (Alih Bahasa), Jakarta: EGC
Carter, B.L., 1997. Evaluation of Hypertensive Patients after Care Provided by
Community Pharmacists in a Rural Setting. Pharmacotherapy 1997;17(6):12741285. Abstract.
Carter, B.L., 2003. How Pharmacist Can Assist Physicians with Controlling Blood
Pressure. J Clin Hypertens 2003;5(1):31-37
Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And Control Of
Hypertension In The United States, 1998 2000. JAMA 2003;290:199-206h
Hernelahti M., Kujala, U.M., Kaprio, J., 1998. Hypertension in master endurance
athletes. J. Hypertens 1998;16(11):1573-7 (ISSN: 0263 6352)
HFSA.
2011.
Questions
About
HF.
HFSA,
inc
Diakses
http://www.abouthf.org/questions_stages.htm
Irnizarifka. 2011. Buku Saku Jantung Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia.

dari

JNC-7., 2003. Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment Of High Blood


Pressure
Mariyono, H. H., Santoso, A., 2007. Gagal Jantung. Jurnal Penyakit Dalam, vol 8(3)
Mubin. A, H. 2006. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi (Ed.
2), Jakarta: EGC.

Roebiono, P, S. 2003. Pemeriksaan Laboratorium Pada Penyakit Cardiovaskular


dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Saseen, J.J., 2003. Treatment of Uncomplicated Hypertension. Are ACE inhibitors And
Calcium Channel Blockers As Effective As Diuretics And Beta-Blockers. J Am
Board Fam Pract 2003;16:156-164
Sitompul, B., Sugeng, J. I., 2003. Gagal Jantung dalam Buku Ajar Kardiologi.Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Vasan, R.S., 2001. Impact of High Normal Blood Pressure on the Risk of
Cardiovascular Disease, NEJM 2001;345:1291-1297
Wing, L.M., 2003. A Comparison Of Outcomes With Angiotensin-Converting Enzyme
Inhibitors And Diuretics For Hypertension In The Elderly. N Eng J Med
2003;348: 583-592
Yogiantoro, M., 2007. Hipertensi Esensial dalam Buku IlmuPenyakitDalamJilid 1
EdisiKeempat. Jakarta, BalaiPernerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Pp 599-603.

CASE REPORT
SEORANG LAKI-LAKI 76 TAHUN DENGAN
HHF (HYPERTENSIVE HEART FAILURE)

Oleh:
Triono Soleh, S.ked
J510155043
Pembimbing:
dr. Setyo Utomo, Sp. JP, FIHA

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
Case Report I
SEORANG LAKI-LAKI 76 TAHUN DENGAN
HHF (HYPERTENSIVE HEART FAILURE)

OLEH:
Triono Soleh, S.ked

J510155043

Telah disetujui dan disyahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal 1 maret 2016

Pembimbing:
dr. Setyo Utomo, Sp. JP, FIHA

dipresentasikan dihadapan:
dr. Setyo Utomo, Sp. JP, FIHA

Disyahkan Ka. Program Profesi :


dr. D. Dewi Nirlawati

You might also like