You are on page 1of 6

Sejarah dan Latar Belakang Kriminologi

Di dalam literatur-literatur tentang kriminologi, mahzab yang timbul di Italia


memegang peranan yang cukup penting dalam perkembangan kriminologi
(Ida Andariah, 1983:9). Akan tetapi sebelum adanya mahzab Italia, atau
yang lebih lazim dikenal dengan istilah Anthropologi Kriminil ini ada
bagaimanakah pandangan manusia tentang kriminologi.
Berbicara tentang kriminologi, maka kita akan berbicara tentang sebuah
ilmu pengetahuan, karena kriminologi diidentifikasi dari namanya yaitu
crimen dan logos yang berarti ilmu tentang kejahatan. Ilmu pengetahuan
pada umunya muncul pada zaman kuno, yaitu pada masa Yunani atau
Romawi, akan tetapi tidak bagi kriminologi. Apabila dilihat dari pendekatanpendekatannya, mungkin saja kriminologi secara embrio mulai ada pada
zaman kuno, akan tetapi pembahasan-pembahasan secara khusus tentang
kejahatan tidak pernah ditemukan pada masa kuno.
Pada zaman kuno, kejahatan adalah suatu fenomena yang terjadi dalam
masyarakat dan sudah merupakan bagian dari peradaban, sehingga manusia
dan ilmuwan cenderung lebih tertarik untuk mempelajari hal-hal yang tidak
umum.
Plato (427 347 SM) adalah tokoh yang ternama pada masa itu.
Mengomentari tentang kejahatan, Plato menyatakan, bahwa emas, manusia
adalah sumber kejahatan (Topo Santoso dan Eva A. Zulfa, 2001:21). Apa
yang dikemukakan oleh Plato tersebut sangatlah masuk akal mengingat,
pada masa itu tingkat kemakmuran seseorang dinilai dari emas dan
perhiasan yang dimilikinya, sehingga status kemakmuran seseorang
mengundang orang lian untuk memiliki kemakmuran yang sama. Kejahatan
hanya berupa suatu proses untuk memiliki sesuatu atau memperebutkan
sesuatu demi kejayaan. Pemikiran yang sangat sederhana dari sebuah
manusia.
Seorang tokoh yang lahir setelah era Plato, yaitu Aristoteles (382 322 SM)
menyatakan kejahatan ditimbulkan oleh kemiskinan. Pencurian dan
pembunuhan demi mencapai kemakmuran atau hanya sekedar untuk
bertahan hidup. Lebih rinci dibandingkan Plato, Aristoteles menunjuk suatu
keadaan tertentu sebagai sebab musabab lahirnya kejahatan.

Karena dua tokoh pada zaman ini tidak menyinggung sama sekali tentang
adanya upaya untuk menyelidiki atau setidaknya membuat sebuah penelitian
yang menghasilkan hipotesa tentang sebab-sebab kejahatan dan pelaku
kejahatan, maka tepat kiranya apabila zaman kuno dianggap sebagai masa
prekriminologi. Prekriminologi ini disandangkan pada zaman ini karena
kejahatan tidak dianggap sebagai suatu gejala sosial yang patut untuk
diteliti atau dikaji secara mendalam, sebaliknya kejahatan dianggap sebagai
suatu bentuk keadaan yang ordinary di dalam masyarakat.
Sampai pada masa abad pertengahan, para tokoh-tokoh pada masa itu juga
belum memiliki gambaran secara pasti apakah kriminologi itu. Thomas van
Aquino (1226 1274) seorang tokoh berkebangsaan...yang ahli di bidang...
(cari literatur) mencoba mengungkapkan, bahwa kejahatan pada masa itu
bersumber pada kemiskinan. Kejahatan menurut Thomas van Aquino tidak
jauh dari usaha untuk mempertahankan diri atau usaha secara ilegal untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pencurian adalah bentuk kejahatan yang
paling terkenal pada masa itu. Orang mencuri karena mereka sungguhsungguh membutuhkan untuk sekedar bertahan hidup dan mencukupi
kebutuhan pokok hidupnya. Kemiskianan mendorong orang untuk mencuri,
Thomas van Aquino menyatakannya sebagai Summa Contra Gentiles (cek
lagi literaturnya).
Sebuah pemikiran yang cukup menarik yang dilontarkan oleh Thomas van
Aquino adalah, dalam keadaan yang memaksa orang diperblehkan untuk
mencuri (Summa theologica) (cek lagi lietraturnya). Abad pertengahan
diramaikan oleh perdebatan tentang Summa Theologica Thomas van Aquino.
Banyak yang mempertanyakan ide tersebut, hal ini didasarkan pada (cek
lagi tentang summa theologica).
Sejarah dunia mencatat, bahwa untuk kali pertama ada seorang tokoh yang
melihat kejahatan dalam hubungannya dengan masyarakat. Thomas More
(cek tahunnya) untuk kali pertamanya menghubungkan antara kejahatan
dengan masyarakat. Sebab-sebab kejahatan mulai diteliti dengan
menghasilkan hipotesa-hipotesa. Thomas More adalah ahli hukum
humanities dari Inggris, pada tahun 1516 dalam bukunya UTOPIA, Thomas
More mengungkapkan ada banyak sekali sebab-sebab mengapa orang

melakukan kejahatan. Akan tetapi dari beberapa alsan tentang sebab


kejahatan tersebut, dapat digeneralisir ada dua garis besar kenapa orang
melakukan kejahatan. Hipotesa Thomas More didasarkan pada penelitian
masyarakat Inggris pada masa itu. Dua alasan tersebut adalah
ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri, dan
hukuman yang terlampau berat.
1. Ketidak mampuan untuk mencukupi kebutuhan sendiri
Kenapa masyarakat Inggris tidak mampu mencukupi kebutuhannya sendiri,
setidaknya ada dua alasan logis yaitu perang dan digantinya lahan-lahan
pertanian dengan peternakan di Inggris (revolusi agraria). Sebab utamanya
kalau boleh disimpulkan adalah revolusi agraria Inggris (cek tahun dan
literatur) dan perang. Inggris menjadi negara miskin karena seluruh
kekayaan Inggris dikerahkan untuk membuat persenjataan dalam rangka
memenuhi semangat imperialisme Inggris dengan menaklukkan negaranegara lain. Selain itu revolusi agraria membawa dampak yang cukup hebat,
dengan digantinya lahan pertanian menjadi lahan peternakan untuk domba,
masyarakat tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan mereka. Lahan
gandum diganti dengan peternakan domba sebagai anjuran dari penguasa
pada masa itu (cek kembali literatur). Masyarakat hanya sebagai
penggembala sedangkan hasil dari domba menjadi milik pemerintah (cek
kembali literatur).
2. Hukuman yang berat
Ada apa dengan hukuman yang berat? Pada awal abad 16, di Inggris pada
khususnya hukuman mati sangat mudah untuk dijatuhkan. Pencurian kecil
dengan mencopet uang milik si kaya hukumannya adalah hukuman mati.
Pencurian berat dengan perampokan juga divonis hukuman mati. Efek untuk
pencegahan kejahatan sama sekali tidak berfungsi. Pelaksanaan pidana mati
secara extra muros di Inggris dijadikan lahan untuk melakukan kejahatan
baru.
Pada abad 16 ini boleh dikatakan sebagai awal atau permulaan sejarah baru,

baik dalam hukum pidana secara umum maupun kriminologi secara khusus.
Kriminologi sejatinya adalah ilmu yang selalu mengikuti perkembangan
zaman dan perkembangan kriminologi tidak bisa lepas dari pengaruh
disiplin-disiplin ilmu yang bersinggungan dengan kriminologi, sebut saja ilmu
hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya.Perkembangan
kriminologi secara pesat adalah sekitar abad 18 sampai dengan revolusi
perancis. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa perkembangan
kriminologi dipengaruhi oleh perkembangan disiplin ilmu yang
bersinggungan dengan kriminologi, maka pada abad 18 perkembangan
kriminologi dipicu oleh beberapa faktor daintaranya:
1. Adanya penentangan terhadap pelaksanaan hukum pidana dan hukum
acara pidana yang ada. (cek literatur)
Upaya penentangan-penentangan tersebut antara lain mengenai:
1. Pelaksanaan pidana mati yang dirasa tidak sesuai dengan tujuan
pemidanaan. Di Eropa pada masa itu, tujuan pemidanaan tidak lagi
menggunakan teori absolut, yaitu memberikan efek jera dengan cara
pembalasan akan tetapi tujuan pemidanaan lebih ke arah upaya
pencegahan terhadap calon pelaku kejahatan yang lainnya.
Pelaksanaan pidana mati yang cukup sering menimbulkan akibat
masyarakat tidak takut lagi dengan pidana mati, atau kata lain hukum
gossen dalam teori ekonomi juga berlaku bagi pelaksanaan pidana
mati.
2. Interpretasi analogi dalam memutus perkara. Analogi adalah metode
penafsiran hukum yang tidak diperkenankan dalam hukum pidana
sebagai wujud pengejawantahan dari asas legalitas. Dalam
pelaksanaanya banyak perkara diputus dengan analogi, hal ini yang
mendesak para tokoh untuk segera menyumbangkan ide-idenya
sebagai wujud sumbangan terhadap kebijakan hukum.
3. Asas inquisatoir dalam hukum pidana (cek pengertian inquisatoir).
Asas inquisatoir adalah suatu asas dalam hukum acara pidana dimana
tersangka atau pelakuk kejahatan berperan sebagi objek pemeriksaan

(cek definisi dan literatur). Para tokoh menginginkan adannya


perubahan pada asas ini yaitu menjadi aquisatoir (cek literatur) yang
memposisikan pelaku kejahatan sebagai subjek dari pemeriksaan.
Perbedaannya mendasarnya adalah, pelaku kejahatan dalam hal ini
tersangka maupun terdakwa memiliki hak yang sama dengan
pemeriksanya yaitu polisi, jaksa dan hakim.
Para tokoh yang banyak membawa perubahan tentang hukum pidana dan
pemikiran-pemikiran tentang kriminologi pada masa ini adalah Jean Jaques
Roseou (1712-1778), Voltaire (1649-1778) dan Beccaria (1738-1774). (cek
kembali literatur dan pendapat para tokoh tersebut).
2. Sebab-sebab sosial dari kejahatan
Pada abad 18 pemikiran tentang sebab-sebab kejahatan terpecah menjadi
dua kutub besar, yaitu pemikiran kejahatan dipengaruhi oleh pengaruh sosial
dan sebab kejahatan yang dipengaruhi oleh kondisi fisik pelaku kejahatan.
Emile Durkheim (1897) adalah tokoh yang berpegang teguh bahwa
kejahatan banyak dipengaruhi oleh keadaan sosial (cek kembali literatur).
3. Sebab-sebab kejahatan dari faktor anthropologi
Tokoh terbesar dalam sejarah kriminologi yang mencetuskan ide ini adalah
Cesare Lombrosso (1876), seorang dokter Psikiater yang menunaikan
tugasnya sebagai dokter penjara di Turino Italia. Karena tugasnya itulah
sampai akhirnya muncul sebuah hasil penelitian yang melihat kriminologi
dari sisi yang sama sekali berbeda pada waktu itu, yaitu kejahatan dari sisi
fisik pelaku kejahatan. Tidak salah jika Lombrosso kemudian dikenal sebagai
bapak kriminologi modern karena pemikirannya tersebut. Bahkan menurut
Pompe (Roeslan Saleh, 1983:cek lieratur) Lombrosso adalah dipandang
sebagai salah satu tokoh revolusi dalam sejarah hukum pidana, selain
Cesare Beccaria (1764).
Perkembangan kriminologi tidak berakhir sampai disitu saja, pasca
anthropologi kriminal Lombrosso bermunculan teori-teori lain yang mungkin
bertentangan satu dengan yang lain. Perkembangan kriminologi dirasa
sangat pesat justru dibenua yang lain, yaitu Amerika. Eropa dengan ciri
medicopsycgology dalam kriminologinya tidak berpengaruh sama sekali di
Amerika. Pendekatan yang paling utama dilakukan dari segi sosiologis.

Dengan konsep ini, teori Lombrosso ditolak dengan tegas. Edwin H.


Sutherland (1947), adalah tokoh yang banyak berpengaruh dalam pemikiran
ini.

You might also like