Professional Documents
Culture Documents
Penanggungjawab:
Askolani
Editor:
Purwiyanto
Kunta W.D. Nugraha
Pengarah:
Para Kasubdit di lingkungan Direktorat Penyusunan APBN
Tim Penulis:
Yonathan Setianto Hadi , Wisynu Wardhana, Arie Yanwar
Kapriadi, Rachman Aptri Sapari, Ahmad Nawawi, Wurjanto
Nopijantoro, Agung Lestanto , Lisno Setiawan,
I Made Sanjaya, Aries Setiadi, Waskito Prayogi,
Melissa Candra Puspitasari
Disain Cover:
Kandha Aditya Sandjoyo
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku tanpa izin
DAFTAR ISI
Daftar Isi
ii
Daftar Tabel
Daftar Gambar
vii
Daftar Grafik
viii
ix
xi
Bab 1 PENGANTAR
Bab 2
34
34
49
iii
63
63
77
94
b.
90
96
125
137
a.
138
b.
149
154
a.
156
b.
Keterkaitan Alamiah
166
iv
c.
d.
169
f.
174
179
Lampiran
Daftar Pustaka
180
185
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Tabel 1.4
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 5.1
Tabel 6.1
Tabel 6.1
Tabel 6.2
vi
14
23
24
26
48
55
92
93
95
97
136
152
158
158
162
vii
182
DAFTAR GAMBAR
37
49
61
100
103
159
165
168
164
174
viii
DAFTAR GRAFIK
ix
SAMBUTAN
Menteri Keuangan Republik Indonesia
Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kita masih diberi kesempatan untuk menunaikan bakti
kepada negara yaitu melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang
keuangan
negara,
khususnya
di
bidang
Negara
(APBN)
penganggaran.
Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
hakikatnya,
keseluruhan
kerangka
APBN
dinamika
dari
satu
komponen
APBN
akan
periode
tahun
anggaran
anggaran berikutnya.
maupun
tahun-tahun
xi
KATA PENGANTAR
Direktur Jenderal Anggaran
dan
stabilitas
perekonomian
serta
memberikan
sumbangsih
positif
atas
penyusunan
APBN
xii
yang
dilakukan
dengan
Askolani
xiii
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
Postur APBN Indonesia merupakan salah satu upaya para
pegawai Direktorat Penyusunan dengan melaksanakan
sharing knowlegde sehingga tercapai transparansi APBN
khususnya proses penyusunan postur APBN.
Buku ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan dan
kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penghargaan dan terima kasih kami sampaikan kepada
Bapak Askolani selaku Direktur Jenderal Anggaran yang
selalu
memberikan
bimbingan
dan
arahan
dalam
Anggaran,
dan
bagi
seluruh
rekan-rekan
Sekretariat
DJA yang
mendukung
atas
xiv
APBN
yang
telah
memberikan
dukungan
dalam
harapkan
sebagai
upaya
perbaikan
dan
Jenderal
Anggaran
secara
berkelanjutan,
Tim Penyusun
xv
BAB I
PENGANTAR
Pengantar
BAB 1
PENGANTAR
Pengantar
Pengantar
Pengantar
Pengantar
keuangan
pemerintah
(Government
Financial
Statistics/GFS) untuk mendukung transparansi dan
akuntabilitas Pemerintah. Format dan struktur APBN yang
dalam periode sebelumnya disusun dalam bentuk
(T-account) berdasarkan prinsip anggaran berimbang dan
dinamis, sejak APBN 2000 diubah menjadi I-account.
Format dan struktur APBN dalam bentuk I-account
memungkinkan defisit anggaran tercermin secara eksplisit,
serta dapat dibiayai dengan sumber-sumber pembiayaan
dari dalam dan luar negeri.
Dalam format baru tersebut, dilakukan pengelompokan
kembali (reklasifikasi) terhadap pos-pos pendapatan dan
belanja negara. Pada sisi pendapatan, komponen pajak
yang berasal dari penerimaan minyak bumi dan gas alam
(migas) direklasifikasi pada pos penerimaan pajak
penghasilan (PPh) sektor migas. Sementara itu, penerimaan
negara yang bersumber dari Migas namun diluar pajak
seperti royalti pertambangan migas atau bagian
pemerintah atas pengusahaan (eksplorasi dan eksploitasi)
pertambangan migas diklasifikasikan kepada pos
penerimaan negara bukan pajak.
Pada sisi belanja, berbagai jenis pengeluaran yang selama
periode 1969/19701999/2000 masih menimbulkan
kerancuan dalam penempatannya, seperti beberapa jenis
subsidi (misalnya subsidi bunga kredit program) yang
sebelumnya masih dikelompokkan pada belanja
pembangunan, pada format baru APBN, sesuai dengan sifat
dan fungsinya, dialokasikan ke belanja rutin. Demikian
pula, pembayaran bunga obligasi bagi program penyehatan
perbankan nasional yang semula dicatat pada pos belanja
pembangunan, dipindahkan ke belanja rutin.
Pengantar
Pengantar
Pengantar
Pengantar
Pengantar
10
Pengantar
11
Pengantar
kegiatan
untuk
memperoleh
penghasilan
merupakan subjek pajak. Dalam pengertian
perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan,
perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang
mempunyai kepentingan yang sama.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 42 Tahun
2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. PPN
adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di
daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat
di setiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan
PPN sangat dipengaruhi oleh perkembangan
transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat
yang merupakan objek dari PPN.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun
2006 tentang Kepabeanan, bea masuk adalah
pungutan negara berdasarkan undang-undang ini
yang dikenakan terhadap barang yang diimpor,
sedangkan bea keluar adalah pungutan negara,
berdasarkan undang-undang ini yang dikenakan
terhadap barang ekspor.
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
PNBP adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat
yang diterima dalam bentuk penerimaan dari
sumber daya alam, pendapatan bagian laba BUMN,
PNBP lainnya, serta pendapatan badan layanan
umum (BLU). PNBP sumber daya alam dibedakan
antara PNBP migas dengan PNBP nonmigas yang
meliputi pendapatan pertambangan mineral dan
batubara, kehutanan, perikanan, dan panas bumi.
12
c.
Pengantar
Penerimaan Hibah
13
Periode 2000-2010
Periode 1969/1970-1999/2000
Periode 2011-sekarang
14
c. PNBP Lainnya
d. Pendapatan BLU
II. Penerimaaan Hibah
Tabel 1.1.
PERKEMBANGAN FORMAT DAN KOMPONEN PENDAPATAN NEGARA
2.
Pengantar
Belanja Negara
Dalam sejarah perkembangan APBN, klasifikasi belanja
negara beberapa kali mengalami perubahan dan
penyempurnaan, termasuk perubahan nomenklatur,
dari pengeluaran negara menjadi belanja negara.
Dalam periode 1969/1970 1999/2000, pengeluaran
negara dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi
dan klasifikasi sektor. Berdasarkan klasifikasi ekonomi,
pengeluaran negara terdiri atas pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin terdiri
atas belanja pegawai, belanja barang, pembayaran
bunga utang, subsidi daerah otonom, dan belanja lainlain. Belanja lain-lain menampung antara lain alokasi
subsidi pangan (subsidi beras dan subsidi impor
gandum selama Pembangunan Jangka Panjang I) dan
subsidi BBM (sejak tahun 1977/1978).
Sementara itu, pengeluaran pembangunan terdiri atas
pembiayaan rupiah yang berasal dari tabungan
pemerintah dan pinjaman proyek. Tabungan
pemerintah merupakan selisih antara penerimaan
dalam negeri dan pengeluaran rutin. Pengeluaran
pembangunan dikelompokkan lagi ke dalam
pengeluaran
pembangunan
untuk
departemen/lembaga, bantuan pembangunan daerah,
dan pengeluaran pembangunan lainnya. Termasuk
dalam pengeluaran pembangunan lainnya adalah
subsidi pupuk. Di samping itu, baik pengeluaran rutin
maupun pengeluaran pembangunan juga dirinci
menurut sektor subsektor.
Mulai tahun 2001, sejalan dengan penyempurnaan di
sisi penerimaan, penyempurnaan, dan perubahan
format juga dilakukan di sisi belanja negara. Belanja
15
Pengantar
16
Pengantar
17
Pengantar
18
Pengantar
19
Pengantar
20
Pengantar
21
Pengantar
22
23
Periode 2005-2014
I. Belanja Pemerintah Pusat
A. Belanja Pegawai
B. Belanja Barang
C. Belanja Modal
D. Pembayaran Bunga Utang
E. Subsidi
1. Subsidi Energi
a. Subsidi BBM, LPG & BBN
b. Subsidi Listrik
2. Subsidi Non Energi
a. Pangan
b. Pupuk
c. Benih
d. PSO (PT KAI, PT Pelni, LKBN Antara)
e. Kredit Program
f. Subsidi Pajak/Pajak DTP
F. Belanja Hibah
G. Bantuan Sosial
H. Belanja Lain-lain
Periode 2005-2014
I. Pengeluaran Rutin
I. Belanja Pemerintah Pusat
A. Belanja Pegawai
A. Pengeluaran Rutin
1. Gaji/Pensiun
1. Belanja Pegawai
2. Tunjangan Beras
a. Gaji/Pensiun
3. Uang Makan/Lauk Pauk
b. Tunjangan Beras
4. Lain-lain Belanja Pegawai DN
c. Uang Makan/Lauk Pauk
5. Belanja Pegawai LN
d. Lain-lain Belanja Pegawai DN
e. Belanja Pegawai LN
B. Belanja Barang
1. Belanja Barang DN
2. Belanja Barang
2. Belanja Barang LN
a. Belanja Barang DN
b. Belanja Barang LN
C. Belanja Rutin Daerah
1. Belanja Pegawai
3. Subsidi Daerah Otonom
2. Belanja Non Pegawai
a. Belanja Pegawai
b. Belanja Non Pegawai
D. Subsidi Daerah Otonom
1. Hutang DN
4. Pembayaran Bunga Hutang
2. Hutang LN
a. Hutang DN
b. Hutang LN
E. Pengeluaran Rutin Lainnya
1. Subsidi BBM
5. Subsidi
2. Lain-lain
a. Subsidi BBM
b. Subsidi Non BBM
II. Pengeluaran Pembangunan
A. Pembiayaan Rupiah
B. Pengeluaran Pembangunan
B. Pembiayaan Proyek
I. Pembiayaan Rupiah
II. Pembiayaan Proyek
Periode 1969/1970-1999/2000
3. BIDANG UMUM
a.
Sektor Pemerintahan Umum
b.
Sektor Pertahanan dan Keamanan
c.
Sektor Badan-Badan Perwakilan
d.
Sektor Pengurusan Keuangan Negara
2. BIDANG SOSIAL
a.
Sektor Agama
b.
Sektor Pendidikan dan Kebudayaan
c.
Sektor Tenaga Kerja dan Penduduk
d.
Sektor Kesehatan dan Keluarga Berencana
e.
Sektor Perumahan, Kesejahteraan Sosial dan Penyediaan
f.
Sektor Penerangan
g.
Sektor Tertib Hukum
1969/1970 - 1973/1974
1. BIDANG EKONOMI
a.
Sektor Pertanian dan Irigasi
b.
Sektor Industri dan Pertambangan
c.
Sektor Tenaga Listrik
d.
Sektor Perhubungan
e.
Sektor Daerah dan Desa
f.
Sektor Penyertaan Modal Pemerintah
g.
Sektor Perkembangan Ekonomi Umum
24
8.
SEKTOR AGAMA
Subsektor Agama
9.
SEKTOR PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN NASIONAL DAN PEMBINAAN GENERASI
a. Subsektor Pendidikan Umum dan Pembinaan Generasi Muda
b.
Subsektor Pendidikan dan Latihan Institusionil/Kedinasan
c.
Subsektor Kesejahteraan Sosial
a.
Subsektor Kesehatan
b.
Subsektor Keluarga Berencana
a.
Subsektor Kesehatan
b.
Subsektor Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita
c.
Subsektor Kependudukan dan Keluarga Berencana
b.
Subsektor Pendidikan Kedinasan
c.
Subsektor Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME
9.
SEKTOR PENDIDIKAN, GENERASI MUDA, KEBUDAYAAN NASIONAL DAN
KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
a. Subsektor Pendidikan Umum dan Generasi Muda
7.
SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH, DESA, DAN KOTA
Subsektor Pembangunan Daerah, Desa, dan Kota
8.
SEKTOR AGAMA DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
Subsektor Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
c.
Subsektor Kebudayaan
6.
SEKTOR TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
a.
Subsektor Tenaga Kerja
b.
Subsektor Transmigrasi
5.
SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI
a.
Subsektor Perdagangan
b.
Subsektor Koperasi
4.
SEKTOR PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA
a.
Subsektor Prasarana Jalan
b.
Subsektor Perhubungan Darat
c.
Subsektor Perhubungan Laut
d.
Subsektor Perhubungan Udara
e.
Subsektor Pos dan Telekomunikasi
f. Subsektor Pariwisata
3.
SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI
a.
Subsektor Pertambangan
b.
Subsektor Energi
2.
SEKTOR INDUSTRI
Subsektor Industri
7.
SEKTOR PEMBANGUNAN REGIONAL DAN DAERAH
a.
Subsektor Desa dan Daerah
b.
Subsektor Tata Ruang
6.
SEKTOR TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
a.
Subsektor Tenaga Kerja
b.
Subsektor Transmigrasi
5.
SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI
a.
Subsektor Perdagangan
b.
Subsektor Koperasi
4.
SEKTOR PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA
a.
Subsektor Perhubungan
b.
Subsektor Pariwisata
3.
SEKTOR TENAGA LISTRIK
Subsektor Peningkatan Tenaga Listrik dan Gas
2.
SEKTOR INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN
a.
Subsektor Industri
b.
Subsektor Pertambangan
Tabel 1.3
PERKEMBANGAN KLASIFIKASI BELANJA NEGARA MENURUT SEKTOR DAN FUNGSI
1969-1994
1973/1974 - 1978/1979
1979/1980-1993/1994
1.
SEKTOR PERTANIAN DAN PENGAIRAN
1.
SEKTOR PERTANIAN DAN PENGAIRAN
a.
Subsektor Pertanian
a.
Subsektor Pertanian
b.
Subsektor Pengairan
b.
Subsektor Pengairan
1969/1970 - 1973/1974
25
17. H
SEKTOR PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH
Subsektor Penyertaan Modal Pemerintah
Tabel 1.3
PERKEMBANGAN KLASIFIKASI BELANJA NEGARA MENURUT SEKTOR DAN FUNGSI
1969-1994
1973/1974 - 1978/1979
1979/1980-1993/1994
11. SEKTOR PERUMAHAN RAKYAT DAN PEMUKIMAN
12. SEKTOR TERTIB HUKUM DAN PEMBINAAN HUKUM
Subsektor Perumahan Rakyat dan Pemukiman
a.
Subsektor Tertib Hukum
b.
Subsektor Pembinaan Hukum Nasional
12. SEKTOR HUKUM
Subsektor Hukum
13. SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL
Subsektor Pertahanan dan Keamanan Nasional
13. SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL
Subsektor Pertahanan dan Keamanan Nasional
14. SEKTOR PENERANGAN DAN KOMUNIKASI
Subsektor Penerangan dan Komunikasi
14. SEKTOR PENERANGAN, PERS, DAN KOMUNIKASI SOSIAL
Subsektor Penerangan, Pers, dan Komunikasi Sosial
15. SEKTOR PENGEMBANGAN ILMU DAN TEKNOLOGI, PENELITIAN DAN STATISTIK
a.
Subsektor Pengembangan Ilmu dan Teknologi
15. SEKTOR ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN PENELITIAN
b.Subsektor Penelitian Umum
a.
Subsektor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
c.
Subsektor Penelitian Institusionil
b.Subsektor Penelitian
d.Subsektor Statistik
16. SEKTOR APARATUR PEMERINTAH
16. SEKTOR APARATUR NEGARA
Subsektor Aparatur Pemerintahan
a.
Subsektor Prasarana Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
b.Subsektor Aparatur Pemerintahan
17. SEKTOR PENGEMBANGAN DUNIA USAHA
c.
Subsektor Keuangan Negara
Subsektor Pengembangan Dunia Usaha
9.
SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH DAN TRANSMIGRASI
a.
Subsektor Pembangunan Daerah
b.
Subsektor Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan
4.
SEKTOR TENAGA KERJA
Subsektor Tenaga Kerja
3. SEKTOR PENGAIRAN
a.
Subsektor Pengembangan dan Pengelolaan Pengairan
b.
Subsektor Pengembangan dan Pengelolaan Sumber-sumber Air
4.
SEKTOR TENAGA KERJA
Subsektor Tenaga Kerja
3. SEKTOR PENGAIRAN
a.
Subsektor Pengembangan Sumber Daya Air
b.
Subsektor Irigasi
2002-2004
1.
SEKTOR INDUSTRI
Subsektor Industri
1.
SEKTOR INDUSTRI
Subsektor Industri
1994/1995-2001
Tabel 1.4
PERKEMBANGAN KLASIFIKASI BELANJA NEGARA MENURUT SEKTOR DAN FUNGSI
1995-2015
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
2005-Sekarang
Pelayanan Umum
Pertahanan
Ketertiban dan Keamanan
Ekonomi
Lingkungan Hidup
Perumahan dan Fasilitas Umum
Kesehatan
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Agama
Pendidikan
Perlindungan Sosial
26
1994/1995-2001
27
19. SEKTOR POLITIK, HUBUNGAN LUAR NEGERI, PENERANGAN, KOMUNIKASI, DAN MEDIA
a.
Subsektor Politik
b.
Subsektor Hubungan Luar Negeri
c.
Subsektor Penerangan, Komunikasi dan Media Massa
17.
SEKTOR HUKUM
a.
Subsektor Pembinaan Hukum Nasional
b.
Subsektor Pembinaan Aparatur Hukum
c.
Subsektor Sarana dan Prasarana Hukum
15.
SEKTOR AGAMA
a.
Subsektor Pelayanan Kehidupan Beragama
b.
Subsektor Pembinaan Pendidikan Agama
19. SEKTOR POLITIK DALAM NEGERI, HUBUNGAN LUAR NEGERI, INFORMASI DAN
a.
Subsektor Politik Dalam Negeri
b.
Subsektor Hubungan Luar Negeri
c.
Subsektor Informasi dan Komunikasi
17.
SEKTOR HUKUM
a.
Subsektor Pembinaan Hukum Nasional
b.
Subsektor Pembinaan Aparatur Hukum
15.
SEKTOR AGAMA
a.
Subsektor Pelayanan Kehidupan Beragama
b.
Subsektor Pembinaan Pendidikan Agama
13.
SEKTOR KESEJAHTERAAN SOSIAL, KESEHATAN, DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
a.
Subsektor Kesejahteraan Sosial
b.
Subsektor Kesehatan
Pendidikan
Pendidikan Luar Sekolah
Kebudayaan Nasional
Pemuda dan Olah Raga
13.
SEKTOR KESEJAHTERAAN SOSIAL, KESEHATAN, PERANAN WANITA, ANAK, DAN REMAJA
a.
Subsektor Kesejahteraan Sosial
b.
Subsektor Kesehatan
c.
Subsektor Peranan Wanita, Anak dan Remaja
a.
Subsektor
b.
Subsektor
c.
Subsektor
d.
Subsektor
12. SEKTOR KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA
Subsektor Kependudukan dan Keluarga
Pendidikan
Pendidikan Luar Sekolah, dan Kedinasan
Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Pemuda dan Olah Raga
2002-2004
11. SEKTOR PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN NASIONAL, PEMUDA DAN OLAH RAGA
a.
Subsektor
b.
Subsektor
c.
Subsektor
d.
Subsektor
Tabel 1.4
PERKEMBANGAN KLASIFIKASI BELANJA NEGARA MENURUT SEKTOR DAN FUNGSI
1995-2015
2005-Sekarang
3. Keseimbangan
Umum
Pengantar
Primer
dan
Keseimbangan
28
Pengantar
29
Pengantar
30
Pengantar
31
Pengantar
32
Pengantar
33
BAB 2
TAHAPAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENYUSUNAN POSTUR APBN
BAB 2
TAHAPAN DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENYUSUNAN POSTUR APBN
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
8.115.833,7
6,6
5,0
6,5
9.150,0
80,0
950,0
(0,0)
12.852,9
(111.007,2)
(1,37)
111.007,2
111.610,5
(603,3)
C. KESEIMBANGAN PRIMER
D. SURPLUS/ (DEFISIT) ANGGARAN (A - B)
% Defisit Terhadap PDB
E. PEMBIAYAAN (I + II)
I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto)
KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN
437.122,5
367.915,5
69.207,0
1.333.017,0
895.894,5
449.152,4
446.742,1
1.173,2
235.234,5
B. BELANJA NEGARA
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT
- Belanja K/L
- Belanja Non K/L
1.220.836,7
985.602,1
12,1
2.
1.222.009,9
Pagu Indikatif
8.119.780,5
6,7
5,3
6,5
8.800,0
90,0
950,0
(0,0)
(2.548,1)
(125.620,0)
(1,55)
125.620,0
125.912,3
(292,3)
464.360,9
394.138,6
70.222,3
1.418.497,7
954.136,8
476.610,2
477.526,7
825,1
272.720,2
1.292.052,6
1.019.332,4
12,6
1.292.877,7
RAPBN
(miliar rupiah)
470.409,5
399.985,6
70.423,9
1.435.406,7
964.997,3
508.359,6
456.637,7
825,1
277.991,4
1.310.561,6
1.032.570,2
12,7
1.311.386,7
APBN
8.119.780,5
6,7
5,3
6,0
8.800,0
90,0
950,0
(0,0)
(1.802,4)
(124.020,0)
(1,53)
124.020,0
125.912,3
(1.892,3)
TABEL 2.1
POSTUR APBN 2012
8.542.634,4
6,5
7,0
5,0
9.000,0
105,0
930,0
0,0
(72.319,9)
(190.105,3)
(2,23)
190.105,3
194.531,0
(4.425,7)
476.263,7
405.839,8
70.423,9
1.534.582,1
1.058.318,4
535.087,6
523.230,8
825,1
331.913,8
1.343.651,7
1.011.737,9
11,8
1.344.476,8
RAPBN-P
8.542.634,4
6,5
6,8
5,0
9.000,0
105,0
930,0
0,0
(72.319,9)
(190.105,3)
(2,23)
190.105,3
194.531,0
(4.425,7)
478.775,9
408.352,1
70.423,9
1.548.310,4
1.069.534,4
547.925,5
521.608,9
825,1
341.142,6
1.357.380,0
1.016.237,3
11,9
1.358.205,0
APBN-P
8.241.864,3
6,2
4,3
3,2
9.384,0
112,7
860,6
21.857,6
(52.784,6)
(153.300,6)
(1,86)
175.158,2
198.622,5
(23.464,4)
480.645,1
411.293,1
69.351,9
1.491.410,2
1.010.558,2
489.445,9
521.112,3
5.786,8
351.804,8
11,9
980.518,1
1.332.322,9
1.338.109,6
LKPP Audited
49
50
51
52
53
54
Tabel
2.2. DampakASUMSI
Perubahan
Asumsi Terhadap
DAMPAK
PERUBAHAN
TERHADAP
POSTURPostur
APBNAPBN
ASUMSI
Pertumbuhan
Ekonomi
1.
+
+
+
+
0
+
+
0
+
+
0
0
0
+
+
+
+
0
+
0
0
+
+
0
0
0
+
+
+
0
+
0
0
0
0
0
+
+
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
+
+
+
0
+
0
0
0
0
0
0
0
0
+
+
+
0
+
0
0
0
0
0
0
0
0
2.
PENERIMAAN PERPAJAKAN
Pajak Dalam Negeri
Pajak Penghasilan
-
PPh Non-Migas
PPh Migas
2)
3)
4)
BPHTB
5)
Cukai
6)
Pajak lainnya
1)
Bea masuk
2)
Bea Keluar
PENERIMAAN HIBAH
B. BELANJA NEGARA
BELANJA PEMERINTAH PUSAT
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang
3. Belanja Modal
4. Pembayaran Bunga Utang
5. Subsidi
TRANSFER KE DAERAH
1.
Dana Perimbangan
2.
II.
Lifting
Minyak
II.
ICP
1)
I.
SPN 3 bulan
a.
II.
Kurs
Inflasi
2.
2.
3.
0
+
+
0
0
+
+
+
+
+
+
0
+
+
+
+
+
0
0
+
+
+
+
+
0
0
0
+
0
0
0
0
0
0
0
0
+
+
+
+
0
0
0
0
0
+
+
+
0
0
0
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Keterangan:
(+) korelasi positif
(-) korelasi negatif
(0) tidak berdampak
55
56
yang
digunakan
dalam
57
58
59
60
61
62
BAB 3
PERHITUNGAN PENDAPATAN NEGARA
PerhitunganPendapatan
Perhitungan
Pendapatan
Negara
Negara
BAB 3
PERHITUNGAN PENDAPATAN NEGARA
63
66
67
68
69
70
72
73
74
Uraian
Biji Kakao
2000
0
>3500
15
76
10
11
12
13
14
15
40
750
7,5
7,5
40
40
10,5
10,5
40
40
2
2
13,5
13,5
12
12
40
15
15
40
10,5
10,5
18
10,5
10,5
18
40
12
12
19,5
12
10
12
19,5
40
13,5
13,5
21
13,5
11,5
13,5
21
40
7,5
10
10
10
10
15
15
22,5
15
10
13
15
22,5
40
750-800 800-850 850-900 900-950 950-1000 1000-1050 1100-1150 1150-1200 1200-1250 >1250
Sumber : PMK Nomor 223 Tahun 2008 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar
No
77
78
SDA Nonmigas
Penerimaan SDA Nonmigas merupakan penerimaan yang
berasal dari hasil pemanfaatan sumber daya alam di luar
minyak dan gas bumi. Sumber penerimaan SDA nonmigas
meliputi:
1.
2.
Pendapatan kehutanan;
3.
4.
79
81
Luas
areal
didasarkan
pada
rencana
perpanjangan/pelelangan Izin Usaha Pengelolaan Hasil
Hutan Kayu (IUPHHK) pada tahun n-1.
4. Pendapatan penggunaan kawasan hutan.
Penggunaan kawasan hutan adalah penggunaan atas
sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan
di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan
peruntukan kawasan hutan tersebut. Penerimaan
penggunaan kawasan hutan berasal dari pungutan atas
penggunaan
kawasan
hutan
untuk
kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang luas
kawasan hutannya di atas 30% dari luas daerah aliran
sungai dan/atau pulau.
82
Keterangan:
NOI
85
Memberikan
sumbangan
bagi
perkembangan
perekonomian nasional pada umumnya dan
penerimaan negara pada khususnya.
Mengejar keuntungan.
Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi
dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak.
Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum
dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.
Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan
kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi
dan masyarakat.
86
Laporan
Keuangan Tahun
RUPS
Payout Ratio
(POR)
Dividen= POR x
Laba Bersih t-1
87
88
4. Pendapatan BLU
Pendapatan BLU adalah penerimaan yang berasal dari
kegiatan pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh Badan
Layanan Umum (BLU). Badan Layanan Umum sendiri
merupakan suatu instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya, didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas. Terhadap aktivitasnya tersebut, BLU dapat
memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan.
Apabila dikelompokkan menurut jenis penerimaannya, BLU
terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
89
90
91
92
123,0
101,3
16,2
2,3
2,1
12,1
14,9
0,3
i. Bea masuk
1,1
13,2
15,2
37,8
33,3
v. Cukai
3,2
3,4
iv. BPHTB
20,9
165,6
43,2
208,8
396,0
12,3
409,2
2006
140,4
2. PPh Non-Migas
35,1
175,5
i. Pajak penghasilan
1. PPh Migas
331,8
12,5
347,0
% thd PDB
Penerimaan Perpajakan
2005
4,2
16,7
20,9
2,7
44,7
6,0
23,7
154,5
194,4
44,0
238,4
470,1
12,4
491,0
2007
13,6
22,8
36,3
3,0
51,3
5,6
25,4
209,6
250,5
77,0
327,5
622,4
13,3
658,7
2008
0,6
18,1
18,7
3,1
56,7
6,5
24,3
193,1
267,6
50,0
317,6
601,3
11,0
619,9
2009
8,9
20,0
28,9
4,0
66,2
8,0
28,6
230,6
298,2
58,9
357,0
694,4
11,3
723,3
2010
TABEL 3.1
PENERIMAAN PERPAJAKAN, 2005 - 2015
(triliun rupiah)
28,9
25,3
54,1
3,9
77,0
(0,0)
29,9
277,8
358,0
73,1
431,1
819,8
11,8
873,9
2011
21,2
28,4
49,7
4,2
95,0
29,0
337,6
381,6
83,5
465,1
930,9
11,9
980,5
2012
15,8
31,6
47,5
4,9
108,5
25,3
384,7
417,7
88,7
506,4
1.029,9
11,9
1.077,3
2013
20,6
35,7
56,3
5,2
117,5
21,7
475,6
486,0
83,9
569,9
1.189,8
12,4
1.246,1
APBNP
2014
14,3
37,2
51,5
5,7
126,7
26,7
525,0
555,7
88,7
644,4
1.328,5
12,4
1.380,0
APBN
2015
93
0,3
- Perikanan
d. Pendapatan BLU
23,6
c. PNBP Lainnya
12,8
3,2
- Kehutanan
3,2
- Pertambangan umum
6,7
30,9
72,8
- Minyak bumi
103,8
110,5
a. Penerimaan SDA
i. Migas
146,9
2005
TABEL 3.2
1,5
38,0
21,5
0,2
2,4
6,8
9,4
32,9
125,1
158,1
167,5
227,0
2006
2,1
13,7
56,9
23,2
0,1
2,1
5,9
8,1
31,2
93,6
124,8
132,9
215,1
2007
3,7
63,3
29,1
0,9
0,1
2,3
9,5
12,8
42,6
169,0
211,6
224,5
320,6
2008
8,4
2,6
53,8
26,0
0,4
0,1
2,3
10,4
13,2
35,7
90,1
125,8
139,0
227,2
2009
(triliun rupiah)
10,6
59,4
30,1
0,3
0,1
3,0
12,6
16,1
40,9
111,8
152,7
168,8
268,9
2010
20,1
69,4
28,2
0,6
0,2
3,2
16,4
20,3
52,2
141,3
193,5
213,8
331,5
2011
21,7
73,5
30,8
0,7
0,2
3,2
15,9
20,0
61,1
144,7
205,8
225,8
351,8
2012
24,6
69,7
34,0
0,9
0,2
3,1
18,6
22,8
68,3
135,3
203,6
226,4
354,8
2013
20,9
85,0
40,0
0,6
0,3
5,0
23,6
29,4
56,9
154,8
211,7
241,1
386,9
APBNP
2014
22,2
89,8
44,0
0,6
0,3
4,6
24,6
30,0
53,9
170,3
224,3
254,3
410,3
APBN
2015
BAB 4
PERHITUNGAN BELANJA NEGARA
BAB 4
PERHITUNGAN BELANJA NEGARA
Belanja Negara terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat dan
Transfer ke Daerah. Mulai RAPBN 2015, transfer ke daerah
diubah dan ditambah substansinya menjadi Transfer ke
Daerah dan Dana Desa. Menurut UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, belanja negara dirinci menurut
klasifikasi fungsi, organisasi, dan jenis belanja.
Pengelompokkan belanja Negara menurut fungsi
menggambarkan
berbagai
aspek
penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan
kepada masyarakat, serta untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Di dalam Bab 2 telah diuraikan secara umum faktor-faktor
yang
memengaruhi perhitungan
belanja negara.
Selanjutnya pada bab ini akan dijelaskan lebih detail
mengenai perhitungan belanja negara yang sifatnya masih
perhitungan dasar (baseline) yaitu perhitungan yang hanya
memperhitungkan perubahan asumsi dasar ekonomi
makro dan kebutuhan dasar kepemerintahan dan
pelayanan masyarakat tanpa kebijakan. Selanjutnya angka
final belanja negara yang terdapat pada postur APBN
meliputi angka perhitungan baseline dan kebijakankebijakan yang akan ditempuh pemerintah.
Pembagian belanja negara menurut organisasi, di level
pusat, hanya berlaku untuk belanja pemerintah pusat.
Secara umum, anggaran belanja Pemerintah Pusat menurut
organisasi dibagi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu
(1) anggaran yang dialokasikan melalui bagian anggaran
kementerian
Negara/lembaga
(BA
K/L)
dengan
94
Belanja Barang
Belanja Modal
Pembayaran Bunga Utang
Belanja Subsidi
Belanja Hibah
Bantuan Sosial
8. Belanja Lain-Lain
96
Kontribusi Sosial
i Pensiun dan THT
ii Jaminan Pelayanan Kesehatan
tunjangan kompensasi
tunjangan khusus PPh.
kerja,
tunjangan
beras,
dan
98
j.
g. belanja jasa;
h. belanja perjalanan;
i.
j.
belanja barang
pembantuan;
penunjang
kegiatan
tugas
3.
4.
Bel. Modal
Tanah
531xxx
Bel. Modal
Peralatan dan
Mesin
532xxx
Bel. Modal
Gedung dan
Bangunan
533xxx
Bel. Modal
Jalan, Irigasi,
dan Jaringan
534xxx
Komponen Utama
Pendanaan TP
(Bersifat Fisik/Asset)
103
Bel. Modal
Lainnya
536xxx
Bel. Modal
BLU
537xxx
2.
3.
104
4.
5.
6.
105
2.
3.
106
ditanggung
Jumlah outstanding:
a. Outstanding SBN: Perubahan jumlah outstanding
SBN akibat penerbitan utang baru, jatuh tempo,
maupun buyback, akan memengaruhi perhitungan
bunga baseline.
b. Outstanding
pinjaman:
Perubahan
jumlah
outstanding pinjaman, baik dalam maupun luar
negeri akibat tambahan penarikan, pembayaran
cicilan pokok, reschedulling, dan debt swap akan
memengaruhi perhitungan bunga.
2.
3.
4.
5.
7.
8.
5) Belanja Subsidi
Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada
perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual,
mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang
memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa
sehingga harga jualnya dapat terjangkau oleh masyarakat
(UU APBN). Belanja subsidi terdiri atas subsidi energi dan
subsidi nonenergi.
Subsidi energi, terdiri dari:
a. Subsidi BBM
b. Subsidi Listrik
109
115
116
118
120
Menurut Jenis
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Pembayaran Bunga Utang
Subsidi
Belanja Hibah
Bantuan Sosial
Belanja Lain-lain
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Bantuan Sosial
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Pembayaran Bunga Utang
Subsidi
Belanja Hibah
Bantuan Sosial
Belanja Lain-lain
124
126
r.
s.
2.
i.
j.
k.
1.
135
136
32,9
65,2
43,0
22,2
3. Belanja Modal
24,9
34,0
7. Bantuan Sosial
8. Belanja Lain-lain
16,3
104,4
6. Belanja Hibah
i. Subsidi Energi
120,8
29,2
2. Belanja Barang
5. Subsidi
54,3
361,2
1. Belanja Pegawai
2005
37,4
40,7
12,8
94,6
107,4
24,2
54,9
79,1
55,0
47,2
73,3
440,0
2006
15,6
49,8
33,3
116,9
150,2
25,7
54,1
79,8
64,3
54,5
90,4
504,6
2007
30,3
57,7
52,2
223,0
275,2
28,5
59,9
88,4
72,8
56,0
112,8
693,3
2008
38,9
73,8
43,5
94,6
138,1
30,0
63,8
93,8
75,9
80,7
127,7
628,8
2009
21,7
68,6
0,1
52,8
140,0
192,7
26,9
61,5
88,4
80,3
97,6
148,1
697,4
2010
5,5
71,1
0,3
39,7
255,6
295,4
26,4
66,8
93,3
117,9
124,6
175,7
883,7
2011
TABEL 4.3
BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2005 - 2015
(triliun rupiah)
4,1
75,6
0,1
39,9
306,5
346,4
30,3
70,2
100,5
145,1
140,9
197,9
#####
2012
3,4
92,1
1,3
45,1
310,0
355,0
14,3
98,7
113,0
180,9
169,7
221,7
1.137,2
2013
27,9
96,7
2,9
52,7
350,3
403,0
14,9
120,6
135,5
160,8
195,2
258,4
1.280,4
APBNP
2014
46,4
85,5
3,6
70,0
344,7
414,7
14,0
137,9
152,0
174,7
222,5
293,1
1.392,4
APBN
2015
BAB 5
PERHITUNGAN PEMBIAYAAN ANGGARAN
BAB 5
PERHITUNGAN PEMBIAYAAN ANGGARAN
Postur APBN dapat digunakan untuk melihat arah
kebijakan fiskal yang ditempuh oleh Pemerintah. Jika
postur APBN menunjukkan terjadinya defisit anggaran
(pendapatan negara lebih rendah daripada belanja negara),
dapat diartikan bahwa Pemerintah menerapkan kebijakan
fiskal ekspansif. Sebaliknya, jika postur APBN menunjukkan
terjadinya surplus anggaran (pendapatan negara lebih
tinggi daripada belanja negara), dapat diartikan bahwa
Pemerintah menerapkan kebijakan fiskal kontraktif. Dalam
format tabel I-Account, defisit/surplus anggaran akan
ditutup dengan pembiayaan anggaran dalam jumlah yang
sama. Namun demikian, pembiayaan anggaran juga
ditujukan untuk membiaya pengeluaran pemerintah yang
sifatnya investasi (tidak mengurangi aset) seperti
Penanaman Modal Negara (PMN) pada BUMN.
Bab 4 menjelaskan secara singkat formula perhitungan
pembiayaan anggaran dan formula-formula dalam
menyusun postur APBN secara keseluruhan. Selain itu,
diuraikan juga formula anggaran pendidikan. Sebagai
penutup disajikan analisis sensitivitas, sebagai sari dari
dampak perubahan asumsi dasar ekonomi makro terhadap
perubahan postur APBN.
PERHITUNGAN PEMBIAYAAN ANGGARAN
Pembiayaan anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu
dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran
tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali
atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya,
penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran
137
Penerimaan
pinjaman.
cicilan
pengembalian
penerusan
138
b.
Privatisasi
Dalam beberapa tahun terakhir, privatisasi tidak
dijadikan prioritas sebagai sumber penerimaan
pembiayaan dalam APBN. Penerimaan dari privatisasi
lebih banyak masuk kas perusahaan dan ditujukan
untuk meningkatkan kapasitas usaha BUMN.
Pelaksanaan privatisasi harus mendapat ijin DPR
terlebih dahulu.
Besaran privatisasi berasal dari jumlah saham milik
Pemerintah pada BUMN yang dijual dikalikan dengan
139
c.
142
143
PMN Lainnya
PMN Lainnya dialokasikan kepada badan usaha
yang tidak dapat dikategorikan ke dalam BUMN
dan Organisasi/LKI, baik yang berada di dalam
negeri maupun luar negeri.
Untuk badan usaha yang berada di dalam
negeri, nilai PMN lainnya diperoleh dari
proposal tambahan PMN yang diajukan oleh
BUMN/Kementerian BUMN dan assesment
Kementerian Keuangan atas proposal tersebut.
Untuk Badan Usaha yang berada di luar negeri,
nilai PMN lainnya diperoleh sesuai dengan
komitmen Pemerintah pada badan usaha
(dalam US$) dikalikan dengan kurs rupiah
terhadap US$ yang dipergunakan sebagai
asumsi APBN.
Dana Bergulir
Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh BLU
untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada
masyarakat/lembaga
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.
Nilai Dana Bergulir = Target penyaluran minus
saldo dana bergulir yang belum disalurkan minus
pengembalian pokok dana bergulir yang telah
disalurkan
145
b.
c.
146
Pemerintah
memberikan
penjaminan
(full
guarantee)
terhadap
Proyek
Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000
MW Tahap I. Risiko fiskal terjadi ketika PT PLN
tidak mampu memenuhi kewajiban kepada
kreditur secara tepat waktu, dan oleh karenanya
Pemerintah wajib memenuhi kewajiban tersebut.
Alokasi anggaran kewajiban penjaminan untuk
proyek percepatan pembangunan pembangkit
tenaga listrik menggunakan batu bara dihitung
berdasarkan formula berikut:
(Outstanding pinjaman dalam rupiah (IDR) +
(Outstanding pinjaman dalam USD x kurs)) x
probability of default
Keterangan:
Probability of default: Perkiraan kemungkinan
kreditur (PT PLN) tidak mampu melakukan
kewajiban utangnya kepada debitur. Penentuan
probability of default didasarkan pada credit rating
S & P dan menggunakan transtition matrix study
yang dilakukan oleh S & P yang diupdate secara
berkala.
148
150
d.
151
152
-
16.824,2
12.264,8
29.089,0
i. Pinjaman Program
22.574,7
51.663,7
a. SBN (Neto)
2. UTANG
6.563,5
I Privatisasi
6.563,5
(13.700,0)
4.000,0
7.150,0
d. RPH
b. SAL
4.013,5
55.677,2
1. nonutang
11.121,2
I. Penerimaan Pembiayaan
2005
Pembiayaan Anggaran
URAIAN
TABEL 5.1
16.093,0
13.579,6
29.672,6
35.985,5
65.658,1
2.684,0
2.684,0
2.371,7
7.357,4
9.555,5
2.000,0
23.968,6
89.626,7
29.415,6
2006
14.462,7
19.607,5
34.070,2
57.172,2
91.242,4
2.412,6
2.412,6
3.004,3
6.342,6
521,6
279,1
4.000,0
16.560,2
107.802,6
42.456,7
2007
20.118,3
30.100,4
50.218,7
85.916,2
136.134,9
2.819,8
2.819,8
82,3
15.859,3
300,0
19.061,4
155.196,3
84.071,7
2008
(triliun rupiah)
29.724,3
28.937,7
58.662,0
99.471,0
158.133,0
690,3
690,3
621,0
36.730,8
3.705,0
41.747,1
199.880,1
112.583,3
2009
393,6
393,6
25.820,2
28.974,6
54.794,8
91.102,6
146.291,0
1.133,4
1.133,4
2.098,7
17.347,9
4.841,4
25.421,4
171.712,4
91.552,0
2010
619,4
619,4
18.481,0
15.266,1
33.747,2
119.864,4
154.230,9
119.864,4
1.172,9
425,0
661,9
40.319,0
7.946,9
50.525,8
204.756,8
130.948,8
2011
913,1
913,1
16.400,0
15.003,5
31.403,5
159.704,3
192.020,9
159.704,3
1.139,7
138,3
56.170,0
6.533,1
63.981,1
256.002,0
175.158,2
2012
615,7
615,7
36.853,4
18.426,4
55.279,8
224.672,5
280.568,1
1.443,5
56,7
30.000,0
4.174,1
35.674,2
316.242,3
237.394,6
2013
2014
2.423,4
2.423,4
37.230,0
16.899,6
54.129,6
264.983,7
321.536,7
1.000,0
1.000,0
4.398,5
6.398,5
327.935,1
241.494,3
APBNP
2015
2.000,0
2.000,0
39.897,1
7.140,0
47.037,1
277.049,8
326.086,9
778,3
350,0
4.467,5
5.595,8
331.682,7
245.894,7
APBN
- Inalum
153
-
a. Penerusan Pinjaman
(52.681,1)
-
(3.558,0)
(56.239,1)
(37.112,4)
(2.248,6)
(39.361,0)
2. UTANG
ii. PDAM
d. Kewajiban Penjaminan
-
i. PT PLN
- Geothermal
- FLPP
- BPJT
(2.000,0)
(1.972,0)
(3.972,0)
(3.972,0)
(3.972,0)
(60.211,1)
2006
- LPDB KUMKM
- Kehutanan
(4.000,0)
(1.195,0)
- Lainnya
- Organisasi Internasional
- BUMN
(5.195,0)
- PIP (Reguler)
ii. PMN
(5.195,0)
(5.195,0)
(44.556,0)
2005
i. Investasi Pemerintah
1. NONUTANG
URAIAN
(57.922,5)
(2.723,4)
(60.645,9)
(2.000,0)
(2.700,0)
(4.700,0)
(4.700,0)
(4.700,0)
(65.345,9)
2007
(63.435,3)
(5.189,3)
(68.624,6)
(2.500,0)
(2.500,0)
(2.500,0)
(2.500,0)
(71.124,6)
2008
(triliun rupiah)
(68.031,1)
(6.180,7)
(74.211,8)
(290,0)
(621,0)
(911,0)
(11.674,0)
(11.674,0)
(500,0)
(500,0)
(13.085,0)
(13.085,0)
(87.296,8)
2009
(50.632,5)
(8.728,8)
(59.361,3)
(7.500,0)
(1.000,0)
(2.683,0)
(2.300,0)
(350,0)
(5.333,0)
(6.038,6)
(6.038,6)
(927,5)
(927,5)
(12.299,1)
(20.799,1)
(80.160,4)
2010
(47.322,5)
(4.223,8)
(51.546,3)
(2.617,7)
(1.126,5)
(3.571,6)
(3.850,0)
(250,0)
(8.798,1)
(611,3)
(8.684,5)
(9.295,8)
(550,0)
(1.000,0)
(1.550,0)
(19.643,9)
(22.261,6)
(73.807,9)
2011
(113,4)
(51.114,8)
(3.753,0)
(54.981,3)
(10,0)
(623,3)
(7.000,0)
(876,5)
(4.709,3)
(900,0)
(557,7)
(7.043,4)
(378,4)
(541,1)
(7.600,0)
(8.519,5)
(2.000,0)
(1.299,6)
(3.299,6)
(18.862,5)
(25.862,5)
(80.843,8)
2012
(141,3)
(57.204,4)
(3.880,6)
(61.226,2)
(10,0)
(623,3)
(706,0)
(5.000,0)
(4.582,6)
(1.126,5)
(1.209,3)
(1.000,0)
(3.335,8)
(1.404,8)
(592,3)
(2.000,0)
(3.997,1)
(11.915,4)
(17.621,5)
(78.847,7)
2013
2014
(245,4)
(64.159,9)
(3.407,4)
(67.812,7)
(8.359,1)
(10,0)
(623,3)
(964,1)
(3.000,0)
(1.000,0)
(4.000,0)
(1.580,4)
(724,6)
(3.000,0)
(5.305,0)
(9.305,0)
(18.628,2)
(86.440,9)
APBNP
2015
(378,8)
(66.532,8)
(4.319,4)
(71.230,9)
(296,5)
(1,9)
(833,2)
(1.131,6)
(5.106,3)
(1.000,0)
(6.106,3)
(1.778,3)
(433,5)
(5.107,3)
(7.319,1)
(13.425,4)
(14.557,1)
(85.788,0)
APBN
BAB 6
KETERKAITAN ANTAR KOMPONEN APBN:
RUANG FISKAL DAN POTENSI INEFISIENSI
BAB 6
KETERKAITAN ANTAR KOMPONEN APBN:
RUANG FISKAL DAN POTENSI INEFISIENSI
UUD 1945 pasal 23 mengamanatkan bahwa APBN sebagai
wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap
tahun dengan UU dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Untuk dapat mewujudkan amanat tersebut,
dibutuhkan dukungan pendanaan yang optimal. Namun
demikian, permasalahannya adalah, pada prakteknya
selama ini, dana APBN sudah ter-kavling antara lain
sebagai konsekuensi dari amanat konstitusi untuk
mengalokasi anggaran belanja dengan besaran porsi
(persentase) tertentu atau sering disebut mandatory
spending. Sebagai contoh misalnya ketentuan anggaran
pendidikan 20% dari belanja negara, alokasi (minimal)
26% dari penerimaan dalam negeri neto untuk DAU, dan
lain sebagainya. Selain disebabkan karena amanat
peraturan perundangan, keterkaitan antar komponen
postur APBN juga terjadi secara alamiah seperti misalnya
yang terjadi antara defisit, pembiayaan anggaran dan
pembayaran bunga utang. Isu mengenai keterkaitan antar
komponen di dalam postur APBN dan implikasinya
terhadap ruang gerak fiskal akan menjadi pokok bahasan
yang akan dijelaskan pada bab ini.
Masih terkait dengan ruang fiskal, pada bab ini juga akan
memberikan ilustrasi melalui beberapa contoh kasus
bagaimana dampak mandatory spending terhadap
ketersediaan ruang fiskal. Dengan adanya ilustrasi
tersebut diharapkan publik dapat memahami bahwa
apabila terdapat tambahan pada sisi penerimaan negara
154
155
156
157
Besaran
Transfer ke Daerah
b.
158
Alokasi
DAU
159
3.
160
161
Faktor
Transmisi
Antara
Awal
Akhir
Asumsi Ekonomi
Makro
1
Pertumbuhan
Ekonomi
Penerimaan
Perpajakan
(nonmigas)
DBH,
DAU
Anggaran
Pendidikan
PNBP Lainnya
+BLU
DAU
Anggaran
Pendidikan
Anggaran
Pendidikan
162
No.
Faktor
Inflasi
Transmisi
Antara
Awal
Penerimaan
Perpajakan
(nonmigas)
Belanja pegawai,
barang, dan modal
DBH,
DAU
Akhir
Anggaran
Pendidikan
Anggaran
Pendidikan
Anggaran
Pendidikan
Anggaran
Pendidikan
Nilai Tukar
Rupiah
Penerimaan
Perpajakan (migas,
nonmigas)
Tingkat Bunga
Pembayaran
bunga utang
ICP
Penerimaan PNBP
(SDA migas, pajak
migas, DMO)
DBH,
DAU
Anggaran
Pendidikan
Belanja
Negara
Anggaran
Pendidikan
Anggaran
Pendidikan
Anggaran
Pendidikan
Anggaran
Pendidikan
DBH,
DAU
Subsidi energi
6 Lifting Migas
Penerimaan SDA
Migas (dan PPh
migas)
DBH,
DAU
DBH
Parameter
1 Cost Recovery
Penerimaan SDA
Migas (dan PPh
migas)
MOPS (Mean
Plats Of Sing )
DAU
Anggaran
Pendidikan
DAU
Anggaran
Pendidikan
Anggaran
Pendidikan
Belanja Subdsidi
163
No.
Faktor
3
Transmisi
Antara
Awal
Alpha (diary
dist, margin )
DAU
Akhir
Anggaran
Pendidikan
Anggaran
Pendidikan
BelanjaSubsidi
5.
164
Proporsi 10
persen
Transfer ke
Daerah
Alokasi Dana
Desa dari
APBN
165
166
167
168
DBH Kehutanan
DBH
Pertambangan
Umum
Dana Bagi
Hasil
DBH Migas
DBH Cukai
Belanja Hibah
Transfer ke Daerah
Belanja
Pemerintah
Pusat
Belanja K/L
B elan ja Non-K/L
Penerimaan
PPh Migas
Penerimaan
PPh
Nonmigas
Penerimaan Perpajakan
Penerimaan
Cukai
PNBP SDA
Migas
Pertambangan
Umum
Panas Bumi
PENERIMAAN NEGARA
Kehutanan
PNBP
Lainnya
Laba
BUMN
Penerimaan
Hibah
SBSN
Tambahan
Penerbitan Utang
Keterangan:
Penyesuaian anggaran pendidikan untuk
menjaga rasio anggaran pendidikan
minimal 20% dari total belanja negara
Pendapata
n BLU
DEFISIT
PEMBIAYAAN
ANGGARAN
169
170
171
173
172
DBH
Pertambangan
umum +Rp8 T
(80% SDA Non
Migas)
Belanja Negara
+ Rp10 T
Anggaran
Pendidiikan
+ Rp2 T
174
175
176
177
178
179
180
APBNP
6,3
7,2
5,0
9.600
108
840
Realisasi
5,8
8,4
10.460
4,5
106,0
825,0
181
Tabel 6.4 Perhitungan Dau, Dana Otsus, Anggaran Pendidikan APBN 2013
(dalam miliar rupiah)
URAIAN
A. PENDAPATAN NEGARA
I.
APBN
APBNP
Realisasi LKPP
Audited
Perhitungan
Berdasarkan
Realisasi *)
1.529.673,1
1.502.005,0
1.438.891,1
1.438.891,1
0,0
1.525.189,5
1.497.521,4
1.432.058,6
1.432.058,6
0,0
1.192.994,1
332.195,4
1.148.364,7
349.156,7
1.077.306,7
354.751,9
1.077.306,7
354.751,9
0,0
0,0
Selisih
4.483,6
4.483,6
6.832,5
6.832,5
0,0
329.255,0
348.669,4
301.480,2
317.494,0
16.013,9
1.195.934,6
1.148.852,0
1.130.578,4
1.114.564,5
(16.013,9)
311.139,3
13.445,6
311.139,3
13.445,6
311.139,3
13.445,6
289.786,8
12.591,5
(21.352,5)
(854,1)
336.849,0
20,01
345.335,1
20,01
342.029,1
20,72
339.461,1
20,72
(2.568,0)
B. BELANJA NEGARA
a.l
182
183
184
Lampiran
Lampiran
Formula Belanja Pemerintah Pusat
NO
1.
KOMPONEN
FORMULA
APBN
Belanja Pegawai
185
NO
2.
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
Gaji dan
Persamaan
Tunjangan
belanja
(MAK 511)
gaji
identitas
dan
untuk
tunjangan
Gt = Gaji/tunjangan tahun
berjalan
TBt = Tunjangan Beras tahun
berjalan
TLt = Tunjangan lainnya tahun
berjalan
UMt =Uang makan dan ULP
tahun berjalan
BPLNt =Belanja pegawai LN
tahun berjalan
GPBt = Gaji Pegawai Baru
tahun berjalan
186
NO
3.
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
Honorarium,
Persamaan
identitas
untuk
vakasi,
belanja
Honorarium,
vakasi,
lembur dan
lembur
dan
lain-lain
512):
(MAK 512)
lain-lain
(MAK
Keterangan:
187
NO
4.
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
Kontribusi
Persamaan
identitas
untuk
Sosial (MAK
513)
513) adalah:
KSt = MPt + JPKt
Keterangan:
Jaminan
Pelayanan
5.
Program
Pemeliharaan
Kesehatan
Veteran (non
Vet = Jumlah Veteran
188
NO
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
tuvet)
6.
Subsidi
Katastropik
(50%)
Keterangan:
189
NO
1.
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
= belanja barang 1
yang direncanakan
190
NO
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
PO
= Pertumbuhan
Belanja Modal
direncanakan.
PDB t-1 = PDB nominal 1 tahun
sebelumnya.
191
NO
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
+c + d + + j)
Domestik
Keterangan:
a. Belanja
Pembayaran
Bunga
Pembayaran
Pembayaran
Pembayaran
Discount
192
NO
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
g. Belanja
Pembayaran
Discount
Pembayaran
Discount
Pembayaran
193
NO
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
Pembayaran
Discount
dan LPG 3 kg
+ d + e + f)
Keterangan
a. [harga patokan BBM-(harga jual
eceran BBM pajak)] x Volume
BBM
Harga patokan BBM adalah
harga
yang
dihitung
194
NO
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
Harga
jual
eceran
BBM
MOPS
dengan
sendiri
formula:
rata-rata
selisih
195
NO
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
Subsidi Listrik = (a + b + c)
a. Subsidi TA Berjalan
S = - (HJTL BPP (1+m)) * V
Keterangan :
-
S : subsidi listrik
(Rp/kWh)
dari
196
NO
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
m: marjin
b. Kekurangan
sebelumnya
pembayaran
(given
setelah
TA
di
audit BPK)
c. carry over ke TA sebelumnya
(Given)
Subsidi listrik merupakan subsidi
yang diberikan dalam rangka menjaga
stabilitas harga jual listrik agar yang
terjangkau oleh daya beli masyarakat
luas, mengingat listrik adalah sumber
energi vital yang sangat dibutuhkan
oleh hampir semua sektor ekonomi.
Subsidi
197
listrik
diberikan
kepada
NO
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
RT
penerima raskin
)x
Raskin
beras
Bulog
oleh
Subsidi Benih
Bantuan Sosial
198
NO
Lampiran
KOMPONEN
FORMULA
APBN
Subsidi Pajak
199
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka