Professional Documents
Culture Documents
sebagian
sebelum
akhirnya
diekresikan
melalui
urine.
(lanny,akk.2006).
Alopurinol merupakan obat sintetik yang sangat efektif untuk mengobati
gout. Alopurinol tersedia dalam bentuk tablet dengan kadar 100mg dan 300mg,
namun alopurinol dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya seperti
nefropati, reaksi alergi dan kerusakan hati, sehingga diperlukan obat
hipourisemik yang memiliki keamanan yang lebih tinggi.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui gambaran penyakit guot, pengobatan dan reaksi obat
guot dalam tubuh
1.3 Manfaat
-
Memberikan pengetahuan / wawasan tentang jenis obat apa saja yang biasa
digunakan untuk terapi penyakit asam urat
1.4 Permasalahan
-
Penggunaan obat untuk terapi penyakit guot sering tidak rasional dan bahkan
akan memberikan efek yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIOFARMASETIKA
Dalam proses terapi, terdapat beberapa faktor yang menentukan yaitu:
diagnosa penyakit secara akurat, status klinik jelas, dan penentuan obat tepat. Di
sinilah pokok pentingnya biofarmasetika yang erat hubungannya dengan
penentuan obat yang tepat. Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang
hubungan antara sifat fisikokimia formulasi dengan bioavailabilitas obat (Shargel
& Andrew, 2005) hal 85.
Penggunaan obat untuk berbagai penyakit merupakan proses yang banyak
seginya dan merupakan proses yang kompleks. Pertama: molekul aktif harus
diketahui dan harus digunakan secara rasional, dalam arti keuntungan
penggunaan dibandingkan kerugian bahaya/racunnya. Kedua: obat harus
diformulasi dengan membuat suatu bentuk sediaan yang sesuai dan mengandung
dosis yang tepat, serta diberikan dengan cara tepat pula sehingga mencapai
organ/jaringan sasaran yang dituju. Ketiga: harus diperhitungkan dosis regimen
sehingga obat dapat efektif dalam tubuh, yang ditentukan/disesuaikan dengan
kebutuhan fisiologis/patologis dan klinis (Joenoes, 2006) hal 21.
Biofarmasetika adalah pengkajian faktor-faktor fisiologis dan farmasetik
yang mempengaruhi pelepasan obat dan absorbansi dari bentuk sediaan. Sifatsifat fisika kimia dari obat dan bahan-bahan penambah menetapkan laju
pelepasan obat dari bentuk sediaan dan transport berikutnya melewati membranmembran biologis, sedangkan fisiologis dan kenyataan biokimia menentukan
nasib obat dalam tubuh (Lachman dkk, 2007) hal 427.
Bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi daya terapetik, aktivitas klinik,
dan aktivitas toksik obat, maka biofarmasetika menjadi sangat penting.
Biofarmasetika bertujuan mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi
sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu
(Shargel & Andrew, 2005) hal 85.
Tolok ukur fisiko-kimia dari obat dan bentuk sediaan dapat diukur dengan
tepat dan teliti secara in vitro, sedangkan perkiraan kuantitatif dari absorbsi obat
yang berarti dapat diperoleh hanya melalui percobaan yang tepat secara ini vivo.
Teknik farmakokinetika memberikan arti dalam mengukur proses-proses
absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat pada organisme yang
memakannya (hewan atau manusia) (Lachman dkk, 2007) hal 427.
Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh
sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorbsi serta sifat-sifat fisikokimia
atau produk obat. Biofarmasetika berusaha mengendalikan variabel-variabel
tersebut melalui rancangan suatu produk obat dengan tujuan terapik tertentu.
Dengan memilih secara teliti rute pemberian obat dan rancangan secara tepat
produk obat, maka bioavailabilitas obat aktif dapat diubah dari absorbsi yang
cepat dan absorbsi lengkap menjadi lambat, kecepatan absorbsi diperlambat atau
bahkan tidak terjadi sama sekali (Shargel & Andrew, 2005) hal 85.
Evaluasi dan interprestasi dari studi Biofarmaseutika merupakan bagian
yang integral dari pengembangan obat obat, (drug-product-design). Penelitianpenelitian di bidang biofarmaseutika mencakup:
Pengaruh dan interaksi antara formulasi obat dan teknologi, pembuatannya dalam
berbagai bentuk sediaan yang akhirnya sangat menentukan kerja obat sesuai
dengan sifat fisiko kimianya.
Pengaruh dan interaksi antara obat dan lingkungan biologik pada situs
penyerapan dan cara pemberian obat yang akhirnya menentukan disposisi
bahan/zat aktif dalam tubuh.
Pengaruh dan interaksi dari zat aktif dengan organisme menentukan ketersediaan
obat secara biologis.
Pada formulasi obat dilakukan dengan cara-cara berikut:
1) Pemilihan bahan baku zat aktif (sumbernya) yang paling baik dengan
melihat kecepatan disolusinya. Kecepatan disolusi zat aktif dari sediaan
dalam saluran pencernaan makanan cukup erat kaitannya dengan
kecepatan absorbsi oba tersebut dalam tubuh.
2) Evaluasi sifat/kualitas sediaan dalam tahap pengembangan.Bidang
formulasi dalam pengembangan dan perbaikan formula sediaan,
khususnya sediaan padat (tablet, kapsul, kaplet) dengan efek sistemik
yang digunakan secara oral, yaitu dengan menentukan profil disolusi zat
aktif dari masing-masing formula yang dicoba.
3) Penilaian tahap akhir mutu sediaan. Sediaan- sediaan yang formulasinya
sudah selesai dan siap untuk diproduksi dalam skala besar untuk mulai
dipasarkan, khususnya sediaan-sediaan dalam bentuk padat yang
digunakan
secara
oral,
diperiksa
mutunya
bioavailabilitasnya.
Penilaian
komparatif
membandingkannya
dengan
bioavailabilitas
dengan
menilai
dilakukan
secara
terhadap
bioavailabilitas
sediaan lain (dalam bentuk sediaan dan komposisi zat aktif yang sama),
yang diproduksi oleh pabrik farmasi lain yang patut dijadikan sebagai
patokan yang baik.
4) Penilaian ketepatan aturan dosis (dosage regimen). Dengan mengetahui
therapeutic window dan data farmakokinetikanya, aturan dosis obat
dinilai kembali, apakah dosis tidak terlalu besar sehingga pemakaian
obat tidak efisien atau malah mungkin akan timbul efek-efek yang tidak
diharapkan, atau mungkin terlalu kecil sehingga obat tidak akan bekerja
secara efektif (Anonim2, 2010).
Untuk merancang suatu produk obat yang akan melepaskan obat aktif
dalam bentuk yang paling banyak berada dalam sistemik, farmasis harus
mempertimbangkan beberapa hal yaitu: (1) jenis produk obat (misal: larutan,
suspensi, supositoria); (2) sifat bahan tambahan dalam produk obat; (3) sifat
fisikokimia obat itu sendiri (Shargel & Andrew, 2005) hal 86.
Faktor-faktor yang memperngaruhi bioavailabilitas obat aktif yaitu:
1) Disintegrasi
Sebelum absorpsi terjadi, suatu produk obat padat harus mengalami
disintegrasi ke dalam partikel-partikel kecil dan melepaskan obat.
2) Pelarutan
Pelarutan merupakan proses di mana suatu bahan kimia atau obat menjadi
terlarut dalam suatu pelarut. Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam
air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam
saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat. Obat yang
terlarut dalam larutan jenuh dikenal sebagai stagnant layer, berdifusi ke
pelarut dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi obat yang rendah.
Laju pelarutan adalah jumlah obat yang terlarut per satuan luas per waktu
(misal g/cm2.menit). Laju pelarutan dipengaruhi pula oleh sifat fisikokimia
obat, formulasi, pelarut, suhu media dan kecepatan pengadukan
3) Sifat Fisikokimia Obat
Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh
yang besar pada kinetika pelarutan. Sifat-sifat ini terdiri atas: luas permukaan,
bentuk geometrik partikel, derajat kelarutan obat dalam air, dan bentuk obat
yang polimorf.
4) Faktor Formulasi Yang Mempengaruhi Uji Pelarutan Obat
Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga mempengaruhi
kinetika pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut atau
bereaksi dengan obat itu sendiri. Misalnya, magnesium stearat (bahan pelincir
tablet) dapat menolak air, dan bila digunakan dalam jumlah besar dapat
menurunkan pelarutan. Natrium bikarbonat dapat mengubah pH media.
Untuk obat asam seperti aspirin dengan media alkali akan menyebabkan obat
tersebut melarut cepat. Serta, bahan tambahan yang berinteraksi dengan obat
dapat membentuk kompleks yang larut atau tidak larut dalam air, contoh
efek, yaitu absorpsi. Sebaliknya, pada cara ekstravaskular, obat harus diabsorpsi
dahulu sebelum masuk ke peredaran sistemik; pemberian oral/per oral,
intramuskular, subkutan, rektan, dan topical. Syarat untuk absorpsi ialah obat
(atau zat berkhasiat dari obat) harus terbebaskan dahulu dari bentuk sediaannya,
dan ini bergantung tidak saja pada faktor fisiko-kimia obat tetapi juga pada
lingkungan dari bagian tubuh dimana obat diserap. Faktor dari teknik pembuatan
(farmako-teknik) merupakan penentu untuk pembebasan obat dari bentuk
sediaannya ke dalam cairan tubuh (Joenoes, 2006) hal 22.
1) Produk-Produk Parenteral
Obat-obat yang diinjeksikan secara intravena langsung masuk ke dalam darah
dan dalam beberapa menit beredar ke seluruh bagian tubuh. Hanya untuk obat
yang larut dalam air. Pelarut yang digunakan adalah kombinasi propilen
glikol dengan pelarut lain.
Obat-obat yang diinjeksikan secara intramuskular melibatkan penundaan
absorpsi karena obat berjalan dari tempat injeksi ke aliran darah. Formulasi
intramuskular dapat untuk melepaskan obat secara cepat atau lambat dengan
mengubah pembawa sediaan injeksi. Keuntungannya adalah fleksibilitas
formulasi.
2) Tablet Bukal
Tablet ini dirancang untuk terlarut di bawah lidah dan diabsorpsi dalam
rongga mulut melalui mukosa mulut, serta mengandung bahan tambahan yang
cepat melarut seperti laktosa. Contoh tablet sublingual nitrogliserin.
3) Aerosol
Seringkali digunakan untuk obat yang diberikan ke dalam system
pernapasan. Ukuran partikel dari suspense (dalam ukuran kabut) menentukan
tingkat penetrasinya. Obat dengan partikel bergerak dengan cara sedimentasi atau
gerak Brown ke dalam bronkhioli. Contoh isotarina dan isoproterenol.
4) Sediaan Transdermal
Pemberian sediaan transdermal memberi pelepasan obat ke sistem tubuh
melalui kulit. Obat yang diberikan secara transdermal tidak dipengaruhi oleh
dan
Tahap Farmasetik
= tahap Liberasi
Dosis
diserap
Disintegrasi
sediaan
Disolusi zat aktif
Ob
tersedia untuk
Sediaan Obat
Ketersediaan Farmasetik
2.
Tahap Farmakokinetik
Absorpsi
Distribusi
Metabolism
e
3.
Tahap Farmakodinamik
Antar aksi
Obat-reseptor
EFEK/RESPON
Ketersediaan farmasetik
Jumlah obat yang tersedia untuk di absorpsi
Ketersediaan hayati
Jumlah obat yang tersedia pada tempat kerja
1. Absorpsi
2. Disposisi : Distribusi
perpindahan obat dari sirkulasi sistemik ke jaringan
Eliminasi Biotranformasi : perubahan obat mjd
metabolit
Ekskresi
1. Farmakokinetik
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau
efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses
absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme
atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan
proses eliminasi obat (Gunawan, 2009).
1.1. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke
dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat
adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.
Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat
absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang
sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai
dengan vili dan mikrovili ) (Gunawan, 2009).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam
tubuh, melalui jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level
seluler, obat diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dan
transport pasif.
1)
Metode absorpsi
Transport pasif
Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses
difusi obat dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke
daerah dengan konsentrasi rendah. Transport aktif terjadi selama molekulmolekul kecil dapat berdifusi sepanjang membrane dan berhenti bila
konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.
Transport Aktif
Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat dari
Kecepatan Absorpsi
Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya sedikit
sel. Absorpsi terjadi cepat dan obat segera mencapai level pengobatan dalam
tubuh.
Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi
Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot
Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained frelease.
3)
Kecepatan Absorpsi
Distribusi
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik
Metabolisme
Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian
besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat
Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari
farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi
obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan
respons yang terjadi (Gunawan, 2009).
1) Mekanisme Kerja Obat
deposisi kristal monosodium urat pada persendian dan jaringan lunak (Depkes
RI, 2007).
Asam urat adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses
katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen (Asam
deoksiribonukleat/ DNA). Asam urat sebagian besar dieksresi melalui ginjal dan
hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Ketika kadar asam urat meningkat,
disebut hiperurisemia, penderita akan mengalami pirai (gout). Penyebab
hiperurisemia karena produksi yang berlebihan atau eksresi yang menurun
(seperti pada gagal ginjal). Produksi yang berlebihan didapatkan pada penderita
dengan keganasan, terjadi turnover purin dan DNA sangat tinggi. Penyebab lain
hiperurisemia adalah alkohol, leukimia, karsinoma metastatik, multiple
myeloma, hiperlipoproteinemia, DM, gagal ginjal, stres, keracunan timbal, dan
dehidrasi akibat pemakaian diuretik (Pagana KD, 2001)
Peningkatan kadar asam urat dalam urine disebut urikosuria. Asam urat
akan mengalami supersaturasi dan kristalisasi dalam urine yang akan menjadi
batu saluran kencing (BSK) sehingga menghambat sistem dari fungsi ginjal.
Eksresi asam urat dalam urine tergantung pada kadar asam urat dalam darah,
filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus asam urat ke dalam urine. Asam urat
kurang mengalami saturasi pada suasana urine yang asam. Ketika pH urine naik
maka asam ura tidak mengalami kristalisasi dan tidak akan membentuk batu
(Kang DH, Nakagawa T, Feng L et al, 2002)
2.6 Metabolisme asam urat
Yang dimaksud asam urat adalah asam yang berbentuk Kristal-kristal
yang
merupakan
hasil
akhir
dari
metabolism
purin(bentuk
turunan
nucleoprotein),yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti
sel-sel tubuh.secara alamiah,purin terdapat dalam tubuh kita dan dijumpai pada
semua makanan dari sel hidup,yakni makanan dari tanaman (sayur,buah,kacangkacangan) atau pun hewan (danging,jeroan,ikan sarden).
mempertimbangkan
kandungan
didalamnya,makanan
dari
pemeriksaan mikroskopik dari cairan sendi atau tofus ( benjolan asam urat )
ditemukan Kristal asam urat yang berbentuk jarum.
Lebih banyak pria
Umumnya yang terserang asam urat adalah pada pria,sedangkan pada
perempuan persentasenya kecil dan baru muncul setelah menopause. Kadar
asam urat kaum pria cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usi. Pada
wanita, peningkatan itu dimulai sejak masa menopause. Mengapa asam urat
cenderung dialami pria! Ini karena perempuan mempunyai hormone estrogen
yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urine.sementara pada
pria,asam uratnya cenderung lebih tinggi daripada perempuan karena tidak
memiliki hormon ekstrogen tersebut.Jadi selama seorang perempuan mempunyai
hormone ekstrogen,maka pembuangan asam uratnya ikut terkontrol.ketika sudah
tidak mempunyai ekstrogen,seperti saat menopause,barulah perempuan terkena
asam urat. Kalau peningkatan asam urat ini melewati ambang batas yang bias
ditolerir,persoalan akan timbul pertama pada ginjal,sendi dan saluran kemih.
2.8 Kadar normal asam urat
Pemeriksaan
asam
urat
dilaboratorium
dilakukan
dengan
dua
cara,enzimatik dan teknik bias.kadar asam urat normal menurut tes enzimatik
maksimum 7 mg/dl.sedangkan pada teknik biasa,nilai normalnya maksimum 8
mg/dl.bila hasil pemeriksaan menunjukan kadar asam urat melampaui standar
normal itu,penderita dimungkinkan mengalami hiperurisemia.Kadar asam urat
normal pada perempuan dan pria berbeda.kadar asam urat normal pada pria
berkisar 3,5-7 mg dan pada perempuan 2,6-6 mg/dl.kadar asam urat diatas
normal disebut hiperirisemia.perjalanan penyakit yang klasik biasanya dimulai
dengan suatu serangan atau seseorang memiliki riwayat pernah cek asam uratnya
tinggi diatas 7 mg/dl,dan makin lama makin tinggi.
Gambar patologisnya
Artristik gout muncul sebagai serangan keradangan sendi yang timbul
berulang-ulang.
Gejala khas dari arthritis gout adalah serangan akut biasanya bersifat
monoartikulat
(menyerang
satu
sendi
saja)
dengan
gejala
Faktor Risiko
Faktor resiko yang menyebabkan orang yang terserang penyakit asam
urat adalah pola makan,kegemukan dan suku bangsa.Di dunia suku bangsa yang
paling tinggi prevalensinya pada orang maori di Australia.pravelensi orang
maori terserang penyakit asam urat tiggi sekali,sedangkan di Indonesia
prevalensi tertnggi pada penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah
manado-minahasa karena kebiasaan atau pola makanikan dan mengosumsi
alcohol.Alkohol menyebabkan pembuangan asam urat lewat urine itu ikut
berkurang sehingga asam uratnya tetap bertahan di dalam darah.konsumsi ikan
laut yang tinggi juga mengakibatkan asam urat.Asupan yang masuk ke tubuh
juga memengaruhi kadar asam urat di dalam darah.makanan yang mengandung
zat purin yang tinggi akan di ubah menjadi asam urat.purin yang tinggi terutma
terdapat dalam jeroan, sea food:udang, cumi, kerang, kepiting, ikan teri.
Menurut hasil pemeriksaan laboratorium kadar asam urat terlalu
tinggi,kita perlu memperhatikan masalah makanan.makanan dan minuman yang
selalu di konsumsi apakah merupakan pemicu asam urat.pada orang gemuk,asam
urat
biasanya
naik
sedangkan
pengeluaranya
sedikit.maka
untuk
1) Data Farmakokinetik
Hampir 90% obat ini di arbsorbsi dari saluran pencernaan, hambatan xantin
oksidase efektif dipertahankan lebih dari 24 jam dengan dosis harian tunggal.
Allopurinol diekskresi oleh filtrasi glomerulus, oksipurinol di rearbsorbsi di
tubulus ginjal.
Indikasi
Kontraindikasi
Peringatan
2. Interaksi
-
Antikoagulan:
kerja
ditingkatkan. Siklosporin:
nikumalon
dan
kemungkinan
kadar
warfarin
mungkin
plasma
siklosporin
BAB III
PEMBAHASAN
Jenis Obat
Fasa biofarmasi
etoricoxib,
diclof enac,
dan
napro
xen.
(OAI
NS)
Kortikosteroid Allopurinol
Fasa Farmakokinetik
Pembahasan
- Waktu paruh
- Waktu paruh
1-3 jam
-
Vitamin C
Bagi penderita penyakit asam urat atau gout, dokter biasanya akan membuat
sebuah rencana pengobatan dengan dua tujuan yaitu :
1. meredakan gejalanya
1) Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan jenis obat pereda
sakit yang biasanya disarankan oleh dokter sebagai obat awal untuk menangani
gejala gout. Kinerja obat ini mampu meredakan sakit dan peradangan.
Beberapa jenis OAINS yang sering digunakan untuk menangani serangan gout
adalah etoricoxib, diclofenac, dan naproxen.
Ikan yang banyak mengandung minyak (sarden, makarel, dan ikan teri).
fisika kimia dari obat dan bahan-bahan penambah menetapkan laju pelepasan obat
dari bentuk sediaan dan transport berikutnya melewati membran-membran biologis,
sedangkan fisiologis dan kenyataan biokimia menentukan nasib obat dalam tubuh.
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh
terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A),
distribusi
(D),
metabolisme
(M),
dan
ekskresi
(E).
Metabolisme
atau
biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses
eliminasi obat.
B.
Saran